OPINI
Preman Pengeroyok Diskusi FTA Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara
Oleh Juju Purwantoro | Aktivis UI Watch POLISI adalah profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.Seperti yang tercantum dalam asal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa \"Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum\". Sementara itu tugas pokok Kepolisian RI tercantum dalam \"UU No. 2 Tahun 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Pasal 13 ;Tugas Pokok Kepolisian Negara adalah: a. \"memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat\". Sedangkan konstitusi Pasal 28 UUD 1945 juga menegaskan bahwa \"kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul\" ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, \"UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia\" memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Norma hukum tersebut adalah bertolak belakang, bila kita kaitkan dengan Peristiwa memalukan dan memilukan yang terjadi pada tanggal 28 September 2028 di Ball Room Grand Kemang Hotel, Jakarta Selatan. Sekelompok preman (bayaran) yang seluruhnya bermasker, tiba-tiba menyerbu ruangan tempat yang akan digunakan untuk berdiskusi. Gerombolan tersebut langsung mencabuti dan merusak atribut atau fasilitas diskusi yang sedianya diselenggarakan oleh Diaspora Forum Tanah Air (FTA) yang bermarkas di New York USA. Kejadian itu juga didahului dengan insiden keributan kecil di depan hotel, antara pihak gerombolan dengan Satpam Hotel. Sebagian tamu dan para tokoh nasional yang hadir tampak kaget dengan serbuan brutal dan tiba-tiba tersebut. Mereka tampak merusak dan membawa serta fasilitas terkait, di ruang diskusi. Walaupun acara diskusi belum dimulai, tapi gerombolan tersebut sambil berteriak-teriak memerintahkan acara diskusi dibubarkan. Tampak aneh, aparat kepolisian disekitar kejadian sepertinya membiarkan seolah tidak terjadi apa-apa. Pimpinan gerombolan juga sempat mengatakan kepada aparat kepolisian bahwa tindakannya adalah atas \'perintah atasan\'.Tentu kita bisa pahami siapakah yang dimaksud dengan perintah atasan tersebut. Lucunya lagi setelah kejadian penyerbuan, pimpinan gerombolan tampak akrab berangkulan dengan petugas Kepolisian. Pihak kepolisian tampak melakukan pembiaran, seharusnya bisa mencegah sebagai upaya tindakan preventif. Sejak awal memang menjadi tugas kepolisian, untuk melarang gerombolan tersebut yang jelas terindikasi berbuat tidakan kriminal. Dihadapan kepolisian pula mereka mulai merangsek secara brutal ke ruang Forum diskusi tersebut. Padahal Forum diskusi tersebut dihadiri oleh antara lain ; Tata Kesantra (Ketua FTA), Prof Dien Syamsuddin, Jendral Purn. Fahru Rozi, Mayjen.Purn Soenarko, Said Didu, Refly Harun, Marwan Batubara, Abraham Samad, Rizal Fadillah, dll. Acara diskusi yang di relay ke berbagai negara di lima benua itu, merupakan pelanggaran demokrasi, hukum dan HAM yang sungguh sangat mencoreng (memalukan) wibawa dan kedaulatan negara. Adalah sangat kontroversial jika seorang Kapolsek Mampang Prapatan (Kompol Edy Purwanto mengatakan), tidak mengetahui adanya rencana kegiatan diskusi tersebut. Padahal setiap ada acara/kegiatan yang melibatkan publik (massa) maka pihak manajemen hotel harus menginformasikan ke pihak kepolisian setempat. Persekusi (violence of law) oleh para gerombolan (preman ) perusuh yang berjumlah sekitar 30 orang tersebut harus dijerat dan ditindak dengan hukuman maksimal. Hal itu sesuai Pasal 170, 351 dan 406 KUHP tentang pengeroyokan, penganiayaan dan perusakan dengan ancaman penjara 7 tahun 6 bulan. Sedangkan terhadap semua anggota kepolisian yang bertugas dan terindikasi (terlibat) kasus tersebut, haruslah dikenakan tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI sesusai PP No.2 tahun 2003. Proses hukum (due process of law) dan penindakan hukum (law enforcement) haruslah dijalankan dan berlakukan kepada setiap orang yang terlibat tanpa pandang bulu.Presiden Jokowi diujung masa jabatannya, serta Kapolri Listyo Sigit, Kapolda Metro Jaya, harus ikut bertanggung jawab atas kejadian terhadap FTA ini, kita tidak sedang dalam negara kekuasaan (machtstaat). Walaupun sebagian besar pelaku pidana sudah tertangkap, terpenting kepolisian haruslah menyidik dan mengungkap sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1, siapa dalang (otak) yang menyuruh melakukan (doenplegen), yang melakukan (pleger) dan yang turut serta melakukan (medepleger), semua pihak yang telibat wajib diproses hukum. (*)
Muncul Kekuatan Pura-pura Berjuang Kembali ke UUD 1945
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih DALAM mewujudkan tujuan negara dalam pembangunan dewasa ini sangat lemah, tidak terencana secara sistematis dan tidak menunjukkan adanya konsistensi secara kesinambungan bahkan terkesan benturan satu dengan lainnya. Sangat dirasakan negara merindukan hadirnya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan kita. Kehadirannya hanya bisa terwujud apabila negara kembali ke UUD 45 sebagai dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara. Munculnya wacana melakukan kembali amandemen terbatas akan sia sia dan kalau itu dilaksanakan justru akan menambah ketidak konsisten dengan kaidah sistem tertib hukum Indonesia. Karena akan muncul persoalan bagaimana konsekuensi yuridis atas dasar hukum GBHN. UUD 2002 semakin memperkuat fakta bahwa inkonsisten dan inkoherensi dengan UUD 45 dan Pancasila sebagai sebagai sumber segala sumber hukum telah membawa bencana di Indonesia. Hukum sebagai suatu sistem mengandung arti bahwa hukum yang berlaku di Indonesia merupakan sistem nilai terdiri atas bagian -bagian yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan merupakan keseluruhan/kesatuan. Hukum bukan merupakan suatu institusi teknis yang kosong dengan moral atau steril terhadap moral. Sebaliknya hukum harus berbasis pada nilai yang berkembang dan dijunjung tinggi dalam masyarakat. UUD 2002 tidak lagi meletakkan musyawarah mufakat sebagaimana terkandung dalam budaya filosofi Pancasila. UUD 2002 sudah tidak ada hubungannya dengan Revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945. Bahkan merupakan tindakan pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945. UUD 2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 45 pada Alinea IV, namun dalam penjabaran pasal pasalnya di UUD 2002 yang 97 % sudah dirubah berisi paham liberalisme - individualisme. Nilai nilai filosofis Pancasila serta asas - asas \"Staatsfundamentalnorm\" telah dimarjinalkan dengan filosofis liberalisme, individualisme, dan pragmatisme. Dampaknya sumber sumber strategis kesejahteraan rakyat di kuasai kapitalis asing. Dalam pelaksanaan demokrasi Pemilu / Pilpres bukan hanya bangsa ini terbelah, juga di kuasai oleh oligarki dan asing. Sampai disini akan memberikan gambaran khususnya saat negara berdasar UUD 2002 Presiden Joko Widodo bersama kekuatan Taipan Oligarki dan kekuatan asing bebas melakukan apapun di Indonesia. Joko Widodo harus menanggung akibatnya sebagai korban UUD 2002 dan siapapun presidennya selama masih berlaku UUD 2002 akan menjadi korban berikutnya. Anehnya akhir akhir banyak kekuatan yang seolah olah sedang berjuang kembali kembali ke UUD 45 asli tetapi perilaku terbaca dengan jelas dan terang sedang mempertahankan paham liberalisme, individualisme dan prakmatisme.(*)
