OPINI
Indonesia Akan Pecah, Perang Saudara Akan Terjadi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih Kajian Politik Merah Putih, pada Rabu malam, 19 February 2025, melakukan kajian intensif atas situasi perkembangan politik negara yang semakin mengkhawatirkan. Diawali dari kajian analisa Prabowo Subianto mengutip novel Ghost Fleet yang meramalkan Indonesia bakal bubar pada 2030. Presiden Megawati Sukarnoputri juga memperingatkan, bahwa Indonesia dapat menjadi apa yang disebutnya \"Balkan di Hemisfer Timur\" kalau rakyatnya tidak berusaha lebih keras untuk menjaga kesatuan negara, ( disampaikan pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2001). Bahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengungkapkan lima skenario masa depan Indonesia. Pertama, Indonesia diramalkan akan mengalami nasib terpecah seperti yang terjadi di kawasan Balkan. Menjadi banyak negara kecil-kecil, karena munculnya sentimen kedaerahan yang kuat di mana-mana. Kedua, Indonesia berubah menjadi negara Islam bergaris keras, karena munculnya sentimen keagamaan yang ingin meminggirkan ideologi Pancasila. Ketiga, Indonesia akan berubah menjadi negara semi otoritarian yang arahnya tak jelas. Keempat, Indonesia akan berjalan mundur alias kembali memperkuat negara otoritarian. Kelima, Indonesia diramalkan menjadi negara demokrasi, terutama negara demokrasi yang stabil dan terkonsolidasi. Hanya sedikit yang meramalkan bahwa Indonesia bisa menjalankan skenario kelima. (14 Agustus 2009, terekam di halaman 95 buku SBY Superhero karya Garin Nugroho). Era rezim Jokowi, sama sekali tidak peduli arah kebijakan dan penyelenggaraan negara, karena kemampuan dan kapasitas yang minim sebagai Presiden, kelola negara diserahkan kepada Oligarki (RRC), negara menjadi kacau balau saat diwariskan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam kondisi kacau rakyat berharap banyak Presiden Prabowo akan bisa mengatasi keadaan dengan cepat, menjauh dari Jokowi (sebagai pengkhianat negara) dan rakyat telah menyatakan baiat akan membersamai kebijakan tugasnya menyelamatkan Indonesia. Keadaan berubah dengan cepat seperti di sambar petir, ternyata Prabowo larut dengan kebijakan Jokowi ditandai dengan berbagai ucapan dan ungkapan yang tidak layak disampaikan seorang Presiden Keadaan tidak semakin membaik situasi semakin memburuk, sinyal perang antar etnis di indonesia terasa sulit dihindari karena kekacauan ekonomi dan politik di indonesia dari pergantian Pax Americana ke Pax China tidak akan terhindarkan. Presiden Prabowo mengabaikan aspirasi dan suara rakyat bahkan seperti mengecek dan menantang pada HUT Gerindra dengan sanjungan \"hidup Jokowi\" berulang-ulang, seperti lepas kontrol, hilang etika, adab dan kepatutan yang semestinya tidak boleh terjadi karena sangat menyakiti rakyatnya. Karena sebab kebijakan lainnya yang tidak pro rakyat, munculah demo mahasiswa di seluruh wilayah Indonesia, di liput banyak negara. Di tengarai Jokowi tetap pada prinsipnya sesuai skenario awal yang di dukung oligarki (RRC) potensi menurunkan Prabowo dari jabatannya sebagai Presiden justru akan dipercepat, untuk segera digantikan oleh Wakil Presiden. Sekiranya ini terjadi lebih cepat, huru hara tidak bisa di hindari. Akan terjadi perang antar etnis bahkan perang saudara dan Indonesia pecah benar benar akan terjadi lebih cepat. Wallahu\'lam. (*)
Kalkulasi Trump-Netanyahu, Israel-Hamas Makin Pragmatis
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior PRAGMATISME PM Israel dan Hamas makin membuncah. Begitu juga Presiden Trump, pasca bertemu Raja Abdullah. Tiba-tiba Hamas memodifikasi tawaran \"roadmap\" kesepakatan tahap dua. Dari membebaskan sisa 56 sandera bertahap, menjadi sekaligus. PM Benyamin Netanyahu, pun membalas perubahan Hamas. Duet Kepala intelejen Mossad (David Barnea), dan Shin Bet (Ronen Bar) yang reguler menjadi tim perunding Israel-Hamas. Kini tidak lagi. Diganti. Menunjuk mantan Dubes Israel di Washington (AS) Ron Dermer. Netanyahu sepertinya ingin \"menghapus\" semua \"barrier\" yang terafiliasi dengan kelompok \"Sayap Kanan\" (garis keras). \"Benang merah\"nya, Netanyahu yang didukung Trump. Ingin mengakhiri polemik 16 bulan yang \"mengiris\" perekonomian Israel di berbagai sektor. Kehancuran ekonomi, pariwisata, dan image genosida yang menempatkan Israel ke kasta \"paria\" HAM. Telah menyisihkan Israel ke luar dari pergaulan dunia. Baik oleh musuh, \"kawan\" seperti Spanyol, Norwegia, dan Irlandia ikut menjauh. Adalah pukulan telak terhadap dua pemimpin \"sayap kanan\": Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir, dengan penggantian David Barnea (Direktur Intelejen luar negeri)-Ronen Bar (Direktur Intelejen Dalam Negeri) kepada orang dekat Netanyahu, Ron Dermer. Barnea-Ronen Bar yang sering berselisih dengan Netanyahu, selama ini enggan melanjutkan proses gencatan senjata. Sepertinya, keduanya berada dalam genggaman Bezalel Smotrich-Ittamar Ben-Gvir. Sementara Netanyahu yang tersandera oleh kekuatan \"sayap kanan\" di koalisi pemerintahannya. Juga menghadapi \"pressure\" dari rakyat Israel, yang menginginkan seluruh sandera bisa cepat dibebaskan. Nampak, Netanyahu ingin membingkai ulang dan berhitung. Antara melanjutkan peperangan, yang \"in motion\" tidak mengantarkan pada pemberangusan Hamas. Atau mengikuti \"kurva\" 15 bulan ke belakang, tanpa kemenangan. Korbannya bukan substantif (Hamas). Langkah Raja Abdullah (Yordania), yang mengingatkan Presiden Donald Trump. Tentang \"bahaya laten\" memindahkan 2,2 juta rakyat Palestina. Sepertinya dipahami Trump. Ada tiga aspek yang akan mengubah peta geopolitik AS terhadap Timur Tengah. Bila itu \"dipaksa\" dilakukan Trump. Pertama. Perjanjian perdamaian Israel-Mesir (1978) dan Israel-Yordania (1994) tak akan mungkin bisa dipertahankan dengan \"pressure\" apa pun oleh AS. Bila Mesir tetap bertahan dengan kesepakatan yang ditandatangani pendahulu Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi (baca: Anwar Sadat). Sel-sel \"tidur\" fundamentalis Mesir akan bangkit dan menggerogoti stabilitas Mesir. Buah \"simalakama\", bagi AS-Israel. Bila Mesir menyudahi perjanjian perdamaian 1978, maka arus persenjataan dari perbatasan Gaza akan dengan mudah masuk ke dalam wilayah pendudukan Israel (Gaza & Tepi Barat). Satu hal yang lebih ditakuti AS-Israel, teman dekat AS-Israel di negara Teluk (Gulf) yang berbentuk kesultanan (UAE, Qatar, Bahrain, Oman, Kuwait). Akan mudah runtuh oleh kaum fundamentalis yang teruji. Pengusiran 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir-Yordania. Akan menjelmakan sebagian dari mereka sebagai fundamentalis (alami) yang inklusif. Menyebar ke seantero Timur Tengah, bahkan dunia. Mengganggu sahabat-sahabat AS. Sebagai pengamat, saya yakin. Presiden Donald Trump tak akan meneruskan ucapannya, menjadi realitas. Netanyahu pun juga berhitung, dan terlihat dengan mengganti Ketua Tim perundingnya. Penunjukkan Ron Dermer menggantikan David Barnea-Ronen Bar adalah isyarat. Netanyahu mulai menjaga jarak terhadap gagasan \"cabut gencatan senjata\", dan usir 2,2 juta rakyat Gaza ke Mesir dan Yordania. Ide \"gila\" yang diinginkan \"Sayap Kanan\" Israel ini, bahkan bisa mengubah geopolitik secara ekstreem. Kerugian AS akan lebih banyak. (*).
