POLITIK

Aktivis GMNI Terbitkan Buku Menjemput Mandat Presiden untuk Anies

Jakarta| FNN - Sabtu sore, 25 November 2023, bertempat di Posko Pejuang AMIN Jl  Pandeglang No 41 Menteng Jakarta Pusat, relawan Bro Anies bersama Posko Pilihan Rakyat (PPR) menggelar acara Launching dan bedah buku Menjemput Mandat Presiden. Beberapa toboh politik dan akademisi seperti  Kapten Timnas Pasangan AMIN Marsdya (Horn) (Purn) Ahmad Syaiqu, Prof. Refly Harun, Prof. Marwan Batubara, Prof. Anthony Budiawan, Prof. Egy Sudjana, Jumhur Hidayat dan Edy Mulyadi ikut meramaikan diskusi buku yang ditulis oleh Yusuf Blegur itu. Yusuf Blegur mantan presidium GMNI yang menjadi Ketua Umum BroNies, menyampaikan bahwa  buku Menjemput Mandat Presiden merupakan buku pertama dari Trilogi Mengetuk Pintu langit. Pada bulan Desember 2023 akan terbit buku Upaya Penjegalan dan Kriminalisasi Anies: Berbahayakah Anies Bagi Oligarki. Kemudian di bulan Januari 2024 akan hadir buku Antiklimaks Soekarnoisme: Anies Putra Sang Fajar. Insyaa Allah semua bisa terwujud, sambung penulis yang pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan aktif di pergerakan 1998 itu  Bedah buku yang dihadiri ratusan peserta tersebut melahirkan suasana menjadi hangat tatkala panelis Jumhur Hidayat mengatakan Jokowi menjadi kuat bukan karena kehebatannya, tapi karena rakyat yang takut. Harus ada keberanian dari seluruh elemen rakyat jika rezim Jokowi yang sudah menyimpang dari konstitusi ini ingin dimakzulkan. Sementara Prof. Anthony Budiawan dengan tegas menyebut Jokowi sebagai pengkhianat karena terlalu banyak kesalahan-kesalahan fundamental dalam proses penyelenggaraan negara. Dalam kesempatan itu juga, Yusuf Blegur Blegur berharap buku Menjemput Mandat Presiden ini menjadi salah satu kontribusi dari relawan agar sosialisasi figur Anies Baswedan bisa lebih optimal. Yusuf meminta Timnas Pasangan AMIN bisa membawa buku    yang mengupas rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi Anies ini bisa dibagikan ke seluruh rakyat di peloso-pelosok kota dan desa di Indonesia saat kampanye nanti. (*)

