POLITIK

Membagikan Sendiri Bansos, Jokowi Memboroskan Anggaran Hanya untuk Pencitraan

Jakarta, FNN - Meski Bansos kini tengah menjadi sorotan, tetapi Bansos tetap diperlukan karena daya beli masyarakat tidak cukup. Oleh karena itu, mustinya daya beli ditingkatkan. Selama daya beli tidak ditingkatkan maka rakyat berhak minta Bansos karena ini masalah kesejahteraan. Tetapi, bukan berarti presiden boleh menunggangi Bansos. Bayangkan, untuk kunjungan seorang Presiden ke satu daerah, berapa anggaran negara yang digunakan, karena Presiden harus melibatkan pengamanan yang luar biasa. Belum lagi tim pendukungnya, tim advance, tim pengamanan, dan koordinasi di tingkat pemerintah daerah. Itu hanya digunakan oleh Jokowi untuk bagi-bagi Bansos, meski kadang di-bandling dengan peresmian sebuah proyek. Ini benar-benar pemborosan dana yang jika dikonversi menjadi Bansos juga cukup besar. Ditambah lagi Bansos yang sebenarnya adalah dana pemerintah diklaim oleh Jokowi. Bahkan, kemarin Zulkifli Hasan mengklaim bahwa Jokowi adalah PAN sehingga jika Jokowi memberikan Bansos itu bantuan dari PAN juga. “Iya, untuk mengamankan presiden masuk gorong-gorong, mengamankan presiden masuk gang-gang sempit, perlu persiapan satu malam. Untuk mempersiapkan satu malam, perlu ada ide maka mesti ada tim advance dulu. Nanti untuk pasang kamera uangnya macam-macam. Jadi, hanya untuk bagi-bagi dua liter minyak goreng, satu kilo telur, dan sebagainya, harus keluar biaya yang sangat besar,” ujar Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky gerung Official edisi Selasa (2/1). Tetapi, lanjut Rocky, presiden tetap menganggap bahwa itu adalah hak dia, padahal rakyat mengetahui bahwa presiden ke situ cuma mau nampang, tidak ada efeknya apa-apa. “Yang menjadi masalah, Jokowi tetap menganggap bahwa kalau dia bagi-bagi Bansos maka elektabilitas dia akan naik terus. Kan itu juga ngacau. Jadi, dia memboroskan anggaran negara hanya untuk pagelaran pencitraan dia,” ujar Rocky. (ida)

Presiden Jokowi Harus Berhenti Membagikan Sendiri Bansos Karena Conflic of Interest

Jakarta, FNN – Berbicara mengenai Bansos, kemarin TPN Ganjar – Mahfud sempat meminta agar Bansos ditunda dulu sampai Pilpres berakhir. Tetapi, hal itu akan menyusahkan rakyat kecil karena banyak sekali rakyat yang membutuhkan Bansos. Sebetulnya yang dipersoalkan Bansosnya, tetapi Presiden Jokowi yang masih terus membagi-bagikan sendiri Bansos itu kepada rakyat. Ini bisa memengaruhi elektoral seseorang yang dia jagokan. Bansosnya sendiri baik-baik saja dan itu merupakan hak dari masyarakat Indonesia atas pajak-pajak yang mereka bayar. Bansos timbul karena Presiden Jokowi mau langsung mendapat efeknya. Dengan menyerahkan langsung Bansos ke rakyat, artinya Jokowi bertatapan dengan rakyat, bukan bertatapan dengan problem rakyat. “Dia (Jokowi) hanya ingin bertatapan dengan rakyat supaya rakyat tahu bahwa dia membawa oleh-oleh. Itu masalahnya. Jadi, cara berpikirnya juga mesti kita ubah,” ujar Rocky Gerung di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (2/1). “Bagi-bagi bansos on the spot itu adalah kampanye. Mestinya Bansos itu dilanjutkan oleh RT/RW/Lurah, bukan presiden yang bagi-bagi Bansos. Itu memengaruhi efek elektoral dari seseorang yang dia jagokan,” tegas Rocky. Tentu orang tetap menganggap bahwa kebutuhkan hidup masyarakat yang terpapar kemiskinan perlu diangkat, dientaskan kemiskinannya. Tetapi, bukan dengan memanfaatkan Bansos untuk urusan kampanye. “Jadi, Jokowi yang mesti berhenti membagi-bagi Bansos, bukan Bansos yang dihentikan,” tambah Rocky. Oleh karena itu, Jokowi harus berhenti membagi-bagikan sendiri Bansos kepada rakyat, karena bagaimanapun juga conflic of interest-nya sangat kelihatan. “Iya, itu artinya Jokowi memang merencanakan bahwa dia akan turun kampanye sendiri untuk mem-backup Gibran,” ujar Rocky. Kalau kita lihat aktivitas bandara Presiden Jokowi dari satu bandara ke bandara lain, lanjut Rocky, dia bukan membawa konsep, tapi membawa goodybag, membawa oleh-oleh yang dia sebut sebagai Bansos. Padahal, itu adalah hak dari rakyat. Harusnya disalurkan lewat Departemen Sosial, koperasi, atau UMKM. “Semua ada fasilitasnya, kenapa Jokowi sendiri yang mesti turun, seolah-olah 9 tahun yang lalu masih dia ulangi karena takut elektabilitas dia dan Gibran turun drop sehingga dia mesti tatap mata dengan publik,” ujar Rocky.(ida)