Jangan Takut pada Gibran, Sikat Saja!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BERKEMBANG opini atau pandangan seolah tak peduli bahwa Prabowo menyanjung dan membela Jokowi. Tidak perlu dikritisi karena jika nanti Prabowo goyah dan tumbang maka Gibran akan ambil alih. Relakah kita dipimpin oleh Presiden Gibran? Opini atau pandangan seperti ini seperti benar tetapi sesungguhnya kabur. Prabowo beruntung menjalankan pola \"playing victim\" agar semua kebijakan menjadi dimaklumi, bahkan, didukung. Gibran adalah Wapres \"jadi-jadian\" dalam arti jadinya dimasalahkan. Dimulai dari Putusan MK yang memperluas persyaratan, KPU yang menerima pendaftaran sebelum mengubah PKPU, skandal Fufufafa yang berkonten ujaran kebencian, pencemaran, penistaan agama, dan pornografi. Karakter kanak-kanak dan cuma kerja bagi-bagi buku atau susu. Kualitas Gibran dinilai payah. Dalam kompetisi wibawa atau kompetensi antara Prabowo dengan Gibran tentu sangat jauh. Tingkat keamanan jabatan Prabowo lebih terjaga, sebaliknya Gibran rawan. Ia hanya berlindung pada cawe-cawe ayahnya Jokowi. Rakyat tentu akan memihak Prabowo dalam hal singkir menyingkirkan ketimbang kepada Gibran yang dijuluki \"bocil\", \"samsul\" atau \"fufufafa\". Prabowo meminta agar Gibran menjadi pasangan Wapresnya dengan harapan Jokowi akan \"all out\" membantu memenangkan kompetisi. Nyatanya Jokowi melakukan apa saja untuk menyukseskan anaknya. Curang pun diangga lumrah. Kini setelah sukses, Prabowo terkesan memomong dan memberi mainan pada Wapresnya. Rambut gondrong juga ikut diurusnya. Ternyata isu berkembang atau mungkin dikembangkan bahwa Prabowo akan \"ditelikung\" di tengah jalan, dibuat berhalangan tetap dan digantikan Gibran. Ada juga isu berbasis perjanjian. Lalu publikpun dipaksa selalu curiga dan menduga-duga. Prabowo terancam, muncul manuver yang seperti membenarkan pola. Prabowo dideklarasikan sebagai Capres 2029. Dagelan politik mulai dimainkan. Rakyat \"dipaksa\" mendukung Prabowo dengan asumsi-asumsi. Daripada Gibran, katanya. Padahal Prabowo dan Gibran, bahkan Jokowi, adalah satu kesatuan. Satu kesatuan dari kecurangan dan penghalalan segala cara dalam politik. Ketika Gibran diserang dengan tudingan akun fufufafa, maka semua memproteksi. Prabowo diam saja atau berjoget hati? Penciptaan hantu ketakutan pada Gibran dan Jokowi menjadi pembenar untuk segala hal. Jika benar Gibran menakutkan sesungguhnya mudah saja untuk mengatasinya. Sikat dan ikuti ritme aspirasi rakyat yakni adili Jokowi dan makzulkan Gibran. Selesai. Tapi aneh Prabowo di samping bersukacita membiarkan Gibran, juga teriak hidup jokowi. Dipuja pujinya perusak negeri itu. Akal sehat politik harus melawan paradigma sesat tersebut. Kembalikan kedaulatan pada rakyat, rakyat yang jadi penentu bukan Presiden atau Wakil Presiden atau pula Presiden bekas. Bukan permainan Istana yang diikuti, tapi genderang perang rakyat. Istana harus tunduk kepada kemauan rakyat. Bila seenaknya berbuat, maka rakyat harus lebih keras berbuat. Dalam prrspektif pendek, jika benar Prabowo takut pada Gibran, ya sikat saja. Bukankah dalam tentara berlaku asas \"kill or to be killed\" sebagai kredo dalam pertempuran? Rakyat muak disuguhi tontonan drama politik murahan. Pelecehan kedaulatan rakyat dari rezim Jokowi yang dilanjutkan Prabowo. Indonesia memang gelap. Mahasiswa benar. (*)
Macan Asia Tenggelam di Laut Pantura Banten
Patriotisme Prabowo lebur tak tersisa bersama kasus pagar laut. Singa podium itu tak bernyali menghadapi Aguan. Oleh Ida N Kusdianti | Sekjen FTA PENETAPAN empat tersangka (Arsin, Kades Kohod dkk) terkait kasus pemagaran laut di Tangerang telah dipublikasikan oleh pihak kepolisian. Namun anehnya tidak dilanjutkan dengan penangkapan dan penahanan para tersangka, hanya sebatas pencekalan oleh pihak imigrasi. Perlakuan yang istimewa bagi tangan kanan Aguan, pemimpin tertinggi para pejabat pengkhianat di Republik tercinta ini. Wajar jika publik mulai curiga dengan pihak kepolisian yang berbelit belit dalam penanganan kasus tersebut. Nuansa tarik ulur dan kongkalingkong para herder Aguan dan oknum penegak hukum dicurigai karena sampai detik ini belum terjawab oleh penegak hukum, siapa yang memerintahkan pemagaran dan motif dari pemagaran tersebut. Mimpi besar Presiden Prabowo untuk menjadi tokoh Asia yang disegani dan diperhitungkan, terganjal oleh para pembantunya yang masih menghamba pada masa Jokowi. Maka jangan heran jika pidato Prabowo tidak linier dengan kebijakan yang dieksekusi oleh para menteri dan para penegak hukum baik KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian. Presiden Prabowo tidak menyadari bahwa Jokowi adalah makhluk yang paling licik di Republik ini. Jokowi mania terhadap kekuasaan dan sadis terhadap rakyat kecil lewat kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Beberapa di antaranya adalah menjadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai kedok untuk menggarong uang rakyat sebagaimana laporan PPATK bahwa dana PSN 36,68% menguap ke kantong kantong pribadi pejabat dan oligarki. Presiden Prabowo tidak sadar bahwa dengan mempertahankan kedekatannya dengan Jokowi akan menggiringnya ke tepi jurang untuk dikubur hidup hidup secara politik oleh kekuatan oligarki lewat tangga Jokowi. Di saat rakyat berteriak \"Adili Jokowi\", Prabowo malah memimpin yel yel dan teriakan di munaslub Gerindra dengan ucapan \"Hidup Jokowi\". Teaterikal ini menunjukkan seolah-olah Kabinet Merah Putih sedang menantang gelombang perlawanan terhadap tuntutan rakyat untuk \"Mengadili Jokowi\". Sebagian rakyat dan para tokoh memang masih menganggap bahwa ucapan- ucapan Prabowo terkait sanjungan pada Jokowi bagian dari taktik untuk meninggalkan Jokowi tanpa harus bergesekan, akan tetapi bagi publik itu langkah yang konyol mengingat Jokowi sudah terbukti menjadi satu satunya pemimpin yang ucapannya selalu bertolak belakang dengan perilakunya. Presiden Prabowo akan kehilangan momentum besar jika kasus pagar laut yang berdasarkan penelusuran disinyalir Aguan