OPINI
Klarifikasi Kaesang “Nebeng Teman” Menjadi Bukti Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PADA 22 Agustus 2024, di tengah demo besar masyarakat melawan Baleg (Badan Legislasi) DPR untuk membatalkan Putusan MK No 60 dan 70, yang juga terkait dengan kepentingan dirinya dalam pencalonan pilkada, Kaesang bersama istrinya, Erina Gudono, malah melancong ke Amerika Serikat, menggunakan jet pribadi. Indonesia geram. Indonesia marah. Kaesang, anak penyelenggara negara, anak presiden, mempertontonkan gaya hidup mewah. Pertanyaannya, dari mana Kaesang membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut? Yang pasti, Kaesang tidak mungkin membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut dari penghasilannya. Artinya, ada pihak lain yang membiayai perjalanan jet pribadi ini. Artinya, Kaesang telah menerima gratifikasi, yang masuk kategori tindak pidana korupsi. Karena itu, Kaesang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah gonjang-ganjing hampir sebulan, Kaesang akhirnya mendatangi kantor KPK pada 17 September 2024. Di hadapan KPK, Kaesang mengatakan “nebeng teman”. Yang menarik, bagi Kaesang, bagi anak penyelenggara negara, dalam hal ini Presiden, “nebeng teman” ke Amerika Serikat, menggunakan pesawat jet pribadi, termasuk kategori gratifikasi, yaitu menerima hadiah atau imbalan yang tidak mungkin diperoleh apabila yang bersangkutan bukan anak penyelenggara negara. Kasus gratifikasi dapat diilustrasikan sebagai berikut. Misalnya, ada anak penyelenggara negara bertempat tinggal di rumah yang sangat mewah, dengan nilai wajar biaya sewa diperkirakan Rp10 miliar, selama periode tertentu. Anak penyelenggaran negara tersebut kemudian mengaku, bahwa dia tidak menyewa rumah mewah tersebut, tetapi dikasih pinjam oleh temannya, alias nebeng. Tentu saja alasan konyol ini tidak bisa diterima oleh aparat penegak hukum yang jujur dan berpikiran normal. Untuk itu perlu diselidiki lebih mendalam. Dampak dari pengakuan “nebeng teman” ini, tanpa bayar uang sewa, merupakan pengakuan secara eksplisit, bahwa anak penyelenggara negara tersebut telah menerima hadiah atau kenikmatan yang dinamakan gratifikasi, dalam bentuk sewa tempat tinggal gratis. Dampak lainnya yang lebih serius, rumah tinggal mewah yang ditempati anak penyelenggara negara tersebut bisa saja rumah milik sendiri, milik penyelenggara negara bersangkutan, tetapi diatasnamakan orang lain, untuk menyamarkan asal-usul kepemilikan hartanya. Penyamaran asal-usul kepemilikan harta seperti properti, mobil, kapal pesiar, bahkan private jet, masuk kategori tindak pidana pencucian uang (ilegal), atau TPPU, termasuk uang yang berasal dari korupsi. Kasus gratifikasi biasanya bersamaan dengan kasus tindak pidana pencucian uang. KPK sudah berpuluh-puluh kali mengungkap kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang, karena kepemilikan harta penyelenggara negara yang bersangkutan disamarkan atas nama orang lain. Tahun ini KPK berhasil menyeret dan mengadili dua kasus gratifikasi, dan sekaligus tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan oleh eks kepala bea cukai Yogyakarta Eko Darmanto dan eks kepala bea cukai Makassar Adhi Pramono. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240515211515-12-1098170/jaksa-ungkap-deret-harta-eks-kepala-bea-cukai-yogya-yang-disembunyikan/amp https://news.detik.com/berita/d-6812156/andhi-pramono-beli-rumah-rp-20-m-padahal-harta-yang-dilaporkan-rp-14-m/amp Rafael Alun, pegawai direktorat pajak, juga dinyatakan bersalah telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang, setelah gaya hidup mewah keluarganya dibongkar netizen, dan kemudian beredar luas di berbagai media sosial dan media online. https://www.detik.com/sumut/berita/d-7130546/terbukti-terima-gratifikasi-tppu-rafael-alun-divonis-14-tahun-penjara/amp Pengakuan Kaesang “nebeng teman” dalam perjalanan ke Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat jet pribadi secara eksplisit merupakan pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menerima gratifikasi, telah menerima kenikmatan dalam bentuk perjalanan gratis ke Amerika Serikat dengan jet pribadi. Maksud hati memberi klarifikasi “nebeng teman” agar terhindar dari kasus gratifikasi. Apa daya, pengakuan “nebeng teman” malah menegaskan, Kaesang telah menerima gratifikasi, dan kemungkinan besar juga akan kena tindak pidana pencucian uang. Karena itu, KPK tidak bisa mengelak lagi untuk segera mengusut kasus dugaan gratifikasi Kaesang yang sudah begitu terang-benderang. KPK sebaiknya jangan memancing amarah publik yang sudah memuncak, dengan membiarkan kasus ini menguap. (*)
Jokowi Malas Baca, Lahirlah Kekuasaan Memaksa
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih PEMIMPIN bodoh akan menganggap rakyatnya semua bodoh sedangkan pemimpin cerdas dan bijak akan mengajak rakyatnya untuk belajar (membaca) agar tidak bodoh dan bersama-sama mengambil kebijaksanaan yang tepat demi kebaikan bersama. Mengingatkan kita pesan mendalam dari Tuan Aristoteles orang bodoh, dalam konteks ini, merujuk pada mereka yg tidak memiliki kemampuan untuk melihat, menghayati atau memahami kebijakan yang telah diambilnya Terasa semua sudah terlambat ketika kita mengetahui info dari Gibran (saat wawancara dengan Najwa Shihab) bahwa dalam kelurganya tidak ada tradisi membaca. Semua terkesima membayangkan keluarga Presiden tidak ada tradisi membaca. Melintas dalam benak kita seorang Presiden tidak boleh salah setiap mengambil kebijakan. Menjadi benar sangkaan atau dugaan masyarakat presiden Jokowi yang tidak memiliki tradisi membaca pantas sebagai presiden boneka. Karena tidak memiliki wawasan, pemahaman, pengetahuan, yang memadai apalagi mendalam urusan negara dampaknya kerusakan yang sangat besar. Dipastikan rezim akan menjadi tiran, otoriter dan bengis karena setiap kebijakan bukan lahir dari kecerdasan dan kearifan akal sehatnya, tetapi hanya okol dan dengkul yang di pakai atas remote dari luar dirinya. Di sisi lain, seorang presiden yang memiliki kecerdasan, pemahaman lebih luas dan mendalam akan menyadari bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan itu tidak boleh dilakukan asal asalan. Presiden Jokowi yang tidak punya tradisi membaca. Semua yang dilihat, dikendalikan dan dikelola dalam penyelenggaraan negara hanya akan ada satu pilihan semua harus sesuai kehendaknya. Tidak peduli salah atau benar, melanggar konstitusi atau tidak. Presiden yang cerdas dan bijak akan rendah hati dan dengan cepat dan tepat membaca, mendengar, memetakan aspirasi rakyatnya dan senantiasa taat konstitisi. Pernyataan Gibran bahwa keluarganya tidak ada tradisi membaca dengan wajah dan mimik menyampaikan into yang sesungguhnya terjadi dalam keluarga menjadi petunjuk dan arah yang jelas awal dan sebab kerusakan negara saat ini. Dan petunjuk yang pasti bahwa Jokowi selama ini mengelola dan mengendalikan negara hanyalah sebagai budak dan boneka dari dari luar dirinya. Dan yang terjadi akibat malas membaca lahirlah kekuasaan memaksa tiran, bengis dan kejam. (*)