Belajar dari Debat Bersama Anak Muda, Anies Mulai Konsisten Soal IKN

Jakarta, FNN – Jika kita membahas kembali soal debat cawapres yang diselenggaran KPU beberapa waktu lalu, ada benang merah yang bisa dijadikan catatan berkaitan dengan pandangan para pemilih muda tentang cawapres muda Gibran. Seperti disampaikan oleh Rocky Gerung dalam sebuah diskusi di kanal You Tubenya, bagi anak-anak muda, kecenderungan untuk kembali pada politik yang basisnya adalah akal sehat, perdebatan intelektual, dan pemeriksaan metodologi, tidak ada pada Gibran, karena Gibran tidak terlatih untuk berpikir secara metodologis. Gibran bisa mengucapkan sesuatu dalam 10 - 20 menit karena dia hafal. Jadi, lama-lama anak-anak muda tahu cara Gibran menerangkan idenya. Ini bukan sekadar kesimpulan Rocky karena dia sudah berbicara dengan anak-anak muuda dan mereka menerangkan hal itu. Mereka mengakui terlihat cepat, tapi mereka bilang seperti diperam. Begitu selesai suhu peramnya, Gibran sudah tidak bisa lagi berpikir. “Jadi, hal yang sebetulnya bisa disembunyikan oleh tim paslon 2 ini ternyata dibahas dan diulas dengan baik oleh netizen, terutama oleh anak-anak muda tadi,” ujar Rocky di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (1/1). Anak-anak muda ini menganggap bahwa Gibran tidak memahami akar masalah. Hal itu terlihat dari ekspresi wajahnya. Mereka juga menerangkan bahwa kedengarannya Gibran paham akar masalah, tetapi kalau dikejar dua putaran (debat) pasti keteter. Inilah kesimpulan yang dibuat oleh pemilih muda yang hampir 60% menguasai suara di 2024 nanti. Sebaliknya, di sisi lain, perubahan sikap Anies dalam menjawab soal IKN, sangat terlihat. Jika pada beberapa kesempatan awal Anies masih mencoba berdiplomasi, tapi lewat berbagai forum Desak Anies dan forum-forum lain akhirnya makin jelas sikap Anies terhadap IKN. Besar kemungkina hal ini terjadi karena peran para pemilih muda yang menginginkan Anies harus berbeda dengan rezim Jokowi kalau mau dipilih anak muda. “Itu pentingnyanya debat itu berkelanjutan, supaya dialektikanya timbul,” ujar Rocky. Dalam debat-debat sebelumnya Anies masih berupaya untuk mengikuti undang-undang dalam soal IKN. Tetapi, kemudian dia masuk dalam desakan yang baru di debat yang lain, lalu diuji apa yang Anda maksud sebagai harus dilanjutkan. Bukankah sesuatu yang buruk harus dibatalkan, kenapa dilanjutkan. Undang-undang itu bisa dibatalkan oleh undang-undang lagi. Akibatnya, Anies kehilangan argumen karena terasa bahwa konsistensi dia tidak ada kalau begitu. Oleh karena itu, Anies mulai mengubah. “Jadi, Anies justru belajar dari debat itu. Ide dia tumbuh karena belajar dari debat. Kalau Gibran, dia enggak belajar dari debat. Dia berupaya untuk memengaruhi debatnya itu dengan basis yang sebetulnya itu-itu juga. Jadi, Anies tumbuh secara dialektik, Gibran berhenti dan final karena ada pikiran absolut yang sudah ditanamkan oleh bapaknya, yaitu keberlanjutan, keberlanjutan, keberlanjutan,” tegas Rocky. (ida)