Bravo Iran, Bravo Sinwar
Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Universitas Trisakti SELAMA 75 Tahun arogansi Israel di Timur Tengah, terutama di Palestina, inilah kali pertama Israel berbalik menerima pukulan telak yang memalukan. israel menghadapi situasi yang sangat mengkhawatirkan sepanjang sejarah. Dihantam sekitar 500 rudal hipersonik Iran. Semua orang, terutama masyarakat Gaza dan Lebanon, menyambut gembira. Termasuk masyarakat dunia lainnya yang selama ini mengutuk arogansi Israel. Pastinya, detik-detik serangan masif rudal Iran ke Israel, sudah sangat lama dinantikan. Iran benar-benar mewujudkan janjinya. Mengejutkan dunia, terutama Israel, Amerika dan sekutu lainnya. Lewat operasi \"Janji Setia 2\", ratusan rudal disasarkan secara terorientasi ke target-target utama. Iran melesatkan rudalnya ke titik-titik pangkalan militer Israel di sekitar Tel Aviv: Nevatim, Netzarin Tel Nof. Meskipun wilayah ini dilindungi sistem pertahanan (Iron Dom) paling canggih di Israel, tapi suksesi serangan mencapai 90% merusak target. Selain Tel Aviv, rudal Iran juga terlibat jatuh di beberapa kota lainnya dan berhasil merusak fasilitas vital termasuk gedung pencakar langit. Suasana horor begitu mencekam, raungan sirine dan teriakan histeris warga sahut-menyahut. Iron Dom yg dibangga-banggakan, tak berdaya mencegah serangan rudal Iran. Paling fenomenal dari serangan Iran, sampai detik ini, meskipun berhasil mengahncurkan fasilitas militer dan vital lainnya, tapi tidak satupun jatuh korban dari kalangan sipil Israel. Netanyahu tampil dalam konfrensi pers dengan kondisi tangan dan suara yang terlihat gemetar tanpa henti. Antara menahan rasa takut, rasa marah dan rasa malu. Menyatakan siap melangsungkan serangan balasan yang lebih dahsyat. Begitupun Amerika dan Prancis yang langsung mengutuk dan mendorong Dewan Kemanan PBB menggelar rapat darurat pukul 10 WIB pagi tadi. Presiden Biden menyatakan dukungan penuh ke Israel. Tengah didiskusikan bersama Netanyahu terkait rancangan serangan balasan Israel ke Iran. Amerika memastikan konsekuensi berat akan segera diterima Iran. Juru bicara Gedung Putih, Jack Sullivan juga menegaskan, pihaknya, bersama Israel dalam waktu dekat akan memastikan terjadinya serangan balasan. Iran meresponnya dengan kalimat elegan. Untuk saat ini, untuk sementara, serangan rudal balistik kami selesai. Namun jika Israel, Amerika dan sekutu melakukan serangan balik, maka kami akan merespon serangan berikutnya dengan kehancuran yang lebih besar terhadap infrastruktur Israel. Iran juga mengancam akan menargetkan aset-aset regional sekutu Israel yang selama ini terlibat bersama Israel. Serangan Iran membuka alternatif baru dalam wajah konflik di kawasan. Menjadi pemicu meningkatnya ketagangan regional dengan potensi akselerasi eskalasi menuju perang terbuka yg lebih masif dan meluas. Hal ini bergantung pada langkah balasan yang nnti dilakukan Israel dan Amerika. Semakin tinggi intensitas balasan Israel dan sekutu, semakin besar respon Iran, semakin dahsyat eskalasi konflik. Artinya, potensi kecamuk perang makin tidak terkendali dan akan menyeret banyak pihak. Pernyataan Iran, selain membalas kematian petinggi Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, pemimpin sayap milisi luar negeri Iran yang paling tua (dibentuk 1982) yang tewas dalam akibat rudal Israel di Lebanon, serangan terbaru ini juga untuk membalasa provokasi, serangan dan genosida Israel di Palestina, terutama di Gaza yang berlangsung hampir setahun. Di sinilah titik menariknya. Sejauh ini, Iran hanya mampu merealisasikan dukungannya secara tertutup kepada kelompok pejuang Hamas di Gaza. Bahkan hingga kasus kematian Ismail Haniyeh, Iran hanya mampu berjanji akan balik menyerang Israel. Masyarakat dunia, terutama oposisi di Iran dan warga Gaza, berharap Iran lewat IRGC akan balik menyerang israel dalam waktu dekat. Tapi kenyataannya, Iran hanya mampu bermain lewat sayap milisi IRGC di Lebanon, Irak dan Houthi di Yaman. Dimana konsentrasi serangannya berpusat di Lebanon. Belakangan, Pemimpin Hamas terbaru, Yahya Sinwar, sukses merajut komunikasi lebih intens, strategis dengan Hassan Nasrallah sehingga mempengaruhi pola serangan Hizbullah menjadi lebih agresif dan masif terhadap Israel. Pola lebih agresif yang dipraktikan Hizbullah dari perbatasan Lebanon, sukses menyulut Netanyahu melakukan serangan yang lebih masif ke Lebanon. Eskalasi serangan yajg meningkat, dilakukan secara random tanpa ada target yang terorientasi. Bukan hanya menyasar milisi Hizbullah, kebanyakan justru berdampak terhadap kerusakan fasilitas publik, perumahan dan ribuan korban jiwa dari kalangan sipil Lebanon. Didalamnya termasuk ekses terbunuhnya pemimlin Hizbullah, Hassan Nasrallah dan komandan Garda Revolusi Iran, Abbas Nilforoshan. Hanya berselang sepekan, pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei memerintahkan langsung serangan terbuka dari Iran ke Israel. Ali Khamenei mengatakan: \"Dengan pertolongan Allah, pukulan front pemberontakan akan semakin kuat dan menyakitkan bagi tubuh rezim Zionis yang sudah usang dan membusuk. Serangan garis depan perlawanan terhadap tubuh rezim Zionis yang sudah usang dan membusuk akan lebih dahsyat lagi\". Pola komunikasi Yahya Sinwar dengan para pendukungn regionalnya, terutama dengan Hizbullah dan Pimpinan Iran sangat efektif, mampu mendorong Kesediaan Iran melancarkan serangan langsung ke Israel. Eksesnya, telah membuka babak baru yg sedikit memberi kelegaan bagi warga palestina dan Hamas hadapi intensitas gempuran Israel di Gaza. Saat ini Israel dibuat sibuk, harus berfikir keras, membentuk