Presiden Joko Widodo Wajib Berhenti Dalam Masa Jabatan, Ini Alasannya (Bagian 1)
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) JOKO Widodo, alias Jokowi, menjabat presiden dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024. Selama menjabat, Jokowi melakukan banyak pelanggaran peraturan perundang-undangan, termasuk pelanggaran konstitusi. Pelanggaran peraturan perundang-undangan ini terlihat jelas dilakukan secara sadar, dan terencana. Oleh karena itu, sesuai konstitusi, Jokowi tidak pantas dan tidak layak lagi menjabat sebagai Presiden. Artinya, Jokowi seharusnya diberhentikan dalam masa jabatannya: alias dimakzulkan, seperti diatur di Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945. Pelanggaran peraturan perundang-undangan Jokowi dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Pertama, penetapan dan materi muatan Peraturan Presiden melanggar sejumlah Undang-Undang dan Konstitusi. Kedua, penetapan dan muatan mateti Undang-Undang melanggar Konstitusi. Ketiga, pelaksanaan pemerintahan melanggar Undang-Undang yang berlaku dan atau Konstitusi. Berbagai pelanggaran ini mengakibatkan kerugian keuangan negara, dan atau menguntungkan pihak lain atau korporasi, dan masuk kategori tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, Jokowi wajib diberhentikan dalam masa jabatannya. Beberapa contoh Peraturan Presiden yang melanggar Peraturan Perundang-undangan, antara lain: 1. Peraturan Presiden No 36 Tahun 2020 (Perpres 36/2020) tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Menurut UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden hanya dapat diterbitkan atas perintah UU (atau Peraturan Pemerintah). Sedangkan Perpres 36/2020 dibuat tanpa ada dasar hukum, tanpa ada rujukan perintah UU atau Peraturan Pemerintah, sehingga melanggar UU No 12/2011 tersebut di atas. Perpres 36/2020 ditetapkan dengan hanya merujuk Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Jokowi “memanipulasi” dan menerjemahkan arti Pasal 4 ayat (1) ini seakan-akan Presiden dapat membuat hukum sendiri, seakan-akan Presiden dapat membuat Peraturan Presiden tanpa melibatkan DPR, seakan-akan Presiden mempunyai kekuasaan tanpa batas untuk menetapkan hukum sendiri, alias tirani. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UUD yang berbunyi “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.” Oleh karena itu, “menurut UUD” pada kalimat “Presiden … memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD” wajib dimaknai, kekuasaan Presiden dibatasi oleh UUD, sesuai pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, seperti diatur di dalam UUD, di mana DPR mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang, seperti diatur Pasal 20 ayat (1) UUD. Artinya, kekuasaan Presiden “menurut UUD” bukan berarti kekuasaan tanpa terbatas, dan bisa menetapkan Peraturan Presiden secara sepihak dan sewenang-wenang. Sedangkan menurut Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Presiden hanya merupakan penjabaran teknis untuk menjalankan perintah UU yang sudah ditetapkan oleh DPR. Oleh karena itu, Peraturan Presiden tentang program Kartu Prakerja, yang ditetapkan tanpa rujukan untuk melaksanakan UU, secara jelas melanggar UU No 12/2011 dan melanggar konstitusi Pasal 20 ayat (1) UUD. Sebagai konsekuensi, semua belanja negara terkait program Kartu Prakerja menjadi tidak sah, melanggar UU Keuangan Negara, melanggar UU APBN, dan karena itu merugikan keuangan negara, dengan menguntungkan pihak lain dan korporasi Platform Digital sebagai penyelenggara pelatihan program Kartu Prakerja. Kerugian keuangan negara terkait Program Kartu Prakerja yang tidak sah dan ilegal tersebut mencapai Rp18,25 triliun untuk tahun anggaran 2020 saja. 2. Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 (Perpres 3/2016) tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Sama seperti Perpres No 36/2020, Perpres No 3/2016 tentang PSN juga melanggar UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan melanggar Konstitusi Pasal 20 ayat (1) UUD, karena Perpres tersebut ditetapkan hanya berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD. Selain itu, Perpres No 3/2016 tentang PSN ini juga melanggar Konstitusi tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28H ayat (4) UUD, terkait hak milik pribadi yang tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun. Karena status PSN justru digunakan untuk mengusir penduduk setempat, dan mengambil alih tempat tinggal mereka secara paksa, sehingga merugikan dan memiskinkan masyarakat daerah terkena dampak PSN, dengan menguntungkan korporasi yang melaksanakan proyek strategis nasional. Di samping itu, pemberian judul Perpres No 3/2016 ini beraroma manipulatif. Kata “Pelaksanaan” di kalimat “Percepatan Pelaksanaan PSN” seolah-olah Perpres dibuat dalam rangka pelaksanaan sebuah undang-undang. Padahal, Perpres No 3/2016 dibuat tanpa ada rujukan atau perintah UU, tetapi hanya mengacu Pasal 4 ayat (1) UUD. 3. Peraturan Presiden tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penetapan APBN melalui Peraturan Presiden, bukan dengan UU, melanggar UU tentang Keuangan Negara dan Konstitusi. Pasal 23 ayat (1) UUD mengatur, APBN wajib ditetapkan dengan UU: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, APBN tidak boleh ditetapkan dengan Peraturan presiden. Selain melanggar Konstitusi Pasal 23 ayat (1), penetapan APBN dengan Perpres juga melanggar UU tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (2) UU yang berbunyi: “APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang”, dan Pasal 11 ayat (1) yang berhunyi: “APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang”. Sebagai konsekuensi, APBN dan Perubahan APBN yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden menjadi tidak sah alias ilegal. Antara lain:• Perpres No 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020,• Perpres No 72/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020,• Perpres No 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 104 Tahun 2021 tentang Rinciqn Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,• Perpres No 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peratyran Presiden No 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagai konsekuensi, semua Belanja Negara berdasarkan Perpres yang tidak sah tersebut, juga menjadi tidak sah. Untuk itu, Presiden Jokowi sudah layak, dan wajib, diberhentikan dalam masa jabatan, selain juga harus mempertanggungjawabkan kerugian negara akibat penetapan Perpres tentang APBN yang tidak sah tersebut. (Bersambung).