Perang Baratayuda Mega-Jokowi Tapi Malu-Malu

Oleh Djony Edward | Wartawan Senior Forum Keadilan Suhu politik nasional makin panas, terutama dipicu oleh romantisme hubungan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi mulai pupus. Saat ini api permusuhan itu bak api dalam sekam, ke depan bisa saja menjelma menjadi api dalam tunggu politik yang memanas. Banyak kalangan memperkirakan permusuhan itu sifatnya pura-pura agar masing-masing menjadi pemicu naiknya pamor politik kubu Mega dan kubu Jokowi. Tapi tak sedikit yang mengatakan permusuhan itu sungguhan, hanya saja eksalasinya sengaja ditahan agar tidak menjadi marketing gratis pihak seberang.  Mana yang akan menjadi kenyataan, apakah permusuhan itu pura-pura atau permusuhan serius. Benar kata orang bijak, dalam politik tidak ada teman abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Ada yang mengatakan Jokowi memendam dendam lantaran sering digembar-gemborkan oleh Mega sebagai petugas partai. Lalu Jokowi membalas dengan mundurnya satu persatu anak Jokowi dari PDIP, yakni Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka. Dilanjutkan oleh sikap tegas mantu Jokowi, yakni Bobi Nasution yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.. Sementara kubu Mega sendiri sudah memutuskan mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahud MD Berawal Dari 3 Periode Menurut Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP, Adian Napitupulu mengungkapkan awal masalah antara Mega-Jokowi yang menolak permintaan Jokowi untuk memperpanjang jabatan. \"Dulu ada yang datang minta rekomendasi walikota dikasih. Lalu minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi. Lalu minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu minta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar,\" kata Adian. Ia mengatakan saat Jokowi minta dukungan untuk maju sebagai Presiden untuk ketiga kalinya, termasuk minta perpanjangan masa kepresidenan, PDIP dengan tegas menolak. \"Ketika kemudian ada permintaan tiga periode (dan perpanjangan masa kepresidenan), kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui,\" ujar Adian lewat keterangannya, Rabu (25/10). Mega menolak tegas perpanjangan masa jabatan presiden, karena hal tersebut melanggar konstitusi. Sebab dalam  Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, \"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.\" \"Kemudian, ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini, menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita,\" ujar Adian. \"Kalau ada yang marah karena kita menolak penambahan masa jabatan tiga periode atau perpanjangan, bukan karena apa-apa, itu urusan masing-masing. Tetapi memang untuk menjaga konstitusi. Sederhana aja,\" sambungnya. Lucunya, cerita Adian dibantah oleh Ketua DPP PDIP, Puan Maharani. Menurut Puan, Presiden Jokowi tidak pernah meminta kepada Megawati terkait tiga periode masa jabatan presiden. \"Nggak, nggak pernah setahu saya. Nggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode,\" ujar Puan di  Kantor Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Rabu (25/10). Namun, ia menegaskan bahwa masa jabatan presiden adalah maksimal selama dua periode. Konstitusi tidaklah mengatur tiga periode ataupun perpanjangan masa jabatan presiden selama tiga tahun. \"Kalau kemudian ada perpanjangan itu mekanismenya dari mana? Kemudian seperti apa? Waktu itu kan tidak ada mekanisme yang kemudian memungkinkan untuk kita melakukan perpanjangan atau melakukan tiga periode,\" ujar Puan. Permusuhan Pura-Pura Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi angkat bicara melihat hubungan Jokowi dengan Megawati yang tidak harmonis lagi. Pasalnya berbagai pemberitaan belakangan ini menyebut hubungan keduanya sedang tidak baik-baik saja karena putra sulung Jokowi, Gibran, menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo. \"Desas-desus keretakan di internal PDIP kalau dicermati dapat ditelusuri sejak Jokowi masuk DKI,\" kata Muslim . Saat itu, kata Muslim, Prabowo banyak berperan meyakinkan Megawati untuk menerima Jokowi sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Meski saat itu tersebar desas-desus PDIP dukung Fauzi Bowo sebagai cagub. Tapi akhirnya atas perjuangan Prabowo meyakinkan Megawati, Jokowi dicagubkan oleh PDIP dan berhasil sebagai Gubernur DKI pada 2012. Setelah jadi gubernur, lanjut Muslim, Jokowi mau maju sebagai capres, dan akhirnya terpilih sebagai presiden periode 2014-2019. \"Dugaan terjadi pengkhianatan politik dilakukan oleh Jokowi dan juga PDIP terhadap Prabowo. Dari perjanjian Batu Tulis, Megawati akan dukung Prabowo pada Pilpres 2014-2019. Nyatanya Megawati dan PDIP tetap dukung Jokowi, bukan dukung Prabowo,\" Muslim menjelaskan. Hal tersebut menurut Muslim, dianggap sebagai pengkhianatan terhadap Prabowo. Akan tetapi, PDIP dianggap menikmati pengkhianatan tersebut. Atas pengkhianatan itu, PDIP pun saat ini juga merasakannya ketika dikhianati oleh Jokowi. \"Itulah barangkali sebagai pokok ketegangan dan keretakan antara Megawati-PDIP vs Jokowi. Karena saat ini nampaknya Jokowi memanfaatkan Prabowo dengan memajukan Gibran sebagai cawapres. Bisa jadi sikap Jokowi mau obati luka pengkhianatan pada Prabowo yang juga telah ikut membesarkan Jokowi saat Pilgub DKI,\" ungkapnya. Menurut Muslim, dengan mendukung Prabowo dan tidak mendukung Ganjar Pranowo, adalah pengkhianatan Jokowi terhadap Megawati dan PDIP yang all out dukung Jokowi 2 periode. Sehingga kata Muslim, jika Megawati dan PDIP merasa dikhianati, maka dapat menggalang kekuatan di parlemen untuk memakzulkan Jokowi segera mungkin. \"Kalau cuma viralkan opini dan berita di media PDIP bermusuhan, itu dianggap sandiwara belaka. Jika tidak dilakukan Megawati dan PDIP memakzulkan Jokowi, maka dianggap berpura-pura berkelahi. Karena bisa jadi musuh politik yang sebenarnya adalah Anies-Imin,\" jelas Muslim. Melihat latar belakang itu, sambung dia, nampak adanya pura-pura menciptakan ketegangan dan keretakan yang dengan maksud sesungguhnya untuk mengeroyok pasangan Anies-Cak Imin alias Amin. \"Seolah-olah berkelahi betul, tapi bisa jadi cipta kondisi sedang berkelahi kalau tidak ada tindakan politik terhadap Gibran maupun Jokowi yang langgar garis partai, yakni berada di kubu Prabowo. Kalau Megawati dan PDIP tidak pecat Jokowi dan Gibran yang telah langgar konsitusi partai, maka dugaan di atas benar adanya,\" tutur Muslim. Media Singapura The Straits Times mengutip sumber dari dalam partai, Megawati telah \'mengesampingkan\' peran Jokowi dalam memilih cawapres untuk Ganjar. Hal tersebut disebut telah menimbulkan rasa tak nyaman bagi Jokowi. Adapun, Jokowi yang tak lama lagi menyelesaikan periode kedua pemerintahannya tak bisa lagi maju sebagai capres. Hal itu menimbulkan kekhawatiran sejumlah kebijakan yang