Akhirnya Pemilih Muda Tahu bahwa Gibran Hanya Ditempelkan, Bukan Karena Ada Idenya

Jakarta, FNN – Akhirnya Bawaslu menurunkan baliho Prabowo – Gibran yang dipasang di landmark Batam. Tetapi, penurunan baliho dilakukan setelah tahun baru sehingga fotografer keliling di area WTB sudah telanjur seret rezekinya karena ketika pada tahun baru banyak turis yang tidak mau difoto di  tempat tersebut akibat di belakang mereka ada baliho Prabowo dan Gibran. Mungkin kalau cuma foto Prabowo masih banyak yang memaklumi, tetapi begitu berdampingan dengan Gibran, orang langsung berubah psikologinya karena the chemistry doesn\'t mix. Tetapi, tim Prabowo mungkin menganggap ya dipaksa saja terus-menerus, nanti lama-lama juga suka. Apa pun keadaannya, sudah menjadi semacam diktum bahwa yang menginginkan perubahan adalah mereka yang memungkinkan politik itu dihela lebih cepat ke depan. Sedangkan yang tidak menginginkan perubahan tentu menganggap ya sudah di sini saja. Fotografer selalu menunggu momentum dan kali ini ada momentum akhir tahun sehingga mereka berharap mendapat pelanggan lebih banyak. Tetapi, momen akhir tahun kali ini, rezeki para fotografer di area sekita WTB seret gara-gara ada foto Gibran. Ironis memang, orang malas berfoto di WTB karena ada fotonya Gibran. Padahal, selama ini Gibran diharapkan bisa menggaet pemilih muda yang jumlahnya sangat besar, di atas 50 persen. Jumlah ini menjadi pasar perebutan yang besar. Jadi, pada pemilu kali bukan lagi pemilih warga di pedesaan yang diperebutkan, tapi justru pemilih muda. Tetapi, sepertinya Gibran tidak bisa masuk lagi di situ. “Kelihatannya sudah final, pemilih muda yang terdidik pasti lebih mendengar ketua BEM UI, ketua BEM UGM, atau ketua BEM UNS daripada mendengar kampanye yang ada kehadiran Gibran. Karena, akhirnya anak-anak muda ini tahu bahwa Gibran itu hanya ditempelkan. Bukan karena idenya ada, tapi karena keinginan Jokowi untuk menjamin kelangsungan rezimnya,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (1/1). Sebaliknya, lanjut Rocky, diskusi-diskusi yang dilakukan oleh Anies jauh lebih menarik, seperti yang dikemas dalam Desak Anies. Dari acara tersebut otomatis orang ingin menguji Anies teguh atau tidak, konsisten atau tidak pada ide-idenya, yang itu tidak mungkin didapatkan dari Gibran. “Jadi, bagi anak-anak muda ini, kecenderungan untuk kembali pada politik yang basisnya adalah akal sehat, basisnya adalah perdebatan intelektual, basisnya adalah pemeriksaan metodologi, itu tidak pada Gibran karena Gibran tidak terlatih untuk berpikir secara metodologis. Dia bisa ucapin sesuatu dalam 10 - 20 menit karena dia hafal. Jadi, lama-lama anak-anak muda ini tahu cara Gibran menerangkan idenya,” ujar Rocky.(ida)