Determinasi Iriana dan Kediktatoran Jokowi
Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa Doktor Universitas Trisakti Iriana meminta maaf jika ada kesalahan yg dilakukan selama 10 tahun mendampingi Jokowi sebagai ibu suri atau the first lady Indonesia. Banyak tanggapan kontroversial nitizen. Bahkan ada yang mengatakan, 10 tahun berkuasa tapi daya rusaknya 100 tahun. Dalam hal kekuasaan, determinasi istri terhadap suami dalam menjalankan pemerintahan seringkali terjadi. Misalnya di Afrika, tepatnya di Uganda. Presiden Yoweri Museveni, dengan kediktatorannya, berhasil terpilih selam 6 kali dan memimpin Uganda lebih dari 30 tahun sejak 1986. Ia dikenal sangat monopolistik dan otoriter. Namun kediktatorannya tidak lebih arogan dari Istrinya, Janet Museveni yang bahkan sukses mendeterminasi kekuasaan suaminya untuk melegitimasi penunjukan dirinya sebagai menteri pendidikan dan olahraga. Janet bukan hanya menderterminasi suaminya dari sisi politik, bahkan mendominasi kebijakan pemerintahan di bidang ekonomi. Ia dikenal sebagai wanita bertangan besi. Merampas kekayaan ekonomi dan tidak segan membungkam, mengabaikan hajat hidup masyarakat Uganda. Janet berhasil memanfaatkan kedudukan suaminya sebagai presiden untuk menimbun harta pribadi sehingga menjadi salah satu wanita terkaya di Afrika. Selain Janet di Uganda, ada pula Leila Ben Ali, Istri Presiden Tunisa, Ben Ali yang berkuasa selama 21 tahun dengan sistem kediktatoran, tangan besinya. Ternyata di belakang Ben Ali, istrinya, Leila dikenal lebih diktator dibanding suaminya. Leila terlibat mempengaruhi suaminya dalam menyusun kebanyakan regulasi yang menyengsarakan rakyat. Leila diketahui memimpin sebuah kelompok, namanya \"Geng 10\". Terdiri dari anggota keluarga besarnya yang berhasil memonopoli sektor-sektor bisnis strategis di Tunisia. Dengan ini, Laela dikenal sebagai mafia ekonomi pemerintah. Saking terkenalnya, masyarakat Tunisia menyebut Laela sebagai perampok bank dan Supermarket di siang bolong dan di depan banyak orang tanpa bisa disentuh hukum. Masyarakat Tunisia sangat membenci Laela melebihi kebencian mereka terhadap suaminya yang dikenal sebagai diktator. Menariknya, ketika Ben Ali lengser dari kekuasaan, ia bersama Laela dan keluarganya terbang, mengasingkan diri ke Saudi. Sesampainya di bandara Saudi, tepat di tangga turun pesawat, Laela memaki suaminya. Ben Ali disebut sebagai lelaki pengecit. Karena tidak berani melawan kelompok oposisi dan memilih melarikan diri ke Saudi. Laela menyebutnya sebagai lelaki pecundang. Makian-makian itu, menunjukkan bahwa Laela, sangat mendeterminasi suaminya. Sama halnya di Filipina yang dipimpin Presiden Ferdinand Emmanuel Marcos selama 21 tahun. Ia dikenal sebagai diktator yang sangat kejam. Ia bahkan tak segan membunuh, melenyapkan nyawa musuh-musuh politik dan masyarakat yang tergabung dalam kelompok oposisi. Tapi dalam sejarah rakyat Filipina, kediktatoran Marcos tidak lebih kejam dari pada arogansi istrinya, Imelda Marcos. Justru di balik layar, Imelda yang menjadi pembisik utama kekejaman Presiden Marcos terhadap rakyat Filipina. Imelda sangat mendeterminasi Marcos, mempreteli kekuasaan suaminya. Ia bahkan mengangkat dirinya sendiri sebagai gubernur Kota Metropolitan Manila. Salah satu bentuk keserakahan Imelda paling \"receh\" terbukti saat detik-detik tumbangnya Presiden Marcos, masyarakat menyerbu masuk ke dalam istana negara. Ditemukan 2.500 pasang sepatu mewah milik imelda. Ini baru sepatu, belum bentuk keserakahan lainnya. Sama seperti kasus Filipina, di Malaysia pernah menjabat Perdana Menteri Tun Najib Razak. Ia dikenal sebagai pribadi santun, merakyat, wong cilik. Tapi akhirnya jatuh lantaran korupsi lalu dipenjara. Ternyata, sumber masalah kejatuhannya adalah kerakusan istrinya sendiri, Datin Sri Rosmah. Di masanya, jika ada investor global dan lokal ingin berinvestasi di Malysia, syarat pertama yang harus dipenuhi bukanlah seberapa besar jumlah uang yang mau diinvestasikan atau uang investasinya mau didepositkan di bank apa. Tapi wajib bertemu dan mendapat restu terlebih dahulu dari Sri Rosmah. Beberpa bulan lalu, saya duduk bersama salah satu mantan menteri pasca reformasi di Indonesia. Beliau bercerita tentang kawannya, investor asal Dubai yang hendak investasi di Malaysia. Ketika menghubungi Sri Rosmah, dia disuruh terbang ke London bertemu Rosmah di salah satu mall megah di sana, Herod. Sesampainya di mall itu, investor asal Dubai itu kaget, Rosmah telah membooking dan menutup satu lantai tempat penjualan tas-tas mewah di Herod. Rosmah mendesaknya untuk membayar seluruh belanjaan tas mewah yang nilainya capai Rp 47 miliar. Sejumlah kasus di atas memberi pelajaran, bahwa istri yang mabuk kekuasaan, mendeterminasi kekuasaan, bisa mempreteli, mendesak, bahkan mendorong suaminya ugal-ugalan dalam menjalankan pemerintahan. Catatan pentingnya adalah kebanyakan kasus istri mendominasi kekuasaan, turut campur tangan dalam kediktatoran suaminya, justru berujung tragis, terguling secara terpaksa, diamuk masyarakatnya sendiri, berakhir dan mati di pengasingan. Apa hubungannya dengan