telah dimulai tidak berlanjut. Alhasil, Jokowi sangat \'berkepentingan\' untuk terlibat dalam pemilihan cawapres yang diusung partainya, PDIP. \"Dua tokoh yang diunggulkan Jokowi menjadi cawapres Ganjar disikapi dingin oleh Megawati,\" kata politisi senior PDIP yang tak mau disebutkan namanya itu, sebagaimana dikutip The Strait Times. Kedua tokoh tersebut adalah Menteri Pariwisata Sandiaga Uno yang berperan penting dalam membantu menantu Jokowi, Bobby Nasution, memenangkan pemilihan Wali Kota Medan pada 2020. Seorang lagi adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang keluarganya disebut donatur utama kampanye kepresidenan Jokowi pada 2019. Menurut politisi lain, hal ini memperparah ketidaknyamanan Jokowi, yang sebelumnya juga kaget dengan waktu pengumuman Ganjar sebagai capres dari PDI-P pada 21 April. Politisi, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan hal ini dapat mendorong Jokowi yang tidak senang untuk mendukung kandidat saingan partainya, Prabowo, yang ia tunjuk sebagai menteri pertahanan empat tahun lalu. \"Ibu [Megawati] menganggap Jokowi mencampuri urusan parpol. Itu bukan urusan eksekutif yang harus ditangani,\" kata politisi PDIP itu kepada The Straits Times. Pilihan Megawati dan PDI-P menggantungkan status Gibran tampaknya lebih karena kepentingan elektoral. Megawati tidak ingin salah langkah dengan membuat ‘perang terbuka’ dengan trah Jokowi. Anak Presiden ke-1 RI Soekarno itu belajar dari pengalaman ketika ‘perang bubat’ dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004.  Sebagai pengingat, SBY sebagai pembantu Megawati—Menkopolhukam--ternyata diam-diam menyusun strategi untuk ikut kontestasi. Megawati pun murka. Perang urat syaraf pun dilakukan. Megawati dan kader PDI-P menyerang habis-habisan SBY.  Publik justru bersimpati kepada SBY sehingga mendorong jenderal bintang itu duduk di tampuk kekuasaan. Hal tersebut dibenarkan Kennedy Muslim. Pengamat politik dari Indikator itu menilai sikap menggantung yang dilakukan Megawati ini lebih kepada kalkulasi elektoral. Menurutnya, PDIP berada di posisi dilematis karena tersandera secara elektoral oleh popularitas Jokowi.  “Jokowi yang approval rating-nya masih sangat tinggi. Konflik terbuka dengan Jokowi hanya akan menggerus suara PDIP di Pileg [pemilihan legislatif],” ujarnya kepada Bisnis. Pengkhianatan vs Dizolimi  Selain itu, sambungnya, ada perang narasi ‘pengkhianatan vs dizolimi’ yang sedang berlangsung antara PDIP dan Jokowi-Gibran. Menurut Kennedy, antara opsi mengundurkan diri dan dipecat framing narasi depan akan sangat berbeda.  “Perang bubatnya underground dan pake proxy. Kita enggak pernah tau. Bu Mega kan susah ditebak. Mungkin saja nanti jadi konflik terbuka. Meskipun dari kacamata Jokowi konflik terbuka juga tidak menguntungkan,” terangnya.  Kennedy mencium strategi pilpres putaran kedua dengan sikap Megawati dan Jokowi yang tidak melakukan perseteruan secara terbuka. “Bisa repot kalau bergabung kelompok anti-Jokowi di putaran kedua melawan Prabowo-Gibran. Dan sinyal dari mbak Puan sejauh ini ke arah sana.”  Kemungkinan untuk kembali menyatu setelah pilpres pun terbuka. Pasalnya, irisan dari masing-masing partai penguasa saat ini ada di tiga paslon. Usai pilpres, opsi bagi-bagi keuasaan pun sangat terbuka, ucap Kennedy. Tiga Skenario ke Depan Lepas dari dugaan ketidakharmonisan pura-pura atau sungguhan, sebenarnya untuk memastikan kebenarannya bisa kita lihat ke depan. Yakni apakah Jokowi melakukan reshuffle atas tujuh menteri PDIP atau justru Megawati yang menarik tujuh menterinya dari Kabinet Indonesia Maju. Paling tidak ada tiga sekanario yang akan terjadi ke depan terkait hubungan sosial politik Indonesia. Pertama, kasak-kusuk politik menyebutkan, jika permusuhan itu benar-benar terjadi, maka reshuffle tujuh menteri PDIP di kabinet itu tidak bisa dihindarkan. Tujuh menteri PDIP yang dimaksud adalah Mensekab Pamono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Mensos Tri Risma Harini, Menkop UMKM Teten Masduki, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Manpan RB Abdullah Azwar Anas, dan Menteri PPPA Bintang Puspayoga. Selain itu dikabarkan akan ada empat menteri profesional yang juga ingin mundur karena melihat arah angin yang tidak kondusif, bahkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga akan ikut mundur jika itu terjadi. Wallahu a’lam. Ketujuh menteri PDIP tersebut dikabarkan akan direshuffle ataupun akan mengundurkan diri lebih awal. Tahap selanjutnya, menurut rumors yang berkembang, akan terjadi kerusuhan di kantung-kantung PDIP seperti Solo, Medan dan Bali sebagai respon ketidakpuasan atas peristiwa tersebut. Setelah terjadi kerusuhan yang meluas, maka kader PDIP di DPR menggerakkan isu pemakzulan. Walaupun syarat pemakzulan itu tidak mudah, namun tetap bisa dilakukan. Menurut kalkulasi politik yang pro dan kontra pemaksulan, kekuatannya cukup meyakinkan. Kalkulasi kekuatan di DPR menunjukkan kekuatan pro pemakzulan mencapai 314 kursi, sedangkan yang kontra pemakzulan mencapai 216 kursi. Perhitungan angka itu berasal dari gabungan Fraksi PDIP, PPP, PKS, Nasdem dan PKB sebanyak 314 kursi. Sementara kubu kontra pemakzulan 216 kursi terdiri dari Fraksi Gerindra, Demokrat, PAN dan Golkar.  Dalam praktiknya, menurut rumors tadi, bisa saja sebagian anggota Fraksi Golkar, PAN dan Demokrat menyeberang ke kubu pemakzulan. Tapi rumors itu juga mengatakan, para pihak sedang berunding memikirkan dampak positif dan negatif dari pemakzulan. Kedua, bisa jadi dampak dari pemakzulan tersebut, Presiden Jokowi membalas dengan menerbitkan Dekrit Presiden, seperti halnya Soekarno dan Gus Dur dimasa lalu. Masalahnya Soekarno dan Gus Dur akhirnya jatuh juga karena arah arus politik sudah tidak mendukung lagi. Pertanyaannya, apakah Dekrit Presiden Jokowi akan ampuh melawan arus pemakzulan? Apakah Jokowi lebih kuat dan lebih kredibel dari Soekarno dan Gus Dur? Inilah soalnya, kalau tidak lebih kuat dan tidak lebih kredibel, sudah bisa dipastikan Jokowi akan ikut lengser ke prabon. Ketiga, rakyat Indonesia tidak mempedulikan apakah hubungan Megawati dan Jokowi tersebut tidak harmonis lagi, baik sungguhan maupun pura-pura. Rakyat lebih penuh konsentrasi adanya perubahan dalam politik Indonesia, itu artinya rakyat fokus memenangkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN). Rakyat seperti tidak mempedulikan lagi kisah mereka apakah masih harmonis atau tidak harmonis lagi. Rakyat fokus untuk mengurangi himpitan ekonomi yang dialami mereka akibat buruknya iklilm makro ekonomi, sehingga sulit bagi rakyat melanjutkan hidup yang serba mahal. Itu sebabnya ada harapan pada pemimpin baru, pemimpin perubahan yang ditunggu-tunggu. Mana dari tiga skenario tersebut yang akan mewujud jadi kenyataan? Andalah, rakyat Indonesia, yang menentukan! 

