OPINI

Pengadilan Rakyat Akan Menghukum Jokowi

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berjanji akan mengejar koruptor ke Antartika harus dibuktikan. Sama sekali tidak ada alasan akan dibelokkan cukup mengembalikan atau bayar denda damai bagi para koruptor. Angan-angan akan mengeluarkan aturan pengampunan untuk para koruptor. Ini sesat dan sinyal buruk korupsi bisa dinegosiasi. Akan memunculkan stigma berbahaya dan buruk jangan jangan pada Prabowo masih ada lumpur kotor menempel para dirinya. Ingatan rakyat masih utuh bahwa diera rezim Jokowi, semua pejabatnya tidak ada yang bisa lolos dari jebakan korupsi, curang dan perilaku konspirasi cari untung bersama. Presiden Prabowo  berkehendak membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi harus berani bertindak tegas hukuman yang membuat jera para koruptor. Hentikan omon-omon karena rakyat hanya akan menunggu bukti, Presiden untuk bersegera mengumumkan  perang terhadap koruptor benar-benar dilakukan. Terpaan bahwa Jokowi koruptor makin jelas bersama dengan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) Jokowi masuk dalam nominasi finalis tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024. Rakyat sudah marah, jenuh, bosan, jengkel, muak, terhadap koruptor di Indonesia yang sudah merajalela di semua lini birokrasi dari pusat sampai daerah, dianggap lumrah dan kejahatan biasa. Presiden Prabowo harus belajar dengan negara lain ketegasan dan keberhasilannya dalam penegakan hukum terhadap koruptor, seperti: Korea Utara, Irak, Laos, Thailand, dan Vitenam layak dijadikan kaca benggala. Dikutip abcnews.go, pada September 2000, Cheng Ke Jie ( Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional ) dieksekusi mati, ditembak pada kepala bagian belakang. Ia menjadi tersangka korupsi karena menerima suap sebesar $5 juta (Rp 80 miliar).  Dilansir BBC, Xu Mayong ( Wakil Walikota Hangzhou ) dijatuhi hukuman mati pada Mei 2011 karena menerima suap hampir 200 juta yuan ( Rp 20 miliar ) dan menggelapkan dana. Beijing mengeksekusi mati Li Jianping  ( Sekretaris Partai Komunis Cina ) karena korupsi lebih dari 3 miliar yuan ( Rp 6,6 triliun ). Dinyatakan bersalah telah menerima suap, menyalahgunakan uang masyarakat, dan berkolusi dengan sindikat kriminal.  Dilansir dari Rappler, hukuman mati di China ditujukan untuk pelaku kejahatan di ranah ekonomi dan politik, penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, pengalihan obat terlarang, dan tindak korupsi. Kata Prof. Satjipto Rahardjo  guru besar emeritus bidang hukum Universitas Diponegoro, untuk korupsi berlakukan  hukum progresif. Karena dimensi kemanusiaan, memiliki tempat di atas segala hukum. Berlakukanlah hukuman mati pada para kuruptor klas kakap, bos/backing judi online, dan bandar narkoba. Sita seluruh aset terkait kejahatan-kejahatan tersebut, untuk negara. Seret Jokowi  ke pengadilan Rakyat agar sampai pada status \"Koruptor dan Penghianat Negara\" , maka hukuman yang setimpal serahkan kepada rakyat untuk Jokowi adalah \"Hukuman Mati\". (*)

Jokowi Tokoh Korup Dunia

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) organisasi Jurnalisme Internasional berkedudukan di Amsterdam Belanda merilis Corrupt Person of The Year 2024 dan secara mengejutkan menempatkan mantan Presiden Indonesia Joko Widodo sebagai salah satu dari tokoh terkorup di dunia.  \"We asked for nominations from readers, journalist, the Person of the judges, and the others in the OCCRP global network. The finalist who reveived the most vote this year were: President of Kenya William Ruto, Forner President of Indonesia Joko Widodo, President of Nigeria Bola Ahmed Tinubu,  Former Prime Minister of Bangladesh Sheikh Hasina Indian businessman Gautam Adani\". Ha ha ha top bener Joko Widodo dikenal dunia sebagai tokoh berprestasi dalam korupsi. Rilis ini semestinya menyadarkan para pemuja, keluarga, buzzer, penjilat dan pendukung Jokowi bahwa Jokowisme itu adalah faham bodoh yang memalukan. Jokowi bukan dewa kesederhanaan tetapi raksasa rakus yang juara dalam makan memakan.  Rakyat Indonesia tidak perlu bangga dengan mantan Presidennya yang sukses menjadi tokoh dunia. Sebaliknya menjadi bahan evaluasi dan tekad baru agar tahun 2025Joko Widodo ditangkap dan diadili. Berapa trilyun kekayaan rakyat Indonesia sudah dirampok dan dihisap oleh pemimpin yang dikenal sebagai tukang bohong ini. Kutu Widodo harus dibasmi.  Mulai kerja serius PPATK memeriksa aliran rekening Joko Widodo, Iriana, Gibran, dan anggota keluarga atau kerabat lainnya. BPK tidak boleh berhenti di data terdahulu, bongkar kembali kas Presiden yang bersumber dari APBN. Presiden Prabowo keluarkan Perppu tidak sah atas Pimpinan KPK \"balad Jokowi\" yang diketuai pak Polisi. KPK wajib menelusuri kekayaan Joko Widodo. Korupsinya sudah tercium sampai Amsterdam, lho. Hasto Kristiyanto yang menitipkan di Rusia video korupsi petinggi negeri harus mulai publikasi irisan korupsi Jokowi dan famili. Buat agar Connie Rahakundini tidak berhenti mengguncang-guncang arogansi tirani. Solo bukan tempat istirahat Jokowi pasca lengser. Rumah pensiun 1,2 hektar menjadi pintu masuk penggiat anti-korupsi untuk mengkaji dan mendalami. Jokowi menanggapi berita OCCRP dengan menyatakan hal itu sebagai framing jahat. Nah bagus itu, laporkan saja OCCRP ke Polsek Banjarsari Solo atau Polsek Colomadu Karanganyar, pak. Siapa tahu investigator OCCRP dapat mengalahkan rekor jago hoaks nya pak Jokowi. Sampai saat ini Joko Widodo masih juara.  Langkah lain adalah Jokowi membuktikan bantahannya dengan membuka akses bagi siapapun khususnya pegiat anti korupsi dan penegak hukum untuk memeriksa kekayaan Jokowi dan keluarga.Tidak sebatas pada angka 95 milyar sebagaimana laporan pada LHKPN. Koordinator Pandu Jokowi, Haryanto Subekti pernah menyatakan bahwa Jokowi mirip Khalifah Umar bin Khattab saat ia membagi-bagi sembako di pinggir jalan. Nah dalam konteks tuduhan korupsi kiranya Jokowi baiknya bersikap seperti Umar bin Khattab pula yang tidak sekedar menyebut bahwa itu framing jahat.  Khalifah Umar bin Khattab ketika pidato di mimbar diinterupsi keras seorang pemuda yang menuduh Umar korupsi pembagian kain, karena kain yang dikenakan Umar itu besar sedangkan pembagian kepada rakyat lain lebih kecil. Klarifikasi Umar adalah dengan memanggil anaknya Abdullah bin Unar yang menyatakan bahwa kelebihan besaran kain yang dikenakan ayahnya adalah pemberian kain hak Abdullah. Kesaksian ini menjadi dasar model pembuktian terbalik dalam kasus korupsi.  Nah jika Jokowi mirip Umar bin Khattab, maka buka secara transparan kekayaan Jokowi itu baik besaran maupun bukti-bukti. Rakyat tidak percaya kekayaan Jokowi hanya 95 milyar. OCCRP menginvestigasi dan merilis bahwa Jokowi adalah pemimpin korup dunia, Jokowi menyebut korupsi mana, framing jahat. Hayo, rakyat dan lembaga anti korupsi termasuk penegak hukum, bongkar kekayaan Jokowi. Bongkar dan bongkar. Happy New Year, pak Joko Widodo.2024 finalists for person of the year in organized crime and corruption. (*).