kekuasaan presiden di Indonesia? Hampir 10 tahun Jokowi memainkan peran yang sangat spekulatif. Di depan layar terlihat sangat santun, merakyat, lemah-lembut. Tapi di belakang layar merekayasa lahirnya regulasi layaknya diktator. Jokowi bahkan tidak segan melawan dan menghancurkan kemampuan lawan politiknya dengan kekerasan yang sporadis. Menciptakan perasaan terancam terus menerus. Melahirkan ketakutan yang menyebar ke seluruh kehidupan rakyat. Banyak korban teror kekuasaan menyerah dan ketakutan. Pasalnya masyarakat bukan hanya diancam, tetapi juga ditahan dan dipenjarakan. Jangankan rakyat kecil, pejabat setingkat menteri dan ketua umum parpol besar harus menyerah. Jokowi bahkan tidak segan mempreteli kekuasaan, di belakang layar mendorong kolega oligarki, termasuk keluarga dan anak-anaknya menguasai asset milik negara, misalnya di sektor pertambangan untuk kepentingan bisnis dan kekayaan pribadi. Jokowi bahkan memperalat sistem dan lembaga hukum, merekyasa lahirnya aturan, membajak, menekan sejumlah ketua partai demi suksesi dinasti politiknya dengan cara memasang anaknya, terutama Gibran sebagai wakil presiden. Pertanyaannya, apakah Iriana tidak tahu perihal ini? Mungkin saja tahu. Apakah dalam keadaan tahu, Iriana tidak pernah mencoba menetralisir sikap arogan Jokowi? Atau justru sebaliknya, di belakang layar turut mendeterminasi, menjadi salah satu sumber pembisik utama Jokowi berlaku arogan? Judulnya adalah membangun dinasti politik dan bisnis keluarga. Anak-anak dan menantu semuanya terlibat sebagai proxy bapaknya. Mungkinkah ibunya tidak terlibat, tidak ikut mendeterminasi? Sangat arogan dan terbuka, jadi tontonan umum, selain otoriter, presiden menggunakan fasilitas kekuaasaan istana untuk mempekerjakan anak-anaknya, bahkan sampai pada level suksesi sebagai wakil presiden. Termasuk memfasilitasi anak-anaknya menguasai dan berbisnis pada aset-aser penting milik negara. Mungkinkah ibunya tidak ikut terlibat di dalamnya? Semoga itu tindakan pribadi Jokowi bersama kolega politiknya. Semoga Iriana di belakang layar, seperti yang terlihat di depan layar: tidak mendeterminasi Jokowi, tidak terlibat mempengaruhi semua arogansi dan kediktatoran Jokowi. Semoga Gibran tidak digoyang, tidak dimakzulkan. Semoga Jokowi sekeluarga bisa selamat dari hantaman badai besar yang saat ini sedang berbalik mengejar diri dan keluarganya akibat kediktatorannya selama berkuasa. Semoga Jokowi dan keluarga tidak sampai berakhir dan menghabiskan sisa hidup mereka di pengasingan. (*)
Teror Berbalik Arah Menerjang Jokowi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Perlawanan rakyat sudah metamorfosa seperti gelombang samudera. Gelombang yang semula berapa inci mulai beriak meninggi menjadi gelombang yang lebih besar, terpaan gelombangnya telah menjadi momentum akan menghantam pantai dengan daya rusak yang tak terbayangkan. Teror yang di lakukan selama ini oleh Jokowi untuk melawan dan menghancurkan kemampuan lawan politiknya dengan kekerasan yang sporadis untuk menciptakan perasaan terancam yang terus menerus melahirkan ketakutan yang menyebar ke seluruh kehidupan rakyat sudah meredup dan akan menjadi bencana. Selama ini banyak korban teror yang menyerah dan ketakutan karena tekanan teror bukan hanya ancaman tetapi menahan dan memenjarakan. Jangankan rakyat kecil pejabat setingkat menteri dan ketua umum parpol besar harus menyerah. Tampaknya saat ini mejanya telah di balikan. Jokowi, keluarga dan pengikutnya dalam ketakutan. Teror dari rakyatnya bergelombang sangat besar bahaya akan menerjang Jokowi. Kekuatan bodyguard dari aparat keamanan pengawalan presiden dalam hitungan hari akan ditarik di ahir masa jabatannya, bersamaan kemarahan rakyat sudah di ubun ubun untuk menangkap Jakowi diadili. Upaya Jokowi untuk mengamankan diri mencari perlindungan dari ancaman yang sangat keras, hampir mustahil di miliki Jokowi, tersisa tinggal menyerah apapun yang harus diterimanya. Ancaman rakyat tepat pada waktunya di ahir masa jabatannya lengser ak ehan memicu segala pemikiran akan merusak dirinya dalam ketidakpastian. Kemarahan dan imajinasi rakyat yang sudah liar akan semakin membesar berada di mana mana, mustahil Jokowi bisa melawan dan menghadapinya. Kondisi ini akan berlangsung cukup keras segala resiko terburuk baik sebelum dan sangat mungkin terjadi setelah lengser dari jabatannya pasti akan akan terjadi menimpa Jokowi. Aksi bela berani mati bela Jokowi dan keluarganya pada waktunya yang sangat dekat dengan peristiwa G 30 S PKI akan semakin meneguhkan indikasi sangat kuat bahwa Jokowi sudah terpapar PKI. Masa depan yang tidak pasti akan terjadinya keadaan yang mengerikan akan melahirkan putus asa, karena ketakutan, kepanikan, kebingungan yang mendalam, Jokowi tidak akan sanggup di kelola dengan cara yang normal. Jokowi sudah di ingatkan selama berkuasa bahwa penindasan, kekerasan dan macam-macam penyiksaan berupa penggusuran tanah rakyat dan pengusiran dari tempat tinggalnya demi kepentingan para Taipan akan menimbulkan luka dan perlawanan rakyat, tidak di gubris, akhirnya akan memicu revolusi. Kondisi seperti ini Prabowo Subianto sebaiknya menjauh dari Jokowi, karena rekayasa aparat keamanan kalau akan memblokir perlawanan rakyat, akan sia sia karena kenekatan rakyat yang sudah marah akan melindas, melibas dan menerobos kekuatan apapun yang akan menghalangi. Perasaan lemah dan putus asa rakyat selama ini sudah berubah menjadi keyakinan sebuah perjuangan heroik akan membersihkan para penghianat negara. Perlawanan rakyat sudah di sadari dengan tekad baja walaupun beresiko akan menimbulkan korban dan dan kerusakan sebagai resiko menyingkirkan rezim zalim yang telah menghancurkan negara. (*)