Aktivis KAMI Ramai-ramai Dukung AMIN, Gatot Nurmantyo: Silahkan, KAMI Tetap Netral

Jakarta | FNN – Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa pihaknya mengambil sikap netral pada gelaran Pilpres 2024 mendatang. Pernyataan ini ia sampaikan menanggapi banyaknya deklarator KAMI yang menjadi tim sukses pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN) dalam Pilpres 2024 mendatang.\"KAMI tetap pada posisi semula yaitu mengkritisi pemerintah demi keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia,\" katanya dalam konferensi pers yang dilakukan Jumat (28/11/2023) di Jakarta. Gatot mengungkapkan bahwa, KAMI adalah suatu organisasi non-partai, sehingga dipastikan tidak terjun dalam politik praktis sebagaimana dilakukan oleh partai-partai pada umumnya. \"Maka sejak hari ini tanggal 24 November 2023, Presidium KAMI yaitu Prof Din Syamsuddin, Prof Rochmat Wahab dan saya sendiri Gatot Nurmantyo tidak berpihak dalam mendukung Pilpres maupun Pemilu. Saya ulangi, kami tidak mendukung salah satu paslon dalam Pilpres ini,\" katanya di kantor KAMI kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (24/11/2023). Gatot merasa prihatin menyaksikan proses demokrasi yang sedang terjadi saat ini. Gatot miris mengalami proses demoralisasi demokrasi yang telanjang. Ia bahkan mempertanyakan moralitas Presiden Joko Widodo yang dinilai plin plan. Dulu dia katakan bahwa anaknya gak punya pengalaman dan ilmunya belum cukup untuk terjun ke politik. Akan tetapi faktanya melalui Ketua MK, ia memaksakan anaknya agar bisa menjadi wakil presiden.  \"Ketika MK memaksakan diri, maka ini sangat berbahaya. Oleh karena itu, kAMI tetap pada posisi tidak memihak pada salah satu Paslon,\" katanya. Hari ini kata Gatot indeks demokrasi lebih rendah dibandingkan era Soeharto. Kenyataan inilah yang membuat KAMI untuk tetap berjuang demi menyelamatkan anak cucu bangsa Indonesia. Terhadap beberapa aktivis KAMI yang telah terlibat dalam Pilpres sebagai tim sukses salah satu kandidat, Gatot menyatakan tegas mereka dinonaktifkan dari kegiatan KAMI. Demi menjaga independensi organisasinya, kata Gatot sejumlah aktivis tersebut telah dinonaktifkan dari keanggotaan KAMI sejak hari ini. \"Dan bagi semua aktivis KAMI yang ikut aktif dalam dukung-mendukung Pilpres dan Pemilu, sejak hari ini dinonaktifkan. Sehingga kalau mereka berbicara, maka bukan atas nama KAMI,\" lanjut Gatot. Gatot menambahkan, hal ini dilakukan sebagai bagian dari komitmen KAMI untuk senantiasa menjaga arah perjuangan, yakni menyelamatkan nasib bangsa dan negara Indonesia dari kehancuran. Gatot juga menambahkan bahwa karena komitmen tersebut, pihaknya tetap solid dan tidak terbelah dalam menghadapi permasalahan bangsa ke depan. \"Jangan ragukan lagi, KAMI tetap akan eksis. Kami tidak terbelah, karena sudah komitmen dari awal,\" tandasnya. Sebagai informasi, nama Gatot Nurmantyo dan KAMI beberapa kali disebut akan merapat sebagai tim sukses salah satu paslon dalam Pilpres 2024. Sebagaimana berita yang beredar, sejumlah deklarator KAMI telah memihak kepada salah satu paslon sebagai tim sukses. Mereka antara lain Refly Harun, Adhie Massardi, Syahganda Nainggolan, Radhar Tribaskoro, Jumhur Hidayat dan lain-lain.  Mereka, kata Gatot tidak boleh lagi mengeluarkan sikap dan pendapat atas nama KAMI. \"Kalau mau berpendapat atas nama sendiri, silahkan saja,\" pungkas Gatot. (sof).

Politik Dinasti Diumbar Tanpa Malu, Perlunya Aturan Hukum yang Jelas

Jakarta | FNN  - Larangan politik dinasti patutnya diatur secara tegas. Mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan politik dinasti. Kendati demikian, tidak mudah untuk mengatur hal tersebut karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK). Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Violla Reinanda mengatakan, tidak bisa lagi mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elit maupun pejabat negara. Namun perlu memperkuat Undang Undang yang sudah ada.  \"Kita tidak bisa lagi sekadar mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elit politik/pejabat negara, karena terbukti di peristiwa ketatanegaraan akhir-akhir ini, tidak ada sama sekali budaya malu setelah terbukti melanggar etik berat dan hukum di MK,\" tegas Violla pada wartawan, Jumat (24/11/2023).  Sebaliknya, aturan hukum yang ada saat ini harus dimaksimalkan menjadi basis pengawasan dan penegakkan hukum. \"Misalnya soal-soal pidana pemilu, UU Tipikor, dan UU Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) untuk memastikan pemilu berjalan secara fair dan bersih,\"  jelas Violla. Dia juga menyarankan untuk segera merumuskan RUU tentang Benturan Kepentingan yang sudah menjadi rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam, artinya jadi amanat untuk pemerintahan berikutnya.  \"Pada RUU tersebut, dapat mengatur secara lebih komprehensif tentang definisi conflict of interest dalam kandidasi pemilu, apa itu politik dinasti, serta bagaimana membatasinya, apa sanksinya, dan lembaga mana yg berwenang dalam penegakkan hukum,\" ungkapnya. \"Benturan kepentingan dalam pemerintahan merupakan ancaman serius terhadap integritas, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan. Bahaya utama dari fenomena ini dapat merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi,\" tegas Violla lagi.  Dengan demikian, undang-undang ini akan menjadi alat penting dalam mencegah praktik-praktik yang tidak etis dan memastikan bahwa pejabat negara bertindak dalam kepentingan terbaik masyarakat dan negara, bukan dalam kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu. Kesadaran Etik Sementara itu, Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz menilai adanya hambatan untuk membendung politik dinasti melalui jalur hukum semata. \"Saya kira memang agak sulit melarang politik dinasti melalui pendekatan hukum semata,\" tambahnya. Oleh sebab itu, ia mengungkapkan pentingnya penumbuhan kesadaran etika dalam berpolitik, terutama pada para pejabat negara. \"Tentu yang paling penting hari ini adalah kesadaran etik para pejabat negara untuk menahan keluarganya maju dalam politik,\" jelas Kahfi. Sebab, jika kerabat dan keluarga para pejabat aktif maju dalam pertarungan pemilu, dikhawatirkan ada tindakan favoritisme yang dilakukan demi pemenangan keluarganya. Inilah yang saat ini terjadi saat Gibran Rakabuming Raka maju di gelanggang Pilpres 2024, saat sang ayah Joko Widodo masih menjabat Presiden RI. \"Ini juga potensial terlihat gamblang menjelang masa kampanye ketika putra presiden menjadi cawapres,\" pungkasnya. (Sur)