pertahanan anti rudal yang lebih canggih untuk cegah serangan lanjutan rudal Iran, meningkatkan kemampuan alustistanya, belanja perangnya, termasuk mengorinetasikan perang secara masif di dua front selain Gaza, yakni Lebanon dan Iran sebagai sumber ancaman terbesarnya. Sinwar berusaha keras memanfaatkan papun yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi intensitas serangan Israel ke Gaza. Termasuk memanfaatkan Iran dan seluruh froxy milisinya yang juga sangat berguna untuk mengisi kelemahan strategis-alustista Hamas dalam melawan Arogansi Israel. Sinwar sadar, smanatomi kepemimoinan tertinggi dan militer Iran juga banyak pengkianat, kaki tangan-informan Israel. Tapi secara mayor, Sinwar juga mengerti, pola relasi Iran dan Israel saat ini berada dalam fase ke-4, permusuhan terbuka, setelah periode Ambivalen, persahabatan dan memburuk yang berakhir pada revolusi Iran 1979. Sinwar sadar, negara Arab di sekitar Palestina, hampir semuanya, termasuk Yordania dan Mesir udah masuk perangkap Jongos, dengan model mutakhir basis Abraham Accords buatan Amerika. Mendorong seluruh negara arab normalisasi hubungan dengan Israel. Ini alasan kenapa negara-negara Arab, mayoritasnya tetap diam, hanya sebatas ngoceh doang. Di sisi lain, iran juga mendapatkan manfaat yang berbeda dengan mendukung Hamas dan warga Palestina. Dengan membela Palestina, Iran bisa mempolitisasi dukungan dan kemarahan umat Islam dunia dalam rangka menggoyang konstrasi dan tindak lanjut Abraham Accords menyeret negara-negara Arab ber-makmum pada Israel menjadikan Iran sebagai common ennemy. Eksistensi Iran sebagai sandaran kekuatan militer utama di Gaza, tidak berdiri sendiri. Di belakang Iran berdiri Rusia, Cina dan beberapa koalisi lainnya. Iran sejalan kepentingan dan mewakili kepentingan oposisi Amerika dan Barat di kawasan regional. Artinya yang terjadi sekarang adalah perang froxy beserta milisi turunan. Perang kepentingan pengaruh dan dominasi adidaya dunia. Dalam konteks ini, Hamas di bawah pimpinan Sinwar, pasti memilih memanfaatkan kekuatan Iran yang mewakili kelompok oposisi Amerika, Barat, Israel. Memanfaatkan kelompok oposisi, membuat Hamas punya banyak kesempatan untuk menahan laju genosida dan ambisi Israel yg memang sudah sangat ngotot kuasai tanah Palestina lebih cepat. Pastinya, melihat Israel dihajar tak berdaya seperti ini adalah impian, harapan, cita-cita mayoritas manusia di dunia, terutama warga Palestina. Dan yang melakukannya adalah negara Syiah terbesar dunia Iran, bukan negara Sunni yang se-aqidah dengan warga Palestina. Sungguh hina negara-negara muslim Arab Sunni di sekitar Palestina, mampunya hanya menjadi jongos, sekutu Israel, Amerika dan Barat. Apapun motif serangannya, Iran patut diapresiasi. Banyak emosi dan kemarahan umat Islam dunia terbalaskan lewat aksi serangan Iran ke Israel. Semoga, serangan balasan berikutnya lebih dahsyat lagi..(*)
Karikatur Babi Panggang
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Di salah satu Group WA ada karikatur lucu dan menusuk yang mungkin berhubungan dengan peristiwa penyerangan acara silaturahmi dan diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang 28 September 2024 lalu. Ada tiga blok gambar karikatur tersebut, yang pertama berjudul \"DatangTak Diundang..\". Ada beberapa ekor babi hutan liar dan beringas menyeruduk dan mengobrak-abrik fasilitas sekitarnya, sementara di depannya ada orang-orang duduk mengelilingi meja yang terkaget-kaget memperhatikan serudukan babi-babi tersebut. Tertulis pada layar di pinggir meja \"Diskusi Tanah Air\". Blok kedua berjudul \"Salam Salaman..\". Tergambar babi-babi beringas tadi kini santai bersalaman dan berpelukan dengan figur-figur yang mirip dengan aparat Kepolisian. Blok ketiga berjudul \"Dipanggang..\" disini aparat Kepolisian berjajar bersiap duduk untuk Konperensi Pers sementara dibelakangnya bergantungan tontonan lima babi yang dipanggang. Di bawah jajaran aparat Kepolisian tertulis \"jadi pahlawan\". Karikatur di atas mendekati gambaran peristiwa penyerbuan dan perusakan atribut Diskusi Kebangsaan FTA di Grand Hotel Kemang pada hari sabtu lalu. Peristiwa yang berspektrum mulai sikap anti demokrasi, pelanggaran hukum, keterlibatan aparat hingga dalang di balik penyerbuan. Gerombolan itu membuat perangkap lalu terjebak dalam perangkapnya sendiri. Terkuak lagi melalui video baru yang tersebar, ternyata sebelum aksi dilakukan, ada pembicaraan di suatu ruangan hotel antara anggota tim penyerbu dengan pihak Kepolisian yang diduga Polsek Mampang. Tampak ketidaksabaran para gerombolan untuk segera bertindak atau bergerak. Pihak Kepolisian menenangkan khawatir mengganggu kenyamanan tamu-tamu hotel. Dengan fakta ini maka semakin terbukti bahwa semua gerak gerombolan diketahui oleh pihak Kepolisian. Diduga pihak Polsek bukan instansi \"dalang\" penggerakan aksi, ada intansi yang lebih tinggi yang \"menguasai\" gerombolan tersebut. Tidak ada alasan kuat bahwa gerombolan itu bertindak sendiri. Ada kerjasama dan fasilitasi. Tekanan publik yang kuat atas \"blunder\" aksi ini memaksa plan B dijalankan. Babi-babi itu harus dipanggang dan dipertontonkan. Pekerjaan dengan mengorder etnis tertetu telah memancing ketersinggungan elemen betawi dan organisasi keagamaan. Konsolidasi dukungan dan perlawanan atas perlakuan biadab kepada tokoh-tokoh kritis merupakan keniscayaan. Tokoh yang hadir bukan orang sembarangan. Benar ucapan Said Didu \"mereka salah pilih lawan\". Mungkin jika karikatur berlanjut akan muncul blok kermpat, aparat Kepolisian sedang dibriefing atau diarahkan oleh \"invicible hands\" hitam untuk mengatasi dampak hebat akibat perbuatan bodoh penyerbuan kegiatan diskusi di sebuah hotel. Demonstrasi di depan hotel saja sudah salah kaprah, apalagi menyerbu ke dalam lalu mengobrak-abrik fasilitas hotel. Tindakan itu dibilang nekad dan gambaran dari kepanikan tingkat dewa. Tidak ada pilihan lain selain menuntaskan secara obyektif faktor penyebab perbuatan nekad atas sebuah organisasi berjaringan internasional tersebut. Membongkar aktor di belakang atau dalang yang ternyata berujung pada babi-babi panggang yang dipertontonkan. Sampai tahap sekarang publik belum percaya aparat melakukan langkah yang obyektif dan serius. Kasus Sambo dan Km 50 dengan disain tipu-tipu publik jangan diulangi dan dibudidayakan. Negara Pancasila itu berasas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bukan Kebinatangan Yang Kerdil dan Biadab. (*)
Membaca Pikiran Sukarno tentang Komunisme
