APBN Bocor 58% : Jangan Biarkan Presiden Prabowo Sendiri Hadapi Perampok Anggaran (Bagian-1)

foto : detik.com

Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN

“Kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekarang ini sangat tinggi. Kebocoran di APBN itu sudah mencapai 30%. Kebocoran ini menjadi yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Kalau tidak diatasi dari sekarang, maka akan berdampak terhadap biaya pembangunan yang mahal dan tinggi, “ujar Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN RI) Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Oktober 1992 kepada wartawan Harian Ekonomi NERACA Kisman Latumakulita di kantor IKPN Jalan RP Soeroso Nomor 21 Menteng Jakarta Pusat.   

Ditambahkan Pak Sumitro, sebaiknya biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jangan terlalu mahal akibat kebocoran. Supaya hasil yang dicapai sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Kalau biaya terlalu mahal, nanti tidak optimal. Akibatnya, hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk itu, kebocoran di APBN harus bisa ditekan. Supaya hasilnya nanti akan bagus.

Presiden Prabowo membuat terobosan belum lama ini, yang tidak biasanya terhadap postur APBN 2025. Presiden perintahkan kepada semua kementerian dan lembaga (K/L) melakukan efisiensi anggaran pembangunan besar-besaran. Efisiensi diutamakan untuk anggaran bagian peruntukan belanja modal di APBN 2025. 

Kebijakan efisensi anggaran di APBN ini tidak pernah dilakukan oleh presiden-presiden yang sebelumnya. Terutama presiden-presiden setelah dan selama era reformasi ini. Diduga itu karena para pejabat di kementerian dan lembaga sedang asyik-asiknya berperta-pora menikmati kebocaran ABPN sampai hari ini.    

Langkah efisiensi anggaran ini menghidpkan memori ingatan saya 32 tahun silam kepada Pak Cum atau Om Cum, sapaan akrab untuk Bapak Prof. Dr. Sumitro Dijohadikusumo. Saya menduga Presiden Prabowo sudah berhasil mendeteksi adanya kebocoran besar-besaran di APBN tahun-tahun sebelumnya yang pantastis dan jumbo. Paling kurang kebocoran yang terjadi di sepuluh tahun terakhir.

Kalau tahun 1992 dulu Pak Cum sudah mengingatkan kebocoran APBN mencapai 30%.  Berapa kebocoran APBN tahun belakangan ini? Dengan menggunakan rumus sama, yang diajakarkan Pak Cum kepada saya, maka kebocran APBN tahun 2024 lalu sudah mencapai 58,45%. Kebocoran naik hampir sempurna 100% dari yang dihitung Pak Cum 32 tahun silam.

Menyaksikan fakta kebocoran APBN sekarang sebesar 58,45% ini, bisa membuat bisa Indonesia gelap benaran. Kita jangan biarkan Presiden Prabowo berjuang sendirian menghadapi para mafia, para penjahat, para perampok dan para penggarong APBN. Bisa bonyok Presiden Prabowo. Kalangan civil society yang selama ini kritis kepada pemerintah, saatnya untuk garung jurus, gabung kekuatan bersama-sama dengan Presiden Prabowo atas nama “efisiensi anggaran”.      

Nanti saja kalau mau berlawanan arah dengan Pak Prabowo. Mungkin untuk urusan negara yang lain, kita boleh saja beda pendapat dengan Presiden Prabowo. Namun sebaiknya tidak berbeda dulu untuk topik “efisiensi anggaran” ini. Apalagi para mafia, para penjahat, para perampok dan perompak APBN juga sedang gabung jurus untuk melawan Presiden Prabowo dengan segala cara. Kalau begitu mari kata berantem untuk selamatkan keuangan negara.  

Saya mengetahui sapaan akrab untuk Pak Prof Dr. Sumitro Djojohadikuso dengan sebutan “Pak Cum” dari Prisiden ketiga Bapak Prof. Dr. Burhanudin Jusuf Habibie. Saat Pak Habibie masih menjabat Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) serta Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Terkonolgi (BPPT). Selain itu, Pak Habibie juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), yang membawahi lebih dari sepuluh BUMN penting dan strategis di bidang industri.