Perjuangan Trah Jokowi Meraih Darah Biru

Joko Widodo adalah rakyat jelata. Bukan keturunan bangsawan. Terjun ke politik dan naik kelas setelah sebelumnya menekuni bisnis mebel. Kini, Jokowi ingin mengalirkan darah biru untuk diwariskan kepada anak cucu. Oleh: Dimas Huda | Wartawan Senior FNN Gibran Rakabuming Raka sadar siapa dirinya. Ia adalah putra sulung Presiden Jokowi. Sesaat sebelum mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu 25 Oktober 2023  lalu, Gibran bak putra mahkota. “Tenang saja Pak Prabowo, tenang saja, Pak, saya sudah ada di sini,” tutur Gibran. Prabowo kini menjadi calon Presiden RI berpasangan dengan Gibran sang putra mahkota itu. Mereka berdua adalah pasangan yang tak terduga. Lima tahun lalu, Prabowo adalah rival Jokowi. Prabowo kalah tipis: suara yang tak bisa dianggap kecil. Dan Jokowi merangkul musuh besarnya itu ke dalam kandang kekuasaan. Prabowo diangkat menjadi Menteri Pertahanan. Sejak itu, Prabowo selalu mengangkat tangan dengan hormat kepada bekas walikota Solo tersebut. “Saya akan membela Pak Jokowi sampai akhir masa jabatannya,” teriak Prabowo suatu ketika. Jokowi adalah wong Jowo. Dia tahu filosofi Jawa. Filosofi aksara Jawa yang bila diberi sandhangan pangkon (pangku) akan mati (tidak berbunyi atau menjadi huruf konsonan). Rumus “mati yen dipangku” nyatanya tidak hanya berlaku untuk aksara Jawa, namun juga untuk orang Jawa. “Wong Jawa bakal mati yen dipangku”. Lebih jauh lagi, bukan orang Jawa saja yang bertabiat begitu. Jokowi telah mempraktikkan hal tersebut kepada bukan orang Jawa alias seluruh Indonesia. Nyatanya, memang begitu. Mereka yang diberi jabatan maka akan terdiam dan manut. Orang Indonesia adalah orang yang tahu diri. Mereka sangat menghargai kebaikan dan budi baik orang lain. Sekali lagi, Jokowi mempraktikkan itu kepada lawan-lawan politiknya. Jokowi sadar betul kekuasannya sangat tinggi sehingga amat sakti. Mudah baginya untuk ‘mematikan’ (menaklukkan) lawan-lawan politik itu. Pangku saja mereka, maka matilah ia. Beri jabatan ia, maka akan menjadi jinak. Tengoklah mereka para tokoh besar yang mengiringi Prabowo dan Gibran saat mendaftar di KPU itu. Di sana, misalnya, ada Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Sungguh mengejutkan. AHY adalah orang yang digadang-gadang Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, sang ayah, untuk menjadi pemimpin negeri ini, melanjutkan klan dirinya. Dan ia sangat kepingin mendampingi Prabowo sebagai cawapres. Mengejutkan, karena pada hari ini ia rela sekadar menjadi pengiring Prabowo-Gibran. Trah AHY tidak bisa dianggap sembarang. Ia adalah keturunan raja-raja Majapahit. Kini, AHY melepas baju besarnya itu untuk rakyat jelata yang tengah berjuang menaikkan trahnya lebih tinggi. Selain AHY, ada juga Erlangga Hartarto. Erlangga adalah Ketua Umum Golkar. Pemimpin partai yang sangat kuat. Partai ini posisinya runner up dalam pemilu. Partai besutan Presiden Soeharto, yang dihuni para bangsawan berdarah biru. Erlangga harus lebih layak, dan sangat berkeinginan, menjadi cawapres Prabowo. Pada hari itu, ia juga harus rela menjadi pengiring anak muda dari trah rakyat jelata. Erlangga takluk, dan dia menempatkan diri sebagai pembantu yang sendika dawuh atas titah Jokowi. AHY dan Erlangga telah mengubah garis tangannya sendiri. Dan mereka berdua tidak sendiri. Di dalam barisan itu ada Zulkifli Hasan, pimpinan puncak Partai Amanat Nasional atau PAN. Partai yang dibidani tokoh-tokoh reformasi 1998. Zulkifli bukan orang lemah. Dia adalah orang yang sukses menyingkirkan Amien Rais, tokoh reformasi pendiri PAN dari partai berlambang matahari itu. Zulkifli sempat menjadi Ketua MPR dan kini diangkat Jokowi menjadi Menteri Perdagangan. Sekali lagi, Zulkifli juga menjadi pengiring Prabowo-Gibran. Dia berada di pangkuan Jokowi. Lalu, ada juga Yusril Ihza Mahendra. Dia intelektual muslim, simbol tokoh Islam modern. Dia disegani. Yusril adalah pemegang kepemimpinan tertinggi partai pelanjut Masyumi, Partai Bulan Bintang atau PBB. Bekas menteri sekretaris negara. Dia juga dari keluarga bangsawan asal Belitung. Jokowi sukses menarik Yusril dalam lingkarannya. Dan Yusril pun siapa siaga mengamankan kepentingan Jokowi dan keluarganya. Selain mereka, di dalam barisan pengiring Prabowo-Gibran ada juga PSI yang kini dipimpinan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep. Lalu, Partai Garuda, dan Partai Gelora, sempalan PKS. Kalangan bangsawan dan kaum santri ada di sini.  Total suara gabungan partai politik Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, PBB dan Garuda adalah 59.726.053 suara atau setara dengan 42,67%. Kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng. Koalisi ini menyimbolkan bahwa nyaris semua trah bangsawan negeri ini ada di dalam pangkuan Jokowi. Mereka itu adalah Trah SBY (Majapahit), Trah Soeharto (Mataram, Mangkunegoro) dan Trah Soemitro Djojohadikoesoemo (Sultan Agung). Mereka hanya akan berhadapan dengan capres-cawapres yang didukung Trah Sukarno, Trah Gus Dur (Sultan Agung), dan Trah Baswedan – Trah Kiai Bisri. Sekadar mengingatkan trah dalam masyarakat aristokrat dan monarkis, erat berkaitan dengan istilah dinasti atau wangsa. Trah pemimpin negeri ini, selain Jokowi, terbukti dari keturunan raja-raja dan kaum bangsawan tempo dulu. Langkah Mengubah Darah Jokowi telah melakukan langkah-langkah ciamik dalam upayanya mengubah darah merahnya menjadi warna biru. Ia, misalnya, mendorong Kaesang mengambil alih Partai Solidaritas Indonesia atau PSI dengan cara sangat instan. Hanya dalam waktu 2 hari menjadi anggota partai itu, Kaesang langsung menjadi ketua umum. Banyak pihak menduga, partai ini nantinya akan menjadi kendaraan keluarga Jokowi setelah mereka meninggalkan PDI Perjuangan. Tak berhenti di sini. Jokowi terbukti menjalankan secara efektif posisinya selaku Panglima Tertinggi TNI, bukan sekadar simbolis, meskipun ia berlatar belakang birokrasi sipil. Selaku Panglima Tertinggi, Jokowi memiliki hak prerogatif menentukan jabatan strategis. Jelang tarung politik 2024, Jokowi menarik Geng Solo ke dekatnya, ke lingkar satu Istana. Munculnya Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI menunjukkan hal itu. Agus menjadi Panglima, maka pucuk pimpinan TNI dan Polri sama-sama dipegang orang-orang kepercayaan Jokowi, baik polisi maupun tentara, yang bekerja dengannya sejak ia masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Tidak berhenti di sini. Jokowi sangat piawai menjaga kekuasaannya. Pimpinan Parpol dan mereka yang memiliki basis massa kuat diberi posisi jabatan dan pos-pos yang bergengsi. Megawati Soekarnoputri diposkan sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), jabatan yang sejatinya sedikit pekerjaan dengan gaji lumayan. Di pos ini ada Mayor Jenderal TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya, Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah, Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, Rikard Bagun, Yudian Wahyudi, Karjono, dan lainnya. Kabinet yang pada awalnya tidak terkesan bagi-bagi kekuasaan akhirnya terang benderang untuk kepentingan itu. Secara kasat mata para menteri itu berasal dari berbagai partai politik, padahal sejatinya mereka telah dikader untuk hanya loyal kepada Presiden Jokowi, bukan kepada parpol.  Senopati Loyal Selain itu, tak lupa Jokowi juga memiliki “senopati” yang kuat dan loyal. Mereka antara lain adalah Tokoh gaek Luhut Binsar Panjaitan, Basuki Hadimuljono, Wiranto, dan Sri Mulyani. Empat figur kepercayaan Jokowi ini untuk saat ini tak tergantikan. Tugas Luhut menjaga hal-hal yang gawat di bidang-bidang khusus. Sang senopati bermarga Batak Toba ini memegang kendali atas 19 jabatan penting. Jabatan yang paling menonjol, sudah barang tentu adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Jauh sebelum itu, Pensiunan jenderal TNI kehormatan yang lahir  28 September 1947 ini, pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan saat KH Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI 1999–2001. Sebelumnya dia adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura. Sedangkan Basuki menangani urusan yang menyedot banyak duit: infrastruktur. Jokowi membebankan ambisi pembangunan infrastruktur, macam jalan tol, di pundak Basuki. Pejabat bernama lengkap Ir. H. Mochamad Basuki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D. ini lahir di Surakarya pada 5 November 1954. Ia adalah salah satu dari lima alumni Universitas Gadjah Mada di jajaran kabinet. Bagaimana dengan Wiranto? Tokoh bernama lengkap Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Wiranto S.H. S.I.P. M.M. ini dipercaya Jokowi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden sejak 2019. Pria kelahiran  4 April 1947 ini adalah tokoh penting Orde Baru. Sebelumnya sebagai kader Golkar dan sempat menjadi capres Golkar namun kalah, lalu mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura. Lulusan Akademi Militer Nasional 1968 ini, sempat menjadi Panglima ABRI merangkap Menhankam pada saat pergantian Orde Baru ke Orde Reformasi tahun 1998/1999. Ia juga dipercaya sebagai Menko Polhukam di era 2 presiden yakni Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Joko Widodo. Kini Wiranto menjadi “orang tua” di pemerintahan Jokowi: Ketua Dewan Pertimbangan Presiden. Tokoh tak tergantikan lainnya adalah Sri Mulyani, lengkapnya Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.D. Perempuan, ekonom terkemuka, kelahiran 26 Agustus 1962 ini dipercaya mengurus duit, yakni sebagai Menteri Keuangan. Dia adalah orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Jabatan ini diembannya mulai 1 Juni 2010 hingga ia dipanggil kembali oleh Presiden Joko Widodo untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan. Sebelumnya, dia juga menjabat Menkeu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alumni Universitas Indonesia ini pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007. Formasi kabinet Jokowi sangat solid dengan senopati dan menteri yang monoloyaliltas terhadap dirinya. Itu sebabnya, Jokowi tampak percaya diri untuk melakukan banyak hal untuk diri dan keluarganya. Buktinya, Megawati dan petinggi PDI Perjuangan kecolongan tentang proses Gibran maju sebagai Cawapres. Mereka tahu setelah semua terjadi.  Pakaian Raja Jokowi memang telah menampatkan dirinya bak raja. Berdarah biru. Dia antara lain mulai gemar mengenakan baju para raja. Pada upacara peringatan HUT ke-78 RI tahun ini, misalnya, ia mengenakan pakaian baju adat Ageman Songkok Singkepan Ageng dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Menurutnya, pakaian ini merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para Raja Pakubuwono Surakarta Hadiningrat. GKR Wandansari Koes Moertiyah, adik Raja Paku Buwono (PB) XIII menjelaskan pakaian itu memiliki makna bahwa pemakainya merupakan komandan yang tertinggi. Sehingga pemakainya memimpin para prajurit. Songkok Prajuritan itu sering dikenakan oleh PB VI, PB VII, hingga PB X. Bahkan PB X sering mengenakannya saat menghadiri pertemuan-pertemuan dengan Belanda. ”Kalau Sinuhun PB X ngagemnya (mengenakannya) pas pesiar gitu, ke pertemuan-pertemuan dengan Belanda di (kantor) gubernuran,” katanya. Sejatinya, secara teori, Jokowi tidak bisa menjadi raja. Ia menjadi bisa karena menjalankan seni politik yang diterapkan raja-raja zaman dulu. Jokowi menjalankan cara-cara raja. Napoleon, misalnya, mengawinkan anak-anaknya dan saudara-saudara dengan raja-raja Eropa untuk meredam peperangan. Klan Napoleon pun berkuasa di Eropa. Bahkan Napolean sendiri menceraikan istri kesayangannya, Josephine, dan menikahi Archduchess Marie Louise. Ini adalah kasus literal politik yang menciptakan teman tidur yang aneh karena ayahnya, Francis I dari Austria, adalah salah satu lawan terberat Napoleon. Dan raja-raja tempo dulu menjadikan pernikahan sebagai koalisi yang paling gampang. Jokowi punya cara yang mirip dengan itu. Ia pun mempertemukan AHY putra SBY dan Didiet putra Prabowo dengan Gibran agar mereka saling kenal dan saling mengamankan.@             

Mobilisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran Layak Dijatuhi Sanksi Berat

Jakarta | FNN  - Peneliti senior BRIN Lili Romli menilai deklarasi yang dilakukan oleh kepala desa dan perangkat desa pada Prabowo-Gibran beberapa saat lalu sebagai bentuk pelanggaran pemilu berat. \"Saya kira merupakan suatu pelanggaran berat. Mereka yang harusnya netral, tidak berpihak, ternyata mereka berpihak dengan melakukan deklarasi mendukung pasangan Prabowo-Gibran,\" tegas Lili pada wartawan  di Jakarta, Kamis (23/11/2023). Lili menegaskan pentingnya Bawaslu untuk bertindak tegas karena kegiatan tersebut telah melanggar aturan yang disebut dalam UU Pemilu. Untuk itu Bawaslu harus bertindak tegas atas pelanggaran tsb dengan memberikan sanksi sesuai yang diatur dalam UU Pemilu. \"UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sangat jelas ada larangan bagi kepala desa dan perangkat desa terlibat dukung mendukung terhadap pasangan capres dan cawapres,\" ujarnya. Menurutnya, jika Bawaslu tidak memberikan sanksi yang tegas, bisa menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, demokratis dan berintegritas. \"Selain itu publik nanti menuduh yang bukan-bukan terhadap Bawaslu. Bisa nanti muncul anggapan bahwa Bawaslu \"masuk angin\", diskriminatif dan bahkan dianggap berpihak pada capres tersebut\" tegas Lili. Karena itu, Lili mendorong Bawaslu agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas pemilu. \"Oleh karena itu sudah waktunya Bawaslu unjuk kekuatan sebagai wasit yang tegas dan berwibawa,\" ungkapnya. Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, ada lubang dalam Undang Undang (UU) Pemilu yang dipergunakan \'orang pintar\' untuk membenarkan perbuatannya. Termasuk saat Bekas Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada deklarasi dukungan kepada Prabowo-Gibran di acara APDESI.  \"Apa yang dilakukan oleh sejumlah organisasi perangkat Desa beberapa waktu lalu jelas adalah menunjukkan keberpihakan pada satu calon pasangan. Problemnya teks UU Pemilu kita ambigu. Bila tidak ada pernyataan dukungan langsung dianggap bukan pelanggaran,\" kata pria yang akrab disapa Coki ini.  Pekerjaan Berat Bawaslu Pada pertemuan APDESI, Yusril mengklaim, para pejabat desa hanya menyatakan aspirasinya. Tidak ada deklarasi pernyataan dukungan.  \"Inilah lubang-lubang dalam perundangan kita yang selalu dimanfaatkan oleh pihak yang \"pinter\". Termasuk seperti yang terjadi di MK,\" jelas Coki. Namun fakta di lapangan, ditemukan sejumlah atribut dengan nomor pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan dalam laporan Puskapol UI, disebutkan bahwa dukungan ribuan aparat desa adalah hasil mobilisasi Presiden Jokowi.  Coki menambahkan, Undang-Undang yang ada sekarang dibuat oleh \'orang pintar\'.  \"Pembuat UU kita yang \"pinter\", baik di eksekutif maupun legislatif, karena mereka tahu itu akan berlaku pada mereka ketika berkompetisi untuk memperoleh kekuasaan. Sementara partisipasi publik, entah akademisi maupun kelompok sipil diminimalisir,\" kata Coki.  Dengan tingginya tingkat kepentingan oligarki pada Pemilu dan Pilpres kali ini, Coki meyakini  pekerjaan Bawaslu akan semakin berat. \"Pihak Bawaslu memang harus bekerja keras, karena masing-masing pihak yang berkompetisi akan memanfaatkan lubang-lubang itu.Sehingga ketegasan Bawaslu dengan memberikan penafsiran dan pemaparan apa yang menjadi Rule of the game menjadI penting, karena kalau tidak potensi kecurangan apalagi yg melibatkan institusi pemerintahan menjadi terbuka,\" pungkasmya. (Sur)

Kehadiran Gibran sebagai Cawapres Prabowo Terbukti Bawa Efek Gerus Suara Ganjar di Jawa Tengah

JAKARTA | FNN - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Mahfuz Sidik mengatakan, Partai Gelora saat ini tengah membedah peta kekuatan politik tiga pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) di  pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Peta kekuatan politik yang dibedah merupakan titik-titik hotspot yang akan menentukan suara kemenangan di Pilpres  2024 seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta. \"Hari ini kita membedah Jawa Tengah, berikutnya Jawa Timur, Jawa Barat dan seterusnya. Wilayah tersebut,  menjadi titik hotspot, titik-titik panas kontestasi yang akan menentukan Pilpres 2024,\" kata Mahfuz Sidik, Rabu (22/11/2023) sore. Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk \'Adu Kuat di Jawa Tengah : Ganjar Vs Gibran yang digelar secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV dan Facebook Partai Gelora Indonesia. Di Jawa Tengah, kata Mahfuz, peta kekuatan politik masih didominasi pasangan Ganjar-Mahfud dan mesin politik PDIP. Namun, kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto, setidaknya mulai membawa perubahan peta politik. \"Gibran yang dianggap mewakili basis massa Pak Jokowi di Pipres 2019, akan berhadap-hadapan dengan basis mesin PDIP dan ketokohan Ganjar. Ini sejauh mana pengaruhnya,\" ujar Mahfuz. Sementara untuk kekuatan politik di wilayah lainnya di Pulau Jawa, tentu akan memiliki peta kontestasi yang berbeda, namun hasil akhirnya tetap menentukan suara kemenangan di Pilpres 2024. \"Tetapi ketika menyimak dari beberapa lembaga survei, ada tren peningkatan elektablitas pasangan Prabowo-Gibran. Sebaliknya pasangan Ganjar-Mahfud dalam beberapa hari terakhir mengalami tren penurunan,\" ungkapnya. Sebagai orang lapangan, lanjut Mahfuz, ia paham banyaknya variabel yang mempengaruhi fluktuasi elektabilitas seorang kandidat seperti instrumen teritorial dan kekuatan mesin politik partai. \"Jadi untuk memenangkan Pilpres ini, bukan hanya aspek komunikasi atau permainan opini saja, tapi banyak variabel yang mempengaruhi fluktuasi elektabilitas pasangan calon. Ini semua yang akan menentukan hasil akhir,\"  katanya. Gibran Efek Sementara itu, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby mengatakan, LSI Denny JA telah melakukan survei nasional mengenai potret perkembangan pasangan calon pada 6-13 November lalu. \"Yang menarik dan mengejutkan adalah adanya perubahan-perubahan elektabilitas di ketiga capres. Prabowo-Gibran trennya angkanya naik dari survei sebelumnya dari 36 % naik menjadi 40 persen,\" kata Adjie Alfaraby. Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD secara mengejutkan mengalami penurunan sekitar 6 persen dari 35% ke 28,6 %. Lalu, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengalami kenaikan dari 15 % ke 20 %. \"Catatan kita, bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan deklarasi Prabowo Gibran, lalu munculnya kritik-kritik soal hukum, demokrasi, isu dinasti dan lain-lain, ternyata tidak punya implikasi serius. Atau tidak punya efek elektoral negatif kepada pasangan Prabowo-Gibran,\" ungkapnya. Bahkan dari data yang lain seperti data \'people rating\' atau kepuasan publik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga terkonfirmasi, tidak terganggu isu-isu negatif pasca putusan MK yang marak belakangan ini. \"Dalam perkembangan dinamika itu, kita menemukan data yang berbeda sedikit dengan SMRC. Jawa Tengah bisa kita buat breakdown, meski masih butuh survei khusus, tetapi dari gambaran itu terlihat ada Gibran efek,\" katanya. Efek Gibran ini, lanjut Adjie, terkait langsung dengan Jokowi, karena dianggap punya kedekatan secara langsung. \"Jadi di Jawa Tengah ini ada perubahan. Di bulan sebelumnya, September 2023, saat itu Pak Prabowo kalah telak dengan Ganjar sekitar 70 persen dan Prabowo sekitar 10,2 %. Namun, sebulan kemudian ada kenaikan elektalibitas Pak Prabowo dari 10 % naik ke 24 %,\" jelasnya. Dengan temuan ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada efek dari pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo, karena dianggap sebagai kelanjutan Jokowi.  \"Dukungan Pak Jokowi pada Pilpres lalu, di Jawa Tengah sekitar 77 % itu, cukup signifikan. Ketika kemudian publik melihat asosiasi yang akan melanjutkan Pak Jokowi ini adalah Gibran, maka secara perlahan dan pasti, ada pergeseran pemilih yang cukup besar dari sebelumnya ada di Ganjar beralih ke Prabowo,\" katanya. Namun, hal ini dibantah oleh peneliti SMRC Saidiman Ahmad. Saidiman mengakui, memang ada pergeseran pemilih Ganjar ke Prabowo di Jawa Tengah, namun itu tidak besar dan tidak signifikan. \"Artinya, pencalonan Gibran belum membawa perubahan yang besar di Jawa Tengah. Suara Ganjar tetap tinggi, dibandingkan Prabowo, karena didukung PDIP yang merupakan basisnya di Jawa Tengah,\" kata Saidiman. Berdasarkan survei SMRC, kata Saidiman, publik juga tidak mengetahui, bahwa Gibran yang menjabat sebagai Wali Kota Solo saat ini, adalah putra Presiden Jokowi, yang mengetahui hanya kalangan tertentu saja. \"Jadi dari survei kita, ternyata Gibran itu kurang dikenal, meski dia anak Pak Jokowi. Berbeda dengan Ganjar, ketokohannya sangat dikenal, dia mantan gubernur Jawa Tengah dua periode,\" katanya. Selain itu, menurut Saidiman, kehadiran Gibran di Jawa Tengah juga belum membawa efek siginfikan secara elektoral, karena dukungan Presiden Jokowi masih belum jelas, apakah mendukung Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud. \"Kalau kita lihat dukungan Pak Jokowi itu masih terbagi dua ke Prabowo dan Ganjar, karena sikapnya Pak Jokowi ini masih belum jelas, masih mendua membuat pemilih Pak Jokowi bertahan di Ganjar,\" katanya. Karena itu, apabila ingin suara Jokowi sekitar 77 persen pada Pilpres 2019 lalu, beralih dari Ganjar  ke Prabowo, maka Presiden Jokowi harus mengkampanyekan secara langsung pasangan Prabowo-Gibran. \"Tapi kan itu tidak mungkin, karena Pak Pak Jokowi seorang Presiden yang harus netral. Makanya kita yakin suara Pak Jokowi di Jawa Tengah tetap ke Ganjar, apalagi didukung PDIP yang menjadikan Jawa Tengah sebagai basis massanya,\" pungkas Saidiman. (Ida)

