Coretax Pajak Sri Mulyani Berpotensi Sabotase Program Presiden Prabowo
Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri jangan diam saja. Jangan tunggu Presiden Prabowo sindir-sindir atau meradang dulu baru kaget-kagetan dan bergerak. Semua intitusi penegakan hukum harus mulai pelakukan penyelidikan awal tentang dugaan korupsi proyek Core Tax Administration System (Coretax) di Diitjen Pajak yang mulai berantakan. Pemberlakuan Coretax berakibat penerimaan pajak di bulan Januari 2025 turun 64 triliun atau 41,86% dibanding Januari 2024 sebesar Rp 152,89 triliun.
Coretax kalau bahasa kerennya. Biar kelihatan seperti hebat dan sudah modern sistem perpajakan di Indonesia. Kalau di masyarakat di pasar loakan yang tidak paham istilah asing itu namanya “Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP). Disinyalir Coretax ini sebagai inovasi terbaik dan terhebat dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak kekinian.
Anggaran yang digelotorkan untuk pengadaan Coretax ini luar biasa besar. Semula hanya Rp 977 miliar. Namun belakangan yang mengerjakan proyek minta tambah lagi anggaran. Kemetrian Keuangan kucurkan lagi Rp 233 miliar untuk sistem Coretax pajak ini. Akibatnya untuk sementara total anggaran yang diberikan pemerintah sebesar Rp 1,2 trliun rupiah. Sayangnya, proyek Coretax untuk untuk sementara bermasalah.
Kamapanye besar-besaran tentang kehadiran Coretax apajak digencarkan di berbagai media massa. Entah berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk kampenya ini. Tidak kurang pegawai-pegawai Ditjen Pajak juga diduga dikerahkan untuk rajin menulis di berbagai laman media sosial kebehatan Coretax. Mungkin saja ada penghargaan atau honor untuk setiap tulisan yang bernada mendukung penerapan Coretax.
Awalnya, pada Juni 2024 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang anggaran yang digelontorkan untuk reformasi pajak ini sebesar Rp 977 miliar. Orang yang dipercaya menjadi manejer proyek Coretax ini adalah sahabat dan orang dekat Menteri Kuangan, yaitu Iwan Djuniardi. Sehari-hari Iwan Djuniardi ini dipercaya Sri Mulyani sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penerapan Hukum Pajak.
Saat baru dimulai, proyek ini belum pakai nama “Coratex”. Nama yang digadang-gadang kepada publik adalah “CTAS”, singkatan dari Core Tax Administration System. Sementara istilah Indonesia masih tetap “PSIAP”, yang berarti singkatan dari Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Sayangnya, nama dan istilah CTAS ini diperkirakan bermasalah. Malah diduga gagal. Proyek ini gagal karena terjadi penyelewengan atau korupsi anggran proyek. Untuk itu, disiapkan rencana langkah penyelamatan. Dimulai dari meminta tambahan anggaran sebesar Rp 223 miliar kepada Menteri Keuangan. Permintaan untuk tambahan dana ini dikabulkan Menteri Keuangan, sehingga proyek ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun. Bereskah masalahnya Coretax? Ternyata tidak juga.
Sudah berhasil meminta tambahan anggaran Rp 223 miliar, namun hasilnya tetap saja masih amsyong atau gagal total. Untuk itu, nama proyek lalu diganti. Dari semula itu CTAS, berubah menjadi Coretax. Rupanya langkah dan strategi ini untuk sementara berhasil. Hari ini yang lebih dikenal publik adalah Coretax dengan anggaran Rp 1,2 triliun. Kalau masih kurang juga, mungkin nanti bakal minta tambahan anggaran lagi.
CTAS yang dengan recana awal anggaran Rp 977 miliar, pelan-pelan mulai dilupakan publik. Sampai di sini kerja dari tim sosialisasi dinyakan sukses dan berhasil. Sejumlah program pemanis juga dikampanyekan. Tercatat ada tujuh program pemanis yang berhasil dijual kepada masyarakat untuk membenarkan permintaan tambahan anggran sebesar Rp 223 miliar, dengan nama baru adalah Coretax.