FINAL PIALA TELUK, Jangan Berkelahi dalam Kapuk!

Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior        \"RESTORASI Meiji\" (1866-1869) adalah kebangkitan Jepang. Mengalahkan Arab Saudi 2-0, adalah \"Restorasi Erick\" (Thohir) terhadap sepak bola Indonesia.      Kemenangan Timnas Bahrain atas: Irak & Arab Saudi, lalu mengalahkan Kuwait di semifinal Gulf Cup 2024-2025. Adalah \"Restorasi Dragan\" (Talajic).     Restorasi adalah modernisasi dari situasi tradisional, menuju keajaiban baru, model baru. Modernisasi sepak bola Indonesia, adalah model baru yang mengikuti tren restorasi. Karena dunia terus berubah.      Dunia yang kini bergerak secara elektrik dan digital, mengharuskan Timnas Garuda beradaptasi dengan perubahan. Apa yang  dilakukan pengurus PSSI, sudah tepat. Terlepas dari pro-kontra.      Menggunakan \'coach\' dengan \"curiculum vitae\" terang benderang dan mahal. Lalu, tidak \"latah\" seperti Arab Saudi  memecat Roberto Mancini, atau Australia yang mengganti Graham Arnold dengan Tony Popovic. Mengganti, lalu akan mengubah keadaan? Tentatif!      Sepak bola adalah \"permainan waktu\". Penggantian pelatih, bukanlah pola vertikal yang efektif untuk membuat Timnas suatu negara menjadi menang.     Sepak bola bukan \"sulap\". Berkait dengan kompetisi, penemuan \"anak ajaib\" seperti Cesar Luis Menotti menemukan Mario Kempes dan Osvaldo Ardiles (1978). Atau Carlos Bilardo yang mempercayai Diego Armando Maradona dan Jorge Burruchaga (1986). Atau Barcelona menemukan Lionel Messi sejak usia 13 tahun.      Membangun sepak bola suatu negara membutuhkan manajerial yang bisa memadukan: hati, \'taste\', teknis, dan empiris. Perlu panduan filosofis (bukan sekadar pintar), dalam membangun kerangka sepak bola nasional. Tidak boleh sekadar \"lips service\", atau oportunis.       Apa yang terjadi dengan sepak bola Arab Saudi di Piala Teluk (Gulf Cup), adalah satu \"miror\". Mengganti Herve Renard pasca Piala Dunia (Qatar) 2022 dengan Roberto Mancini. Lalu mengembalikan pelatih asal Perancis (Herve), dengan mendepak Mancini, lantas mengubah keadaan lebih baik?     Berada di posisi ke-4 \"pre-World Cup \'26, dan babak belur di Piala Teluk (Gulf Cup). Menjadikan posisi pelatih Herve Renard di ujung tanduk di kali kedua,  di mata Federasi Sepak bola Arab Saudi (SAFF/Saudi Arabian Football Federation).      Ketua Umum PSSI Erick Thohir pernah mengatakan, \'coach\' Shin Tae Yong (STY) adalah pelatih yang berdedikasi dan tulus ingin memajukan sepak bola Indonesia. Apa yang dikatakan Menteri BUMN ini, banyak di-\'amini\', meskipun ada saja yang tidak setuju. Ini lumrah!     Bercermin pada Arab Saudi, Sepak bola Indonesia kini tengah beradaptasi dengan filosofi presisi. Jangan tergoda pada kemajuan instan yang nisbi, lalu runtuh prematur. Ini akan membuat frustrasi pencinta sepak bola nasional.      Pengurus PSSI saat ini nampak serius membenahi sepak bola Indonesia. Banyak belajar dari kemajuan sepak bola Eropa dan Amerika Selatan, tentu harus.  Cari \"anak ajaib\" di berbagai kompetisi, kalau perlu amati \"Tarkam\", siapa tahu ada Mutiara terpendam di situ.     Ada keyakinan, PSSI di bawah Erick Thohir akan menemukan filosofi sepak bola Indonesia. Kuncinya adalah instink, kapan harus berubah, dan kapan mesti berpegang teguh pada program yang telah dijalankan duet Erick-STY.    Sepak bola adalah investasi. Investasi harkat, investasi martabat, dan bahkan mampu memunculkan rasa hormat inklusif yang bersipat \"nation state\".      Argentina, Brasil, Inggris, Perancis, Jerman. Bahkan negeri ber-populasi 3,4 juta jiwa Uruguay (2022), secara inklusif telah dikenal dunia sebagai \"negeri sepak bola\". \"Nation state\"nya, melahirkan rasa hormat dunia.     Mereka membangun olahraga rakyat ini, dengan kesungguhan dan kesabaran. Tidak seperti membalik telapak tangan, cari gampangnya. Atau semudah mencabut rumput ilalang di \"Padang Savana\".      Apa yang dilakukan Bahrain, dengan tidak mengganti \'coach\' Dragan Talajic adalah sebentuk kesabaran. Sempat dibantai Jepang 0-5, draw dengan peringkat 130 FIFA (Indonesia) 2-2, berperingkat tidak aman di Pra Piala Dunia 2026, Dragan Talajic tidak dipecat.     Buah kesabaran berbuah manis. Masuk final Piala Teluk, dengan mengalahkan tuan rumah (Kuwait) 1-0, Bahrain akan menantang Oman yang meluluhlantakkan Arab Saudi (2-1). \"Mutiara Teluk Persia\" ini, bakal menoreh kegemilangan Sabtu (4/1) lusa, bila mampu mengalahkan Oman.      Restorasi jatuhnya \"Keshogunan Tokugawa\" (Jepang), Restorasi Erick Thohir (PSSI) dengan pola lateral (naturalisasi), Restorasi Dragan Talajic dengan masuk final Piala Teluk (Gulf Cup) adalah evolusi  gradual mumpuni.       Membangun sepak bola nasional, tidak bisa seperti \"berkelahi di dalam kapuk\" (kapas).     Bila setiap kekalahan, sang pelatih diganti, maka kegagalan tak akan pernah berakhir. (*)

