Memorial dari Maklumat Jogjakarta
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Memorial atau tanda peringatan adalah objek yang berfungsi sebagai fokus untuk mengenang, mengingat sesuatu, atau suatu peristiwa yang pernah dan atau sedang terjadi.
Peringatan "Maklumat Penyelamatan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia" yang dikeluarkan di Yogyakarta pada 18 Mei 2024, yang ditandatangani antara lain oleh : Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto, Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A. dan Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D.
Memuat peringatan dini yang keras "bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia harus segera kembali ke UUD 45, Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali sesuai amanat pendiri Bangsa Indonesia"
"Apabila Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap berjalan di luar kendali UUD 45 dan Pancasila maka keadaan yang tidak terkendali harus diserahkan kembali kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia"
"Dalam kondisi darurat Revolusi Rakyat adalah salah satu cara yang syah menentukan dan mengambil kebijakan negara sebagai pemilik kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia"_.
Peringatan dini tersebut bukan sekadar "sekadar aksesoris peringatan politik tetapi peringatan dini negara dalam bahaya sedang terperosok pada jalan yang keliru bahkan sedang berjalan pada jalan yang sesat"
Maka pada Selasa, 21 Mei 2024 para inisiator "Maklumat Yogjakarta" bertempat di gedung Nusantara UC UGM Yogyakarta merapat kembali dengan pertemuan di pimpin langsung "Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto"" dan didampingi para Guru Besar dari UGM mengeluarkan memorial yang harus diketahui masyarakat Indonesia ;
Pertama, dengan panduan tutorial Prof. DR. Kaelan, M,S. mengeluarkan peringatan dini bahwa :
- UUD 45 telah di menjadi UUD 2002 ( 97 % psl. dalam UUD 45 telah di ubah
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak lagi berdasarkan Pancasila
- Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara abu abu karena MPR telah di hapus peran dan fungsinya sebagai lembaga tertinggi negara
- Negara telah meninggal bahkan menghapus Nilai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Sistem ketatanegaraan terkait kejelasan, kepastian, ketertiban negara dikelola sesuai tujuan negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 45, menjadi liar (negara tanpa arah tujuan)
Kedua, dengan panduan Prof. Dr. Rochmat Wahab M.Pd., M.A. dan Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A.(Hons.), M.A., M.P.I.A., Ph.D. dari pertemuan tersebut juga memberikan sinyal peringatan dini ;
- Presiden Jokowi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mengelola dan mengendalikan negara dengan seenaknya ( suka suka ) disaat negara dalam kondisi abu abu ketika negara sudah meninggal UUD 45.
- Lahirnya macam UU dan peraturan yang merupakan produk kerja Presiden dan DPR menjauh dari kepentingan rakyat dan mendekat dengan pemesan UU ( Oligarki dan kekuatan asing lainnya )
- Munculah program infrastruktur, Program Strategis Nasional ( PSN ) , pembangunan Ibu Kota Negara ( IKN ) , pengelolaan sumber ekonomi / alam, di ekploitasi kerja sama dengan Cina dan negara lainnya, terlihat jelas bentuk lain "Jokowi sedang menjual kedaulatan negara"
"Sekilas atas kejadian di atas melalui "Maklumat Yogjakarta" rakyat Indonesia harus bangkit kesadarannya untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancurannya."
Masyarakat luas harus disadarkan bahwa bahwa NKRI Sedang dilanda krisis bahkan kebutuhan konstitusi telah mendatangkan bencana serius dengan segala dampak kerisauan kehancuran nya.
Penggagas "Maklumat Yogjakarta" tidak akan tinggal diam, dan akan membawa semua kerusakan negara karena krisis dan kebuntuan konstitusi akan di bawa dialog kepada Panglima TNI dan pejabat tinggi lainnya terkait sesuai tugas dan fungsinya"
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan wilayah NKRI
TNI bukan sebagai pelayan Presiden Jokowi dan Presiden calon penggantinya (Prabowo Subianto) yang akan meneruskan program Jokowi juga harus dalam pengawasan ketat, karena sama sama dalam posisi rawan dan berbahaya. ***