Suara Anak Abah Itu Moral, Tak untuk Dijual
Oleh: Ady Amar | Kolumnis Komunitas Anak Abah terbilang solid untuk tidak memilih salah satu paslon yang ada. Tapi hari-hari ini muncul satu-dua elit relawan bermanuver. Katanya, tak membawa-bawa nama Anies Baswedan. Menjadi absurd jika jasanya dipakai paslon tertentu, tapi nama Anies tak menyembul di sana. Laku elit relawan itu semua mahfum, bagian dari ikhtiar cari tumpangan baru. Aliansi relawan Anies Baswedan jumlahnya memang seabrek. Saat ini tengah dilirik paslon peserta Pilkada DKJ. Terutama paslon yang diusung KIM Plus, Ridwan Kamil-Suswono. Atau paslon yang diusung PDIP, Pramono Anung-Rano Karno. Belum terdengar elit relawan melipir ke paslon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana, yang memang \"miskin\" amunisi. Karenanya, menjadi tak menarik untuk didekati. Perburuan pun muncul mendekat atau didekati, dan karenanya saling dipertemukan oleh kepentingan yang sama. Semua kemudian memahaminya sebagai simbiosis mutualisme. Sejak Jum\'at (20 September 2024) beredar luas foto satu-dua petinggi relawan Anies yang sumringah dapat Bos baru. Ada yang pose berduaan saling jabat dengan kedua tangan diangkat ke angkasa. Tanda kesepakatan sudah dibuat. Ada pula yang berombongan. Satu elitnya terang-terangan menyatakan akan berjuang memenangkan Ridwan Kamil-Suswono. Tak merasa canggung berfoto ria bersama paslon yang didekatinya--disebut didekati karena didatangi--tanpa risih. Laku menjijikkan, jika meminjam istilah yang dipakai Geisz Chalifah. Memang tak selayaknya itu dilakukan jika masih mengedepankan sedikit moral. Laku elit relawan itu tak memunculkan sanksi atas pilihan sikapnya. Tapi tidak sanksi moral yang menempel yang bisa disandang seumur hidup. Pula bisa terbawa sampai ke liang lahat. Sekali lagi, biarkan saja jika putusan memilih tumpangan baru jadi pilihan. Lalu bersamaan muncul pemberitaan di media massa saling klaim. Relawan Anies bergabung dengan paslon A atau B, seolah itu mewakili suara relawan keseluruhan. Kesan terbangun dengan hadirnya elit relawan Aniesmemilih tumpangan baru. Seakan itu mampu membawa serta merta Anak Abah. Klaim yang tak perlu ada pembuktian. Tak sesederhana yang dibayangkan, seolah Anak Abah bisa diperdagangkan. Itu menghina. Maka biarkan saja klaim para paslon, yang boleh jadi telah diyakinkan, bahwa gerbong yang ditarik akan penuh berisi Anak Abah. Seperti bisa dipastikan Anies akan membiarkan saja fenomena memakai namanya diperdagangkan. Memang tak ada hak Anies melarang-larang pilihan sikap politik relawannya. Buat Anies itu hal biasa. Pada peristiwa yang jauh lebih dahsyat dari melipirnya elit relawan itu, Anies telah tunjukkan sikap seperti tak ada masalah apa-apa, dan tak juga cari pembenar saat kartel partai politik membegalnya. Meski elektabilitas keterpilihan Anies jauh mengungguli paslon lain yang dimunculkan. Tapi tidak dengan Anak Abah yang lalu menyikapi kemarahan atas penjegalan pencalonannya dengan caranya. Muncul gerakan yang tanpa perlu diorkestrasi. Sebuah gerakan yang punya kesamaan dalam pilihan: coblos semua paslon. Gerakan coblos semua jadi pilihan untuk tak memilih paslon yang tak sesuai hati nurani. Dan, itu konstitusional. Tidak ada yang dilanggar. Itulah perlawanan moral Anak Abah yang tak terbayangkan. Bergerak dan bersikap dengan ritme yang sama dalam melawan kartel politik pembegal demokrasi. Ikhtiar paslon peserta Pilkada DKJ mencoba bertemu Anies, setidaknya sampai saat ini, tak dihirau. Bisa jadi itu cara Abah menjaga psikologis Anak-anaknya yang merasakan kesakitan luar biasa. Maka cara lain pun ditempuh dengan membujuk elit relawan. Meski tak banyak yang terjaring, hanya hitungan jari saja, tapi mampu mengesankan seolah suara Anak Abah ikut terangkut. Hal yang tak mudah. Anak Abah punya standar moral yang jelas. Tak mudah digoyang-dibujuk untuk memilih tumpangan baru. Anak Abah punya pilihan sendiri, dan itu pada _value_ yang cuma ada pada Anies Baswedan. Selainnya tak diliriknya. Anies Baswedan tak mungkin marah atau menyesal melihat fenomena yang muncul dari beberapa gelintir elit relawan yang selama ini berjuang bersamanya. Itu bukan tabiatnya. Memilih mendiamkan saja, itu biasa jadi pilihannya. Anak Abah sejati pastilah bisa membaca arah diamnya Abah, itu bermakna apa. Setidaknya satu hal didapat Anies untuk melihat siapa kawan seiring sejalan yang konsisten di jalan perubahan, dan siapa yang mesti dicukupkan berakhir beriringan sampai di sini. Itulah hikmah yang didapat... Wallahu a\'lam.