Presiden Mulai Pulih Kembali Kesadarannya

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Pada acara Musyawaran Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas, Senin, 30 Desember 2024. Seperti ada sinyal Presiden Prabowo Subianto memunculkan kesadaran dan keberaniannya, dua kali mengucapkan Pancasila. Presiden mengucapkan bahwa : \"Dalam pemahaman  ekonomi sekarang, wajib dan pantas untuk menyebut ekonomi kita adalah Ekonomi Pancasila\" .  \"Ekonomi Pancasila, kata Prabowo, adalah pemahaman ekonomi yang menggabungkan pemahaman pasar bebas dan ekonomi yang direncanakan. Sejalan dengan konsep ini, Prabowo menegaskan bahwa pembangunan harus dilakukan melalui perencanaan\". Sebuah harapan Presiden Prabowo Subianto akan dan sedang mengingatkan bahwa Pancasila sudah lenyap dari Ibu Pertiwi karena 97 % pasal UUD 45 sudah diganti. Kata lain sedang mengingatkan saya ( Presiden ) dan kalian semua sedang berada di alam gelap maka,\"Musyawaran Perencanaan Pembangunan ( Musrenbang ) akan merencanakan apa\" Lebih lanjut Presiden mengatakan : \"Tanpa perencanaan, kita tidak tahu arah yang kita lakukan,\" tutur Prabowo. Sama artinya Presiden juga mengingatkan saya ( Presiden ) dan kalian semua sudah tidak lagi memiliki GBHN maka perencanaan tetap tanpa arah. Sekedar visi dan misi adalah praktek kenegaraan yang akan memutus hilangnya  kontrak  rakyat  dengan Presiden. Presiden Prabowo mengatakan bahwa sebagaimana disampaikan dalam Pembukaan UUD 1945, Tujuan Nasional yang akan dituju adalah melindungi segenap tumpah darah pan segenap bangsa Indonesia. Perlindungan ini harus diberikan pemerintah secara lengkap dan komprehensif. Peringatan lebih keras karena tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 45 itu tinggal pajangan, paska berlakunya UUD 2002. Lantas bagaimana pemerintah akan memberikan perlindungan secara lengkap dan komprehensif. Soal pangan sangat mungkin Presiden Prabowo sedang \"ngudo roso\" , merasa malu dan menyesali diri kalau kebutuhan pahan harus impor, untuk makan gratis sesuai janjinya saat kampanye Pilpres, juga harus meminta minta kepada negara tetangga. Kesadaran yang mendalam karena Presiden sadar bahwa tragedi kerusakannya tata kelola pemerintahan paska perubahan UUD 45 menjadi UUD 2002 sudah menyentuh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, NKRI dipertaruhkan, harga diri, eksistensi dan keselamatannya. Sangat mungkin melintas dalam memori Presiden Prabowo Subianto saat ketemu dengan Jenderal Tyasno Sudarto sebagai Perwira Tinggi ( Pati ) di Jajaran Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) Pada tahun 2004, setelah  pensiun ( purnawirawan ). Saat itu Prabowo Subianto akan merintis berdirinya Partai Gerindra, intinya bahwa dua Jenderal TNI tersebut sepakat bahwa Indonesia harus kembali ke UUD 45. Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto sampai saat ini tetap kukuh pada pendiriannya bahwa kekuatan yang telah mengganti UUD 45 adalah penghianat negara.  Amandemen UUD 45 sampai 97% merubah pasal pasalnya, otomatis telah menghapus negara Proklamasi 17 Agustus 1945, di lakukan secara \"Ilegal\" , prosesnya \"Ilegal\" maka produk UUD 2002 menjadi \"Ilegal\". Ini saatnya Prabowo Subianto telah jadi presiden segera mengeluarkan Dekrit Presiden atau cara lain negara segera kembali ke Pancasila dan UUD 45. Tutup dan lupakan sejarah sadis, tutup kenangan pahit Operasi intelijen CIA mengubah UUD 45. Indonesia luluh lantak, Presiden Prabowo Subianto pasti mengerti, memahami, menyadari, butuh waktu yang tepat, untuk mengembalikan dan menyelamatkan Indonesia, negara harus dan akan Kembali ke Pancasila dan UUD 45. (*)

