POLITIK

Bermula dari New York, Diaspora Mengkritisi Tanah Air

Oleh Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan MABRUK Forum Tanah Air (FTA) forum diaspora Indonesia lima benua. Sebaran di 21 Negara tentu strategis. Mulai dari AS, Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Belanda, Turki hingga Emirat, Jepang, Mesir dan lainnya. Berpusat di New York dan didukung oleh jaringan 38 Propinsi di tanah air. Bagi Tata Kesantra, Ketua Umum FTA perkembangan ini tentu membahagiakan karena menunjukkan bahwa semakin banyak diaspora Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap tanah airnya.  Kepedulian itu berawal dari keprihatinan terhadap kondisi budaya, hukum, ekonomi dan politik Indonesia yang dinilai sangat tidak bagus. Khususnya pada 10 tahun terakhir. Kaum diaspora yang menjadi \"duta bangsa Indonesia\" merasa malu untuk menampilkan diri jika kondisi buruk negeri tidak segera diperbaiki. Inilah yang menjadi misi mulia FTA yakni ikut berkontribusi untuk menata kehidupan budaya, hukum, ekonomi dan politik tanah air tersebut.  Penguatan FTA di berbagai negara diharapkan berkonsekuensi pada penguatan perjuangan institusi perjuangan di tanah air. Dalam pertemuan halal bil halal FTA dengan tokoh dan aktivis nasional di Hotel Balairung Matraman tanggal 25 Mei 2024 tercetus keinginan untuk memperkuat perjuangan bersama dalam rangka perbaikan bangsa dan negara.  Filosofi yang hendak dibangun adalah agar Forum \"Tanah Air\" yang menghimpun diaspora Indonesia di berbagai negara dapat memancarkan \"Air Tanah\" yang subur dan menyejukkan. Kekuatan internal dalam negeri yang efektif dan strategis bagi perbaikan dan perubahan ke arah yang lebih baik, demokratis,  bermartabat dan berdaulat.  Sekurangnya empat kedaulatan yang harus dipulihkan dalam konteks perbaikan dan perubahan tersebut, yaitu : Pertama, kedaulatan Ilahi sebagaimana konstitusi mengingatkan bahwa kemerdekaan negara Indonesia itu adalah \"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa\". Kedaulatan Tuhan harus ditegakkan dan menjadi pilar utama bagi kehidupan berbangsa. Tidak tergerus oleh penghambaan materi yang membawa perilaku budaya politik yang pragmatis, transaksional dan sekuler.  Kedua, kedaulatan rakyat. Pemulihan dengan melawan kedaulatan sekelompok kecil orang berkuasa yang bernama oligarki baik oligarki politik maupun bisnis. Parlemen yang terkooptasi dan aparat yang menjadi alat kekuasaan sentralistik. Rakyat yang teriming-iming dan termobilisasi sebagai korban dari pembodohan dan kezaliman penguasa.  Ketiga, kedaulatan hukum dengan mengupayakan agar hukum berkedudukan  sebagai panglima serta fungsional untuk mengendalikan kekuasaan. Mengubah kenyataan dimana hukum yang justru menjadi alat dari kekuasaan. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machtstaat).  Keempat, kedaulatan negara dalam arti negara harus merdeka dan mandiri. Tidak terkendali oleh negara adidaya manapun. Mewaspadai negara China yang potensial menghegemoni dan mengkooptasi. Mulai dari hutang dan investasi kemudian infiltrasi dan invasi. China adalah ancaman negeri.  Air tanah yang memancar dan mengalir dari bumi sendiri diijaga dan dibela oleh para pejuang tanah air baik yang berada di luar maupun dalam negeri dengan motto \"hubbul wathon minal iman\"--cinta tanah air itu bagian dari iman.  Forum \"diaspora\" Tanah Air bermisi mulia untuk bersama \"pribumi\" menjaga dan membela Air Tanah yang merupakan wujud dari kedaulatan Ilahi, kedaulatan rakyat, kedaulatan hukum dan kedaulatan negara.  Orisinalitas amanat \"the founding fathers\" negara indonesia ditujukan khusus untuk Forum Tanah Air (FTA) di lima Benua. Bermula dari New York Amerika.  Selamat berjuang! (*)

Gelora: Partai yang Tidak Dapat Kursi di DPRD Harus Diberikan Hak Ajukan Calon Seperti di Pilpres