Anis Matta : Prabowo-Gibran Ada Potensi Menang Satu Putaran Kalau Kerja Lebih Keras

JAKARTA | FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta menyatakan optimistis pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mendapat nomor urut 2 bakal memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dalam satu putaran kalau kerja lebih keras. \"Saya percaya bahwa semua kandidat pasangan capres-cawapres sekarang memasang target menang satu putaran atau paling tidak masuk ke putaran kedua,\" kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023). Hal itu disampaikan Anis Matta dalam program Anis Matta Menjawab dengan tema \'Mungkinkah Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran? \' yang telah tayang di kanal YouTube Gelora TV pada Senin (20/11/2023) malam. Dalam program yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora itu,  Anis Matta menegaskan, bahwa dengan menetapkan target yang besar, maka akan memotivasi semangat kita untuk memenangkan pertarungan di Pilpres 2024. \"Sementara kalau kita bekerja bukan dengan target besar, biasanya adrenalin kita tidak keluar. Kita biasanya, biasa -biasa saja, dan semangat kita juga tidak kuat dalam memenangkan pertarungan,\" katanya. Menurut Anis Matta, target menang satu putaran ini menjadi obsesi semua kandidat, bukan hanya pasangan Prabowo-Gibran, tapi juga pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. \"Jadi obsesi itu sebagai bentuk motivasi diri kita sendiri untuk bekerja lebih keras lagi dalam menjemput takdir ini, karena nama Presiden dan Wakil Presiden Indonesia itu sudah ada catatannya di Lauhul Mahfudz,\" katanya. Anis Matta mengatakan, semua pihak saat ini menginginkan agar pelaksanaan Pilpres 2024 dilakukan dalam satu putaran, karena ingin ada penghematan anggaran negara. \"Cost penghematannya bisa sampai Rp 17 triliun. Jadi itu, bukan angka yang kecil dari sisi anggaran, bisa digunakan untuk mengatasi kemiskinan, misalnya untuk BLT,\" katanya. Selain itu, ia juga yakin KPU akan berpikir bahwa pekerjaanya akan cepat selesai dengan Pilpres hanya satu putaran.  \"Saya kira tiga kandidat juga punya harapan seperti itu, karena kalau berlanjut dua putaran secara finansial pasti berdarah-darah,\" katanya. Selain mahal dari sisi biaya, , Pilpres dua putaran juga sangat melelahkan secara mental, belum lagi nanti ada tudingan bahwa Pilpres 2024 tidak demokratis.  \"Pilpres dua putaran ini akan membawa persoalan bagi keuangan negara, keuangan kandidat dan keuangan donator,\" ujarnya. Lalu, ada pengalaman di Pilpres 2009, dimana ketika itu ada tiga pasangan kandidat capres-cawapres, tapi tetap bisa dilakukan dalam satu putaran.  \"Dan waktu itu yang memenangkan adalah pasangan Pak SBY-JK (Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla),\" ungkapya. Ia mengatajan, memang bukan pekerjaan mudah untuk memenangkan Pilpres dalam satu putaran, karena kandidat tersebut, harus memenangkan suara 50 persen plus satu. \"Ada pengalaman juga dengan dua kandidat seperti pada Pilpres 2014 dan 2019, berakhirnya di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga secara tempo waktu panjang juga jadinya,\" ujarnya.  Namun, obsesi untuk memenangi Pilpres satu putaran ini, kata Anis Matta, tidak boleh ditafsirkan sebagai bentuk keangkuhan,  kesombongan atau jumawa.  Melainkan hanya sekedar untuk memotivasi diri sendiri untuk memenangi pertarungan, meski hal itu belum tentu terjadi.  \"Kalau kita melihat secara umum hasil survei-survei sebagai instrumen ilmiah untuk membaca fakta-fakta atau realita di lapangan, maka kita harus pintar-pintar membacanya,\" katanya. Potensi Menang Satu Putaran Dalam kesempatan ini, Anis Matta mengatakan, opini yang terbentuk diantara para kandidat dipersepsikan berbeda-beda, karena hampir semua lembaga survei menampilkan hasil yang tidak sama, sehingga situasinya masih dinamis. \"Tetapi jika pasangan Prabowo-Gibran ingin menang satu putaran, maka suaranya harus 50 % plus 1 atau 51 % Sehingga angka konservatifnya masih perlu dua digit lagi. Misalnya survei yang 40 %, berarti masih perlu 11 %.  Kalau 36 % perlu 15-16 % dan yang 43 %  berarti perlu 8 % lagi,\" katanya. Artinya, potensi untuk memenangi Pilpres satu putaran itu, terbuka lebar jika kerja lebih keras, Namun, waktu 82 hari sebelum pencoblosan harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menambah elektablitas elektoral dua digit tersebut. \"Kelebihan psangan Prabowo-Gibran itu, dia komplementer secara elektoral, saling melengkapi secara elektoral. Dimana Pak Prabowo punya basis besar di Jawa Barat dan basis-basis lainnya yang relatif stabil selama di dua Pilpres,\" katanya. Basis dukungan ini, juga ditambah dengan elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menurun ke Gibran, terutama di Jawa Tengah. Sementara wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain relatif dikuasai Prabowo \"Karena itu, di hampir semua survei meski angka-nya berbeda-beda menempatkan Pak Prabowo di nomor satu, sehingga ada peluang besar Prabowo-Gibran memenangi pertarungan satu putaran tersebut,\" katanya.  Anis Matta mengatakan, basis terberat Prabowo-Gibran sekarang ada di Banjabar (Banten, Jawa Barat dan DKi Jakarta), karena ada pasangan Anies-Muhaimin, serta di Jawa Tengah yang menjadi basis Ganjar-Mahfud. \"Tetapi Insya Allah, Prabowo-Gibran akan memenangi, karena ada faktor-faktor dukungan kepada pasangan ini sekarang meningkat. Di Jawa Tengah ada Pak Jokowi, kalau di Banjabar ada tokoh Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi dan Deddy Mizwar, serta suara Partai Gelora,\" katanya. Ia menambahkan, selain dua medan tempur teritorial itu, Prabowo-Gibran juga akan bertarung di kelompok umur, pemilih pemula atau Gen Z dan milenial. Untungnya, pasangan ini sangat diuntungkan, sebagai pasangan tertua (Prabowo) dan termuda (Gibran). \"Selanjutnya adalah faktor mood. Dari beberapa acara,  mulai dari pendaftaran, pengambilan nomor urut sampai acara yang saya hadiri di Medan kemarin, saya merasakan ada histeria, antusiasme luar biasa dari masyarakat kepada pasangan pasangan Prabowo-Gibran,\" katanya. Anis Matta menilai faktor-faktor tersebut, belum terbaca dalam survei-survei terbaru, yang akan dirilis dalam waktu 2-3 pekan lagi. Jika hal itu masuk, maka elektablitas pasangan Prabowo-Gibran akan berubah drastis. \"Dan yang penting dari Pilpres sekarang itu, dari Pilpres yang menegangkan akan menjadi Pilpres menggembirakan. Kehadiran Pak Prabowo yang gemuk, gemoy itu membuat orang terhibur, sehingga membuat mood orang jadi berubah, dan memberikan dukungan ke pasangan Prabowo-Gibran,\" pungkasnya. (Ida)