Tahun Baru: Masyarakat Menunggu Pelantikan Presiden Baru dari Rezim Baru

Jakarta, FNN – Memasuki tahun baru, pelaksanaan Pemilu semakin dekat, tinggal kurang lebih 1,5 bulan lagi. Kampanye pun sudah berlangsung sejak 28 November dan akan berakhir 10 Februari mendatang. Bagaimana Rocky Gerung mengevaluasi hal ini? “Kalau saya amati, orang menunggu pelantikan presiden yang tidak datang dari wilayah rezim lama. Orang menginginkan keadaan itu berbalik karena kejenuhan. Bukan karena kebencian terhadap Jokowi, tapi jenuh karena melihat kelakuan Jokowi,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (1/1). Rocky juga mengatakan bahwa tidak ada orang yang benci pada Jokowi karena semua orang tahu bahwa Jokowi memang kapasitasnya adalah menyelundupkan kepentingan dia. Tetapi, karena cara menyelendupkannya terbuka dan masih mau disembunyikan, lalu orang jenuh melihat perangai seorang Kepala Negara berupaya menyelundupkan putranya dan terlihat bahwa seolah-olah penyelundupan itu normal. Oleh karena itu, lanjut Rocky, orang menginginkan supaya ada percepatan isu, supaya terlihat bahwa masyarakat Indonesia menginginkan betul seseorang itu datang dari kapasitas yang pernah dibayangkan oleh para pendiri bangsa kita, yaitu yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu memelihara fakir miskin. Itu kriteria yang ditunggu oleh publik berdasarkan perintah konstitusi. Tetapi, saat ini Jokowi masih terus keliling Indonesia bagi-bagi Bansos,  yang  terindikasi menjadi salah satu instrumen kecurangan yang digunakan oleh pemerintah, yaitu menggunakan fasilitas negara dan menggunakan dana negara. “Iya, itu sudah pernah diriset dan sekarang juga masih diriset dan proposal riset itu diserahkan kepada Jokowi: Begini Pak, masyarakat itu tidak peduli soal kecerdasan, tidak peduli soal cita-cita konseptual, mereka cuma ingin dapat bantuan yang riil,” ujar Rocky. “Itulah yang dilakukan oleh Jokowi. Jadi, dasarnya adalah riset dari lembaga-lembaga survei, yaitu memelihara kemiskinan dan memelihara kedunguan, karena cuma itu cara menang,” tambah Rocky. Jadi, lanjut Rocky, bagaimana kita melihat bahwa peningkatan IQ tidak terjadi, tetapi BLT justru diberikan ke situ. Oleh karena itu, orang tanpa kritis lagi merasa bahwa mereka menerima saja Bansos yang dianggapnya dari Presiden, sehingga mereka merasa perlu mendukung anaknya presiden. Padahal, Bansos itu diambil dari pajak seluruh raktyat Indonesia. “Bagi-bagi BLT secara analisis akademis adalah penghinaan karena memberi ikan, bukan memberi pancing. Artinya, membuat orang ketagihan dengan BLT dan di dalam BLT itu selalu ada penyelundupan politik,” ujar Rocky.(ida)

Presiden Jokowi Menjamin Pemilu Jujur, Adil, dan Transparan?

Jakarta, FNN – Dalam rapat konsolidasi nasional KPU RI (30/12), Presiden Jokowi berpesan kepada jajaran Komisi Pemilihan Umum dari pusat hingga daerah untuk melaksanakan pemilu serentak 2024 secara jujur dan adil. Usai bertemu KPU, kepada pers Presiden mengatakan bahwa beliau menjamin pemilu tahun 2024 ini akan berlangsung jujur, adil, dan transparan. “Semuanya kan mekanismenya ada semuanya, sudah ada saksi di setiap TPS, saksi dari kandidat presiden dan wakil presiden ada, saksi dari partai-partai ada, penghitungan suara juga terbuka, transparan. Boleh diklik, difoto, diambil gambarnya, semuanya terbuka, transparan. Terus kurang apa lagi?” kata Presiden.   Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (1/1) mengatakan, “Ya, jaminan Presiden itu jaminan politis, sudah pasti. Kalau yang menjamin Kepala Negara itu jujur, tapi kalau Presiden yang sedang berkuasa menjamin, pasti nggak jujur tuh.” Tapi itu basa basi sebetulnya, lanjut Rocky. Kalau kita lihat, siapa pun, bahkan presiden yang paling netral sekalipun, selalu ada favoritisme, apalagi presiden yang dari awal sudah tidak netral. Itu bedanya antara janji Jokowi dan kedudukan dia sebagai orang yang terlibat dari awal, dengan mengatakan bahwa dia akan cawe-cawe dalam pemilu. Hal itu pula yang menjadi tanda pertama pintu masuk untuk orang untuk tidak percaya pada apa yang diucapkan oleh Jokowi. Apalagi itu ucapan di akhir tahun. Sementara itu, mengomentari jaminan Pemilu dari Jokowi tersebut, banyak netizen yang menyatakan bahwa sebetulnya hal itu bagus sekali, tetapi masalahnya hal itu diucapkan oleh Jokowi. Mereka tidak percaya pada ucapan Jokowi. “Sebetulnya jangan terlalu sinis pada Jokowi, kan beliau katakan, saya jamin transparan untuk kemenangan Gibran. Itu transparan,” ujar Rocky berseloroh. Jadi, tambah Rocky,  semua orang sudah berpikir bahwa Jokowi selalu menyimpan kurikulum terbalik dan upaya untuk menyembunyikan kurikulum Jokowi itu tidak mungkin. Karena dari sudut pandang apa pun, tidak ada yang percaya bahwa Jokowi akan netral, tidak akan ada yang percaya bahwa Jokowi akan meminpin negeri ini sebagai kepala negara. Dia justru memimpin negeri ini sebagai kepala keluarga dan kepala keluarga tidak akan mungkin netral kepada anak-anaknya. Itu yang menjadi semacam patokan. “Jadi, jika dia mengatakan bahwa dia akan netral dan dia akan baik-baik saja, itu sekadar lips service,” tegas Rocky.(ida)