Oleh Joko Sumpeno, Pemerhati Sejarah dan Hukum Presiden Sukarno dalam bukunya berjudul \"Di bawah Bendera Revolusi\" berkata sebagai berikut: \"... maka, walaupun sosialisme atau komunisme itu diperangi sehaibat-haibatnja atau ditindas sekeras-kerasnja, walaupun pengikut-pengikutnja dibui, dibuang, digantung, didrel atau dibagaimanakan djuga: walaupun oleh penindasan jang keras dan pemerangan jang haibat ia kadang-kadang seolah-olah bisa binasa dan tersapu sama sekali, maka tiada henti-hentinjalah ia muntjul lagi dan muntjul lagi dinegeri jang kapitalistis, tiada henti-hentinjalah ia membikin gemparnja kaum jang dimusuhinja, menjatakan diri didalam riwajat dunia, sebagai ditahun 1848, ditahun 1871, ditahun 1905 dan ditahun 1917, — tiada henti-hentinja ia memperingatkan djurus riwajat jang menulis tambonja negeri-negeri Perantjis, Djerman, Inggeris, Rusia, Amerika, dan lain-lain negeri kapitalistis didalam abad kesembilanbelas dan abad kedua puluh, bahwa riwajat dunia-kapitalistis, tak dapatlah tertulis djikalau riwajat itu tidak dihubungkan dengan riwajatnja dan pengaruhnja pergerakan sosialisme atau komunisme tahadi. Selama kapitalisme sendiri belum lenjap, selama sumber-asalnja sosialisme atau komunisme sendiri masih mengalir, selama aturan jang memeras tenaga dan kehidupan kaum buruh itu belum berhenti, maka ...\" Begitulah Bung Karno meyakini paham komunisme adalah sebagai kenyataan pilar perlawanan terhadap penjajahan kolonialis Belanda di tanah Hindia Belanda pada dua dekade abad XX. Namun ketika Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang didahului dengan Sidang-sidang BPUPKI sejak 29 Mei sampai dengan 16 Juli 1945 dilanjutkan oleh PPKI 10-19 Agustus 1945, jelas tak ada peran PKI. Mantan Ketua PKI 1926, Tan Malaka yang telah berubah menjadi pemimpin nasionalis yang sekaligus komunis, melalui gerilya politik oleh kaki tangannya seperti Sukarni, Chairul Saleh , Wikana dan beberapa pemuda Menteng 31 Jakarta menolak hasil kerja BPUPKI dan PPKI, disebabkan itu merupakan proses dan hasil dari kaum fasis dan pengikutnya. Maka dari itu, datanglah Muso sejak Agustus 1948 dengan bersatunya kaum komunis Indonesia memberontak dan mendeklarasikan Negara Soviet di Madiun. Pasca kericuhan politik sepanjang 1950-1959, maka Bung Karno melahirkan konsep Nasakom atas obsesinya Persatuan Nasional dengan memberikan ruang bergerak bagi kekuatan kiri, khususnya bagi PKI . Bung Karno selalu mendorong agar PKI diterima oleh kaum Nasionalis dan Agama ke dalam Kabinet. Namun partai-partai Islam (Masyumi, NU dan PSII ....Perti diam saja) menolaknya, juga PNI terpaksa enggan menerima PKI. Bagi kekuatan Islam politik, PKI hanya berpura-pura menerima Pancasila.
DN Aidit, Ada Apa dengan Jawa Tengah dan Reinkarnasi PKI ke Depan
Oleh : Joko Sumpeno, Pemerhati Sejarah dan Hukum Dipa Nusantara Aidit adalah sebuah nama pengesahan di sebuah Kantor Notaris Batavia dari nama Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit bin Abdullah Aidit. Ketika ia berusia 17 tahun. Achmad Aidit alias DN Aidit lahir pada 30 Juli 1923, hari Senin Pahing di Tanjungpandan Belitung. Kelak dikenal sebagai Ketua CC PKI/ Menko - Wakil Ketua MPRS, penerima Bintang Mahaputera R. Ipada Agustus 1965. Sobron Aidit, adik Aidit menyapanya Bang Mamat. Pada 23 November 1965 dini hari ,Selasa Legi di Boyolali , tokoh PKI yang amat dekat dengan Bung Karno pada kurun 1960-1965 ini, menemui ajalnya di hadapan eksekusi regu tentara dari Brigade IV ( Tiga Batalyon F, G dan H ) di bawah Komandan Letkol Yasir Hadibroto di Boyolali Jawa Tengah. Entah secara kebetulan atau tidak, jelas pada 23 November 2019 , Sabtu Pahing, sekitar 55 tahun kemudian ini berlangsunglah Pertemuan Bedah Buku: PKI, Dalang dan Pelaku G30S/ PKI karya sejarahwan Prof. Dr Aminudin Kasdi, di Jakarta. Revolusi yang ia terus dengungkan di panggung sejarah R.I terutama.pada kurun 1960-1965, nampaknya memakan Aidit sendiri di akhir pelariannya di Jawa Tengah, khususnya di segitiga Jogja- Solo- Semarang, lebih khusus lagi di Solo- Klaten - Boyolali, sekitar hampir dua bulan diburu tentara ( 2 Oktober sampai dengan 22 November 1965 ). Ada apa kaitan pelarian dan atau persembunyian Aidit dengan nasib PKI dan pilihannya ke Jawa Tengah ? Tentu bisa ditelisik dari sepakterjang Aidit dengan PKI dan Jawa Tengah sebagai \"daerah basis\" kaum merah, khususnya lahir dan besarnya PKI di kawasan ini. Aktivis Ketika usia Aidit menginjak dewasa, di Batavia kemudian Jakarta, Aidit dikenal sebagai pemuda aktivis yang dengan sadar memilih jalur kiri. Sempat menjadi murid Mohammad Hatta. Aidit hanya menyelesaikan di Sekolah Dagang di Jakarta. Aktif di Barisan Pelopor, juga di Angkatan Pemuda Indonesia ( API ). Pada masa Revolusi Agustus, Aidit beserta teman-teman kiri - sosialis dan komunis - memilih bergerak di bawah tanah yang kemudian muncul pasca Proklamasi sebagai relawan pemuda pengawal Bung Karno, khususnya ketika berlangsung Rapat Akbar September 1945 di Lapangan Ikada Jakarta, sebagai ungkapan tekad: Merdeka atau Mati. Sejalan dengan kepindahan ibukota R.I sejak awal Januari 1946, maka PKI pun juga memindahkan pusat aktivitasnya ke Jogja dan sekitarnya. Nampaknya, PKI lebih semarak dan bergairah di kawasan ini, khususnya di Surakarta. Pada Kongres PKI ke empat di Solo Juli1946, Aidit mulai masuk jajaran CC ( Central Committee ) PKI atau Pengurus Pusat, sekaligus Ketua Fraksi Komunis dalam keanggotaanya di KNIP ( Komite Nasional Indonesia Pusat, semacam MPR/ DPR, lengkap dengan Badan Pekerja KNIP = DPR ). Sebelumnya, Aidit dianggap berjasa kepada PKI ber kaitan cuci-tangannya partai dalam Peristiwa Tiga Daerah ( Brebes, Tegal dan Pemalang ) yang berlangsung 3 bulan ( Oktober-November dan Desember 1945/) sebagai kesembronaan aktivis PKI antara lain Widarta dan Ali Archam cs menangani Revolusi Sosial yang gagal. Sedangkan Revolusi Sosial di Surakarta dianggap berhasil dengan penghapusan Daerah Istimewa Surakarta, sejak Juli 1946. Pada aktivitasnya di Solo inilah, DN Aidit menemukan jodohnya dengan menikahi Sutanti binti Mudigdo yang dokter dan anggota KNIP juga. Yang menikahkan adalah ideolog Komunis- Islam bernama Achmad Dasuki, alumni Sekolah Islam ( Mamba\'ul Ulum Surakarta Acmad Dasuki adalah ideolognya Islam yang miring ke komunis, pernah dibuang ke Digul bersama KH Misbach, sebelum menjadi aktivis SI merah Surakarta, KH Misbach adalah orang Muhanmadiyah seangkatan dengan Fahrudin murid KHAchmad Dahlan. Sedangkan