berada di balik semua pelanggan PSN PIK 2 ini tidak diselesaikan secara tuntas. Negara akan semakin tidak berdaya di hadapan oligarki jika gembong kejahatan penguasaan laut dan pantai tidak tangkap dan dihukum seberat-beratnya. Tindakan Aguan dkk tersebut sudah melampaui batas kewajaran sebagai warga negara yang seharusnya tunduk terhadap hukum, bukan menjadikan penegak hukum dan aparat sebagai alat untuk merampok negara. Pemagaran laut proses hukumnya tidak jelas, tidak berlanjut, dan terkesan mengambang. Bahkan sangat mungkin akan dihentikan menunggu rakyat lupa dan pecah konsentrasi. Kita tahu bahwa masalah utama dari inti kesewenangan ini adalah di daratan. Liciknya pemerintah hanya memberikan angin segar, memberikan permen pada rakyat yang sedang berteriak keras. Pemerintah hanya memproses sedikit dari PSN, yaitu sebatas pemagaran laut lalu rakyar eforia seolah masalah sudah selesai dan penguasa berpihak.pada rakyat. Padahal di balik itu semua PSN PIK 2 yang berupa daratan masih terus berlanjut dan terus dikembangkan. Inilah psikologis rakyat Indonesia yang mudah dikelabuhi, mudah dialihkan, mudah dipecah konsentrasinya. Selanjutnya masyarakat melupakannya dan tidak fokus pada masalah yang sebenarnya. Hal ini sudah terbaca oleh musuh kita, hingga mereka berpikir, biarkan saja, nanti juga berhenti sendiri, lupa dan perbanyak pengalihan isu. Presiden Prabowo sedang bermain, menari di atas generang yang ditabuh Jokowi sang psikopat yang menjadi sumber dari segala sumber masalah di negeri ini. The last one, tunjukkan taring macanmu Jenderal, jangan jadikan dirimu kucing.Rakyat sedang menunggu gebrakan dan manuver hebat. Kami tunggu di satu semester Kabinet Merah Putih. Bersuara, berjuang, bergerak bersama, semangat untuk Indonesia berdaulat. (*)
W0: Hidup Jokowi, WI: Mati Prabowo!
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan BANYAK oposan Jokowi mencoba merapat kepada Prabowo dengan alasan Prabowo akan dapat bersama-sama menuntaskan masalah Jokowi. Terhadap pihak yang kritis dan tetap waspada diingatkan untuk bersabar atas \"strategi\" Prabowo yang pasti jitu. Kelompok kritis diminta percaya, nanti saatnya Prabowo akan menampilkan pilihan sesuai jati dirinya. Acara Muslimat NU di Surabaya dan HUT Partai Gerindra di Sentul menjadi jawaban bahwa menunggu \"strategi\" adalah sia-sia, Prabowo bukan sedang berstrategi tetapi telah menetapkan pilihan. Pilihan itu adalah \"Jokowi guru politik\", \"Hidup Jokowi\" dan \"Terimakasih Jokowi\". Sudahlah, para penunggu godot berhenti untuk menanti. Prabowo telah bersama Jokowi. Adili Jokowi merupakan tuntutan pasca lengser. Tuntutan itu tidak mungkin terealisasi selama Prabowo masih menjadi Presiden. Prabowo bertekad melindungi Jokowi yang tidak boleh diganggu dan dikuyo-kuyo. Prabowo pasang badan artinya sudah tidak pakai strategi-strategian lagi. Ia masih menggandeng Jokowi untuk sukses Pilpres 2029. Jokowi dan Prabowo sama-sama gila kuasa. Mahasiswa, ulama, ema-ema, dan para pejuang lainnya harus bersikap tegas. Prabowo bukan teman untuk bisa menghukum Jokowi. Ia menantang rakyat dengan upaya mencarikan posisi penting bagi Jokowi. Ketika rakyat ingin Jokowi bertanggungjawab atas kejahatannya, Prabowo justru memuliakan dan mencarikan jabatan tinggi untuknya. Prabowo telah memilih dan siap berhadap hadapan dengan rakyat. Sesungguhnya itu pilihan aneh dan bodoh. Prabowo menyempurnakan pengkhiatannya atas rakyat. Karakter yang sulit berubah. Mengkhianati keluarga Cendana yang telah membesarkan, berkhianat pada TNI hingga terkena sanksi, lari dari kepedulian umat yang tercedarai di KM 50, serta berkhianat dengan bernikmat-nikmat menjadi Menhan di tengah rakyat yang terengah-engah diinjak Jokowi. Stop kepercayaan kepada Prabowo. Saatnya membenahi perjuangan sendiri tanpa harapan palsu akan posisi dan kebijakan Prabowo. Ia bukan pemimpin rakyat, ia adalah produk dari bantuan curang Jokowi yang diyakini berijazah palsu. Prabowo dijepit oleh jasa Guru dan ejekan Wapres putra sang Guru. Presiden yang terjepit tidak mungkin merdeka atau mampu bertindak bebas. Omong gede menjadi kamuflase dari ketertekanan. Nyinyir manifestasi dari kerendahan intelektualitas. Dan merasa besar adalah cermin dari jiwa yang kerdil. Prabowo bukan orang hebat meski ngomong meledak-ledak. Tampilan dan obsesi hero seperti Soekarno menjadi bahan tertawaan. Seruan adili Jokowi tetap menggema bahkan semakin membesar dan merata. Rakyat tidak akan takut oleh unjuk pembelaan Prabowo. Rakyat akan terus mencari jalan agar Jokowi ditangkap dan diadili. Semakin Prabowo memproteksi, pasti semakin dicaci maki. Tidak mustahil ke depan muncul desakan agar Prabowo bersama Gibran dimakzulkan dan diadili. Keduanya adalah produk sesat dan jahat tangan Jokowi. Prabowo telah memilih bersama Jokowi bukan bersama rakyat. Ini keputusan yang sudah sangat jelas. Jika Prabowo tidak bertaubat dan berubah, maka rakyat bisa menumbangkannya. Hasrat menjadi Presiden lagi untuk tahun 2029 akan pupus dengan sendirinya. Prabowo menjadi kisah dari pemimpin yang diterkam oleh bayang-bayangnya sendiri. Hidup Jokowi, mati Prabowo.Masih ada kesempatan untuk berubah. Asal cepat. \"It\'s now or never, tomorrow will be too late\". (*)
Prabowo di Antara Pro-status Quo dan Pro-perubahan