Kalau sapaan akrab kepada Pak Presiden Habibi adalah Rudy. Panggilan akrab Pak Habibie dengan Rudy ini saya dapat dari Bang Hariman Siregar, tokoh dan maestro Malari 1974, yang memang menjadi guru politik saya. Bang Hariman Siregar juga menjadi maha guru politik untuk para aktivis dari delapan penjuru mara angin. Mulai dari yang sajadah sampai dengan haram jadah.   

Suatu hari di akhir Agustus tahun 1991, Pak Habibi bercerita kepada saya tentang kekagumannya kepada Pak Cum. Cerita Pak Habibi, “Pak Cum itu hampir sempurna. Pintar, disiplin dan paham tentang hampir semua persoalan bangsa. Hal yang paling menonjol dari Pak Cum adalah rasa ke-Indonesiaan beliau yang tinggi. Pak Habibie sering bertanya-tanya berbagai masalah kepada Pak Cum”. 

Semoga saja Allaah Subhaanahu Wata’ala mengampuni segala kesalahan Pak Cum dan Pak Habibi serta bapak-bapak bangsa yang lain. Semoga Allaah Subhaanahu Wata’ala merahmati Pak Cum dan Pak Rudi, lalu memasukan kedua bapak bangsa itu bersama bapak-bapak bangsa yang lain ke surganya Allaah. Amin amin amin.

Berkaitan dengan kebocoran anggaran di APBN itu, di beberapa kali pengarahan yang diberikan kepada para menteri anggota kabinet dan kepala lembaga, Presiden Prabowo sangat jelas dan tegas. Presiden memerintahkan para menteri dan kepala lembaga agar melakukan penghematan untuk pengeluaran yang tidak penting. Misalnya, perjalanan dinas, studi banding, kegiatan seminar dan diskusi, acara-acara ulang tahun serta kegiatan serimonial lainnya.

Dana dari APBN sangat dibutuhkan untuk membiayai Makan Bergizi Gratis (MBG) anak-anak di sekolah. Selain itu, dipakai untuk biayai pembangunan dan perbaikan sarana pendidikan. Selama ini terlalu banyak anggaran yang dipakai untuk membiayai kegiatan yang tidak penting. “Kita ini sudah lama menjadi orang Indonesia, sehingga sudah paham, “sindir Prasiden Prabowo kepada anggota kabinet. 

Sindiran tersebut menandakan bahwa Presiden Prabowo sangat paham dengan pesta-pora penggunaan anggaran selama ini. Presiden sendiri melakukan penelusuran dan penyisiran sampai satuan sembilan. Alahmdulillah, hasilnya ditemukan penghematan anggaran sebesar Rp. 300 triliiun lebih. Kemungkinan masih akan bertambah lagi sampai Rp. 700 triliun. Mudah-mudahan saja. Amin amin amin.

“Tahun 1992 kalau kebocoran APBN sampai 30% tersebut terlalu besar. Tidak sehat APBN untuk membiayai pembangunan. Kebocoran yang besar ini bisa mengganggu kelangsungan dan kelancaran pembangunan. Untuk itu, pemerintah harus menekan, bahkan mencegah kebocoran APBN, “himbau Pak Cum. 

Bagusnya kebocoran itu diturunkan. Pak Cum memberikan batasan kebocoran anggaran di APBN yang masih bisa dikompromikan. Kalau kebocoran antara 10-20% masih wajar. Supaya mereka para pengusaha yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah jangan sampai mengalami kerugian. 

“Para pengusaha yang mengerjakan proyek pemerintah harus untung. Tidak bagus kalau pengusaha itu merugi. Kalau pengusaha rugi, itu tidak baik untuk menciptakan pertumbuhan di kelas menengah. Namun keuntungan yang didapat pengusaha jangan terlalu besar. Bagus itu kalau kebocoran APBN antara 10-20%, “ujar Pak Cum.

Peringatan Pak Cum berkaitan anggaran pembangunan di APBN ketika itu, karena keboocoran sudah mengkhawatirkan. Akibatnya, biaya untuk pembangunan menjadi mahal. Dampaknya, hasil pembangunan menjadi tidak maksimal. Biaya untuk pembangunan besar, namun hasil yang didapat tidak seberapa. Kenyataan ini yang harus dievaluasi dan diperbaiki.

