Situasi Sosial Berpotensi Ditunggangi Kepentingan Geopolitik
Oleh Haris Rusly Moti/Eksponen Gerakan Mahasiswa 1998 Yogyakarta
KEPENTINGAN geopolitik berpotensi mulai menunggangi situasi social. Tujuanya untuk menciptakan eskalasi politik. Sejumlah kebijakan nasionalistik kerakyatan yang menjadi dasar dan arah Pemerintaahan Prabowo berpotensi mengundang masuknya tangan-tangan senyap menciptakan situasi ekskalatif.
Kebijakan nasionalistik kerakyatan yang dibangun di atas dasar dan arah Pembukaan UUD 194. Misalnya, keputusan untuk bergabung menjadi anggota BRICS. Kebijakan untuk membentuk Danantara dan Bank Emas. Selain itu, kebijakan yang mewajibkan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam di dalam negeri.
Kebijakan Presiden Prabowo yang terbaru adalah efisiensi untuk mengendalikan hutang luar negeri dan mencegah kebocoran penggunaan anggaran. Pemerintah Prabowo juga mendorong program hilirisasi komoditi agar nilai tambah (value added) bisa dinikmati di dalam negeri. Selama ini nilai tambah ekonomi dari produk-produk komoditas Indonesia dinikmati oleh pembeli di luar negeri.
Jika di masa lampau tangan-tangan geopolitik itu masuk secara terbuka melalui lembaga donor. Mereka membiayai kepada sejumlah organisasi konvensional seperti Lembagat Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) untuk mendikti arah kebijakan pemerintah. Sekarang peluang itu mendapatkan hambatan berarti dari Presiden Prabowo.
Sekarang polanya berbeda. Tangan-tangan geopolitik dan lembaga donor melakukan rekayasa salah paham terhadap sejumlah kebijakan pemerintah. Mereka membenturkan masyarakat dan mengobarkan kemarahan publik melalui social media dan open source. Namun pola ini kemungkinan susah untuk berhasil, karena kesadaran nasional kuat dari kelas menengah masyarakat Indonesia.
Jiwa patriotik Presiden Prabowo menjadi benteng yang kukuh menjaga persatuan bangsa. Presiden Prabowo tidak pernah dan tidak akan upaya asing untuk memecah belah bangsa Indonesia. Apalagi membenturkan masyarakat untuk urusan kekuasaan. Seperti yang pernah terjadi kemarin-kemarin. Masyarakat diaduk-aduk melalui influenser dan buzzer. Membenturkan kelompok si anu dengan kelompok si ono.
Jika muncul protes dan kritik kepada pemerintah, maka itu karena salah paham saja. Kurang paham terhadap kebijakan strategis pemerintah. Padahal arah dan terobosan Presiden Prabowo sudah tepat dengan sejumlah kebijakan strategisnya. Namun masih membutuhkan pemahaman, penyesuaian dan penyempurnaan di tingkat implementasi.
Jangankan mahasiswa dan masyarakat luas yang masih butuh waktu untuk memahami terobosan dan arah kebijakan Presiden Prabowo. Para pemangku kebijakan, baik yang di pusat hingga daerah saja masih membutuhkan pemahaman. Butuh penyesuaian dalam pelaksanaan terhadap program startegis tersebut.
Untuk itu wajar saja jika terjadi anomali dan keanehan gerakan mahasiswa. Sebagai contoh, isu yang diangkat gerakan mahasiswa justru mempersoalkan soal efisiensi yang ditujukan untuk mencegah kebocoran dan mengendalikan hutang luar negeri yang sudah menggunung. Sampai akhir Desember 2024, utang pemerintah mencapai Rp 8.680 triliun (detik.com 15/12/2024).
Menjadi anomali, karena persoalan hutang luar negeri, kebocoran anggaran dan korupsi adalah isu yang puluhan tahun justru diperjuangkan oleh gerakan sosial di Indonesia. Anomali seperti ini bisa saja terjadi karena salah paham. Bisa juga karena adanya rekayasa salah paham oleh kepentingan geopolitik. Bisa didalangi oleh kekuatan kapital dan raja kecil dalam negeri yang dirugikan oleh kebijakan Presiden Prabowo tersebut.
Dipastikan Presiden Prabowo dan semua komponen bangsa sepakat dengan masukan dan kritik dari berbagai kalangan bahwa anggaran pendidikan termasuk anggaran riset dan kajian mestinya tidak menjadi objek efisiensi. Karean ruh atau nyawanya pendidikan tinggi itu ada pada riset, inovasi dan pengabdian. Alokasi anggaran pendidikan harus tetap sesuai dengan perintah UUD 1945.
Jikapun ada efisiensi terhadap anggaran pendidikan, mesti dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai dampaknya mengurangi kualitas dunia pendidikan. Termasuk juga kesejahteraan dari para pendidik guru, dosen dan guru besar harus dipertimbangkan akibat berkurangnya biaya pendidikan.
Rekonstruksi efisiensi anggaran yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR akan berpihak pada kemajuan pendidikan nasional. Bermanfaat untuk kemajuan riset dan inovasi yang dipimpin oleh kampus-kampus. Dampaknya bangsa kita dapat tampil menjadi bangsa inovator. Bukan bangsa yang hanya bisa pakai produk teknologi asing.
Kritik dan masukan terkait efisiensi biaya pendidikan pasti mendapat perhatian Presiden Prabowo. Karena memang betul, yang dibangun adalah jiwa serta raganya para pelajar dan mahasiswa kita. Kewajiban memenuhi gizi pelajar sekaligus menjaga agar kualitas pendidikan dan fasilitas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak dikurangi.
Jangan sampai kita efisiensi anggaran dengan menghapus beasiswa untuk memberi makan gizi gratis kepada pelajar di sekolah-sekolah anak kelas menengah yang sudah kelebihan gizi. Kritik dan masukan seperti itu sudah dijawab oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad. Dipastikan tidak ada efisiensi yang mengurangi bea siswa dan kualitas pendidikan tinggi kita.
Presiden Prabowo dipastikan konsisten melaksanakan efisiensi pada sektor sektor yang menerima anggaran realokasi dan refokusing hasil penghematan. Efisiensi akan dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis. Kiritik terkait tata kelola, akuntabilitas dan efisiensi pelaksanaan makan bergizi gratis dipastikan akan direspon secara baik oleh pemerintah.