Oleh DR. Anton Permana | Pengamat Geopolitik dan Pemerintahan SEMENJAK demo besar-besaran yang digelar kelompok mahasiswa pada tanggal 17 Februari 2025 dengan jargon “Indonesia Gelap”, publik cukup terhentak dan tersadar. Karena demo terjadi hanya sehari setelah rangkaian gegap gempita Rapimnas Partai Gerindra yang begitu megah dilaksanakan. Boleh dikatakan, yang hadir pada Rapimnas tersebut adalah keterwakilan penuh kekuatan dan simbol kekuasaan seorang Prabowo dari segi politik. Ribuan kader, kepala daerah, anggota dewan mulai dari pusat dan daerah, para ketua partai politik, hingga para mantan presiden, wakil presiden yang masih hidup (minus Megawati) semuanya hadir. Belum lagi kalau kita dengar dan ikuti semua rangkaian pidato serta statemen dari para tokoh sentral yang hadir seperti Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Bapak Jenderal TNI Purn. Prof. Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono, dan juga Presiden ke-7 Joko Widodo. Bagaimana komitmen dua figur mantan presiden ini untuk mendukung penuh Prabowo, bahkan hingga untuk kembali maju jadi calon presiden di tahun 2029 mendatang. Dua dimensi politik yang cukup menarik dianalisis, game politik apa yang sedang bermain dari dua dimensi gap politik ini. Itu belum kita berbicara tentang semakin pedas dan kerasnya kritikan dari para kelompok oposisi dan kelompok pro-perubahan kelompok civil society. Yang dulunya hanya berfokus pada isu “Adili Jokowi dan keluarganya”, sekarang mulai bergeser ikut menyerang Prabowo dengan bahasa “Jenderal omon-omon”, pasca pidato “hidup Jokowi” dan ditunjuknya Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Danantara yang akan mengelola aset negara 900 Milyar USD. Ironisnya Jokowi baru saja dinobatkan oleh salah satu lembaga anti korupsi dunia yang terkenal OOCRP sebagai pejabat terkorup nomor 2 di dunia setelah Bashar Al Ashad, ex-Presiden Suriah. Setidaknya kita tentu sudah memahami, bagaimana perjalanan hidup dengan lika-liku jatuh bangunnya seorang sosok bernama Prabowo, mulai dari terlahir dari keluarga konglomerat, keluarga pejabat berpengaruh di zamannya, lalu berpindah-pindah tinggal sekolah di berbagai negara, masuk dinas tentara, menikah dengan anak Presiden Soeharto yang juga berkuasa waktu itu, sampai tragedi reformasi 98 terjadi. Sempat hijrah keluar negeri setelah diberhentikan dengan hormat dari kedinasan tentara dengan pangkat terakhir Letnan Jendral. Meski pernah memimpin pasukan elit Kopassus yang paling disegani. Tidak hanya sampai di situ. Beliau juga diterpa issue pelanggaran HAM, lalu ikut konvensi partai Golkar namun kalah. Baru membuat partai politik bernama Gerindra. Maju di ajang Pilpres, baik jadi Cawapres bersama Megawati di tahun 2009, jadi Capres dua kali 2014 dan 2019 yang juga kalah oleh Joko Widodo. Baru kemudian pada tahun 2019 pasca kalah Pilpres, Prabowo kembali mengambil langkah politik yang membuat dunia pun kaget, bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi yang notabone adalah musuh bebuyutannya di Pilpres sebelumnya. Lima tahun menjadi tim Jokowi, kembali Prabowo membuat langkah politik yang menggemparkan dengan menjadikan Gibran anak Jokowi sebagai Cawapresnya meski dengan penuh drama dan kontroversi di Mahkamah Konstitusi, namun langkah politik ini akhirnya membuahkan hasil. Yaitu, beliau berhasil dan menang Pilpres dan sekarang sudah menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8. Sejak 20 Oktober tahun 2024 yang lalu. Perlu ketenangan dan ketelitian mendalam untuk merenungi apa sebenarnya yang terjadi terhadap diri Prabowo saat ini. Tapi yang jelas, selain perjalanan hidupnya yang begitu dramatis mirip drama Korea hingga akhirnya menuju puncak kekuasaan ini, kita juga mesti sadar dan objektif. Setidaknya ada beberapa kepribadian dalam diri Prabowo yang tentu sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindaknya sekarang yaitu ; jiwa tentara, jiwa pebisnis, jiwa politisi, jiwa pejabat, dan jiwa penguasa atau juga bisa jiwa seorang negarawan. Ketika jiwa tentaranya muncul, maka lahirlah statemen dan kebijakan patriotisme nasionalisme seperti bagaimana negara ini kuat secara militer dan pertahanan, disegani dunia internasional. Hingga untuk permasalahan PIK-2 pun ketika jiwa tentaranya muncul atas nama kedaulatan negara yang terganggu, beliau langsung mengerahkan TNI AL untuk membongkar pagar laut di pantai utara Banten-Jakarta. Ketika jiwa pebisnisnya muncul, maka lahirlah semangat kompromi dengan para pebisnis dan pengusaha (oligarkhi) bagaimana menghasilkan “cuan” dan win win solution untuk masing-masing pihak. Pajak PPN barang mewah naik 12 persen, namun upah buruh juga naik 6,5 persen pasca bertemu Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat di Istana Presiden. Ketika jiwa politisinya muncul, maka lahirlah kebijakan-kebijakan oportunis dan defensif dari dirinya, seperti menempatkan orang-orang kepercayaannya di beberapa jabatan strategis meski kadang tidak sesuai aturan hukum seperti posisi Mayor Teddy di Seskab dan lain sebagainya. Namun di satu sisi, sebagai politisi yang paham dengan “bargaining of political power”, untuk pengamanan kekuasannya, maka beliau juga mengakomodir lini kekuatan politik luar untuk menjabat meski juga kadang figur yang ditunjuk mempunyai rekam jejak kontroversial. Bahkan cenderung pro-status quo dan tidak sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga lebih menjadi kabinet balas budi alias “happy cabinet”. Nah baru sekarang, kembali muncul jiwa seorang pejabat, penguasa dan kenegarawannya, bagaimana kadang terlihat terlalu “naif” terhadap aturan-aturan dan kebijakan birokratif serta protokoler. Sehingga, mulai terjadi “gap komunikasi” dengan kelompok civil society. Semacam ada kekuatan labirin protokoler ala pejabat konservatif yang mengepung, memproteksi, semua saluran komunikasi terhadap dirinya dan dimensi di luar kekuasaan. Sehingga tak terasa, semakin hari membuat gap ini semakin dalam, tajam, dan menjauhkan Prabowo dari kelompok civil society yang seharusnya banyak berinteraksi dengan beliau agar tidak terjebak dalam cara berpikir kaca mata kuda dan juga sebagai perimbangan saluran informasi. Hal ini mulai terlihat, ketika terlontar kata-kata tak elok seperti “ndasmu” dan banyak lagi yang lain ketika dirinya mengomentari kritikan dari pihak luar kekuasaan. Padahal, seperti yang kita semua ketahui sebelumnya, hal seperti ini bukanlah sifat dan jati diri seorang Prabowo. Beliau terkadang memang terlihat tempramental namun beliau selalu welcome terhadap semua kritik dan menyukai diskusi ilmiah dan intelek. Kesimpulannya dari kondisi ini, apakah Prabowo sekarang posisinya sudah larut dalam kelompok pro-status quo atau pro-perubahan, setidaknya kita bisa mengelompok kannya ke dalam