Bawaslu RI Didesak Usut Pengerahan Aparat Desa Dukung Gibran

Jakarta | FNN -  Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai pemilu kali ini menjadi pemilu dengan penegakan hukum paling memprihatinkan. \"Pemilu kita kali ini memang dalam penegakan hukumnya paling lemah, dari Bawaslu. Bawaslu ini hampir tidak melakukan apa-apa selain roadshow ke mana-mana,\" tegas Jeiry di Jakarta, Selasa (21/11/2023). Jeirry mengungkapkan pelanggaran pemilu semakin terang-benderang dan dipertontonkan secara kasat mata.  \"Saya kira para pejabat, peserta pemilu, dan kelompok lain itu semakin terang-terangan atau ugal-ugalan dalam melakukan pelanggaran. Saya kira dalam hal tertentu pelanggaran itu disengaja,\" ujarnya kecewa. Menurutnya, pelanggaran itu akan terus berulang, hanya akan pindah tempat. Kegiatan pelanggaran pemilu seperti acara deklarasi dukungan perangkat desa yang dihadiri Gibran  akan terjadi lagi. \"Kegiatan itu dilakukan, mereka tahu itu pelanggaran, tapi mereka juga tahu Bawaslu tidak bisa atau tidak mau melakukan apa-apa terhadap pelanggaran itu. Karena itu pelanggaran yang dilakukan akan semakin masif sekarang. Kita akan mengalami itu hanya tinggal pindah tempat saja,\" tambahnya. Jeirry juga menyoroti rendahnya kepatuhan peserta pemilu terhadap aturan karena mereka tahu Bawaslu tidak menjalankan tugas yang semestinya. \"Jadi, ini hampir tidak ada solusinya. Kami sudah kehilangan harapan dengan perangkat penegakan hukum pemilu, seperti Bawaslu, kalau kita melihat sepanjang tahun ini,\" ungkapnya. Jeiry pun menyayangkan penegak hukum pemilu yang tidak menjalankan pengawasan dan tindakan terhadap pelanggar. \"Kelihatannya kalau begini kita tidak perlu lembaga pengawas pemilu. Karena dia ada tidak melakukan pengawasan,\" pungkasnya. Direktur Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Ronny Talapessy menduga adanya deklarasi terhadap salah satu capres dalam acara Desa Bersatu di Jakarta, Sabtu lalu. Rony mengatakan bakal melaporkan hal itu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. \"Kita sedang menginventarisir bukti-bukti yang ada, dan kita sudah siapkan juga untuk langkah hukumnya, dan kita akan laporkan juga segera,\" kata dia.  Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, “ Ada potensi pelanggaran. Karena, pertama, tidak boleh menggunakan aparat desa dan kepala desa sebagai tim kampanye.\" Dia juga menegaskan, UU Pemilu mengatur soal saksi yang bisa dikenakan kepada pelanggar yang menjalankan, dan peserta Pemilu yang membiarkan hal itu terjadi. \"Tim kampanye, atau tim yang ditunjuk, bisa terancam pidana, jika terbukti melakukan itu. Calonnya bisa diskualifikasi, termasuk Capres,\" tandas Bagja. Diberi Sanksi Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin yang mengatakan, semua pihak harus menahan diri untuk tidak melakukan gerakan apapun sebelum waktu berkampanye.  \"Intinya dalam konteks pejabat harus netral, siapapun itu yang menurut UU harus netral ya netral. Dan, terkait kepala desa harus netral, jika tidak, maka harus diberi sanksi,\" kata Ujang. Masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November. Namun sudah banyak kegiatan dan pernyataan dukungan. \"Bisa jadi pertemuan itu bagian daripada dukungan, diluar masa kampanye. Tetapi memang bahwa sejatinya, saya melihat aparat negara yang harus netral, ya netral, termasuk Presiden Jokowi yang harus netral,  harus dipatuhi,\" tegas Ujang. Sebelumnya, pada pertemuan di Jakarta, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menyatakan dukungannya kepada pasangan calon Prabowo-Gibran Rakabuming. Dalam acara tersebut, Gibran hadir, didampingi sejumlah pejabat partai pendukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo-Gibran. (Sur)

Dukung Gibran, Luhut Dianggap Menentang Kepatutan dan Etika Publik

Jakarta | FNN - Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan bahwa politik itu harus mengedepankan sopan santun dan etika ketika menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.  Pernyataan Puan tersebut diamini oleh pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga. Menurut Jamiludin, politik Indonesia ditunjukkan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan pejabat publik. Bahkan ada yang sudah jelas melakukan pelanggaran hukum atau etika. \"Kasus penetapan batas usia capres-cawapres oleh MK (Mahkamah Konstitusi) misalnya, sudah diputuskan oleh MKMK. Dalam keputusan itu disebutkan Ketua MK melakukan pelanggaran etika berat,\" tegas Jamiludin di Jakarta, Selasa (21/11/2023). Sebelumnya, Luhut memberikan pernyataan terkait dengan perkembangan politik di tanah air. Ia menyebut jangan mudah untuk menilai seseorang ingusan hingga pengkhianat. Merespons itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan politik harus mengedepankan sopan santun dan etika. \"Ya, itu Pak Luhut punya pendapat. Saya tidak akan mengomentari pendapatnya Pak Luhut, tapi yang pasti saya selalu mengedepankan politik itu harus dengan santun dan beretika,\" jelas Puan. Jamiluddin menilai wajar bila publik mempersoalkan keputusan MK. Karena keputusan itu dinilai menguntungkan Gibran yang sebelumnya susah digadang-gadang sebagai cawapres.  Kekhawatiran publik itu wajar karena dapat berdampak pada pelaksanaan Pilpres 2024. Publik khawatir Pilpres tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama netralitas penyelenggara Pemilu. \"Jadi, dalam konteks tersebut, tentu sangat beralasan bila publik menilai keputusan MK berpihak kepada Gibran, putra Jokowi. Justifikasi seperti ini tentu sangat logis, karena penilaian publik didasarkan pada putusan MKMK,\" ungkapnya. Jamiluddin justru menilai pendapat publik yang didasarkan pada fakta patut menjadi kontrol sosial atas perilaku penguasa. \"Pendapat seperti ini justru dibutuhkan untuk menegakkan kontrol sosial dari rakyat kepada pemerintahnya agar tidak semena-mena dalam memimpin negara tercinta,\" tegasnya. Tidak Menjaga Reformasi Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, arah dukungan Luhut sangat terang-benderang.  \"Iya, nggak perlu ada analisa yang rumit melihat statement pak Luhut, hidupnya dia bersama Jokowi sehingga yang dia ucapkan, utarakan pasti ada kaitan dengan Jokowi. Kalau Jokowi sekarang membela Prabowo-Gibran, ya dia bicara tentang Prabowo-Gibran,\" kata pria yang akrab disapa Hensat ini.  Dukungan Luhut kepada Presiden Jokowi adalah mutlak. Meski sahabatnya itu membangun dinasti politik dan oligarki, terlibat dalam skandal Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan pelanggaran konstitusi.   \"Kemudian apakah peduli dengan dinasti politik, dan lain-lain ? Kan kepentingan Luhut tidak di situ. Itu kepentingan orang-orang yang menjaga amanah reformasi. Pak Luhut jaga reformasi atau tidak? Itu yang dipertanyakan masyarakat,\" kritik Hensat. (Sur)