Mudigdo adalah mantan Kepala Polisi di Semarang, asal Tuban, pernah aktif di Partindo / searah juang dengan PKI pula, mengajar di MULO Muhammadiyah Solo, dan terlibat Peristiwa Madiun yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Pada Agustus 1948, terbentuklah fusi kekuatan politik kaum kiri ( PKI, Partai Buruh - Setiajid, Partai Sosialis Amir Syatifudin, dll ) kedalam front bersama : FDR - Front Demokrasi Rakyat yang diketuai Musso, tokoh senior komunis I ndonesia yang lama bermukim di Moskow; seangkatan Semaun, Darsono dan Alimin. Di FDR ini, Aidit sebagai Sekretaris Dewan Eksekutif. FDR tak berumur panjang, menyusul kemudian meletus Peristiwa Madiun 18 September 1948 yang diawali pemogokan buruh kapas dan goni pada Mei sampai Juli di Delanggu, kekacauan antar lasykar (/Pesindo/ PKI dan Hizbullah/ Masyumi; antar kesatuan tentara Divisi Pasopati yang kiri melawan Siliwangi tentara reguler yang hijrah ke daerah Republik ( Jogja - Soloa - Kedu sampai Kediri akibat perjanjian Renville Juli 1946. Kegagalan PKI di FDR membawa tewasnya Musso, Amir Syarifudin (mantan Perdana Menteri/ Menhan di Kabinet yang dilimpinnya ), Setiajid dll. Selepas kegagalan PKI pada 1948, para aktivisnya yang sebagian tewas - bahkan Tan Malaka dan Menteri Soepeno yang tak terlibat Peristiwa Madiun, menemui ajal di hadapan sekelompok tentara, masing-masing di Tulungagung dan Nganjuk Jawa Timur - kekuatan kiri kocar kacir. Para aktivis tua dan muda yang tak terbunuh melarikan diri/ bersembunyi. Bersembunyi Pada 7 Januari 1951 Aidit muncul dari persembunyiannya antara Matraman Raya - Kramat Raya- Gondangdia, namun di koran Sinpo dan sempat dirumorkan, seolah-olah Aidit dan MH Lukman melarikan diri ke RRT. Itu kreasi Syam, agen ganda sejak dengan kelompoknya di Patuk Jogja. Rupanya, hoax pun sudah ada sejak dulu. Pada saat itulah, Aidit disebut sebagai Sekretaris Jenderal CC PKI dengan beberapa deputy yang mereka sebut Pendowo Limo ( DN Aidit, MH Lukman, Nyoto, Sakirman dan Sudisman ). Sakirman kakak kandung Jenderal S. Parman ( terbunuh pada 30 September 1965 ) pada awal 1950an menjadi Ketua Fraksi PKI di DPR. Pada tahun 1953 berakhirlah karir tokoh tua komunis Alimin dan Tan Ling Jie, digantikan Pendowo Limo di atas. Mulailah PKI agresif kembali, dengan puncak pencapaian pada Pemilu 1955 berhasil menjadi salah satu Empat Besar kekuatan politik di Indonesi: PNI 22,1 %, Masyumi 20,9 %, NU 18,4 %/dan PKI 16,3 %. Bagi PKI , hasil pemilu 1955 itu semakin menebalkan kepercayaan diri sebagai kekuatan politik yang harus diperhitungkan. Peristiwa Madiun, aksi-aksi pemogokan 1950-1951, seakan tidak mempengaruhi penampilan PKI sebagai partai yang rusuh dan pernah memberontak R.I. Bahkan Aidit malah berorasi dalam pembelaaan PKI atas keterlibatan apada Peristiwa Madiun 18 September 1948 sebagai reaksi atas pernyataan Mr Syamsudin dari Masyumi yang membandingkan kekecauan di berbagai daerah dengan petualangan PKI itu. Mr Syamsudin adalah mabatan Walikota Sukabumi, kini namanya diabadikan di RS Samsudin Sukabumi. Hasil suara untuk PKI, sebagian besar berasal dari penduduk di Pulau Jawa ( 89 % ), sisanya disumbang oleh Sumatera ( 8,6 % ) dan sisanya lagi dari pulau lain. Meskipun PKI memperoleh suara lebih kecil ketimbang Masyumi, NU dan PNI di Jakarta Raya dan Jawa Barat, namjn PKI boleh bangga di Jawa Tengah, PKI nomor dua setelah PNI dengan prosentase 25,8 %. Suara PKI di Jawa Tengah meningkat lagi pada pemilu DPRD Provinsi dan Kab/ Kotapraja bulan September 1957, sehingga PKI Jawa Tengah menggeser PNI. PKI menjadi partai nomor 1, dengan prosentase suara 34 %, PNI menjadi nomor 2, disusul NU dan terakhir Masyumi. Bahkan di Jawa Timur, meskipun NU tetap nomor satu namun jarak prosentasenya menipis. Semula NU 34,1% dan PKI 23,3 %...pada 1957 itu, jaraknya tinggal 3 %, dengan PNI hanya nomor 3 disusul Masyumi nomor 4. Nampaklah, bahwa Jawa Tengah merupakan daerah basis \" PKI khususnya dan Merah pada umunya. Suara PKI Jawa Tengah menyumbang 38,1 % suara nasionalnya PKI. Ditujuh kabupaten yakni Klaten (/prosentase terbesar dengan hampir 55 % sejumlah 204.128 suara bagi PKI dari semua suara yang masuk sejumlah 387.640 ), Cilacap, Boyolali, Grobogan dan Sukoharjo, PKI menang mutlak dengan suara lebih dari 50 %. Di beberapa kabupaten dan kota lainnya di Jateng, suara PKI juga mengesankan dan sebagai juara 1 yakni di Kabupaten -kabupaten Semarang, Kota Semarang, Temanggung, Blora, Gunung Kidul, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Dengan demikian, PKI dan Aidit pasti tahu bahwa Jawa Tengah adalah harapan besar di atas kenyataan yang menggembirakannya. Kelak terbukti pada 1965, ketika Jakarta gagal memimpin kudeta, Jawa Tengah terutama di Segitiga Solo- Klaten dan Boyolali, Aidit melarikan diri dan bergerak di kawasan tersebut. Bahkan setelah terbunuhnya Aidit pada 23 November 1965 dinihari lalu di Boyolali itu, pengurus CC PKI lainnya ( Rewang Cs ) memilih Blitar Selatan Jawa Timur sebagai kelanjutan gerpolisasi PKI. Blitar adalah peraih suara PKI terbesar di Jawa Timur - seperti halnya Klaten di Jawa Tengah - dengan 179.810 suara dari jumlah p suara semua yang masuk 386.355 suara. Bersiasat Pada 30 September 1965, malam Jum\'at Legi itu, PKI berharap merebut kemenangan revolusi di balik kewibawaan dan kekuasaan Soekarno yang merapuh. Kendati Aidit cs plus Subandrio cs bersiasat dengan manipulasi politiknya menuduh keberadaan Dewan Jenderal dan semata sebagai masalah intern Angkatan Darat, tetapi gagal sudah. Bahkan Aidit harus menyudahi kehidupannya melalalui pengejaran oleh tentara ( RPKAD dan Brigade IV Kodam Diponegoro ) dan tertangkap hampir tengah malam di rumah seorang buruh kereta api bernama Kasim, di Kampung Sambeng, Kelurahan Banjarsari - Kota Solo atas kerja intelijen Sriharto orangnya Jenderal Nasution yang disusupkan lama di Solo kemudian menjadi salah satu ajudan Aidit di Solo. Kemudian pada 23 November/dini hari,Selasa Wage 1965, Aidit tewas diujung letusan senjata api regu penembak dari Brigade Yasir Hadibroto di Boyolali. Sementara Soekarno ingin mengambil tindakan penyelamatan PKI sebagai partai yang revolusioner melalui penafian G30S/ PKI dan mengantikannya sebagai Gestok ( Gerakan Satu Oktober berdalih pada teknis perwaktuan, 30 September dinihari dianggapkan sebagai 1 Oktober ) ; disusul pembentukan Barisan Soekarno dan hampir perang antar Angkatan ( RPKAD dan Angkatan Darat pada umumnya versus AURI dan KKO serta AKRI Jatim ) serta tak tertahankannya