tiga hal cluster analisis politiknya sebagai berikut: Pertama, bisa jadi Prabowo saat ini memang sudah larut dalam pusaran kekuasaan yang membutakan. Karena, kalau kita lihat inner cycle dan power yang mengitarinya saat ini memang dominan dan hampir full dengan kekuatan lama / status quo. Sehingga segala informasi, komunikasi, tentu sudah terkooptasi sehingga mudah membentuk persepsi seorang Prabowo secara perlahan namun presisi. Karena secara teori dalam rumus komunikasi, persepsi terbentuk karena dominasi input informasi. Ibarat teko, kalau diisi kopi ya keluar kopi, kalau diisi teh ya keluar teh. Asumsi ini yang akhirnya membuat kelompok civil society yang awalnya hanya fokus pada isu “adili Jokowi” sekarang mulai “marah” dan menggeser moncong meriamnya kearah Prabowo. Karena menganggap Prabowo adalah “boneka” nya Jokowi dan oligarkhi. Cuma yang harus jadi perhatian adalah apakah sudah semudah dan secepat itukah kita menjustifikasi sebuah kejadian dimana masa jabatan seorang Prabowo pun masih berjalan 100 hari? Ditambah lagi kalau dikaitkan dengan dinamika politik kekuasaan yang penuh dengan trik intrik jebakan serta cipta kondisi invisible hand. Kedua, bisa juga karena Prabowo basiknya adalah tentara, dan juga sekarang otomatis menjadi seorang negarawan. Ada keinginan baik beliau untuk rekonsiliasi semua lini kekuataan demi rasa persatuan dan kesatuan. Kedengarannya memang sedikit naif, namun potensi ini ada dalam jiwa seorang Prabowo. Bagaimana mentalitas dan spirit nasionalisme tentaranya ingin membangun rasa kebangsaan bersama, membangun bersama-sama dan menjauhi perpecahan. Apalagi Prabowo menyadari di dalam negara demokrasi itu sangat penting sebuah konsolidasi elitnya. Kalau elit politiknya kompak dan solid, maka pemerintahannya akan stabil. Untuk itulah, Prabowo mencoba merangkul semua cabang kekuasaan elit dan kelompok agar stabilitas pemerintahannya terjaga dan terkonsolidasi. Ketiga, sebagai seorang politisi, pembaca buku kelas dunia dan juga memiliki ilmu sandhi yuda. Prabowo tentu juga sudah memahami, serta mempunyai hitungan politik sendiri. Kalau dalam militer ada namanya rencana kalkulasi tempur relatif terhadap sebuah pertempuran. Bisa jadi ketika Prabowo mengatakan yel-yel “Hidup Jokowi” juga adalah berupa bentuk pesan Sandi Yudha, untuk menenangkan Jokowi yang mulai terjepit, tertekan fase isue PIK-2, pemangkasan anggaran IKN, pembatasan gerak Gibran, dan secara perlahan satu persatu mata rantai jaringan Jokowi di militer dan pemerintahan mulai dipreteli. Dan bisa juga, kenapa Jokowi yang ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas Danatara untuk menjegal secara halus Erick Tohir yang disinyalir akhir-akhir ini mulai melakukan banyak gerakan yang “aneh”. Toh tujuan Danantara didirikan juga salah satunya untuk memutus mata rantai dan kuasa BUMN yang terlalu full power dan rentan digunakan untuk kepentingan kelompok Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha). Yang perlu juga jadi catatan khusus bagi kita semua adalah Prabowo juga sudah pasti tahu bahwa tipikal seorang Jokowi yang berdarah dingin, “licik” ala politiknya di Solo, dan sampai saat ini bagaimanapun tentu masih punya dukungan kuat dari para oligarkhi yang happy di zamannya. Dan Prabowo pasti belum mau berbenturan langsung dengan Jokowi untuk saat ini. Tidak ingin Jokowi merasa terancam dan membuat serangan balik. Mudah bagi seorang Jokowi saat ini melakukannya. Dan itu resiko besar terhadap stabilitas kekuasaannya. Ditambah, Gibranlah otomatis yang akan mengambil kesempatan besar dari semua itu seandainya terjadi hal buruk yang membuat Prabowo lengser, sesuai pasal 8 UUD 1945. Artinya, Prabowo tentu juga sudah menghitung kalkulasi kekuatan politik, logistik, jaringan, dukungan, hingga juga kekuatan-kekuatan para musuh, kawan, lawan, maupun segala bentuk anasir kekuatan baik luar dan dalam negeri yang mengancam dirinya. Dan mesti disadari, tidak mudah untuk mengkonsolidasi itu semua. Belum lagi kalau berbicara mekanisme IFF (identification friend or foe) orang-orang di sekelilingnya. Setidaknya secara normatif, butuh waktu ideal 2-3 tahun untuk seorang Presiden mengkonsolidasi kekuatan dan kekuasaan politik berada penuh dalam kendalinya. Jadi tidak semudah yang dibayangkan, baru jadi Presiden lalu bisa berbuat apa saja dan seenaknya. Apalagi kalau kita berbicara tentang Indonesia yang kerusakannya sudah terjadi di semua lini. Sendi-sendi vital negara kita saat ini, masih dibawah kontrol kekuasaan kelompok oligarkhi. Mulai dari energi, telekomunikasi, impor pangan, impor BBM, listrik, tambang, pelabuhan, transportasi, yang apabila semua disabotase serentak bisa melumpuhkan negara ini. Sedangkan pemerintah masih terlilit permasalahan hutang, dan secara SDM pejabat dan birokratnya pun juga secara loyalitas tentu masih terkooptasi kekuatan lama status quo. Belum lagi, kalau kita berbicara infrastuktur alat negara seperti TNI/Polri, BIN, Kejagung, KPK, MK, MA, yang boleh dikatakan 80 persen masih dijabat personal kekuatan lama status quo era Jokowi. Padahal, institusi ini adalah jantung dan tangan kakinya seorang Presiden. Artinya, seorang Prabowo pasti sudah menghitung ini semua. Dan pengalamannya pun sudah mengajarkan, “Jangan pernah bertempur, sebelum pertempuran itu secara kalkulasi pertempuran relatif akan kita menangkan”. Maksudnya adalah : Ada kemungkinan, Prabowo saat ini belum bisa berbuat banyak mengimplelentasikan semua strategi kebijakan dan programnya. Karena kekuasaan penuh belum berada di tangannya. Sebagai tentara yang tentu paham operasi Sandi Yuda, tentu Prabowo sudah menyiapkan langkah-langkah taktis dan strategis untuk ini. Jadi kemungkinan, Prabowo untuk sementara waktu “ikut arus” dulu juga masih bisa relevan mengingat masa jabatannyapun baru 100 hari. Masih banyak kemungkinan besar bisa terjadi di kemudian dalam politik. Ketiga cluster analisis di atas, semua punya potensi dan dasar argumentasi yang seimbang. Namun yang perlu kita pahamkan bersama adalah, tolong bedakan