Terbitkan PERPPU Batalkan Pimpinan KPK

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Pimpinan KPK saat ini tidak sah secara hukum karena dihasilkan dari Pansel yang melanggar hukum. Setelah perubahan masa jabatan Pimpinan menjadi 5 tahun melalui Putusan MK No 112/PUU-XX/2022 maka Pansel KPK tidak boleh dibentuk dua kali oleh Presiden dalam periodenya. Artinya untuk Pansel Calon Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) periode 2024-2029 harus dibentuk oleh Presiden Prabowo.  Tidak ada aturan atau mekanisme hukum bagi persetujuan Presiden Prabowo atas Calon Pimpinan KPK dan Dewas ajuan Pansel yang dibentuk oleh Presiden Jokowi. Dalih mengatasi kekosongan tidak dapat dilabrak dengan modus persetujuan. Prabowo keliru dan harus menganulir Pimpinan KPK yang dipimpin Polisi aktif Komjen Pol Setyo Budiyanto tersebut. Dahulu Jokowi dalam kaitan Pimpinan KPK pernah mengeluarkan Perppu No 1 tahun 2015 untuk mengisi kekosongan Pimpinan KPK. Irjen Pol (Purn) Taufiqurachman Ruki menggantikan Abraham Samad sebagai Ketua KPK. Dengan Wakil Ketua Zulkarnaen, Indriyanto Seno Aji, Adnan Pandu Praja, dan Johan Budi. Dengan preseden ini sesungguhnya Presiden Prabowo dapat segera mengeluarkan Perppu KPK untuk dua hal, yaitu membatalkan Pimpinan KPK produk \"Pansel Jokowi\" yang tidak sah, dan kedua menetapkan Pimpinan Sementara KPK hingga \"Pansel Prabowo\" menyelesaikan tugas memilih Pimpinan KPK definitif.  Penerbitan Perppu Pimpinan KPK adalah jalan yang paling simpel dan solutif bagi pembenahan atas kekisruhan Pimpinan KPK saat ini. Prabowo dapat memulai pembuktian semangat untuk memberantas korupsi dengan sikap tegas dalam membenahi lembaga anti korupsi tersebut. Solusi lain adalah pengajuan gugatan kepada MK oleh pihak yang dirugikan atas keputusan KPK, misalnya Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku. Hal ini merujuk berhasilnya gugatan Yusril Ihza Mahendra ke MK saat ia dinyatakan Tersangka oleh Kejagung dalam kasus Sisminbakum.   Melalui gugatan tersebut, MK nantinya diharapkan dapat  memutuskan bahwa Pimpinan KPK yang diketuai Komjen Pol Setyo Budiyanto hasil \"Pansel Jokowi\" dinyatakan  tidak sah karena sudah sangat jelas Pimpinan KPK dihasilkan oleh proses yang melanggar Undang-Undang. Dalam kaitan terbitnya Perppu maka sesungguhmya Prabowo akan benar menganggap bahwa kondisi bangsa ini dalam keadaan \"darurat korupsi\". Hal ini penting di tengah upaya menjadikan korupsi hanya sebagai ordinary crime. Contoh mencolok adalah merugikan keuangan negara 300 trilyun dihukum ringan 6,5 tahun.  Perppu Pimpinan KPK juga harus melarang Polri aktif sebagai Ketua KPK karena Ketua KPK nantinya tetap berada di bawah komando atau kendali Kapolri. Artinya independensi KPK  hancur berantakan. KPK potensial menjadi alat kepentingan pragmatis. Jika sudah demikian keberadaan KPK menjadi tidak diperlukan.  Prabowo harus segera menerbitkan Perppu pembatalan Pimpinan KPK atau jika sudah tidak berdaya, keluarkan saja Perppu pembubaran KPK. Sebagai kado tahun baru 2025. (*)

PIALA TELUK 2024, Inspirasi Bahrain untuk Jepang

Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior      Pelawak kesohor Amerika Serikat Chris Rock, tengah mengajari Bahrain cara \"melawak\" di Jaber Al-Mubarak  Al-Hamad Stadium (Kuwait).     Sambil membawa catatan ke panggung (lapangan). Pelatih Bahrain Dragan Talajic, seperti halnya Chris Rock. Mencatat, bagian \"lawakan\" mana yang diperbaiki, dan mana yang berhasil.     Beberapa baris \"word\" lawak yang membuat penonton terpingkal, itu pertanda sukses. Kekalahan Bahrain, atas rangking 158 (FIFA) Yaman 1-2 (Gulf Cup), adalah kekeliruan. Sekaligus \"inspringly\" (inspiratif).       Suksesnya lawakan Chris Rock (59), atau suksesnya Dragan Talajic memenangkan pertandingan. Akan menjadi \"tulang punggung\" pertunjukan, atau \"matchday\" berikutnya. Realitasnya, Bahrain kalah.     Eksperimen Pelatih Bahrain, Dragan Talajic menurunkan 11 pemain cadangan) versus Yaman, telah mengajari, setidaknya Jepang terhadap Indonesia di \"matchday\" ke-10 (terakhir) \'pre-World Cup\', Juni mendatang.      Kepastian Bahrain menjadi Juara Group B (Piala Teluk) ke-26 yang kini tengah berjalan di Kuwait. Menjadikan tim berjuluk \"Mutiara Teluk Persia\" ini, membangkucadangkan seluruh pemain intinya.      Bahrain yang terlihat perkasa di \"matchday\" satu dan dua Piala Teluk \'24: mengalahkan Irak (2-0), dan menjungkalkan Arab Saudi (3-2), tanpa beban.      Mengemas poin 6.  Membuat \'si maroon\' ini rileks. Sekalipun harus kalah melawan Yaman. Pesaing terdekatnya Arab Saudi, tak mungkin bisa menjuarai Group.      Menang versus Irak 3-1, dan menang lawan Yaman 3-2. Arab Saudi gagal menjadi juara Group B. Sekalipun poin sama-sama 6, dan selisih gol sama-sama Plus 3 (6-3), The Green Falcon, kalah \"head to head\" (regulasi FIFA) dari Bahrain.       Dini hari nanti (semifinal), juara Group B Bahrain akan bersua \'runner up\' Group A,  tuan rumah Kuwait (00.45). Sebelumnya Oman (juara Group A) berhadapan dengan \'runner up\' Group B (Arab Saudi) pukul 21.30.     Sadar atau tidak. Apa yang terjadi di Piala Teluk (Gulf Cup), atau dikenal sebagai \"Khaleeji Zain\" ini, memberi panduan pada Jepang untuk mengistirahatkan pemain intinya: Ayase Ueda, Koki Ogawa, Kyogo Furuhashi, Takefusa Kubo, Zion Suzuki, Shogo Taniguchi, Ko Itakura, Koki Machida, Wataru Endo, Kaoru Mitoma, Takumi Minamino. Saat  melawan Indonesia di \"matchday\" terakhir (10).     Namun demikian,  di \"matchday\" ke-7 melawan Bahrain, sebagai momentum untuk lebih cepat lolos ke Piala Dunia. Jepang akan bertarung masih dengan nama-nama di atas.      Berpoin 16 hingga \"matchday\" ke-6. Kemenangan atas Bahrain (Rangking FIFA 81), akan memastikan Jepang (rangking FIFA 15) lolos terlalu dini ke Piala Dunia 2026 (AS-Kanada-Meksiko) dengan poin 19.     Saya tidak akan berkalkulasi bagaimana pertandingan Indonesia versus Australia (20 Maret) di Sydney. Dengan tambahan penyerang Ole Romeny, Jay Idzes dkk, anggap saja menang.  Sementara Jepang melibas Bahrain.      Berlanjut Jepang menghadapi Arab Saudi (25 Maret), dan Indonesia menjamu Bahrain di GBK. Publik Indonesia tetap berharap, Jepang belum memainkan pemain \"substituted\".      Sementara, di waktu yang sama Calvin Verdonk, Elo Romeny, dan Marselino Ferdinan, tentunya mampu bermain seperti saat melawan Arab Saudi di \"matchday\" ke-5 lalu (menang 2-0).        Tak usah lagi menghitung hasil China dan Arab Saudi. Bila skenario menang lawan Australia dan Bahrain, Indonesia akan memperoleh poin 12. Sementara Jepang dengan mengalahkan Arab Saudi, memiliki poin 22.      Berlanjut ke \"matchday\" ke-9 (5 Juni) Timnas Indonesia akan melawan China, sementara Jepang melawan Australia. Jepang yang memiliki hubungan historis, ekonomi , dan kesejarahan yang amat erat dengan Hindia Belanda (Indonesia). Pasti ingin membantu kelolosan Timnas Indonesia.       Menurunkan tetap pemain kelas satunya, \"coach\" Hajime Moriyasu (pelatih Jepang) diharapkan mampu membawa \"Samurai Biru\",  menggulung \"The Socceroos\".       Bercermin dari Timnas Bahrain di \"Gulf Cup\" yang kini tengah berlangsung. Kita berharap Jepang, mau menurunkan Tim pelapis (bukan inti) di \"matchday\" terakhir (10 Juni) versus Indonesia. Belum tentu menang, setidaknya ada harapan.       \"Saya lebih suka lamunan untuk masa yang akan datang. Daripada sejarah masa lalu\". Presiden ke-3 AS Thomas Jefferson (1743-1826) mengingatkan. Tentang harapan dan impian.       Lamunan kita, Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026. Semoga. (**).