Jakarta | FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia secara resmi telah mengajukan gugatan uji materi Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahuh 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi tersebut telah didaftarkan ke MK pada Selasa (21/5/2024) lalu. Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.  Hal itu dianggap bertentangan dengan pasal Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ketentuan threshold dalam pilkada  tersebut juga dinilai tidak konsisten dalam penerapan basis threshold, antara ketentuan di Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), padahal masih dalam satu rezim Pemilihan Umum.  Dalam ketentuan presidential threshold tersebut, ditegaskan bahwa\"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya\". \"Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada ini kita gugat, karena pengusulan pasangan kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD. Coba kita perbandingkan dengan penerapan di presidential threshold yang basisnya tegas yaitu hitungan kursi atau suara, tidak ditambahi embel-embel suara partai yang memperoleh kursi di DPR seperti dalam UU Pilkada tersebut,\" kata Amin Fahrudin, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora dalam keterangannya, Senin (27/5/2024). Karena itu, apabila partai politik yang memperoleh suara pada Pemilu 2024 tetapi tidak memperoleh kursi DPRD, tidak diberikan hak untuk ikut mengusulkan pasangan calon. \"Saya kira ini perlu dicek kembali dalam risalah sidang revisi UU Pilkada 2016 mengapa memasukkan unsur suara partai harus memiliki kursi,\" katanya. Amin menilai, aturan pengusungan pasangan calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut merupakan dugaan penyelundupan pasal yang dilakukan oleh DPR sebagai Lembaga legislasi karena bertentangan dengan Putusan-Putusan MK sebelumnya dan sudah menjadi yurisprudensi. Bahwa substansi norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 a quo pada dasarnya sama dengan rumusan penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi \"Partai politik atau gabungan partai politik dalam ketentuan ini adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD\". Di mana Penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 32/2004) tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor No. 5/PUU-V/2007. Sehingga, dengan diberlakukannya kembali substansi norma yang jelas-jelas telah terjadi penyelundupan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait konstitusionalitasnya.  Adapun dalam Putusan itu, pada pokoknya MK menyatakan, parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD, sepanjang memperoleh suara pada Pemilu DPRD, harus diberikan hak untuk ikut mengusulkan pasangan calon di Pilkada. \"Oleh karena MK sudah pernah menyatakan inkonstitusional aturan tentang pengusulan paslon yang hanya dikhususkan untuk parpol yang mempunyai kursi DPRD saja, maka logisnya MK juga bisa dengan mudah membatalkan kembali aturan tersebut,\" katanya. Menurut Amin, basis threshold dalam Pemilu adalah suara rakyat sebagai penghargaan terhadap sistem demokrasi, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun tidak memperoleh kursi. \"Apakah kemudian partai memperoleh kursi atau tidak, hal tersebut, tetap tidak bisa menghilangkan suara rakyat,\" tegas Amin. Partai Gelora berharap ada konsistensi penggunaan basis penggunaan threshold berdasarkan kursi atau suara harus diterapkan secara konsisten untuk menghadirkan keadilan dan kepastian hukum. \"Calon independen saja boleh yang mengumpulkan dukungan tidak lewat pemilu, mengapa suara sah partai dalam pemilu diabaikan,\" kritik Amin. Amin menambahkan, Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan setidaknya enam prinsip yang diatur dalam konstitusi, dalam hal ini UUD 1945. Di antaranya, prinsip kedaulatan rakyat yang diamanatkan Pasal 1 ayat (2), prinsip Negara Hukum diamanatkan Pasal 1 ayat (3), prinsip demokrasi pilkada diamanatkanbPasal 18 ayat (4), prinsip persamaan dimuka hukum diamanatkan Pasal 27 ayat (1), prinsip atas hak kolektif membangun masyarakat, bangsa, dan negara pada Pasal 28C ayat (2), serta prinsip kepastian hukum yang adil yang diatur Pasal 28D ayat (1). \"Kami sangat yakin permohonan ini akan dikabulkan dan diputus secara cepat oleh MK sebelum masuknya tahap pendaftaran pasangan calon tanggal 27 Agustus 2024,\" ujarnya. Seperti diketahui, Partai Gelora dan Partai Buruh bersama-sama mengajukan permohonan uji materiil Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).  Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Gelora dan Partai Buruh, Said Salahudin menyampaikan pihaknya menggugat norma pasal tersebut karena dinilai tidak adil. \"Sebab, Pasal 40 ayat (3) menentukan pencalonan di pilkada hanya bisa dilakukan oleh parpol atau gabungan parpol yang mempunyai kursi DPRD saja. Sedangkan parpol yang memperoleh suara di Pemilu 2024 tetapi tidak memperoleh kursi DPRD, tidak diberikan hak untuk ikut mengusulkan paslon,\"kata Said di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024). (*)