Pertama, pedaftaran wajib pajak yang lebih praktis, akuntabel dan vcalid. Kedua, pelaporan Surat Pemberitahuan yang lebih sederhana dan terstruktur. Ketiga, sistem pembayaran pajak yang lebih fleksibel. Keempat, pengawasan terhadap keputusan pajak yang lebih akurat. Kelima, kemudahan layanan pajak dalam satu portal. Keenam, Taxpayer Account Manajemen (TAM) atau mamajemen akun wajib pajak untuk pengelolaan data yang transparan. Ketujuh, pemeriksaan dan penegihan pajak yang lebih efisien.
Masalah mulia timbul karena sampai pertenaghan bulan Maret 2025, Kemeterian Keuangan belum juga merilis progres Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bulan Januari 2025. Biasanya pada tahun-tahun sebelumnya, di akhir bulan Fabruari setiap tahun, Kementerian Keuangan sudah merilis perkebangan realiasi APBN bulan Januari. Namun untuk Januari tahun ini agak aneh. Tidak seperti biasanya?
Publik lalu bertanya-tanya, apa gerangan yang terjadi dengan perkembangan APBN di bulan Januari? Ada masalah yang seriuskah dengan nasib APBN kita? Setelah tunggu di bulan Maret hampir dua minggu, baru ketahuan kalau Coretax yang selama ini sanggat dibangga-banggakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bermasalah lagi. Semoga saja tidak minta tambahan anggaran lagi.
Masalah Coretax kali lebih berat dari yang sudah-sudah. Tenyata Coretax bukan saja menambah masalah baru, namun kemungkinan bisa mengganggu semua target dan rencana peneriman di APBN. Keberdaan Coretax mebuat realisasi penerimaan pajak di bulan Januari bermasalah serius. Penerimaan pajak turun seperti terjun bebas.
Pada Januari tahun 2024, penerimaan dari pajak itu Rp 152,89 triliun. Sementara untuk Januari 2025 hanya Rp 88,89 triliun. Terjadi terjadi penuruan pajak di Januari 2025 ini sebesar Rp 66 triliun atau setara dengan 41,85%. Coretax menjadi masalah utama dari penerimaan pajak. Pemasukan untuk negara terhalang setiap hari sebesar Rp 2 triliun lebih. Dikhawatirkan bulan Februari 2025 masih mengalami hal yang sama.
Turunnya penerimaan pajak pada bulan Januari 2025 terjadi untuk dua komponen penting, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPh pasal 21. Penerimaan PPn turun sebesar Rp 24,62 tiliun atau setara dengan 57%. Pada Januari tahun 2024, penerimaan pajak dari PPn sebesar Rp 35,6 triliun. Sedangkan penerimaan dari PPh pasal 21 juga turun sebesar Rp 28,6 triliun, atau setara dengan 65%. Penerimaan pajak PPh pasal 21 pada bulan Januari 2024 adalah Rp 43,6 triliun.
Sistem penerimaan pajak sudah diganti dengan Coretax. Anggaran yang dibelanjakan sengat jumbo, yaitu Rp 1,2 triliun. Namun Coretax pajak dengan anggaran sebesar itu masih bermasalah. Faktanya Coretax mangganggu penerimaan pajak kepada negara. Penerimaan pajak turun drastis. Akibatnya mengganggu, bahkan mensabotase hampir semua program-program strategis Presiden Prabowo, seperti Makan Bergizi Gratis (MGB), pembangunan tiga juga unit rumah, dan pemberantasan kemiskinan.
Untuk itu, institusi negara yang bertugas melakukan penegakan hukum, sudah harus mulai melakukan penyelidikan awal skandal Coretax ini. KPK, Jampdus dan Bareskrim jangan diam saja. Jangan tunggu Pak Prabowo teriak dulu baru bergerak. Patut diduga telah terjadi penyelewangan penggunaan anggaran.
Kemungkinan juga terjadi mark up anggaran. Selain itu, barang yang dibeli bisa jadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Semua kemungkinan pelanggaran dan penyelewengan keuangan di proyek Coretax pajak ini bisa saja terjadi. Dampaknya itu sangat merius. Dapat mengganggu hampir semua ruang gerak kita sebagai bangsa. Bisa lumpuh pemerintahan.