Presiden Hidup dan Bernafas dalam Lumpur 

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Oligarki,  kosakata ini trending , hampir semua negara kebingungan dengan kemunculan Oligarki. Karena realitasnya ada, tapi defenisinya susah. Oligarkhi, sebentuk golongan elit penguasa ekonomi. Merekalah para kartel bisnis, yang mengendalikan sebuah negeri.  Kaum akademisi tak punya jalan keluar. Karena oligarki muncul dari system yang menyajikan kesempatan, tercipta dan terkondisi karena system yang menyediakan.  Sementara sistem demokrasi saat ini pada era UUD 2002 sedang  mengalami fase  mati suri, sekalipun kadang masih sering terdengar ucapan *Demokrasi Pancasila* ketika Pancasila sudah di singkirkan. Konsekuensinya kemudian beralih menjadi pemerintahan dibawah kendali kaum _*Okhlokrasi*_  Okhlokrasi  adalah gambaran sebuah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kekuasaan mayoritas yang tidak terorganisir sering kali disertai dengan tindakan impulsif dan kekacauan. Atau sering kali dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang tidak stabil dan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan serta ketidakstabilan politik.  Di era UUD 2002 bersamaan sedang terjadinya krisis konstitusi, pemerintahan berjalan seperti kerumunan tanpa hukum atau tata kelola yang jelas. Sifat rezim Okhlokrasi, memiliki tabiat merusak, maka kerusakan tambah parah ketika Oligarki, defakto memegang kendali roda pemerintahan.  Oligarki mengendalikan uang, memiliki kemampuan dan kuasa di atas rezim Okhlokrasi. Bunker Bretton Wood, 1946, menjadi parameter yang bisa dijadikan pijakan. Mereka kaum Oligarki  mengendalikan suatu negara dan bahkan beberapa negara.  Matinya Nixon, Moammar Khadafi sampai dilengserkan nya Soeharto, adalah bentuk kedigdayaan Oligarki  para elit banker tadi. Hanya dengan permainan kurs, mereka berhasil menjatuhkan seorang Presiden dalam sebuah negara.  Uang adalah segmen yang tak berada dalam kedaulatan negara. Tidak ada negara ( state ) mandiri mengatur uangnya sendiri. Dalam modern state, tak ada kendali pencetakan uang berada di tangan Senat atau Parlemen. Melainkan diluar otoritas state, yang berada dalam kekuasaan Central Bank.  Central Bank arusnya di kuasai oleh Oligarki, tak bertanggung-jawab pada eksekutif, legislative atau berada di bawah yudikatif, maka Trias Politica hanya impian semu \"modern state\" Oligarki bergerak memonopoli uang dan entitas inilah sumber utama kekuasaan. “Tak ada penguasa tanpa mengendalikan harta,” kata Stendhal, sejarawan Inggris. Artinya, kekuasaan (power) dan kekayaan (wealth) adalah menyatu padu. Para pendiri bangsa dengan kecerdasan dan kemampuan spiritualnya, mengetahui   Indonesia riba saatnya akan di kuasai rezim Okhlokrasi. Maka memasang alat pengaman *Pancasila dan UUD 45*, saat ini tak bisa dibaca para penguasa negara. Goethe, pujangga Jerman, telah meyakini para bankir yang mencipta system fiat money ini, hasil bisikan dari setan, karenanya ini tak akan lestari, pasti akan hancur. Semua akan berujung  pada nihilism –sebagaimana istilah Nietszche--, bahwa nihilisme, model dimana manusia akan kehilangan nilai-nilai. Itulah Rijallah, manusia yang berwujud menjadi hamba Allah semata. Bahkan \"Dallas berkata\", monarkhi akan segera kembali.  Banker—tentu bekerja atas pondasi sekulerisme. Inilah ajaran aqidah neo qadariyyah, yang menghalalkan ‘being’ adalah perbuatan manusia, bukan kehendak Tuhan.  Antitesa nya  adalah dengan kembali pada aqidah Ketuhanan Yang Maha Esa\" .. itu ada di PANCASILA, dan 4 sila lainnya. Presiden siapapun yang akan mengendalikan Indonesia tidak mau kembali pada Pancasila dan UUD 45, maka akan \"hidup dan bernafas dalam lumpur\".  (*)

Usut KM 50, Nepotisme, dan Ijazah Palsu Jokowi, Pak Listyo!