Memasang Baliho di Landmark Batam, Paslon 2 Minim Etik

Jakarta, FNN – Baliho Prabowo – Gibran yang dipasang di ikon Batam dinilai telah merusak etika. Bagaimana tidak,  ikon landmark Welcome to Batam (WTB) yang seharusnya menjadi kebanggaan bagi Batam dan kebanggaan bagi turis, harus ‘dirusak’ oleh alat peraga kampanye Prabowo-Gibran. Padahal, para turis biasanya akan berfoto di simbol kota Batam tersebut. Tetapi, berbicara soal etika, paslon nomor urut 2 ini memang minim etik sejak awal. Hal itu juga dikatakan oleh Edy Mulyadi, wartawan senior FNN, dalam kanal You Tubenya, ”Jadi, soal etik, paslon nomor 2 memang bukan cuma nol, tetapi sudah minus, terjun angkanya ke jurang paling dalam.” Kalau orang beradab, lanjut Edy, nilainya lebih tinggi dari sekadar pasal-pasal dalam undang-undang. “Jadi, sekali lagi saya ingin mengatakan pada teman-teman bahwa peristiwa ini membuktikan bahwa penguasa bukan cuma bisa apa saja, tetapi memang melakukan apa saja. Kalau cuma bisa apa saja, itu belum tentu dilakukan,” tegas Edy. Jadi, lanjut Edy, kalau dia bisa dan kemudian melakukannya, itu menunjukkan bahwa dia arogan. Jadi, segala protes rakyat yang berakal waras dan berkeadaban, akan mentah atau dimentahkan oleh aparat. Jadi, begitu Jokowi mengatakan bahwa cawe-cawe adalah tanggung jawab moralnya sebagai presiden, diterjemahkan ke bawah sebagai perintah yang harus dieksekusi dengan segala macam variannya, aparatnya, sumber dana, dan sumber dayanya. Memprihatinkan.(ida)

Dahsyat, Baliho Prabowo – Gibran Dipasang di Landmark Batam, Sebebas Itu?

Jakarta, FNN – Luar biasa, spanduk kampanye capres nomor urut 2 Prabowo – Gibran dipasang di ikon landmark Welcome to Batam (WTB) di dua huruf O dari kalimat Welcome to Batam. Hingga kemaren, Ahad (31/12/23), spanduk belum diturunkan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau yang langsung turun ke lokasi memastikan bahwa hal tersebut melanggar aturan pemasangan alat kampanye. Bahkan, Ketua Bawaslu Kepri sudah minta agar Satpol PP menindaklanjuti hal tersebut sesegera mungkin. \"Saya sudah koordinasi dengan Bawaslu Kota Batam, sudah minta Satpol PP menindaklanjuti sesegara mungkin (menurunkan spanduk),\" kata Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril Putra di Batam, Ahad (31/12/23) seperti dikutip dari tempo.co. Zulhadril juga menegaskan bahwa alat peraga kampanye hanya boleh dipasang di area yang sudah ditentukan. Area publik seperti tempat wisata dilarang untuk dipasang peraga kampanye. Apalagi di ikon kota Batam. “Fakta ini sekali lagi menunjukkan kepada kita semua bahwa istana bisa berbuat apa saja dengan cawe-cawenya,” ujar Edy Mulyadi dalam kanal You Tube Bang Edy Channel edisi Senin (1/1/24).(ida)