Memorial dari Maklumat Jogjakarta

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Memorial atau tanda peringatan adalah  objek yang berfungsi sebagai fokus untuk mengenang, mengingat sesuatu,  atau suatu peristiwa yang pernah dan atau sedang terjadi. Peringatan \"Maklumat Penyelamatan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia\" yang dikeluarkan di Yogyakarta pada 18 Mei 2024, yang ditandatangani antara lain oleh  : Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto, Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A. dan Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D.  Memuat peringatan dini  yang keras \"bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia harus segera kembali ke UUD 45, Penyelenggaraan Negara  Kesatuan Republik Indonesia kembali sesuai amanat pendiri Bangsa Indonesia\" \"Apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan di luar kendali UUD 45 dan Pancasila maka keadaan yang tidak terkendali harus diserahkan kembali kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia\" \"Dalam kondisi darurat Revolusi Rakyat adalah salah satu cara yang syah  menentukan dan mengambil kebijakan negara  sebagai pemilik kekuasaan  Negara Kesatuan Republik Indonesia\"_. Peringatan dini tersebut bukan sekadar \"sekadar aksesoris peringatan politik tetapi peringatan dini negara dalam bahaya sedang  terperosok pada jalan yang keliru bahkan sedang berjalan pada jalan yang sesat\" Maka pada Selasa, 21 Mei 2024 para inisiator   \"Maklumat Yogjakarta\" bertempat di gedung Nusantara UC UGM Yogyakarta merapat kembali dengan pertemuan di pimpin langsung \"Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto\"\" dan didampingi para Guru Besar dari UGM mengeluarkan memorial yang harus diketahui masyarakat Indonesia  ; Pertama, dengan panduan tutorial  Prof. DR. Kaelan, M,S. mengeluarkan peringatan dini bahwa : - UUD 45 telah di menjadi UUD 2002 ( 97 % psl. dalam UUD 45 telah di ubah - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak lagi berdasarkan Pancasila - Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara abu abu karena MPR telah di hapus peran dan fungsinya sebagai lembaga tertinggi negara - Negara telah meninggal bahkan menghapus Nilai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Sistem ketatanegaraan terkait kejelasan, kepastian, ketertiban negara dikelola sesuai tujuan negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 45, menjadi liar (negara tanpa arah tujuan) Kedua, dengan panduan Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A. dan Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D. dari pertemuan tersebut juga memberikan sinyal peringatan dini ; - Presiden Jokowi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mengelola dan mengendalikan negara dengan seenaknya ( suka suka )  disaat negara dalam kondisi abu abu ketika negara sudah meninggal UUD 45. - Lahirnya macam UU dan peraturan yang merupakan produk kerja Presiden dan DPR menjauh dari kepentingan rakyat dan mendekat dengan pemesan UU ( Oligarki dan kekuatan asing lainnya ) - Munculah program infrastruktur, Program Strategis Nasional ( PSN ) , pembangunan Ibu Kota Negara ( IKN ) , pengelolaan sumber ekonomi / alam, di ekploitasi kerja sama dengan Cina dan negara lainnya, terlihat jelas bentuk lain \"Jokowi sedang menjual kedaulatan negara\" \"Sekilas atas kejadian di atas melalui \"Maklumat Yogjakarta\"  rakyat Indonesia harus bangkit kesadarannya untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancurannya.\" Masyarakat luas harus disadarkan bahwa  bahwa NKRI Sedang dilanda krisis  bahkan kebutuhan konstitusi telah mendatangkan bencana serius dengan segala dampak kerisauan kehancuran nya. Penggagas \"Maklumat Yogjakarta\" tidak akan tinggal diam, dan akan membawa semua kerusakan negara karena krisis dan kebuntuan konstitusi akan di bawa dialog kepada Panglima TNI dan pejabat tinggi lainnya terkait sesuai tugas dan fungsinya\" Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan wilayah NKRI  TNI bukan sebagai pelayan Presiden Jokowi dan Presiden calon penggantinya  (Prabowo Subianto) yang akan meneruskan program Jokowi juga harus dalam pengawasan ketat, karena sama sama dalam posisi rawan dan berbahaya. ***

