Bank Emas Ala Mister Ndhas, Simpanan Rakyat Bisa Amblas
ADA ada saja ide Mister Ndhas. Seratus hari jadi presiden sudah banyak isi kepala yang dimuntahkan. Muntahannya langsung saja ditelan oleh anak buahnya, tanpa harus memfungsikan nalar kritisnya. Mereka tak peduli, apakah ide itu punya dampak buruk bagi rakyat atau tidak. Yang penting loyal. Setiap gagasan, selalu dijawab oke gas, oke gas. Maklum, mereka bukan ahli yang punya kemampuan lebih. Mereka hanyalah kaum hore yang bisanya tepuk tangan dan bersorak sorai. Modal mereka adalah masa lalu, di mana mereka berjasa memenangkannya dalam Pilpres.
Maka ada saja perilaku pembantu Mister Ndhas yang aneh aneh. Terakhir ada menteri berpidato layaknya tukang obat. Gestur tubuhnya tak menarik dan sepanjang pidato baca teks.
Ada pula pembantu yang selalu pasang tampang angker, sombong, dan arogan agar tampak pintar.
Mister Ndhas baru saja meluncurkan lembaga pengumpulan dana bernama Danantara yang kelak bisa menjadi semacam dana abadi negara. Pro kontra belum usai, kini Mister Ndhas menelorkan program baru bernama Bank Emas.
Potensi Bank Emas menurut Mister Ndhas cukup bagus, sebab produksi emas di Indonesia sudah naik dari 100 ton menjadi 160 ton dalam setahun. Oleh karena itu Mister Ndhas ingin memperbaiki ekosistem pelayanan untuk mengoptimalkan cadangan emas di negara ini.
Indonesia yang kata Mister Ndhas punya cadangan emas keenam di dunia untuk pertama kali akan memiliki bank emas. Seluruh anak bangsa diminta bekerja keras untuk mencapai kesejahteraan.
Ide Mister Ndhas langsung disambut Menteri BUMN Erick Thohir. Ia langsung cari muka dengan meminta seluruh masyarakat menampung emasnya di Bank Emas. Etho panggilan lain Wrick Thohir mengatakan potensi emas yang ada di tangan masyarakat 1.800 ton, ada yang di bawah bantal, ada di toilet, di balik batu bata, agar disimpan di Bank Emas.
Etho pun langsung menugaskan PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia untuk menjadi bank emas.
Bersediakah masyarakat menyimpan emasnya di Bank Emas?
Ada beberapa dampak buruk yang perlu dipertimbangkan antara lain: risiko kehilangan atau pencurian emas, biaya penyimpanan dan pengelolaan yang tinggi, risiko fluktuasi harga emas yang tidak stabil, kurangnya transparansi dan regulasi yang ketat, potensi penipuan atau skema ponzi.
Publik pasti masih ingat kasus penipuan emas batangan di Antam berkedok reseller.
Publik pasti belum lupa ada 152 kg emas di butik logam mulia.
Jadi, di tengah reputasi yang buruk dan tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap masyarakat, apakah pola pola pengumpulan harta rakyat akan berhasil?
Bagaimana mekanisme pengambilan jika pemilik emas ingin pakai untuk arisan, lebaran atau kawinan? Benarkah mudah dan bebas bea.
Jangan jangan emas kita habis dan berubah jadi besi tua karena terkuras biaya penyimpanan.
Jika emas kita sudah aman di balik bantal kenapa harus dititipkan ke negara? (Editorial).