Melawan Pengkhianat Negara Tidak Boleh Ada Kompromi dan Negosiasi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Pemikiran politik dan naluri politik terbukti sendiri secara teori dan praktis dalam kemampuan membedakan kawan dengan lawan. Poin-poin tinggi politik adalah sekaligus momen di mana musuh, dalam kejelasan konkret dikenal sebagai musuh. Dari Inside Story Al-Jazeera serta media Islam dalam negeri antara tahun 2010-2013 terlihat benang merah perjalanan Joko Widodo dari seorang Walikota Solo menjadi Gubernur DKI dan kemudian Presiden RI. Dengan manuver intelijen CIA (yaitu dengan strategi menguasai media dan sebar uang) akhirnya Megawati terguling dan digantikan SBY, tentunya SBY harus tunduk kepada AS, dan SBY dengan sigap menerima permintaan AS tersebut demi mencapai RI -1 yang dijanjikan dukungan AS. Selama pelaksanaan misi AS dengan CIA nya itulah kemudian Walikota Solo ini dikenal oleh para pejabat AS antara lain Menlu Condoliza Rice serta pengganti nya Hillary Clinton, yang dua-dua nya sempat berkunjung ke Solo juga untuk meninjau pelaksanaan operasi CIA menguasai Indonesia, dengan berbagai rekayasa politik yang diciptakan. Mulai saat itu AS men-setting \"road map\" Jokowi dari hanya sebagai Walikota, menuju RI 1. Dan saat itu AS menugaskan mantan Jenderal seperti LBP dan HP, mendampingi Walikota Solo ini melalui \"modus\" pura-pura bekerja sama dalam bisnis meubel keluarga Jokowi. Gubernur DKI dan Presiden RI. Megawati pun tersingkir dengan \"modus\" Lembaga Survey (padahal Lembaga-lembaga Survey itu adalah binaan dan dibayar oleh CIA) semua itu hanyalah sandiwara. Bahkan sangat fatal sebelumnya AS sudah berhasil mengganti UUD 45 menjadi UUD 2002 Dalam perjalanan politik Jokowi akhirnya juga “dibajak” Megawati untuk lebih loyal ke China. Dan China kemudian memanfaatkan Jokowi untuk target keberhasilan OBOR dengan Strategi \"infrastruktur\" dan pengerahan secara hebat Tenaga Kerja China ke Indonesia dan macam macam program OBOR menerkam Indonesia. Keberhasilan rekayasa curang pada Pilpres 2024 tidak dan bukan lagi keberhasilan AS sebagaimana Pilpres 2014, tetapi AS dan RRC secara kompak menerapkan Ideologi Freemasonry (penggabungan kekuatan Kapitalis dan Komunis) dengan Sandiwara seakan-akan AS kontra China padahal masih satu tujuan juga untuk \"menguasai\" Indonesia. Kerusakan negara dan kelola pemerintahan yang hanya dikendalikan oleh Presiden boneka yang di remote AS dan RRC sudah sangat parah dan membahayakan kedaulatan negara Jangan naif terhadap musuh yang sudah terang benderang sebagai penghianat dan mengacaukan negara tidak boleh ada kompromi, negosiasi dan jalan tengah. Khusus misi penakluk Indonesia oleh RRC adalah menguasai Jakarta dan sekitarnya. Sadar atau tidak dengan telah di disahkannya UU DKJ pintu masuk penjajahan RRC mendekatinya sempurna. Bahkan dengan terbangunnya program PSN PIK 1 dan 2 sangat jelas musuh sudah masuk jantung sasarannya. Proyek ini seharusnya tidak ada negosiasi dan kompromi apapun bentuknya selain mutlak harus dihentikan dan dibatalkan. Dan ini menjadi tugas Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih yang segera mengambil sikap tegas menghentikan peran Taipan Cina yang selama ini telah di beri karpet merah oleh Jokowi mengacak-acak dan terlibat langsung ikut mengatur dan mengelola negara dengan caranya sendiri. Sikap keras untuk menghentikan para Taipan Oligarki adalah keberanian dan kemuliaan Prabowo Subianto sebagai patriot dan negarawan sebaliknya sikap menyerah dan tunduk kepada penjajah Taipan Oligarki adalah pengecut dan penghianat negara. (*)
Walau Lapar Saya Tak Akan Berkhianat
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Janganlah karena uang dan jabatan membuat kita lari dari tujuan perjuangan. Janganlah karena takut pada kelaparan dan kemiskinan, membuat kita tercatat dalam sejarah sebagai manusia-manusia pengkhianat. Ini bukan tentang kultus individu. Ini tentang membersamai dan setia terhadap cita-cita mulia, yakni Indonesia yang berdaulat dan berkeadilan. Bukan kebetulan seorang Anies hadir menjadi seorang pemimpin otentik yang berkarakter dan berintegritas di saat negara dikuasai para bajingan dan psikopat. Anies tak terbantahkan telah menjadi antitesis dari dominasi oligarki dan politik dinasti serta keblingernya elit poltik dalam karut-marut tata kelola negara selama ini. Sebagai orang pergerakan yang bertumbuh dalam naungan pendidikan nasionalis dan agama. Bahkan sejak usia dini menggeluti paham marhaenisme, marxisme, eksistensialisme dll. Dikenal menyandang aktifis GMNI yang kental dengan predikat Soekarnois, saya tetap menjadikan Islam sebagai pisau analisis untuk membedah persoalan kemanusiaan yang universal dibanding masalah kompleks Indonesia khususnya dan masalah internasional pada umumnya. Begitupun menyikapi fenomena Anies Baswedan dan politik kontemporer di indonesia. Melihat Anies seperti mencermati satu titik mata air di tengah gurun tandus dan musim kemarau berkepanjangan. Anies telah menjadi pengecualian di tengah pola mainstream kepemimpinan politik nasional yang distortif dan destruktif yang menghianati cita-cita kemerdekaan dan keinginan para pendiri bangsa. Anies telah menjadi tokoh kunci pembebasan rakyat, negara dan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan oleh bangsa asing maupun terlebih oleh bangsanya sendiri. Melawan kebodohan dan kemiskinan yang begitu terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan rezim terhadap rakyat. Anies dan pejuang perubahan lainnya kerap terbentur tembok besar dari ketamakan strukural para elit politik. Melawan tirani konstitusi dan pseudo demokrasi yang begitu kuat, mungkin saja membuat tidak sedikit orang mampu menjaga kewarasan akalnya dan stamina pergerakannya. Satu-persatu dan mulai menggejala orang dan kelompok baik dari partai politik maupun pegiat relawan mulai rontok. Gugur berjatuhan dalam kenistaan pandangan sempit nan licik. Berargumentasi seolah-olah diplomatis sesungguhnya menunjukkan kematian pikiran dan jiwa yang tragis. Malah ada yang mengeluarkan jurus jastifikasi sembari menyembunyikan rasa takut akan kehilangan kue-kue kekuasaan. Seperti menggenggam bara api, gerakan