Partai Gelora Tolak Usulan Politik Uang Dilegalkan dalam Pemilu

Jakarta | FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menilai usulan agar politik uang (money politic) dilegalkan dalam pemilihan umum (Pemilu), sebagai tanda bahwa partai politik telah kehilangan akal untuk mengatasi kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pemilu.  \"Pengakuan partai terbesar dari Komisi II DPR RI bahwa money politic telah menjadi budaya dalam pemilu kita, artinya partai politik telah kehilangan akal dalam mengatasi kecurangan,\" sebut Fahri dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/5/2024) merespon usulan seorang politisi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi II DPR RI. Menurut Fahri, dengan adanya usulan dan pengakuan mengenai politik uang tersebut, maka semakin jelas bahwa selama ini, ada pihak yang teriak-teriak curang padahal dirinya sebagai pelaku kecurangan. \"Sekarang kita mengerti tentang maling teriak maling. Seolah pilpres yang curang padahal pileg-lah yang curang,\" ujar Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 tersebut. Diingatkan Fahri, partai politik semestinya menjadi think tank atau lembaga pemikir dan intelektual yang berkontribusi pada bangsa, bukan mesin kekuasaan maupun lembaga bisnis. Sebab menurut dia, kerusakan sebuah negara demokrasi, bisa dilihat setidaknya dari tingkah laku parpolnya, apalagi yang masuk dalam lingkaran kekuasaan. \"Untuk itu, mendesak segera dilakukan pembenahan agar parpol dan sistem demokrasinya sehat,\" kata politisi dari Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut seraya berharap parpol dapat berbenah, mengingat mereka adalah tulang punggung demokrasi. Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hugua meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk melegalkan politik uang dalam kontestasi pemilu. Dia menilai, politik uang adalah satu aktivitas yang sulit dihilangkan. Menurut Hugua, para caleg juga sulit terpilih jika tanpa melakukan politik uang. Sehingga, dia menilai politik uang lebih baik dilegalkan dan dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) dengan batasan-batasan tertentu, sehingga bisa membuat aktivitas politik uang bisa lebih dikontrol. \"Tidakkah kita pikir money politics dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu?. Karena money politic ini keniscayaan, kita juga tidak money politic tidak ada yang memilih, tidak ada pilih di masyarakat karena atmosfernya beda,\" kata Hugua saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024) lalu. (*)

Maklumat Jogjakarta Ingatkan Pemerintah Soal Darurat Revolusi Rakyat

Jogjakarta | FNN - Sekelompok sesepuh Jogjakarta mengeluarkan maklumat menyikapi situasi dan kondisi politik tanah air yang makin memprihatinkan. Mereka menyerukan upaya penyelamatan bangsa dan negara Republik Indonesia. Maklumat ini dikeluarkan dan ditandatangani pada Sabtu, 18 Mei 2024 dihadiri antara lain Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto, Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A., Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D., dan H. M. Syukri Fadholi, S.H., M.Kn.  Adapun isi maklumat itu antara lain: Dengan Memohon Kekuatan dan Ridlo Tuhan Yang Masa Esa. Setelah secara seksama mengikuti dan memperhatikan perkembangan kehidupan Bangsa Indonesia semakin menjauh dari tujuan negara sesuai yang termaktub dalam pembukaan UUD 45, maka kami dengan kesadaran mendalam mengeluarkan \"Maklumat Penyelamatan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia\" Pertama, Negara Kesatuan Republik Indonesia harus segera kembali ke UUD 45; Kedua, Penyelenggaraan Negara  Kesatuan Republik Indonesia harus kembali sesuai amanat pendiri Bangsa Indonesia; Ketiga, apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan di luar kendali UUD 45 dan Pancasila, maka keadaan yang tidak terkendali harus diserahkan kembali kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Keempat, dalam kondisi darurat Revolusi Rakyat adalah salah satu cara yang syah  menentukan dan mengambil kebijakan negara  sebagai pemilik kekuasaan  Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)