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Tantangan rakyat untuk Kapolri Listyo Sigit Prabowo adalah mengusut tiga kasus besar yang terkait dengan Jokowi. Tiga kasus tersebut adalah KM 50, Nepotisme, dan Ijazah Palsu. Tanpa ada pengusutan maka pertaruhan bagi Kapolri adalah pengunduran diri atau segera diganti.  Pengusutan kembali peristiwa KM 50 merupakan tagihan atas janji Kapolri Listyo Sigit di depan Rapat DPR yang menyatakan bahwa jika ada bukti baru atau Novum maka Polri akan membuka kembali kasus kejahatan kemanusiaan tersebut.  Sekurangnya sudah ada tiga Novum untuk kasus ini, yaitu : Pertama, pengakuan AKBP Ari Cahya Nugraha (Acay) dalam kasus Sambo bahwa ia yang merusak  CCTV rumah Sambo dan juga  KM 50.  Kedua, sopir derek yang menyaksikan bahwa pada KM 51,2 tidak terjadi apa-apa. Penembakan tidak dilakukan di KM 51,2 sebagaimana diskenariokan palsu. Ketiga, dalam kasus Bahar Smith para saksi menyatakan jenazah 6 syuhada ada bekas luka penyiksaan. Artinya peristiwa \"hanya ditembak\" itu bohong.  Tindak pidana Nepotisme Jokowi telah diadukan oleh Petisi 100 dan For Asli Bandung ke Bareskrim Mabes Polri. Jokowi, Iriana, Usman dan Gibran adalah pihak yang dilaporkan/diadukan. Jokowi melanggar Pasal 22 UU No 28 tahun 1999 tentang KKN  dengan ancaman 12 tahun penjara. Hingga kini proses hukum mandeg.  Dugaan ijazah palsu Jokowi pun sudah dilaporkan/diadukan ke Mabes Polri oleh TPUA pimpinan Eggy Sudjana. Seperti kasus lain pihak Mabes Polri sampai sekarang belum juga  memproses. Kekhawatiran akan pengaruh kekuassan Jokowi tentu tidak beralasan, karena Jokowi sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden. Gonjang-ganjing ijazah p0alsu harus diselesaikan. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Polri bekerja diharapkan lebih profesional dalam menjalankan tugas pokoknya yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum,  mengayomi dan melindungi  masyarakat.  Sebagaimana dalam Tri Brata Polri harus senantiasa bersandar pada keyakinan dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tri Brata atau Tri Ganti menjadi pilihan dan konsekuensi.  Tri Brata adalah pengusutan kasus KM 50, Nepotisme, dan Ijazah Palsu Jokowi. Jika Kapolri gagal memenuhi kewajibannya maka berlaku Tri Ganti, yang di antaranya adalah mengganti Kapolri dengan Kapolri baru pilihan Prabowo. Ganti lainnya adalah mengganti Pimpinan KPK yang tak sah dan Jaksa Agung yang masih berada dalam bayang-bayang Jokowi.  KPK menjadi intitusi ruwet sejak dipimpin Firli Bahuri yang menjadi terperiksa Polda Metro Jaya. Setelah Firli maka Johanis Tanak, Nurul Gufron, dan Alexander Marwata juga diperiksa untuk kasus mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Pimpinan KPK saat ini merupakan \"orang-orang Jokowi\" yang dipaksakan. Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit akan dihargai dan mungkin dimaafkan segala kesalahannya jika secara sukarela mengundurkan diri. Toh suatu kelaziman bahwa Kapolri itu mengikuti jabatan Presidennya. Listyo Sigit adalah Kapolri masa pemerintahan Jokowi dan kini Presiden Prabowo yang dituntut untuk memiliki Kapolri sendiri.  Pembaruan dan penyegaran menjadi harapan publik dalam rangka membangun kehidupan  politik yang demokratis, adil, dan berkeadaban. Polisi baru itu dicintai rakyat, bukan yang dibenci dan dimaki-maki. (*)

Kronologi Oligarki Asing Paksa Pemerintah Turunkan PPh 22% dan Naikkan PPN 12 %

Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Kebijakan Publik Ceritanya bermula pada tahun 2015, tepatnya di era Menteri Keuangan, Bambang Brojonegoro. Sejumlah pengusaha, oligarki termasuk asing meminta pemerintah turunkan PPh Badan dari 25% menjadi 17%.  Pengusaha ngotot maksa pemerintah turunkan PPh Badan agar dapat bersaing dengan singapura dalam rangka menjamin peningkatan masuknya modal asing berinvestasi di Indonesia.  Selaku Menkeu, Bambang bertanya, jika PPh Badan diturunkan sesuai keingingan pengusana, lalu bagaimana pemerintah bisa tetap menjaga sisi penerimaan pajak.  PPh Badan yang diturunkan, tentu saja berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak negara yang disetor pengisaha. Hal ini dapat berimplikasi pada rendahnya penerimaan negara.  Para pengusaha menjawab dengan enteng: pemerintah bisa menambal kekurangan penerimaan pajak dari turunnya PPh Badan dengan cara menaikan tarif PPN secara bertahap.  Jawaban yang terdengar sangat BANGSAT !!!  Bagaimana mungkin, para pengusaha, para konglomerat besar dengan perusahan yang telah berstatus wajib pajak atau berpenghasilan tinggi itu, meminta porsi pembayaran pajaknya diturunkan, sebagai gantinya, masyarakat yang dipaksa membayar kekurangan penerimaan pajak negara lewat kenaikan PPN secara bertahap?  Para konglomerat memang bangsat. Perusahan wajib pajak yang mereka dirikan dan kendalikan, memiliki pemdapatan yang sangat tinggi. Tidak puas dengan keuntungan tinggi tersebut, masih berambisi menggelembungkan keuntungan lewat paksaan pengurangan kewajiban PPh Badan.  Agar ambisi rakusnya dapat berjalan tanpa mengganggu atau menurunkan penerimaan pajak negara, mereka mendikte pemerintah naikan PPN secara bertahap. Mereka untung, rakyat mampus.  Bambang mengatakan, dirinya lantas menolak solusi instan tersebut lantaran hanya menguntungkan sisi pengusaha sementara memberatkan rakyat.  Selepas dirinya tidak lagi menjabat, siasat licik pengusaha ini terus dipaksakan. Ketemu jalannya di era menkeu Sri Mulyani.  Dengan tangan terbuka, Sri Mulyani menerima desakan pengusaha. Jokowi bertindak cepat mengeluarkan Surpres pada 5 Mei 2021. Dikirimkan ke DPR mendesak revisi UU No.6 Tajun 1983 tentang pajak.  Proses revisi melahirkan UU No.7 Tahun 2021 yg secara resmi mulai berlaku 1 Janurai 2022. Sesuai perkataan Bambang, pemerintah dan DPR akhirnya menetapkan PPh badan diturunkan dari 25% jadi 22%.  Sementara dalam pasal 7, PPN dinaikan secara bertahap, 11% di 2022 dan 12% paling lambat 1 Januari 2025.  Jadi kenaikan pajak secara bertahap dilatar belakangi desakan pengusaha dan dijawab pemerintah-DPR dengan baik.  Kenaikan ini tidak didasarkan pada pertimbangan hitung-hitungan ekonomi yg matang. Tidak disandarkan atas kajian ketahanan perekonomian masyarakat.  Liat saja, dalam keadaan ekonomi rakyat yg tidak stabil, PHK meluas, pengangguran bertambah, kemiskinan akut, pendapatan rendah, banyak rakyat terjerat pinjol, jatuhnya kelas menengah, pemerintah tetap saja ngotot jalankan perintah pengusaha naikan PPN 12%.  Hal ini menunjukan, tidak ada bedanya Prabowo dan Jokowi. Sama-sama menuruti perintah ologarki. Padahal Prabowo punya pilihan untuk membatalkan kenaikan PPN.  Sebagaimana tertuang dalam pasal 7 ayat 3, kenaikan PPN bisa dinaikan sampai 15%, sebaliknya bisa diturunkan ke 5%.  Jika Prabowo memang sejak awal memang berjowa patriot, pahlawan pembela HAM sebagimana yg selalu, harusnya memilih untuk menurunkan di bawa 11%, bukannya menaikan.  Sama saja. Rajin berpidato berapi-api bela kepentingan. Nyatanya hanya omon-omon yg omong kosong. Penjajah berbaju patriot. Dengan lapang dada lanjutkan tugas Jokowi jalankan keinginkan pengusaha naikan PPN secara berkala. (*)

OLIGARKHI ATAU OKHLOKRASI?