dakwah yang sarat perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan, semakin kuat menggenggamnya semakin tak terkira panas membakar yang terasa. Api yang menyala-nyala dan berkobar siap melumat siapaun dan apapun itu, akan memperlihatkan siapa yang pejuang dan siapa yang pengkhianat. Siapa yang konsisten dan istiqomah dalam amar ma’ruf nahi munkar akan teruji seiring waktu dan seberapa kuat ia mengalami dan mampu bertahan menghadapi penderitaan. Bukan lari medan perjuangan, berkilah dan melakukan pembenaran terhadap disorientasi nilai-nilai. Saya tak akan begeser sedikitpun, tidak akan menghindar dari rasa takut, pada rasa lapar, pada penjara dan pada kematian sekalipun. Tak pernah sedikitpun berpikir akan meninggalkan Anies saat tengah berjuang untuk kemanusiaan dan keadilan di negeri ini. Saya tidak akan tergiur oleh godaan apapun, tidak oleh tawaran apapun. Tidak oleh uang atau kesenangan materi lainnya. Bagi saya menderita dan kematian sekalipun jauh lebih mulia ketika kita setia pada keyakinan Ketuhanan dan kemanusiaan. Belajar dari rakyat Palestina dan dari perjuangan nenek moyang kita meraih kemerdekaan, saya tak akan mundur sedikitpun berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Walau lapar saya tak akan berkhianat.(*)
Pelanggaran Hukum dan Moral Gibran Rakabuming
Oleh Radhar Tribaskoro | Anggota Komite KAMI Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan oleh laporan mengenai Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming, yang diduga menggunakan akun anonim di platform Kaskus dengan nama pengguna fufufafa untuk menyerang sejumlah tokoh, termasuk Presiden Prabowo Subianto, artis, dan tokoh masyarakat. Akun tersebut diduga telah melontarkan kata-kata hinaan dan konten mesum, yang tidak layak diucapkan, terutama oleh figur publik sekelas Wakil Presiden. Meskipun Gibran membantah bahwa akun tersebut miliknya, sejumlah netizen dan pakar telematika telah mengungkap bukti kuat yang mengindikasikan keaslian klaim tersebut. Figur Wakil Presiden adalah simbol integritas, kejujuran, dan moralitas yang tinggi dalam pemerintahan. Tindakan yang melibatkan penggunaan akun anonim untuk melakukan tindakan pelecehan verbal atau tindakan memfitnah, apalagi dengan muatan mesum, merupakan pelanggaran serius terhadap standar etika seorang pejabat negara. Beberapa alasan formal mengapa pelanggaran ini tidak dapat diterima untuk seorang Wakil Presiden adalah sebagai berikut: 1. Pelanggaran Terhadap Etika Publik: Wakil Presiden diharapkan menjadi teladan dalam berperilaku, baik di ranah pribadi maupun publik. Menggunakan platform anonim untuk menyerang pihak lain merusak citra kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepresidenan. 2. Pelanggaran Hukum: Tindakan penghinaan atau fitnah melalui media sosial bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum berdasarkan UU ITE di Indonesia. Jika terbukti Gibran terlibat dalam tindakan tersebut, maka ia juga dapat dikenakan sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku. 3. Kebohongan Publik: Bantahan Gibran mengenai keterkaitannya dengan akun tersebut dapat dianggap sebagai kebohongan publik jika pada akhirnya terbukti bahwa akun fufufafa memang miliknya. Hal ini merusak kepercayaan masyarakat dan menciptakan ketidakpastian di kalangan publik mengenai integritas pejabat tinggi negara. 4. Dampak Terhadap Reputasi Pemerintah: Skandal ini berpotensi merusak reputasi pemerintah Indonesia di mata masyarakat dan internasional. Seorang wakil presiden harus selalu menjaga kehormatan dirinya dan institusi yang ia wakili, dan tindakan semacam ini jelas mencemarkan reputasi tersebut. Pemakzulan Berdasarkan tindakan tersebut, beberapa kalangan berpendapat bahwa Gibran pantas dimakzulkan dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Di beberapa negara demokratis, pejabat publik yang terbukti melanggar norma dan hukum moral seperti ini sering kali menghadapi pemakzulan atau pengunduran diri. Proses pemakzulan merupakan mekanisme konstitusional untuk menegakkan akuntabilitas pejabat tinggi negara yang melakukan kesalahan atau penyalahgunaan wewenang. Kasus Bill Clinton Untuk memahami lebih dalam mengenai skandal yang dapat membawa seorang pejabat publik pada ancaman pemakzulan, kita dapat membandingkan kasus ini dengan skandal yang dialami oleh Presiden AS Bill Clinton. Pada tahun 1998, Clinton menghadapi pemakzulan atas tuduhan perzinaan dengan Monica Lewinsky dan kebohongan di bawah sumpah. Meskipun skandal tersebut bersifat pribadi, kebohongan Clinton di bawah sumpah di hadapan Kongres dianggap sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum dan kepercayaan publik. Mirip dengan situasi Gibran, Bill Clinton membantah tuduhan awal sebelum akhirnya bukti mengungkapkan kebohongan tersebut. Dalam kasus Clinton, meskipun ia tidak dicopot dari jabatannya melalui proses impeachment, reputasinya rusak dan kredibilitasnya sebagai Presiden dipertanyakan selama sisa masa jabatannya. Clinton menghadapi kecaman publik yang luas atas perilakunya, meskipun ia selamat dari pemakzulan oleh Senat AS. Jika kita menerapkan analogi ini pada kasus Gibran, situasinya bahkan lebih kompleks karena, berbeda dengan skandal pribadi Clinton, akun fufufafa yang diduga digunakan oleh Gibran menyerang presiden dan tokoh masyarakat dengan kata-kata kotor dan melecehkan. Jika kebohongan Gibran terbukti, ia bukan hanya melanggar norma etika publik, tetapi juga merusak stabilitas politik dan kredibilitas pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi jika pemerintah atau lembaga hukum ingin menegakkan standar akuntabilitas dan etika publik di Indonesia. Kesimpulan Dalam konteks ini, dugaan pelanggaran oleh Gibran Rakabuming, jika terbukti benar, merupakan tindakan yang tidak dapat diterima bagi seorang Wakil Presiden. Bantahan Gibran yang berpotensi sebagai kebohongan publik hanya akan memperparah skandal ini dan memperlemah posisi moralnya sebagai pemimpin. Oleh karena itu, tuntutan untuk melakukan investigasi lebih lanjut, dan bila perlu, pemakzulan, merupakan langkah yang wajar dalam menjaga kredibilitas pemerintahan dan kepercayaan masyarakat. (*)
Mau Lari ke Mana Pak Jokowi?