Rocky Gerung: Demokrasi Indonesia Terancam Jadi Ampas Peradaban Dunia

Jakarta | FNN - Pengamat politik dan ahli filsafat Rocky Gerung menyatakan bahwa Indonesia menghadapi kegagalan dalam sistem demokrasi yang diterapkan. Rocky Gerung dengan lugas mengemukakan pandangannya bahwa negara ini berada di ambang menjadi \'ampas peradaban dunia\'. Menurutnya memadukan filosofi dan teknologi adalah sebuah kebutuhan mendesak untuk membongkar struktur kekuasaan tersembunyi yang ada dalam pola pikir teknokratik. Dia menyoroti pentingnya mempertanyakan dasar-dasar sistem yang ada, menegaskan bahwa setiap pemikiran harus dapat dipertanyakan dan ditantang.  \"Contohnya adalah Mahkamah Konstitusi bagian yang paling fundamental dalam upaya untuk menghasilkan demokrasi dan gagal di situ,\" paparnya dalam diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rabu (15/05/2024). Kritik pedas Gerung juga mengarah kepada praktik politik saat ini. \"Demokrasi adalah pemerintahan rakyat oleh dan untuk rakyat,\" ucapnya. Menurutnya, hal ini tidak hanya menunjukkan penurunan dalam indeks demokrasi, tetapi juga menggambarkan krisis etika yang serius dalam politik Indonesia. Selain itu, Rocky Gerung juga menyoroti gejala munculnya otoritarianisme. Dia mengingatkan bahwa untuk menjaga demokrasi yang sehat, dibutuhkan keragaman pendapat dan keberanian untuk menyuarakan kritik. Namun, dengan semakin ditekannya perbedaan demi persatuan, Rocky Gerung menilai hal tersebut sebagai tanda awal bahwa Indonesia sedang menuju arah yang berbahaya. Akademisi UI itu juga  mengingatkan bahwa pembangunan bangsa tidak hanya membutuhkan kecerdasan teknis, tetapi juga kecerdasan moral yang tinggi. \"Sangat mungkin Negeri ini udah jadi ampas di dalam peradaban politik dunia,\" jelasnya. Rocky meramalkan bahwa masa depan demokrasi Indonesia tidak pasti. Oleh karena itu ia menekankan perlu adanya introspeksi mendalam dan reformasi yang berarti agar negara ini dapat bangkit dari keterpurukan. (ida)

Nama nama Menteri Kabinet Prabowo Beredar, Rocky: Jokowi Juga Kirim Proposal

Jakarta | FNN - Presiden terpilih belum dilantik, tetapi daftar kabinet sudah memenuhi jagat medsos dengan berbagai macam nama calon menteri. Hal ini tentu menyita perhatian publik. Bahkan, sejumlah nama-nama menteri yang mengisi kabinet tersebut masih didominasi wajah lama sehingga mengundang rasa penasaran publik. Sontak hal tersebut sorotan dari berbagai pihak tak terkecuali pengamat politik Rocky Gerung meski sempat dibantah oleh salah satu petinggi Partai Gerindra belum lama ini. Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa tentunya itu berita baik untuk partai partai pendukung. Tentu itu berita baik buat partai-partai yang ingin dapat port folio tambahan. Tapi juga bisa menjadi berita buruk bagi Pak Jokowi,\" kata Rocky kepada Hersubeno Arief dari FNN, Selasa, 7 Mei 2024.  Sebab nantinya, menurut Rocky Gerung, bagian Jokowi akan jauh lebih sedikit. \"Tapi apapun yang dimungkinkan oleh undang-undang itu adalah soal kapasitas Pak Prabowo untuk menentukan sendiri. Dia perlu 40 atau 37 menteri, mungkin dia perlu tambahan menteri atau cukup dengan itu dan itu Prabowo menghitung,\" jelasnya. Rocky Gerung berpendapat, bukan tidak mungkin Jokowi akan membawa \'proposal\' untuk menambah \'jatah\'. (IDA)

Tanggapi Pernyataan Prabowo, Selamat Ginting: Demokrasi Asli Indonesia Sumbernya Semangat Kolektivisme