aksi pemuda dan mahasiswa KAMI/ KAPPI di Jakarta, Bandung, Solo dan Jogja yang merupakan himpunan gerakan kaum muda Muslim plus angkatan muda Katholik dan Kristen serta Nasionalis kanan di bawah Osa Maliki dan Usep Rabuwiharjo berhadapan dengan massa PKI plus Nasionalis kiri Ali Sastroamijoyo dan Surahman ( ASU ), namun nasib sejarahnya kian meluncur ke jurang kehancuran. Berbulan- bulan kemudian, sejak Oktober 1965 sampai dengan 1968 dengan dualisme kekuasaan antara Istana dan Markas Kostrad ( Soeharto dan AH Nasution ) yang memuncakkan suhu politik dan menjatuhkan kursi kepresidenan Soekarno, maka akibatnya kian jelas bahwa PKI kalah di hadapan tentara dan rakyat yang tak mau dengan PKI. Muhammadiyah dan NU bersatu melawan PKI yang kian limbung di hadapan sejarah. Bahu membahu dengan teman-teman dari Partai Katholik dan Parkindo , menggumpalah kekuatan melawan PKI di bawah kepemimpinan Angkatan Darat blok Kostrad : Jenderal Soeharto dan Jenderal A.H Nasution. Aidit dalam usia yang sebenarnya merupakan awal kehidupan manusia yang sesungguhnya ( 42 tahun ) dan berhasil membawa PKI pada kurun 1955-1965 sebagai kekuatan politik yang disegani dan selangkah lagi masuk Istana, ternyata tragis di akhir kehidupannya. Kantor CC PKI di Jalan Kramat Raya nomor 57 dan paling megah dibanding Kantor Masyumi, NU, PNI dan Parkindo di kawasan Kramat Raya. Bahkan, PKI juga telah menyiapkan lahan ( kini dipakai Kemparpostel R. I dan Indosat ). Mendekati lokasi Istana Negara. Lubang Hitam Hampir saja juga menenggelamkan R.I ke lubang hitam. Akibat tragedi G30S/ PKI itu hingga kini masih meninggalkan jejak dendam yang setiap waktu bisa memicu keretakan sebagai bangsa dalam menegara. Diantara media sosial yang mengecam PKI dengan Aidit sebagai gembong pemberontakan, kini merembes pula pembelaan yang justru menempatkan PKI sebagai korban perang dingin, dikambinghitamkan oleh Angkatan Darat yang sejak 1950 -an akhir menakutkan Bung Karno sendiri. Berkelit dan berkelindan pula pembelaan terhadap Bung Karno seakan bersih dari noda sejarah kelam itu. Itu hak para pembelanya, namun didepannya juga harus diakui bahwa para korban kekiri-kirian politik Soekarno yang ditopang progresif revolusionernya PKI sejak 1960-1965 pun punya hak sejarah menuduh PKI dan kekuatan militer tertentu yang pejah-gesang nderek Bung Karno dengan segala manifestasnya terhadap kekuatan Islam. Hebat...juga PKI dan pendukungnya mengaku Pancasila yang sila pertamanya Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Bukankah mereka anti agama, sebutlah anti Islam dalam doktrin dan getol memusuhi kekuatan pelajar Islam ( PII dan HMI ). Menyerangnlatihan kader PII di Kanigoro Kediri, minta pembubaran HMI. Hal itu kini terulang kebencian terhadap Islam dibalik tuduhan politik identitas, Kadrunisasi dan kebijakan yang ingin mengubur politik dan eksistensi Islam di tanah air. Sinyal itu telah jelas ditunjukkan sebagaimana PKI pada era pasca Pemilu 1955 sampai gagal meledakkan revolusi kaum tani dengan sokongan Mao dan PKC. Kawan, ideologi tak pernah pernah akan mati. Terjadi revitalisasi, pribumisasi, inkarnasi di atas basis kontradiksi yang menjadi alat utamanya. Bukankah pada Revolusi Agustus yang PKI bersembunyi kemudian bangkit lagi sejak 1946 dan berkuasa melalui kekuatan kiri yang sehaluan. PKI memang tak pernah berkuasa. Selalu ditentang oleh kekuatan politik Islam dan nasionalis kanan meski main mata dengan nasionalis kiri. Kehebatan PKI adalah kekuatan infiltrasi dan parasitologi yang hampir merebut kekuasaan dengan bertopengkan pada konflik internal Angkatan Darat. Memakan korban sejak 1960-1965, tapi mengaku sebagai korban. Padahal itulah konsekuensinya atas revolusi yang mereka kobarkan sendiri. Mao bersedih Di hari-hari setelah kematian Aidit, Mao yang menjadi tutor bagi PKI Indonesia yang lebih memilih RRC ketimbang Uni Sovyet sebagai pelindungnya, Mao bersedih dan berharap juga, suatu saat PKI hidup dan semerbak lagi kelak di kemudian hari, sebagaimana diungkapkan Mao dalam pusinya yang dipersembahkan kepada Aidit di bawah ini. BELASUNGKAWA UNTUK AIDIT ( dalam irama Pu Saun Zi ) Di jendela dingin berdiri reranting jarangberaneka bunga di depan semarak riangapa hendak dikata kehembitaan tiada bertahan lamadimusim semi malah jatuh berguguran Kesedihan tiada terhinggamengapa gerangan diri diri mencari kerisauanBunga telah berguguran, di musim semi nanti pasti mekar kembali simpan harum wanginya hingga di tahun mendatang Nah, Anda bisa berintrepetasi : Apa dan bagaimana potensi Jawa Tengah sebagai kantong tebal bagi suara yang merah dan kiri itu....? *
Presiden Joko Widodo Wajib Berhenti Dalam Masa Jabatan, Ini Alasannya (Bagian 2)
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) SELAMA menjabat Presiden dua periode 2014-2019 dan 2019-2024, Jokowi telah melakukan banyak pelanggaran peraturan perundang-undangan dan Konstitusi. Ada tiga modus pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan rezim Jokowi. Pertama, Peraturan Presiden melanggar sejumlah Undang-Undang (UU) dan Konstitusi. Kedua, Undang-Undang melanggar sejumlah Undang-Undang lainnya dan Konstitusi. Ketiga, pelaksanaan pemerintahan melanggar sejumlah Undang-Undang yang berlaku dan Konstitusi. Peraturan Presiden yang melanggar sejumlah UU dan Konstitusi sudah dijelaskan di bagian 1 dari tulisan ini. Pelanggaran modus kedua, UU melanggar sejumlah UU lainnya dan Konstitusi, menjadi topik bahasan dalam tulisan ini, sebagai berikut: 1. PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 …”. Selanjutnya disebut PERPPU Covid-19. Pertama, PERPPU Covid-19 yang “mewajibkan” Bank Indonesia membeli Surat Utang Negara di pasar perdana, melanggar peraturan tentang independensi Bank Indonesia, seperti diatur di dalam Konstitusi, Pasal 23D UUD 1945, yang berbunyi “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”. Yang kemudian diatur dan ditegaskan di dalam Pasal 55 ayat (4) UU No 17 Tahun 2003: “Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara … kecuali di pasar sekunder.” Artinya, bentuk dari independensi Bank Indonesia, antara lain “tidak boleh membeli surat utang negara, kecuali di pasar sekunder”, yang merupakan bagian dari kebijakan moneter. Kedua, PERPPU Covid-19 mengatur APBN ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Hal ini melanggar Pasal 23 ayat (1) UUD, yang berbunyi: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang …. PERPPU Covid-19 juga melanggar Pasal 3 ayat (2) UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara yang menegaskan, “APBN dan Perubahan APBN setiap tahun ditetapkan dengan UU”. 2. Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), melanggar sejumlah UU dan Konstitusi. UU IKN menetapkan Pemerintah Daerah IKN dinamakan Otorita, dengan Kepala Daerah dinamakan Kepala Otorita, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, serta tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). UU IKN ini melanggar Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (6) UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia dibagi atas, atau terdiri dari, daerah-daerah Provinsi, dan daerah Provinsi terdiri dari Kabupaten dan Kota, dengan Kepala Daerah masing-masing dinamakan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. UU IKN juga melanggar UU Pemerintahan Daerah No 23/2014, bahwa pembentukan daerah baru (provinsi, kabupaten atau kota) melalui pemekaran daerah, dan wajib mendapat persetujuan dari DPRD pemerintah daerah yang dimekarkan, serta wajib memenuhi persyaratan administrasi lainnya. Dampak atas pelanggaran ini, sebagian teritori milik dua kabupaten di Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Timur, direbut alias “dianeksasi” oleh pemerintah pusat, melalui Otorita IKN (setara Kementerian atau Lembaga) yang merupakan bagian dari pemerintah pusat. Artinya, pendapatan asli daerah yang seharusnya masuk APBD kedua Kabupaten tersebut direbut dan diakui sebagai pendapatan Otorita, dan masuk APBN. Kenekatan Jokowi memanipulasi bentuk Pemerintahan Daerah menjadi Otorita didasari niat jahat agar Pembangunan Daerah Otorita IKN dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan dana APBN. Laporan BPK menunjukkan banyak masalah dalam proyek pembangunan IKN, indikasi terjadi banyak kebocoran. Sebagai konsekuensi, maka semua pengeluaran negara terkait Otorita IKN yang cacat hukum ini menjadi tidak sah, dan harus diakui sebagai penyimpangan APBN dan menjadi kerugian negara. Apalagi kalau proyek pembangunan Otorita IKN ini benar-benar menjadi mangkrak. 3. Undang-Undang Cipta Kerja dan PERPPU Cipta Kerja, melanggar sejumlah UU dan Konstitusi. PERPPU Cipta Kerja memanipulasi faktor “Kegentingan Memaksa”, dengan alasan akan ada “krisis ekonomi global”, untuk memaksakan penerbitan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang menjadi dasar ditetapkannya Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini melanggar Pasal 22 UUD terkait “Kegentingan Memaksa”, yang pada prinsipnya tidak boleh berdasarkan prakiraan, tetapi harus berdasarkan fakta nyata, bahwa peristiwa genting sedang berlangsung. Dalam hal PERPPU Cipta Kerja, faktor genting “krisis ekonomi global” harus sedang terjadi, dan di samping itu tidak ada UU yang bisa mengatasi peristiwa genting “krisis ekonomi global” tersebut, sehingga terjadi kekosongan hukum, dan karenanya diperlukan UU (atau PERPPU) dalam waktu secepatnya untuk mengisi kekosongan hukum tersebut. Faktanya, tidak ada “krisis ekonomi global”. Tidak ada kegentingan memaksa. Karena itu, penetapan PERPPU Cipta Kerja tidak sah, menipulatif, karena tidak memenuhi persyaratan “Kegentingan Memaksa” Pasal 22 UUD. Kemudian, pelaksana PSN seharusnya adalah negara (pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD). Tetapi kemudian dimanipulasi dengan mengikutsertakan proyek swasta, seperti Rempang, PIK-2 atau BSD, dan karena itu melanggar PERPPU Cipta Kerja tersebut. Selain itu, penetapan PSN dalam PERPPU Cipta Kerja juga melanggar Konstitusi terkait Hak Asasi Manusia, Pasal 28H ayat (4) UUD yang berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.” Sedangkan status PSN disalahgunakan untuk mengusir dan “merampas” lahan milik masyarakat secara paksa, seperti yang terjadi di Wadas, Rempang, PIK-2, BSD, dan lainnya. Masih banyak UU yang dibuat rezim Jokowi yang bertentangan dengan UU lainnya dan Konstitusi. Antara lain, Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mewajibkan masyarakat untuk menabung, melanggar hak masyarakat untuk memilih apakah konsumsi sekarang atau nanti (menabung). Mengingat pelanggaran peraturan perundang-undangan yang sudah begitu banyak, Jokowi tidak layak lagi menjabat Presiden, dan harus diberhentikan. (*)
Polisi Terlibat Penyerbuan Diskusi FTA?
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PERISTIWA memalukan dan memilukan terjadi pada tanggal 28 September 2028 di Ball Room Grand Kemang. Sekelompok preman yang seluruhnya bermasker menyerbu ruangan tempat yang akan digunakan untuk diskusi. Kelompok atau gerombolan ini langsung mencabuti dan merusak atribut atau fasilitas diskusi yang sedianya diselenggarakan oleh Forum Tanah Air (FTA) yang bermarkas di New York USA. Terjadi insiden kecil di luar antara gerombolan dengan Satpam Hotel. Sebagian tamu atau tokoh yang hadir hanya kaget dengan serbuan tiba-tiba tersebut. Setelah merusak dan membawa fasilitas yang ada, gerombolan preman tersebut segera keluar sambil berupaya membubarkan acara. Diskusi sendiri belum dimulai. Panitia dan para tokoh tidak membubarkan diri melainkan mengadakan Konperensi Pers darurat untuk menyikapi kejadian brutal dan tidak beradab tersebut. Lucunya, aparat keamanan sepertinya membiarkan kejadian tersebut. Bahkan setelah mereka digiring ke luar pagar hotel, terlihat petugas Kepolisian berangkulan hangat dengan pimpinan dan beberapa anggota gerombolan tersebut. Dugaan terjadinya kerjasama antara aparat dan gerombolan semakin menguat. Ini bukti yang dapat menjadi pintu masuk bagi pengusutan tindakan brutal dan kriminal tersebut. Dalam Konperensi Pers yang dipandu Hersubeno Arief, Ketua FTA Tanta Kesantra, Prof Dien Syamsuddin, Mayjen Purn Soenarko, Said Didu, Refly Harun, Bunda Merry, Marwan Batubara dan Rizal Fadillah pada pokoknya mengecam perilaku biadab gerombolan preman tersebut, mendesak Kepolisian untuk mengusut tuntas, serta akan menyiarkan peristiwa ke berbagai negara di lima benua. Pelanggaran hak-hak asasi manusia dan demokrasi seperti ini tidak dapat dibiarkan. Diskusi Kebangsaan FTA dihadiri juga oleh tokoh-tokoh seperti Jenderal Purn Fahru Rozi, Brigjen Purn Purnomo, Prof Sayuti, Gde Sriana, HM Mursalin, Ust Donny, Ir. Syafril Sofyan, Ida Kusdiyanti, Jumhur Hidayat, Abraham Samad dan lainnya. Tanpa memenuhi kemauan gerombolan, acara berlangsung santai hingga makan siang. Obrak-abrik mereka gagal mencapai target, hanya tindakan bunuh diri bagi preman-preman, kepolisian dan rezim Jokowi. Kini peranyaannya apa kata dunia? Tangkap dan proses hukum 25 anggota gerombolan preman-preman biadab. Kapolri Jenderal Listyo harus menindak aparat Kepolisian yang jelas-jelas terlibat, Jokowi harus bertanggung jawab. Forum Tanah Air (FTA) adalah kumpulan Warga Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia. Kaum diaspora ini memiliki kepedulian dan kecintaan tinggi kepada tanah airnya. Ingin Indonesia menjadi lebih baik ke depan. Peristiwa penyerbuan acara FTA menjadi cermin wajah pemerintahan Jokowi yang semakin membusuk. Operasi premanisme, brutalisme, melanggar demokrasi dan hak asasi, haruslah mendapat sanksi. Apalagi melibatkan oknum-oknum Polisi. Tangkap anggota gerombolan dan proses hukum. Tindak anggota Kepolisian yang terlibat baik tingkat Polsek, Polres ataupun Polda. Hukum, demokrasi, dan HAM harus dihormati. (*)