Ketika Pak Cum mengingatkan kebocoran APBN 30% itu, saya benar-benar bingung dan bengong, karena tidak paham? Diam-diam saya bertanya dalam hati, darimana atau bagaimana caranya Pak Cum bisa mendapatkan angka kebocoran APBN 30% tersebut? Untuk menjawab kebingunan dan rasa penasaran itu, saya lalu beranikan diri bertanya kepada Pak Cum. 

“Mohon maaf Pak Profesor. Saya ini wartawan surat kabar ekonomi. Namun saya tidak pernah kuliah di Fakultas Ekonomi, sehingga saya tidak paham bagaimana caranya bapak bisa mendapatkan angka kebocoran APBN 30% tersebut? “tanya saya. Lalu dijawab oleh Pak Cum “gampang saja. Angka ICOR rata-rata negara ASEAN, dibagi dengan ICOR Indonesia, setelah itu dikalikan dengan 100. Pasti ketemu angka kebocoran APBN sebesar 30% tersebut”.

Pertanyaan berikutnya adalah apa yang dimaksud dengan istilah ICOR itu? Berapa ICOR rata-rata negara ASEAN di tahun 1992 ? Lalu berapa ICOR Indonesia di tahun yang sama? Saat itulah, saya baru untuk pertama kali mendengar istilah ICOR dari Pak Cum. Tidak pilihan lain. Saya kembali memberanikan diri bertanya kepada Pak Cum tentang definisi ICOR itu apa? Haram maklum saja. Masih ingat dengan pesan dari para tetua di kampung halaman bahwa “kalau malu bertanya, maka siap untuk sesuat di jalan”.

Alhamdulillaah kalau tidak salah ingat, dijelaskan oleh Pak Cum bahwa yang dimaksud dengan “Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah besaran tambahan capital baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output. Besaran ICOR pada suatu negara itu pada umumnya didapat dari membandingkan besarnya tambahan capital dengan tambahan output.

ICOR rata-rata negara ASEAN di tahun 1992 itu adalah 1,5. Sedangkan ICOR Indonesia pada tahun yang sama adalah 5. Dengan demikian, 1,5 dibagi 5, setelah itu dikalikan dengan 100, maka ketemulah angka 30% tersebut. Angka 30% itulah kebocoran APBN Indonesia di tahun-tahun 1990 awal. APBN ketika itu yang bocornya 30% saja sudah membuat Pak Cum memberikan peringatan kepada pemrintah.

Sementara kebocoran APBN Indonesia hari ini adalah 58,45%. Kebocoran APBN sebesar 58,45% tersebut dengan catatan ICOR negara-negara ASEAN dihitung atau diambil dari angka yang terkecil 3,7. Padahal ICOR rata-rata negara ASEAN sekarang antara 3,7-4,5. Sedangkan ICOR Indonesia saat ini adalah 6,33.

Nah lho, bisa besar bangat kebocoran APBN Indonesia sekarang? Dimana bocornya, sehingga bisa mencapai angka 58,45% tersebut? Diduga kebocoran itu ada di hampir semua institusi negara dan pemerintah. Bisa di kementerian dan lembaga. Namun bisa juga di lembaga-lembaga negara setingkat Presiden seperti MPR, DPR, DPD, BPK, MK, MA dan KPK. 

Pastinya kebocoran APBN 58,45% sekarang ada pada mereka yang berurusan atau berkait erat dengan anggaran. Dimulai dari perencanaan nomenklatur di kementerian ddan lembaga. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembicaraan tahap satu, dua dan tiga di komisi-komisi DPR. Lalu dilanjutkan dengan finalisasi di Badan Anggaran (Banggar) DPR serta pengesahan di sidang paripurna DPR.

Berapa saja prosentase bagian para pihak yang terlibat menggarong APBN? Dimulai dari perencanaan di kementerian dan lembaga sampai dengan ketok palu persetujuan dan pengesahan di DPR?. Siapa kordinator besar swsta yang bertahun-tahun bertugas mengkoordinir angka besar di atas Rp 100 triliun? (akan diuraikan nanti di tulisan-tulisan berikutnya). bersambung.

98

Related Post