Oleh: Irawan Santoso Shiddiq | Jurnalis  Oligarkhi, ini kosakata trending era kini. Hampir semua negara kebingungan dengan kemunculan oligarkhi. Karena realitasnya ada, tapi defenisinya susah. Oligarkhi, sebentuk golongan elit penguasa ekonomi. Merekalah para kartel bisnis, yang mengendalikan sebuah negeri.  Kaum akademisi tak punya jalan keluar. Karena oligarkhi muncul dari system yang menyajikan kesempatan. Harold Laski, pakar tata negara Inggris berkata, “Hampir seluruh system terpengaruh dari kondisi jamannya.” Jadi, oligarkhi tercipta dan terkondisi karena system yang menyediakan.  Polybios, sejarawan Romawi, sejatinya punya defenisi tentang oligarkhi. Dia memiliki teori siklus kekuasaan. Mulai dari Monarkhi-Tirani-Aristokrasi-Oligarkhi-Demokrasi-Okhlokrasi-kemudian beralih kembali ke Monarkhi. Dari siklus Polybios, kosakata ‘oligarkhi’ tertera. Tapi defenisinya berbeda dengan realitas kini.  Oligarkhi, tentu fase model tatapemerintahan pasca aristokrasi. Sementara dunia kini jamak membanggakan system yang digeluti adalah demokrasi. Maka, untuk melihatnya perlu perbandingan sahih.  Romawi, seperti Dr. Ian Dallas –ulama besar asal Eropa--, adalah prototype system yang berlangsung di dunia. “Memahami sejarah dunia, cukup dengan memahami Romawi,” tegasnya dalam bukunya ‘The Entire City.’ Karena Romawi memiliki segala macam fase model pemerintahan. Mulai dari monarkhi sampai okhlokrasi, Romawi telah mengalaminya. Karenanya merujuk Romawi adalah gambaran paling pas untuk membedah ‘oligarkhi.’ Karena dalam Al Quran, ‘Romawi’ juga ditabalkan secara khusus. Ini satu-satunya sebuah peradaban yang disebut langsung dalam Kitabullah.  Dallas menguraikan, suatu fase kala Romawi dipimpin Kaisar Oktavianus. Itulah fase Romawi memasuki era okhlokrasi. Bukanlah lagi demokrasi. Pasca perang Triumvirat, Romawi mengalami fase penurunan. Demokrasi mati suri. Kemudian beralih menjadi okhlokrasi. ‘Karena Kaisar dikendalikan oleh para Legiun,’ katanya. Legiun Romawi, inilah deretan militer Romawi yang melegenda. Legiun kemudian mengambil alih kekuasaan, dengan menjadikan Kaisar Oktavianus –cucu Julius Caesar—sebagai seorang pemimpin. Sejak itu, Romawi berubah total. Kaisar hanya menjadi boneka. Ujungnya, inilah yang kemudian membuat kehancuran peradaban Romawi. Pasca itu, Romawi memasuki era monarkhi. Terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Siklus Polybios terbukti. Kekuasaan dipergilirkan.  Modern state, tentu fase yang seolah mengusung kosakata demokrasi. Tapi sejatinya bukanlah demokrasi. Karena ‘head of state,’ pasca Perang Dunia II, tidaklah memimpin. Melainkan dibawah kendali kaum okhlokrasi. Inilah rezim elit yang sangat merusak. Karena sifat okhlokrasi, adalah merusak tatanan peradaban. Persis yang terjadi di era Romawi tadi.  Lantas, siapa para okhlokrasi tadi? Ini kaum yang tak semata oligarkhi. Karena melebihi kekuasaan para oligarkh. Merekalah kaum perusak, yang mengendalikan tatanan pemerintahan seantero dunia. Karena kekuasaan, bukan sekedar mengendalikan suatu barang. Tapi monopoli atas uang. “Dulu Legiun, kini adalah para banker,” papar Dallas lagi. Elit banker –yang mayoritas Yahudi—inilah pengendali dan pengontrol negara-negara. Bretton Wood, 1946, menjadi parameter yang bisa dijadikan pijakan. Mereka kaum yang mengendalikan suatu negara dan bahkan negara-negara.  Matinya Nixon, Moammar Khadafi sampai dilengserkannya Soeharto, adalah bentuk kedigdayaan para elit banker tadi. Hanya dengan permainan kurs, mereka berhasil menjatuhkan seorang Presiden dalam sebuah negara. Tak perlu bala tentara. Melainkan dengan permainan byte computer, kekuasaan kemudian bisa dialihkan.  Karena perihal kurs uang, inilah segmen yang tak berada dalam kedaulatan negara. Tak ada sovereignty ala Jean Bodin. Itu hanya teori basi abad pertengahan. Karena suatu ‘state’, tak ada yang mandiri mengatur uangnya sendiri. Demokrasi ala Romawi, uang masih berada dalam kendali kekaisaran. Julius Caesar, sebagai Kaisar Romawi masih mencetak uang perunggu. Sementara pencetakan uang emas dan perak, menjadi otoritas Senat. Modern state, tak ada kendali pencetakan uang berada di tangan Senat atau Parlemen. Melainkan diluar otoritas state, yang berada dalam kekuasaan central bank. Sementara entitas ini, berada diluar dari struktur trias politica, seperti teori Montesquei. Karena central bank, tak bertanggungjawab pada eksekutif, legislative atau berada di bawah yudikatif. Tampaknya Trias Politica hanya impian semu ‘modern state.’  Demokrasi era modern, tentu berbeda dengan teori dan praktek demokrasi era Romawi. Karena masa Romawi-lah parameter untuk memahami demokrasi. Makanya fase kini tak bisa disebutkan sebagai pola demokrasi. Karena tak ada satupun ‘head of state’ yang mampu mengendalikan uangnya sendiri. Maka, inilah yang layak disebut sebagai era okhlokrasi.  