Jakarta | FNN - Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, demokrasi asli Indonesia sumbernya adalah semangat kolektivisme (kebersamaan), sehingga pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mendapatkan mufakat. Bukan pertentangan antara penguasa dengan oposisi atau penentang pemerintah yang berkuasa.  “Demokrasi Indonesia itu berbeda dengan demokrasi model Barat yang indiviualistis mengabaikan kebersamaan dan gotong royong,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas di Jakarta, Selasa (14/5/2024). Ia menanggapi polemik dari pernyataan presiden terpilih hasil pilpres 2024 Prabowo Subianto. Prabowo meminta agar pihak yang tidak ingin diajak kerja sama, tidak mengganggu kerja-kerja pemerintahannya. Prabowo akan mengajak semua pihak untuk bekerja sama di pemerintahannya. Hal itu diungkapkannya dalam acara Workshop Bimtek Anggota Legislatif tingkat Nasional dan Rakornas Pemenangan Pilkada Serentak 2024. Prabowo menyebutkan tidak akan memaksa pihak yang tidak ingin diajak bekerja sama. “Indonesia tidak bisa dibendung. Kecuali elite Indonesia tidak bisa atau tidak mau kerja sama. Kuncinya itu,” kata Prabowo di Jakarta, baru-baru ini.  Menurut Selamat Ginting, sifat demokratis yang menjadi ciri kebersamaan yang diinginkan para pendiri bangsa Indonesia implementasinya dalam wujud saling bekerjasama, tolong menolong, saling bantu, gotong royong, dan sejenisnya. Bukan berjalan sendiri-sendiri atau perseorangan yang mengabaikan untuk saling bantu menyelesaikan masalah bangsa dan negara. Sehingga, lanjutnya, demokrasi di Indonesia mengabaikan oposisi seperti demokrasi model barat. Sekaligus mengedepankan harmoni untuk bersama-sama memelihara kohesi sosial agar tercapai kerukunan bangsa. Memang terasa aneh bagi kalangan yang mengacu pada demokrasi barat. “Oposisi atau beda pendapat dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Itu yang diinginkan para pendiri bangsa Indonesia ketika merumuskan demokrasi yang ideal untuk Indonesia yang multi kultural, multi agama, multi golongan, dan banyak multi lainnya” ujar Ginting. Dikemukakan, kebersamaan dalam membangun negara tetap harus menghormati perbedaan. Tetapi harus ada yang mengingatkan jika pemerintah keliru.  Namun, mesti dilakukan dengan kritik yang tidak harus sampai melukai, bahkan sampai menimbulkan disintegrasi bangsa. “Jadi itulah demokrasi ala Indonesia yang bersemangat kohesivisme dalam kekeluargaan yang penuh harmoni persatuan bangsa dan negara. Bukan demokrasi one person one vote model barat,” pungkas Ginting. (sws)

Selamat Ginting: Terminologi OPM Membuat Koops Habema TNI Lebih Efektif dalam Menjaga NKRI di Bumi Papua

Jakarta | FNN - Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, penggunaan terminologi OPM (Organisasi Papua Merdeka) ternyata sangat efektif bagi Koops Habema TNI dalam menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) di Bumi Papua.  \"Pasukan dari tiga matra yang tergabung dalam Komando Operasi Habema (Harus Berhasil Maksimal) TNI berhasil melumpuhkan 24 personel OPM termasuk dua pimpinan tentara OPM serta merebut senjatanya dan empat markas OPM dalam tempo satu bulan,\" kata Selamat Ginting di Jakarta, Ahad/Minggu (12/5/2024). Menurutnya, perubahan terminologi OPM dari sebelumnya KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) maupun KST (Kelompok Separatis Teroris) membuat pasukan TNI tidak terkendala psikologis dalam menggempur markas-markas OPM di hutan-hutan Bumi Papua. \"Data-data orang yang bisa diperangi dari informasi Satgas Polri di Papua kepada Koops Habema TNI ditindaklanjuti dengan serbuan-serbuan cepat oleh Koops Habema TNI dalam perebutan tempat strategis pertempuran,\" ungkap Selamat Ginting. Terminologi OPM kembali digunakan saat Jenderal Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI. Koops Habema TNI juga dibentuk oleh Jenderal Agus Subiyanto. Koops Habema TNI, kata Ginting, dipimpin Panglima Brigjen Lucky Avianto, lulusan terbaik Akmil 1996. Ia juga lulusan Seskoad, Sesko TNI, dan Lemhannas. Koops ini terdiri dari satuan terbaik dari Kopassus, Kostrad, Marinir, dan Kopasgat. Koops Habema TNI, lanjutnya,  dibagi dalam Sektor Timur dan Sektor Barat yang merupakan basis OPM.  \"Jadi mereka efektif  bertugas di wilayah hitam atau tempat yang dikuasai combatan OPM,\" ujar Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik dan pertahanan keamanan negara. Lebih efektif lagi, kata Ginting, Koops Habema TNI juga sekaligus menangani operasi tempur, intelijen, dan, pembinaan teritorial di wilayah hitam tersebut. Satu rentang kendali operasi, tidak banyak komandan dari berbagai tingkatan yang merecoki aktivitas mereka. Wilayah-wilayah yang masuk kategori hitam, lanjut Ginting, setelah berhasil dikuasai Koops Habema akan diserahkan kepada satuan lain untuk pembinaan masyarakat. Dalam beberapa bulan terakhir, kata dia, combatan OPM, senantiasa menyasar pos-pos TNI dan Polri, seperti di Distrik Homeyo. Juga menyasar pasar tradisional, rumah sekolah, rumah ibadah, rumah sakit dan rumah masyarakat.  \"Teror  yang dilakukan OPM jelas menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat, karena itu harus ditumpas,\" pungkas Ginting. (sws)

