Mahasiswa Mulai Mereaksi 100 Hari Omon-omon

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan

MESKIPUN Prabowo pernah terserang stroke semoga tidak berpengaruh pada pola pengambilan kebijakan politiknya dalam menunaikan jabatan sebagai Presiden. Jabatan  yang telah diimpikannya bertahun-tahun. Dapatkah ia konsisten pada sumpah untuk berbuat demi rakyat bukan kepentingan diri atau kroni?

Kebijakannya tidak jelas seperti mengikuti naluri saja, mudah marah seperti orang dengan kekuasaan besar di tangan, bawahan enak ditunjuk-tunjuk, namun ciut nyali menyebut orang yang ditakuti. Jokowi, misalnya. Sangat hati-hati untuk tidak menyinggung persaannya. Bahkan dipuji-puji. Ini bukan strategi, tapi fakta dari ciut nyali. 

Rekor baru pecah, Presiden dengan usia jabatan baru 100 hari sudah didemonstrasi. Mahasiswa berbagai kota mengkritisi kebijakan Prabowo. Orang lingkarannya membela bahwa ini akibat kesalahan informasi atau miskomunikasi. Tetapi itu alasan sumier, nyatanya adalah pemerintahan Prabowo memiliki masalah. Lebih banyak omon-omon atau terlalu gede omong ketimbang bukti nyata.

Foto Prabowo dan Gibran dibakar, terselip juga pembakaran foto Mayor Teddy yang nampak semakin aktif memfungsikan diri sebagai "orang berpengaruh". Melengkapi "duo bocil" dalam pemerintahan Prabowo, yaitu G&T Gibran dan Teddy.  Tampilan komplit dari Teddy mantan ajudan, Sekretaris Kabinet, hingga Teddy Bear sang boneka mainan lucu itu. Tampilan artis juga.

Dipicu oleh teriakan "hidup Jokowi" dan "Ndasmu" yang memberi pesan bahwa Prabowo itu tak bisa dipisahkan dariJokowi, membuat harapan untuk menjadi antitesis atau mengubah pola pemerintahan terdahulu pupus sudah. Dengan pidato maka keajegan ikut goyah. Meledak-ledak namun kehilangan arah. Potensi blunder besar saat pidato di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

Mahasiswa menyebutnya Indonesia gelap. Tidak menjadi terang, bahkan ada celetukan habis gelap terbitlah gelap gulita. Prabowo dalam 100 hari kekuasaannya tidak mampu membuat fondasi yang kokoh untuk kemajuan ke depan. Kebijakan efisiensi beradu dengan bangunan potensi korupsi, pemangkasan pun berpadu dengan penggendutan. Menjadi bahan tertawaan. 

Gerakan aksi mahasiswa akankah membesar ? Tergantung sikap Prabowo. Jika represif, maka dipastikan akan membesar dan membuka peluang Prabowo tumbang, tetapi bisa pula diredam jika ada langkah pembuktian seperti reshuffle Menteri titipan Jokowi, cabut PSN PIK 2, beri sanksi Aguan atas berbagai pelanggaran, keluarkan Perppu Pimpinan KPK, ganti Kapolri, hingga mempersilahkan penyelidikan dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme Jokowi.

100 hari omon-omon telah menimbulkan reaksi. Prabowo jangan merasa telah mendapat mandat penuh rakyat, banyak rakyat meyakini kursi kepresidenannya didapat dengan cara curang. Prabowo Gibran lho, bukan sendirian. Jadi sesungguhnya yang dikritisi bahkan dilawan oleh mahasiswa dan kekuatan oposisi lainnya saat ini adalah koalisi Jokowi-Gibran-Prabowo. Ketiganya merepresentasi rezim bobrok dan kebobrokan berkelanjutan.

Setelah serempak di mana-mana muncul grafiti adili Jokowi, berbalas hidup jokowi, kini Prabowo mendapat serangan. Mahasiswa yang ditunggu-tunggu muncul juga. Mereka melihat potensi kegelapan bakal muncul di era Prabowo Gibran. Rezim dan para pendukung menyatakan, kan baru 100 hari, justru 100 hari itu ternyata Prabowo tidak membuat fondasi perbaikan yang kokoh.  Artinya tidak ada harapan.

Muak dengan dalih sabar atau strategi atau nanti Prabowo akan kembali ke jati dirinya. Jati dirinya yang mana? Faktanya koruptor akan dimaafkan, Cina jahat tetap merajalela, Kepres PKI tidak dicabut, makan gratis terus jadi isu,  penegakan hukum tidak steril kepentingan politik, playing victim, Jokowi malah dijunjung tinggi. 
Mahasiswa wajar marah. Mereka mewakili aspirasi rakyat yang cerdas dan merdeka. (*)

40

Related Post