POLITIK

Darul Siska: Di Bawah Naungan Beringin Berbuah Senayan

Jakarta, FNN | Tokoh senior Partai Golkar, Darul Siska meluncurkan buku biografinya yang berjudul \"Kepedihan yang Berbuah Senayan\" pada Sabtu, 7 September 2024 di suatu hotel di kawasan Pakubuwono, Kebayoran, Jakarta Selatan.  Buku tersebut berkisah soal perjalanan dan lika-liku kehidupan Darul Siska dari seorang anak piatu yang ditinggal ibunya ketika berusia masih sangat belia, empat tahun hingga sukses menjadi anggota parlemen di senayan selama empat periode.  Biografi Darul Siska sangat menarik karena ia terlibat dalam banyak peristiwa penting dalam dinamika politik nasional. Mulai dinamika politik partai Golkar, kejatuhan presiden Gus Dur sebagai presiden, reformasi politik 1998, tampilnya Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Partai Golkar, hingga  gugatan pembubaran partai Golkar.  Dalam tubuh Partai Golkar, sosok Darul Siska dikenal sebagai seorang konseptor yang tangguh, pekerja politik yang tekun, dan banyak.melahirkan konsep-konsep kaderisasi partai Golkar yang dipakai hingga saat ini. Salah satu contohnya adalah kriteria penilaian seorang kader agar secara organisasi, partai Golkar taat pada prinsip merit system organisasi. Darul Siska termasuk politisi yang pandai dan cekatan dalam membaca dinamika politik. \"Bang Darul, merupakan salah stau politisi yang sangat matang, tenang, dan mampu membawa diri secara tepat dan proporsional dalam pergaulan politik,\" jelas Fathorrahman Fadli, salah seorang penulis buku biografi tersebut.  Fathorrahman Fadli menambahkan, sebagai politisi, Darul Siska sangat layak diteladani oleh generasi muda terutama yang ingin bergiat membangun bangsanya lewat panggung politik. \"Beliau tergolong politisi yang sangat unik, sebagai politisi dia nyaris tidak memiliki musuh, semua faksi dalam partai Golkar wellcome padanya,\" jelas penulis yang juga Direktur Eksekutif lembaga riset IDR tersebut. Ketika ditanya, apa resep Darul Siska dapat eksis puluhan tahun di Partai Golkar? Menurut Hasril Chaniago, salah seorang penulis buku ini-- karena Darul Siska menghindari konflik politik yang tidak produktif. \"Bang Darul memiliki idealisme tersendiri dalam berpolitik,  ia lebih mencintai sistem dan nilai-nilai yang menjadi ruh organisasi dan tidak terjebak dalam konflik antar kubu,\" jelas Hasril.  Hasril menambahkan, Bang Darul sebagai anggota parlemen telah berbuat banyak dalam membangun Daerah Pemilihannya yakni Sumatera Barat 1.  \"Bang Darul sangat dicintai oleh masyarakat di Dapilnya, sebab disamping rajin mengunjungi masyarakat disana, beliau juga banyak mendorong terobosan-terobosan pembangunan melalui skema APBN untuk dapilnya,\" jelas Hasril.  Hasril mengajak pembaca untuk menelusuri berbagai rintisan perjuangan pembangunan baik yang di inisiasi ataupun didorong Darul Siska sebagaimana dijelaskan melalui buku biografinya itu.  Darul Siska yang terlahir di Sawahlunto adalah orang kedua di kampung itu yang berhasil menjadi tokoh nasional yang duduk di parlemen Indonesia setelah Mr. Muhammmad Yamin, salah seorang pendiri bangsa dan pemikir Pancasila.  Fathorrahman Fadli menambahkan, salah satu kunci kesuksesan Darul Siska dalam politik karena beliau tidak suka terlibat dalam gosip politik. \"Bang Darul, tidak suka menjelek-jelekkan orang, apalagi teman separtainya, ia fokus pada tugasnya sebagai wakil.rakyat,\" jelasnya. (Cak Ong)