Selamat Ginting: Sistem Presidensial Rasa Parlementer Membuat Kabinet jadi Gemoy

Jakarta| FNN - Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan,  memang sistem pemerintahan negara Indonesia adalah sistem presidensial. Namun penuh dengan rasa parlementer. \"Akibatnya presiden Indonesia di era reformasi kesulitan membentuk zaken kabinet atau kabinet yang berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi dari suatu partai politik tertentu,\" kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Jumat (10/5/2024). Menurutnya, kendati Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden hasil pilpres 2024, namun partai politiknya Gerindra hanya menduduki posisi ketiga.  Selain itu, kata dia, Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukungnya dalam pilpres pun hanya mendapatkan sekitar 48,3 persen kursi di parlemen. Terdiri dari Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PAN. Sedangkan lawan politiknya kubu pendukung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo jika digabung mendapatkan 51,7 persen kursi di DPR. Terdiri dari PDIP,  Partai Nasdem, PKB, dan PKS. \"Kondisi inilah yang membuat presiden terpilih di era reformasi gamang bahkan ketakutan jika lawan politiknya tidak diajak bergabung dalam kabinet. Takut diganggu di parlemen,  sehingga cenderung membuat kabinet gemoy (gemuk),\" ujar Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. Ia menanggapi rencana presiden terpilih Prabowo Subianto yang berencana akan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 kementerian.  \"Untuk menambah nomenklatur harus terlebih dahulu merevisi UU Kementerian Negara,\" ujar pengamat berpendidikan doktoral ilmu politik itu. Presiden terpilih, lanjutnya, tidak bisa serta merta menambah jumlah kementerian tanpa merevisi undang-undang, karena akan melanggar hukum, yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selamat Ginting menjelaskan  pada Pasal 12,13, dan 14 UU Kementerian Negara telah mengatur tentang pembatasan jumlah bidang kementerian yakni sebanyak 34. \"Disebutkan paling banyak 34 kementerian, dengan rincian empat menteri koordinator, dan 30 menteri bidang,\" kata pengamat politik yang sebelumnya menjadi wartawan bidang politik itu. Dia mengingatkan agar presiden terpilih Prabowo Subianto tidak sekadar  mengakomodasi kepentingan partai politik yang justru pada saat pilpres menjadi lawan politiknya. \"Jika Prabowo akan menambah jumlah kementerian dengan mengakomodasi lawan politiknya, artinya Prabowo gamang dan tidak yakin dapat mengendalikan pemerintahannya dengan efektif,\" ungkap Selamat Ginting. Kondisi seperti ini, lanjutnya, mirip seperti era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Jokowi yang ketakutan dengan lawan politiknya, sehingga merangkulnya dalam kabinet. \"Bagi-bagi jabatan dengan mengabaikan zaken kabinet seperti era Jokowi tidak perlu ditiru. Apalagi sejumlah menteri dari partai politik, utamanya dari partai pendukung justru menggerogoti pemerintahan dengan tindakan korupsi,\" ujarnya. Disebutkan sejumlah menteri pemerintahan Presiden Jokowi dari partai politik ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti Idrus Marham (Golkar), Juliari Batubara (PDIP), Johnny Plate dan Syahrul Yasin Limpo (Nasdem), Imam Nahrawi (PKB), dan Edhy Prabowo (Gerindra). Sedangkan di era Presiden SBY ada lima menteri dan era Presiden Megawati Soekarnoputri ada tiga menteri yang ditangkap KPK. (*)