Kendali uang berada di elit bankir. Mereka telah merintisnya sejak Revolusi Inggris, 1660. Raja William menjadi boneka para baron, yang memberikan utang. Tapi meminta hak mengatur ekonomi Inggris lewat Bank of England. Mereka kemudian berjaya di Revolusi Perancis, 1789. Kaisar Napoleon berubah menjadi boneka para bankir. Bank de France, jadi ajang kendali atas republic modern Perancis. Tipikal inilah yang digunakan seantero dunia. Para banker ini tentu menyembah riba. Mereka melegalkan perbuatan riba, yang dulunya ditentang Gereja Roma. Karena Eropa masih dalam kendali Imperium Romanum Socrum. Pasca kudeta atas otoritas agama di Eropa, maka para filosof merancang positivism, agar riba menjadi legal. Sekulerisme jadi pondasi. Maka para banker pun merajalela. Dari yang punya nasabah para individu, berubah memiliki nasabah para Presiden atau King.  Mereka bergerak memonopoli uang. Karena entitas inilah sumber utama kekuasaan. “Tak ada penguasa tanpa mengendalikan harta,” kata Stendhal, sejarawan Inggris. Artinya, kekuasaan (power) dan kekayaan (wealth) adalah menyatu padu. Makanya, otoritas mencetak uang, hanya berada di tangan para bankir. Bukan ditangan Senat atau Raja. Demokrasi era modern, mengikuti itu. Maka era kini tak layak disebut sebagai demokrasi.  Kaum pengendali uang, itulah pemangku kekuasaan sejati. Mereka tak duduk dalam istana negara, mereka tak hadir dalam tatanan Trias Politica. Apalagi masuk dalam susunan cabinet. Tapi keberadaannya menjadi sasaran para politisi. Karena politis modern, hanya sibuk bekerja dengan kaum banker. Partai politik, berubah jadi industry donasi. Mengharap donasi dari kaum okhlokrasi tadi. Tanpa donasi, partai politik tak ada memiliki mesin untuk bekerja. Karena mesin dikendalikan oleh uang. Mesin pencetak uang, dikontrol oleh para okhlokrasi. Sehingga seorang King sekalipun, tak memilki kuasa untuk mengendalikan negerinya. Walhasil, model riba wajib untuk ditaati. Positivisme hanya diperalat agar system itu menjadi legal.  Inilah wajah modernisme sejati. Realitas yang tak terbantah, tapi tak terteori. Makanya tak bisa dibaca para akademisi.  Namun kedidayaan kaum okhlokrasi ini tak akan lestari. Karena tak ada yang kekal dalam alam dunia. Semuanya fana. Sebagaimana fase runtuhnya okhhlokrasi era Romawi. Demikian pula keruntuhan penguasa moneter era kini. Mereka akan runtuh dengan sendirinya. Karena model tipu daya setan ini, seperti kata Goethe, akan berakhir sendiri.  Goethe, pujangga Jerman, telah meyakini para bankir yang mencipta system fiat money ini, hasil bisikan dari setan. Karenanya ini tak akan letari.  Okhlokrasi masa Romawi berakhir dengan hadirnya kaum agamawan. Mereka yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, meruntuhkan imperium Romawi. Monarkhi-monarkhi menjadi fase pasca okhlokrasi. Seperti Romus dan Romulus dalam mendirikan Romawi. Mereka menolak menjadi penyembah api, yang memuja setan, pengikut majusi. Romus mendirikan Romawi, karena bertentangan dengan aqidah.  Okhlokrasi, tentu beranjak dari aqidah neo qadariyya, dimana mereka terkesima pada model inderawi yang jadi pondasi. Inilah penyimpangan aqidah, yang berujung manusia berada pada nihilism –sebagaimana istilah Nietszche--. Nihilisme, model dimana manusia kehilangan nilai-nilai. Okhlokrasi hanya dikalahkan dengan model manusia yang kembali pada fitrah. Itulah Rijallah. Manusia yang berwujud menjadi hamba Allah semata.  Karena okhlokrasi, sebagaimana lahirnya, dimulai dari perusakan atas aqidah. Dari pengikut jabariyya ala Roma, sampai kemudian dikudeta dengan paham ateisme-qadariyya. Model kini tentulah berujung ke sana.  Dallas berkata, monarkhi akan segera kembali. Maka kita harus menyambut era sebagaimana ungkapan Hamlet dalam dramanya: “The Interim is Mine!” Masa dari okhlokrasi ke monarkhi, inilah era interim. Interim itulah yang harus direnggut. Dengan menghancurkan kaum okhlokrasi. Jalannya adalah menegakkan yang haq, maka kebathilan akan musnah.  Para okhlokrasi –banker—tentu bekerja atas pondasi sekulerisme. Inilah ajaran aqidah neo qadariyya, yang menghalalkan ‘being’ adalah perbuatan manusia. Bukan Kehendak Tuhan. Mereka berada dalam doktrin manusia sebagai subjek yang mengamati. Bukan objek yang diamati. Dalih paham itu, yang membuat seolah manusia berhak mengatur perdagangan, mengatur dan menciptakan hokum sendiri. Dengan eliminasi atas Kitab Suci. Inilah jalan lahirnya okhlokrasi.  Maka jalan kembali, bukan dengan menjadi sekuler untuk mengalahkan para oligarkhi atau okhlokrasi. Karena mereka berada dalam sekulerisme, yang beranjak dari qadariyya. Antitesanya adalah dengan kembali pada aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Inilah Tauhid murni, yang menyembah Allah Subhanahuwataala semata. Bukan mengingkari perintahnya, dan tak berada dalam ketakutan pada Tuhan. Karena sekuleris-ateis, berada dalam fase emoh pada Kitab Suci. Artinya kaum yang tak takut pada Tuhan. Model begini hanya bisa dikalahkan oleh kaum yang menghamba pada Tuhan. Itulah wujud monarkhi terbaik. Sebagaimana Rasulullah Shallahuallaihiwassalam menciptakan dan menghadirkan Madinah al Munawarah. Fase okhlokrasi ini akan berakhir dan akan kembali ke monarkhi. Wali Songo menghadirkan Kesultanan Demak, sebagai fase pasca okhlokrasi yang berlangsung di Majapahit. Era itu akan kembali kini. Itulah jalan meruntuhkan dominasi okhlokrasian. Mereka bukanlah kuat. Tapi lemah seperti sarang laba-laba. Ini hanya bisa dibaca dengan kacamata kaum beriman.