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan FASE paling sulit bagi seorang Jokowi adalah memasuki masa hitung hari kekuasaan. Satu persatu pegangan kuat komando sebagai Presiden mulai terlepas. Semua elemen yang kemarin menempel, takut, bahkan menyembahnya kini bertahap menjauh. Borok keluarga dibongkar \"mahluk gaib\" artinya ada sang pembocor. Meski itu sebenarnya adalah orang-orang dalam juga. Jokowi sudah tidak berguna bagi bangsa, negara, teman sejawat bahkan kerabat. Konglomerat juga mencari jagoan baru untuk melindungi gurita usahanya. Andalan IKN tempat pelarian pasca lengser tidak menjanjikan. Rencana semedi 40 hari di IKN gagal, nampaknya hantu pun enggan menemani. Jokowi tidak berani untuk menandatangani Keppres pindah Ibu Kota padahal itu perintah Undang-Undang. Gejala kuat soal IKN ini ialah bahwa Jokowi akan menyerah. Tuntutan rakyat atas trilyunan dana IKN yang amblas bakal mendera hebat. Jokowi stress berat. Lari ke luar negeri kecil peluangnya sebab mau ke AS atau Inggris mesti bisa bahasa Inggris. Ke Arab bakal diusir sebab dukun ikut dalam rombongan, apalagi ada nebeng Abu Janda pemuja zionis, tambah parah bisa ditembak pasukan berani mati Hamas. Lari pagi sudah terlalu siang, lari maraton sesak nafas fufu dan fafa. Lari ke Solo bakal dikepung oleh pasukan anti Jokowi Solo Raya. Ada Dewan Syariah Kota Surakarta dan kelompok kritis lainnya. Lari ke pelukan partai politik ? Baru PSI yang menggaungkan Jokowisme, maklum partai itu ber-Ketum anak Jokowi sendiri. Ke PDIP gagal sejak Pilpres lalu, sementara Golkar pun belum jelas. Hanya mampu menempatkan Bahlil saja yang ternyata canggung berada di partai lama. Bahlil tanpa kekuasaan Jokowi bakal jadi orang bahlul dan babak belur dihajar kader atau anggota. TNI dan Polri sudah ancang-ancang pindah majikan. Senjata yang dipinjamkan kepada Jokowi sudah ditarik kembali. Gigi Jokowi mulai ompong, bebek lumpuh itu sekarat. Harapan tinggal pemuja-pemuji utama Jokowi tapi masihkah bisa dipegang atau dipercaya ? Kasus Fufufafa yang mengait anaknya bakal menjadi pelepas kendali. Ada alasan Prabowo untuk memukul Jokowi dan keluarga. Fufufafa sulit memaknai artinya hanya merenung adakah itu plesetan dari Pupupapa ? Pupu dalam bahasa jawa ngoko artinya paha. Paha papa ? Entahlah, mau tanya sama Gibran takut ngeles lagi. Maklum anak sama papa keduanya spesialis ilmu ngelesisme. Kok tanya saya ? Mau lari kemana, pak Jokowi ? Ke Mulyono nama sakit-sakitan waktu kecil atau mencatut nama Hary Mulyono adik ipar yang meninggal ? Foto ijazah pak Jokowi itu mirip Hary Mulyono, lho. Bu Ida Yati bisakah anda bersaksi tentang foto mantan suami ? Jangan takut, pak Anwar Usman sudah tidak menjadi Ketua MK ini. Bila tidak bersaksi nanti bu Ida Yati kena \"obstruction of justice\". Bakal ikut rombongan tahanan keluarga besar Surakarta. Lari ke gorong-gorong, nyebur ke kolam penuh kodok atau menyamar menjadi tukang plitur meubel ? Membangun rumah besar di Solo tempat istirahat justru ramai dikunjungi wisatawan yang menganggap itu adalah museum planga plongo, museum kebohongan atau museum kepura-puraan. Pura-pura sederhana padahal kaya, pura-pura orang biasa padahal ambisi jadi raja. Episode Petruk Dadi Ratu sudah hampir selesai. Si petruk kembali ke asalnya yang bukan siapa-siapa. Tanpa penghormatan dan puja-puji lagi. Bahkan jeruji besi sudah menanti. Itupun masih untung, jika kemarahan rakyat tak terkendali Jokowi potensi untuk dihukum mati. Masih untung pula jika hanya ditembak mati. Perampok dan penghianat negeri baiknya dihukum gantung sesuai Pasal 11 KUHP. Mau lari ke mana kau vampir ?! Jawaban game Brain Test 2 \"geser tong ke depan vampir, lalu tembak\". Mau lari kemana, pak Jokowi ? Tangkap, adili dan hukum mati. (*)