Di Tangan Anies, Tiktok Bukan Lagi Tempat Capres dan Politisi Alay

Jakarta, FNN – Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1, tidak hanya dinobatkan sebagai raja debat oleh sejumlah pakar komunikasi dari berbagai Perguruan Tinggi, tetapi kita juga harus mengakui bahwa Anies dan timnya telah membuat sebuah terobosan baru dalam strategi kampanya yang berdampak sangat besar terhadap perkembangan demokrasi di Indpnesia. Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Anies dan timnya dalam masa kampanyenya adalah  keberanian dan kesediaannya bertemu, berdialog, dan bahkan berdebat dengan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari akademisi, diplomat, pelaku bisnis, wartawan, anak muda, pelajar, mahasiswa, petani, hingga nelayan dan sebagainya di berbagai kota di Indonesia. Terakhir, beberapa hari lalu Anies berdialog dengan petani dan nelayan di Banyuwangi. Para petani dan nelayan sangat antusis mengikuti acara Desak Anies hingga mereka rela menempuh perjalanan berjam-jam untuk menemui Anies. Mereka datang dengan segudang harapan agar Anies bisa memberi solusi atas semua permasalahan yang dihadapi di tempat mereka tinggal. “Soal program Desak Anies ini saya harus acungi dua jempol, bahkan dua kaki, karena program ini berhasil mengubah wajah kampanye politik di Indonesia. Kampanye tidak lagi berbasis pengerahan massa, arak-arakan, joget dangdutan, dan lempar-lempar hadiah. Anies dengan sabar, tabah, dan telaten melayani berbagai pertanyaan, serangan, dan  kritikan tajam dari penentang dan pendukung paslon lain,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam kanal You Tube Hersubeno Point edisi Minggu (31/12). Desak Anies benar-benar merupakan debat langsung tanpa aturan kaku seperti yang diselenggarakan KPU. Debat dilakukan dengan riang gembira tanpa ada baper. Para peserta rela berdesak-desakan dan berpanas-panasan untuk mengikuti acara. Bahkan, di antara peserta ada yang mengaku merinding menyaksikan banyaknya jumlah peserta. Rupanya, terobosan Anies tidak hanya berhenti di situ. Kamis malam (28/12) Anies live perdana di Tiktok. Antusiasme pengguna Tiktok pun luar biasa hingga menembus 300 ribu saat Anies live. “Ini merupakan jumlah yang sangat besar bagi seorang politisi yang baru pertama kali live di Tiktok,” ujar Hersu. Yang dibahas dalam Tiktok pun hal yang cukup serius, tidak alay. Sedangkan kita tahu bahwa selama ini Tiktok diisi oleh anak-anak alay. Bahkan, ketika ada politisi yang main Tiktok pun, gaya mereka juga ikutan alay.(ida)

“Perang” Megawati dan Jokowi Mesti Dideklarasikan Agar PDIP Kembali Dihargai, Bukan Sekadar Kirim Sinyal

Jakarta, FNN – Sejak awal kita sudah menduga bahwa Presiden Jokowi akan menggunakan semua instruktur kekuasaan, baik sumber daya politik maupun ekonomi di pemerintahan, untuk memenangkan Prabowo – Gibran. Selain soal Bansos, juga soal banyaknya Kepala Desa yang login ke Projo, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang bertandang ke istana, dan terakhir kemarin Presiden Jokowi juga mengundang Organisasi Sedulur Kayu dan Meubel (Sekabel) yang dulu menjadi timsesnya Jokowi ke istana. Bisa dikatakan bahwa kantor TKN Prabowo – Gibran yang riil adalah di istana, bukan di Jalan Brawijaya. “Itu poin kita dari awal di situ, dan sebelum pisah meja antara Megawati dan Jokowi, Jokowi bilang bahwa dia akan cawe-cawe dalam politik dan PDIP senang betul. Nah, sekarang PDIP yang harus cuci piring sebenarnya. Dia siapkan makan malam, makan malamnya diambil Prabowo dan PDIP bagian cuci piring,” ujar Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Minggu (31/12). “Itulah inti dari perpolitikan dari PDIP yang gagal mengantisipasi apa akibatnya kalau Jokowi bermusuhan dengan Mega dan Mega masih berharap bahwa Jokowi sadar untuk pulang ke rumah PDIP,” tegas Rocky. Dasar-dasar tersebut yang dianggap oleh Rocky bahwa kalau tidak ada perang total antara Jokowi dan Megawati dan itu dibuktikan di dalam ucapan-ucapan Ganjar, maka rakyat tetap menganggap bahwa Ganjar adalah pilihan Jokowi juga. Oleh karena itu, apa yang diperintahkan oleh Jokowi rakyat akan ikut saja dan rakyat akan tetap merasa bahwa serepnya adalah Ganjar dan intinya Prabowo.  Distingsi ini yang harus diluruskan. “Jadi, perang antara Megawati dan Jokowi mesti dideklarasikan. Ini yang akan membuat PDIP dihargai kembali. Bukan sekadar kirim-kirim sinyal,” tegas Rocky.(ida)