antara ; Kebijakan dan program apa yang dilakukan Prabowo yang salah dan menyakiti hati rakyat dengan kebijakan dan program apa yang “belum atau seharusnya” dilakukan Prabowo sesuai harapan (hope) kita. Ini harus dibedakan agar tidak kehilangan objektifitas. Kalau ada kebijakan dan program Prabowo yang menyakiti hati rakyat, maka wajar rakyat akan marah dan mengkritisinya. Namun, kalau harapan kita Prabowo begini, begitu, seharusnya begini begitu namun bekum terwujud, maka hal itu lain soal. Kita tidak bisa menjustifikasi orang lain salah kalau tidak sesuai dengan kehendak dan harapan kita? Apalagi berbicara tentang kebijakan Presiden yang sudah pasti ada SOP dan mekanismenya serta skala prioritasnya. Masih panjang waktu bagi seorang Prabowo untuk mewujudkan segala cita cita dan niat baiknya yang selalu berapi-api disampaikan kepada publik. Kita tinggal menunggu dan mengamati. Apakah, Prabowo akan tetap larut bersama kelompok pro status quo atau itu semua hanya bahagian strategi sampai kekuasaan full penuh di tangannya baru perlahan melakukan perubahan/l-perubahan terbaik untuk bangsa dan negara kita. Insya Allah. (*)
Konfigurasi Arab, Abdullah, El-Sisi, dan
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior RAJA ABDULLAH (Yordania), \'khusyuk\' memperhatikan Presiden AS Donald Trump bicara. Gesture \'sang raja? Penuh hormat, rasa segan, berikut tangan tersilang di atas paha. Mimik Raja Abdullah, seperti bimbang! Gambar adalah \"sejuta\" makna. Sementara Trump dalam kunjungan Abdullah ke AS (11 Pebruari), duduk menghadap ke depan, lepas, tanpa beban. Soal Gaza? Ya masa depan Gaza menjadi pembicaraan keduanya. Termasuk relokasi yang diinginkan Trump terhadap dua juta rakyat Palestina ke Yordania dan Mesir. \"Perangkap\" perdamaian: Israel-Mesir 1978 di Camp David, Israel-Yordania 1994, Israel (Maroko, UEA-Sudan) di \"Abaraham Peace\" 2020, dan nyaris Israel-Arab Saudi (2023). Membuat negara-negara Arab menghadapi pilihan mustahil terhadap \"Trump Plan\" menyangkut Gaza. Posisi rentan di antara (Mesir, Yordania, Arab Saudi), Raja Abdulah-lah yang paling \'tertekan\'. Kunjungan \'tergesa\' Abdullah kepada Trump disinyalir, adalah sebentuk \"pressure\" \'chapter\' Gaza. Sementara, Presiden Abdel Fattah El-Sisi (Mesir) sejauh ini telah menolak mengunjungi Washington (AS). Selagi Donald Trump tetap pada rencana \"Trump Plan\" menyangkut relokasi warga Gaza. Meski sempat terlontar ungkapan PM Israel Benyamin Netanyahu. \"Tanah Arab Saudi\" masih luas. Di mana penduduk Gaza (Palestina) bisa membuat negara di sana. Disinyalir, cetusan ini, sejatinya telah dibicarakan oleh Netanyahu-Trump. Wallahuallam. Suksesor Raja Hussein (baca: Raja Abdullah) ini, dalam posisi sulit. Antara menerima permintaan Donald Trump, dan menolaknya. Perjanjian \"Wadi Araba\" yang ditandatangani Raja Hussein (1994) dengan Israel. Yordania mendapat bantuan milyaran dolar dari AS, sebagai kompensasi perdamaian. \"Rayuan\" lain yang memikat, dari bantuan itu, Yordania mendapatkan keringanan utang. Posisi Arab Saudi, jauh lebih ringan dibanding Mesir dan Yordania di mata AS (Trump). Meskipun, sebelum 7 Oktober 2023 (Serangan Hamas ke Israel), Arab Saudi-Israel tengah \"dalam perjalanan\" normalisasi hubungan. Trump tidak akan \"semena-mena\" menekan Arab Saudi untuk menyetujui \"Trump Plan\", menyangkut masa depan Gaza. Pelajaran 1973 (embargo minyak) Arab Saudi terhadap AS dan sekutunya, membuat Trump akan lebih \"hati-hati\" terhadap Arab Saudi Arab Saudi adalah \'remote\' dan \"finishing touch\" menyangkut isu Palestina. Mesir yang merupakan sekutu kental AS di Timur Tengah juga tidak mudah bagi Trump untuk mendapat stempel \"yes\" menyangkut Gaza. Sekalipun telah memperoleh lebih dari 87 milyar dolar bantuan AS. Sejak kesepakatan Camp David (AS) ditandatangani Presiden Anwar Sadat dan PM Israel Manachem Begin. Posisi tawar Mesir jauh lebih baik, ketimbang Yordania terhadap AS. \"Simbiosa mutualisme\", Mesir-AS menyangkut keamanan Israel adalah perbatasan Rafah. AS sulit menekan Abdel Fattah El-Sisi (Presiden Mesir), karena kekuatan Ikhwanul Muslimun di negara Sphinx ini sangat dominan. AS bergantung pada El-Sisi untuk menjamin keamanan Israel. AS-Israel sempat cemas ketika Pemilu demokratis Mesir 2012 memenangkan tokoh Ikhwanul Muslimun, Muhammad Mursi (Presiden ke-5). Setahun setelah dia menjabat (2013). Tokoh militer Abdel Fattah El-Sisi menggulingkannya dalam sebuah kudeta militer. Muhammad Mursi yang memenangkan 51,7 persen suara dalam Pemilu paling demokratis di Mesir. Akan membuat relasi, mempermudah dan \"buncah\" aliran senjata pintu Rafah ke Hamas (Palestina). Tak salah, bila Abdel Fattah El-Sisi berkeras tidak akan mengunjungi Donald Trump di Washington. Bila \"Trump Plan\", tetap diterapkan dan dijalankan oleh AS. El-Sisi, pun juga akan terancam oleh gerakan fundamental (kuat) di Mesir yang mendukung Palestina. Gerakan Ikhwanul Muslimun dan gerakan garis keras lainnya, akan membahayakan kedudukan El-Sisi. Konfigurasi kepemimpinan Mesir diyakini, kembali akan berubah. Bila bukan El-Sisi yang memegang tampuk Presiden. KTT Arab 27 Pebruari mendatang di Kairo (Mesir), akan menjadi tolok ukur. Akan menjadi daya nalar, sejauh mana sikap setiap anggota Liga Arab terhadap \"Trump Plan\" saat ini. Sejauh mana AS-Israel mampu memecah belah Arab, lewat \'pikatan\' bantuan ekonomi, bila mau berdamai dengan Israel dan \"lupakan\" negara Palestina. Selaku pengamat, saya memprediksi. Pengusiran warga Gaza ke negara lain, bukanlah akhir dari segalanya. Ini justru akan menjadi awal dari \"kengerian\" ekstreem. Bangsa Palestina (Hamas, Fatah, PIJ), mungkin akan memaklumi Trump (pihak luar) atas tindakan ini. Namun, bangsa Palestina tak akan pernah memaafkan Mesir, Yordania, dan seluruh negara Liga Arab yang membiarkan mereka \"pergi\" dari tanah yang dipijaknya. Raja Abdullah tahu, betapa berbahayanya meng-iyakan \"Trump Plan\" bagi kedudukannya sebagai Raja. Mengingat 35 persen rakyat Yordania adalah keturunan Palestina. (*).