Post Power Syndrome Sungguh Menyakitkan
Oleh Miftah H. Yusufpati Jurnalis Senior INI kisah Pak Karyo, sebut saja namanya begitu. Dia adalah pejabat tinggi. Lebih tinggi dari wakil gubernur. Kala masih menjabat, wajahnya selalu berseri, penuh dengan semangat dan vitalitas. Ia sangat dihormati anak buah dan koleganya. Saban hari ia selalu bertabur pujian, sanjungan dari tetanga dan masyarakat sekitar . Setiap pagi, sopir mengantar ia berdinas ke kantor dengan dua pengawal yang selalu menjaganya. Pak Karyo selalu tampil gagah dengan seragam kebesarannya. Ia sungguh menikmati status kepejabatannya. Anak istrinya pun terlihat berpenampilan “wah”. Kenyamanan, kehormatan, pujian, diterima olehnya dengan senang hati dan mungkin dia merasa ini abadi. Pak Karyo kini sudah pensiun. Tapi Pak Karyo belum siap kehilangan jabatannya. Saban pagi ia masih mengenakan pakaian kebesarannya, dan meminta sang sopir mengantar berdinas ke kantornya. Awalnya, sang sopir bingung, hanya saja, lama-lama terbiasa. Pagi-pagi ia mengantar Pak Karyo ke kantor gubernuran, lalu berputar-putar, pulang. Pak Karyo masih menggaji dua orang pengawal dan seorang sopir. Tugas mereka sama persis laiknya ketika Pak Kayo masih menjabat. Pada saat menghadiri undangan dari LSM atau organisasi massa, dua pengawal itu dibawa serta. Tugasnya, membuka pintu mobil, memberi hormat saat akan turun dari mobil maupun saat akan naik ke mobil. Secara materi, Pak Karyo berkecukupan dan di atas rata-rata rakyat negeri ini. Tapi bila dilihat dari hakikat kekayaan, ia masih miskin. Ia masih berharap pemberian dari negara. Ia belum bisa lepas dari tunjangan dan fasilitas yang rutin diterimanya. Lebih dari itu ia masih butuh puja-puji dari tetangga dan anak-buahnya. Kadang susah, kadang senang. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang memimpin, kali lain dipimpin. Hari ini menjabat, besok kehilangan jabatan. Bagitulah hidup. Tapi Pak Karyo tak siap jatuh, ketika tengah menikmati kejayaan itu. Apa yang dialami Pak Karyo dalam dunia psikologi dikenal dengan post power syndrom . Ada tiga aspek kehidupan kita yang mesti terpenuhi, yaitu aspek fisik, aspek rohani dan aspek akal. Untuk benar-benar kaya, ketiga aspek tersebut harus terpenuhi. Dan sebaliknya, agar ketiganya terpenuhi, seseorang harus kaya. Namun dalam kasus Pak Karyo, fisiknya sudah pasti kaya. Begitu pula akal, intelejensinya tentu bagus, karena dia jadi pejabat. Hanya saja, rohani, jiwanya masih miskin. Hidupnya menjadi pincang karena melupakan aspek rohani. Boleh jadi ia termasuk orang yang rajin beribadah, cuma tidak benar-benar memenuhi kebutuhan rohaninya. Soalnya, rohani atau mental atau keyakinannya menolak untuk tak menjabat lagi. Presiden Jokowi dan para menterinya sebentar lagi akan meninggalkan kursinya. Tengoklah mereka, adakah di antaranya mengalami nasib seperti Pak Karyo? Post power syndrome sungguh menyakitkan
Ibu Negara dalam Stres Berat
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih STRES berat adalah kondisi saat seseorang mengalami stres yang lebih intens dan sering daripada stres biasa. Stres berat dapat berdampak negatif pada kesehatan, emosi, perilaku, dan cara berpikir seseorang Menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Presiden Indonesia, serangan demi serangan menghujam Jokowi dan keluarganya. Sindiran, kritik pedas hingga ancaman seret ke pengadilan, tuduhan politik disnasti Joko Widodo dan macam macam serangan negatif bermunculan dari berbagai arah. Posisi Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) di gungang keras untuk dibatalkan pelantikannya, bukan hanya karena stigma anak haram konstitusi, tiba tiba muncul kaskus fufu fafa yang sangat tidak layak di miliki seorang Cawapres. Muncul fenomena Jokowi harus benturan dengan Megawati, hanya sebagian masyarakat tetap mengambil jarak apapun alasanya selama sepuluh tahunn Jokowi berkuasa adalah sebagai petugas partai PDIP dan sama sama sebagai andi dalem Taipan Oligargi. Hanya harus di akui jasa Megawati berhasil mencegat ambisi Jokowi untuk perpanjangan masa jabatannya dan atau nafsu jabatan presiden tiga periode. Dosa dan kesalahan Jokowi terbesar dan sangat fatal adalah pelanggaran konstitusi, dan memproduksi macam macam UU dan peraturan lainnya tampak sangat jelas merupakan orderan dari Taipan Oligarki dan program OBOR RRC. Indonesia akhirnya terjebak macam macam masalah dalam kelola penyelenggaraan negara mempertaruhkan kedaulatan negara dalam bahaya kehancurannya. Lebih celaka hampir semua pejabat negara dari pusat sampa bawah semua menjadi piaraan Taipan Oligarki. Menjelang peralihan kekuasaan kepada Prabowo Subinto keadaan belum ada titik terang karena setelah bergabung dengan penguasa oligarki dan terseret masuk dalam radar dan janji janji akan meneruskan jejak kepemimpinan Jokowi, bahkan Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan selalu menyatakan bahwa Jokowi guru politiknya. Terlalu dini saat ini mempertaruhkan harapan kepada Prabowo untuk mampu menyelamatkan Indonesia. Prabowo Subianto sama posisinya dalam pantauan, pengawalan dan pengawasan rakyat. Prof. Ihsanudin Nursi mengatakan : beban Prabowo Subianto amat sangat besar, karena musuh dalam selimutnya teridentifikasi melampui kapasitas dirinya. Kemarahan rakyat kepada Jokowi sudah sampai di ubun ubun kepalanya, menerjang dan akan menerkam Jokowi dan keluarganya. Tercium informasi Ibu Negata \"Iriana\" dalam kondisi stres berat karena harus menerima cacian, hujatan dan ancaman dari masyarakat yang sangat berat dan besar. Harus mendapatkan pendampingan psikiater dari salah satu perguruan tinggi dari Solo untuk menenangkan dirinya (check re chek kebenarannya ).(*)