Adili Jokowi Makzulkan Gibran
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETIKA Prabowo adalah Jokowi dan Jokowi adalah Prabowo maka rakyat sudah kehilangan harapan. Bagaimana bisa seorang Presiden tidak peduli atas kejahatan politik yang dilakukan oleh seorang mantan Presiden. Presiden Prabowo tidak diberi amanah oleh rakyat untuk melindungi kejahatan hukum yang dilakukan oleh siapapun, termasuk mantan Presiden Jokowi. Acara HUT ke 17 Partai Gerindra di Sentul 15 Februari 2025 telah membongkar aib Ketum Partai yang menjadi Presiden Republik Indonesia. Terlepas bahwa jabatan Presidennya didapat secara halal atau tidak, Prabowo telah membuat tiga langkah kontroversial yang sekaligus bunuh diri, yaitu : Pertama, pengakuan bahwa \"kita begini\" karena bantuan Presiden ke 7 Jokowi. Makna dalamnya adalah bahwa Prabowo menjadi Presiden itu atas bantuan Jokowi. Presiden Jokowi saat itu diduga kuat \"all out\" menggerakkan aparat, menyimpangkan dana Bansos, merekayasa Sirekap, serta mengolah lemhaga survey. Kedua, pengakuan \"tulus dan konsisten\" bahwa Jokowi adalah guru politik Prabowo. Prabowo akan selalu berkhidmah dan melindungi guru politiknya. Sejalan dengan pernyataan di Muslimat NU tentang tidak mau berpisah, menjadi tekad untuk selalu bersama berdua baik dalam suka maupun duka, sehidup semati, dan cinta sampai ke ubun-ubun. Wo and Wi. Ketiga, teriakan histeris Prabowo \"Hidup Jokowi\" sama saja dengan pekik \"Mati Prabowo\". Di tengah arus deras tuntutan \"Adili Jokowi\" bahkan \"Hukum Mati Jokowi\" Prabowo melawan arus dengan \"Hidup Jokowi\". Inilah model bunuh diri Prabowo. Sikap emosional dan kurang peka pada suara hati nurani rakyat. 100 hari wafatnya aspirasi dan redupnya demokrasi. Kalimat kasar \"Ndasmu\" yang ditujukan kepada pengeritik justru menggambarkan kekosongan \"Ndasku\". Tudingan Prabowo dikendalikan Jokowi itu bersandar pada sinyal-sinyal politik yang dibuatnya sendiri seperti komposisiMenteri, persetujuan personalia Pimpinan KPK, titipan Gibran, mempertahankan Bahlil, tetap dengan RRC, serta pembelaan mati-matian pada Jokowi. Indonesia dibuat gelap oleh Jokowi. Harapan habis gelap terbitlah terang hanya angan-angan. Prabowo membuat Indonesia tetap gelap, bahkan lebih gelap. Tidak tertolong oleh model retreat-retreat. Reatreat Menteri dan kini Kepala-Kepala Daerah di Akmil Magelang hanya pemborosan uang negara. Piknik menuju ke ruang gelap-gelapan. Masyarakat marah, mahasiswa tidak mungkin diam. Ada waktu omon-omon akan mendapat perlawanan dan perlawanan itu pasti semakin serius. Isu bergeser dari sekedar adili Jokowi menjadi adili Jokowi dan makzulkan Prabowo Gibran. Prabowo adalah Jokowi.Jokowi adalah Prabowo.Gibran itu anak Jokowi.Diasuh oleh Prabowo.Aku dan kamu bersatu.Membuat Indonesia gelap dan semakin berdebu. *) Bandung, 18 Februari 2025
Lepaslah Foto Panglima Besar Jenderal Sudirman, Ganti dengan Foto Joko Widodo
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih FOTO Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman terpampang dengan anggun diapit Merah Putih dan Bintang Lambang seorang Jenderal di salah ruangan kediaman Prabowo Subianto. Kalau benar Prabowo Subianto mantan tentara, masih mau menghargai perintah Panglimanya dan ingat sejarah perjuangannya, harus paham Jendral Sudirman dari foto terpampang mengatakan : \"Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya, sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai tentara disiplin harus di pegang teguh.... Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang dan siapapun juga\" (Jogjakarta 12 November 1945). \"Hendaknya perjuangan kita harus didasarkan atas kesucian, dengan demikian perjuangan kita selalu merupakan perjuangan antara jahat melawan suci dan kami percaya bahwa perjuangan suci itu senantiasa mendapatkan pertolongan dari Tahun\". (Jogjakarta, 18 Desember 1945).. \"Tentara akan hidup sampai akhir zaman, jangan menjadi alat oleh suatu badan atau orang\". (Jogjakarta, tanggal 27 Mei 1946). \"Kami Tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara\". (Jogjakarta, 9 Februari 1946). \"Jangan sekali kali di antara kita ada yang menyalahi janji, menjadi pengkhianat Nusa, Bangsa dan Agama.\" \"Tentara kita jangan sekali kali mengenal sifat dan perbuatan menyerah pada siapapun juga yang akan menjajah dan menindas kita kembali\" (Jogjakarta, 9 April 1946) \"Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai titik darah penghabisan. Sejengkal tanah pun tidak akan diserahkan kepada lawan, tapi akan kita pertahankan habis habisan\" (Jogjakarta 25 Mei 1946). Sangat jelas perintah Jenderal Sudirman tentara jangan melacurkan diri menjadi : \"Alat oleh suatu badan atau orang\"\"Menyalahi janjinya menjadi penghianat Nusa, Bangsa dan Agama\"\"Menyerah pada siapapun juga yang akan menjajah dan menindas kita kembali\"\"Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara RI yang telah di diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai titik darah penghabisan dan ;\"Sejengkal tanah pun tidak akan di serahkan kepada lawan, tapi akan kita pertahankan habis habisan...\" Prabowo Subianto tetap terikat sebagai tentara dengan Sumpahnya (Sumpah Perwira, Sumpah Prajurit dan Sapta Marga) sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional. Cobalah Presiden Prabowo Subianto, ada waktu menepi merenungkan apa yang baru terjadi menyanjung bahkan ikrar tidak bisa di pisahkan dengan komprador dan agen Oligarki ( RRC ) orang yang berbahaya sebagai penghianat negara yang telah membentangkan karpet merah dan terlibat dalam eksploitasi penindasan, pengusiran kaum pribumi dengan paksa dari tempat tinggalnya. Seorang Presiden menyandang bintang empat, terkesan melawan seorang Panglima Besar Jendral Sudirman tanpa merasa bersalah bahkan merasa benar dari jalur sumpahnya baik sebagai Presiden atau TNI . Kalau tidak sanggup instrospeksi, memperbaiki diri dan kembali pada Sumpahnya sebagai Presiden dan Jenderal (Purnawirawan). Sebaiknya lepas (copot) foto Panglima Besar Jenderal Sudirman yang terpampang di rumah, silahkan ganti dengan foto Joko Widodo. (*)
Prabowo Masuk Perangkap Jokowi
Indonesia gelap, di balik yel-yel \"terima kasih Jokowi, infiltrasi sempurna Jokowers untuk mengubur Prabowo sebelum 2029. Oleh Ida N Kusdianti| Sekjen FTA DRAMA di negara ini terus berlanjut. Skenario demi skenario dilancarkan untuk membungkam isu-isu besar yang menjadi pekerjaan rumah (PR) berat bagi para penegak hukum. Dari kasus Hasto yang tak kunjung selesai sampai mundurnya kejaksaan agung dalam penanganan pagar laut menunjukkan hegemoni oligarki yang secara simbolik diwakili oleh Aguan telah mengangkangi lembaga lembaga hukum direpublik ini. Penegak hukum menghadapi Arsin yang selevel kepala desa saja tidak mampu bahkan Arsin masih bisa sesumbar dan merasa sebagai korban atas kasus yang menimpa dirinya sebaga makelar tanah dan pembuatan surat fiktif dasar keluarnya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat di atas laut Tangerang. Presiden Prabowo sedang menari dalam gendang hipnotis para menteri titipan Jokowi yang bercokol di kabinetnya.Presiden Prabowo sedang dibuatkan kubur oleh Jokowi lewat para pengkhianat yang berada di circle demi Gibran di 2029 untuk melanjutkan misi taipan mencaplok Republik ini secara sempurna. Aksi mahasiswa 17 Februari 2025 dengan tagline \"INDONESIA GELAP\" di Jakarta dan Surabaya merupakan bentuk protes dan kritik terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan Munaslub Partai Gerindra yang meneriakkan yel-yel \"Terima kasih Jokowi\". Di sisi lain banyak bermunculan spanduk-spanduk di berbagai kota yang meminta Jokowi untuk diadili akibat selama memerintah lebih berpihak kepada oligarki dibandingkan kepada rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa aksi mahasiswa ini merupakan bagian dari gerakan yang lebih luas untuk menuntut perubahan dan akuntabilitas dari pemerintah. Mahasiswa dalam beraksi protes dan kritik terhadap pemerintah selalu dilakukan secara damai dan konstruktif, serta tidak melanggar hukum dan norma-norma sosial yang berlaku.meskipun seringkali diperlakukan tidak manusiawi oleh para aparat kepolisian yang sejak dipimpin Jokowi menjadi lembaga pemerintah yang paling arogan di Republik ini. Unjuk rasa di Indonesia Timur seperti Papua yang menolak program makan gratis adalah sebuah realisme \"Anak ayam mati di lumbung padi. Itulah Papua\" mengingat Papua adalah daerah yang mempunyai tambang emas tapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan karena sumber daya alamnya dipecundangi oleh para pejabat dan taipan di republik ini. Rakyat Papua tidak butuh makan gratis tetapi butuh pendidikan gratis. Sepertinya kita tidak bisa berharap berlebihan terhadap pemerintah yang selalu memberikan narasi surga tetapi pada saat yang hampir bersamaan narasinya terbantahkan oleh ucapannya sendiri. Presiden Prabowo terlalu lugu dalam bersikap terhadap orang yang dinobatkan masuk nominasi tokoh terkorup dunia ini. Presiden Prabowo tidak menyadari bahwa apapun dilakukan Jokowi adalah untuk anaknya di 2029 untuk menyempurnakan misi oligarki yang punya agenda besar menjadikan Indonesia secara utuh dalam kekuasaannya. Jangan kotori jiwa patriotmu dengan candaan candaan yang tidak berarti, jenderal! Teriakan yel yel terima kasih Jokowi adalah candaan yang menyakiti demokrasi yang telah dipecundangi oleh rezim Jokowi. Jangan pancing kemarahan rakyat, Jangan berlagak tidak mendengar jeritan rakyat Banten korban keangkuhan dan kebiadaban Aguan. Ingat tidak ada yang bisa menghentikan kemarahan rakyat jika perut mereka kosong akibat sumber daya alamnya dirampok oleh para oligarki dan pejabat pengkhianat di republik ini. Jika penguasa menebar angin pengkhianatan, maka rakyat akan menjadi badai yang siap meluluhlantakkan kebiadaban kalian. Akumulasi dari kekecewaan rakyat, selama.1.dekade muncul fenomena hebat di X ketika tagar #KaburAjaDulu jadi trending dan menggema. Inilah bentuk kekecewaan rakyat, kekecewaan kaum muda, rasa frustasi Gen Z yang sudah muak dengan kondisi bangsa saat ini. Ini tidak.bisa dianggap remeh. Pemerintah harus menanggapi hal ini dengan serius, jangan lontarkan bahasa sinis seperti.yang dikatakan Bahlil Bin Bahlul. Nasionalisme? Apa ukurannya bagi warga negara yang belajar / bekerja di luar negeri dianggap tidak punya rasa nasionalisme? Menggelikan. Pemerintah harus mau mengkaji kritik dari Gen Z, karena di pundak merekalah nasib bangsa ini akan ditentukan. Anak emaskan generasi Indonesia sendiri bukan menganakemaskan TKA China dan para perampok SDA. PR untuk pemerintah, hentikan kekonyolan, sadar dan berhenti menari di atas genderang Jokowi. Berjuang tanpa batas untuk Indonesia berdaulat. (*)