Fahri Hamzah: Putusan MK Memastikan Otonomi Daerah Menjadi Lebih Bermakna

JAKARTA | FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah telah mengubah lanskap Pilkada 2024  di banyak daerah. Hal ini memastikan otonomi daerah (otda) menjadi lebih bermakna, serta memperkuat partisipasi rakyat karena semua suara diperhitungkan, tidak hanya yang memiliki kursi saja. Demikian disampaikan Fahri Hamzah dalam diskusi Gelora Talk dengan tema \'Pilkada, Otonomi Daerah dan Percepatan Pembangunan di Era Prabowo-Gibran, Rabu (4/9/2024) sore.  \"Kotak kosong pecah menjadi suara-suara yang berserakan, dan kandidat bertambah banyak di mana-mana. Putusan Mahkamah Kontitusi tidak lain atau tidak bukan dalam rangka memperkuat partisipasi rakyat. Partisipasi ini juga adalah dalam rangka memastikan bahwa otonomi daerah itu lebih bermakna,\" kata Fahri Hamzah. Menurut Fahri, perubahan lanskap Pilkada 2024 usai putusan MK ini menjadi nafas penting bagi otda agar pembangunan dapat terselenggara lebih masif dan cepat di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Walaupun demikian, ia mengingatkan agar otda pasca-Pilkada 2024 tidak membuat perlambatan pembangunan, karena adanya \'raja-raja kecil di daerah\' dalam rangka melakukan bergaining (tawar-menawar) dengan pusat yang dapat mengganggu pembangunan.  \"Seharusnya pemimpin-pemimpin baru yang dipilih dari Pilkada 2024 dapat mewujudkan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara industri yang lebih maju atau menuju Indonesia Emas 2045,\" katanya. Selain itu, dia mengatakan pemimpin baru nantinya perlu memikirkan terobosan untuk mempercepat peningkatan pendapatan per kapita nasional.  Sehingga target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, bahkan dua digit pertumbuhan di era Prabowo-Gibran  dapat tercapai. \"Pemerintah ke depan juga harus mewaspadai gejala pengelolaan otonomi daerah yang bisa menjadi faktor penghambat, karena kontrol partai politik terkandang berbeda dengan pemerintah pusat di daerah,\" katanya. Karena itu, Fahri mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada gubernur ke depan ditiadakan, cukup ditunjuk saja. Sebab, berdasarkan undang-undang, gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara Pilkada di kabupaten/kota tetap diadakan. \"Karena pada dasarnya, gubernur merupakan elemen dari pemerintah pusat, dan memperbanyak membantu pemerintah pusat di daerah. Sekarang ini banyak gubernur yang tidak kompak dengan walikota atau bupatinya. Sehingga Pilkada gubernur sebaiknya ditiadakan,\" katanya. Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini, berpandangan  akibat tidak harmonisnya hubungan antara gubernur dengan bupati/walikota, banyak pembangunan dan pelayanan publik di daerah menjadi terbengkalai. \"Posisi gubernur ini dilematis, terkadang juga menggangu pemerintah pusat seperti di Jakarta, karena beda partai. Sekarang oposisi di  pilkada gubernur di Jawa Tengah juga sudah mulai bergerak. Pilkada gubernur yang berbau politis, seharusnya bisa dikurangi. Pemerintahan Prabowo ini akan berlari kencang. Kalau sopirnya berlaring kencang, maka gandengannya juga harus sama, sehingga ada percepatan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045,\" pungkasnya. *Distribusi Kewenangan dan Percepatan Pembangunan* Sementara itu, pengamat politik Andi Alfian Malarangeng mengatakan, pada dasarnya pelaksanaan otda dalam rangka mendistrisbusikan kewenangan dan memperpecepat pembangunan di daerah, serta memberikan kesempatan rakyat untuk menyalurkan aspirasinya secara demokratis. \"Tren yang ada sekarang di dunia itu, membuat provinsi dan memilih gubernur seperti di Prancis. Tadinya tidak ada itu provinsi, yang ada kabupaten/kota, tapi kemudian dibentuk provinsi, dilakukan distribusi keuangan dan kewenangan,\" kata Andi Malarangeng. Sebagai salah satu anggota tim pakar penyusun Otda bersama Prof Ryas Rasyid, kata Andi Malarangeng, dan pelaksanaan pilkada gubernur tetap diperlukan dalam rangka distribusi kewenangan dan keuangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. \"Menurut saya, jangan terus disalahin pemberian otonomi daerah kepada pemerintah daerah, sehingga terkadang menimbulkan perselisihan. Tetapi pemerintah pusat juga salah, karena norma-norma standarnya, pasal-pasalnya belum dibuat sampai sekarang, soal distribusi kewenangan itu,\" tegasnya. Andi Malarangeng yang kini menjadi politisi Partai Demokrat menilai gubernur yang dihasilkan dari pilkada di 38 provinsi, akan memudahkan pemerintah pusat berkoordinasi dengan bupati/walikota di 514 kabupaten/kota melalui gubernur, daripada pemerintah secara langsung mengurusi kabupaten/kota tersebut. \"Kalau pemerintah secara langsung mengurusi itu, agak susah membayangkan. Kalau mau meniadakan pilkada gubernur, pemilihannya bisa melalui DPRD. Judulnya tetap daerah otonom, tapi pemilihannya melalui DPRD. Itu memang ada wacana seperti itu, gubernurnya di DPRD, sedangkan kabupaten/kotanya langsung,\" ujarnya.  Andi Malarangeng berharap agar Otda tetap dilaksanakan, namun dibarengi evaluasi secara berkala untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang ditimbulkan dalam konteks demokrasi dan desentralisasi, sehingga menjadi lebih baik lagi. Sedangkan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermasyah Djohan mengatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri berbagai etnis dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa, tidak bisa dikelola secara terpusat. \"Sehingga undang-undang mengamanatkan, Indonesia harus diurus dengan otonomi daerah, dan harus dibagi dengan pemerintah daerah. Konsepnya membangun Indonesia dengan tata kelola sendiri. Gampangnya, menumbuhkan demokrasi lokal di daerah, dan Pak Jokowi salah satu contoh kaderisasi yang tumbuh di daerah,\" kata Djohermansyah. Melalui konsep otda, maka sebagai daerah otonom, semua daerah yang terdiri dari provinsi, kabupaten/kota dibolehkan untuk memilih pemimpin di eksektuf (gubernur, bupati/walikota) dan di legislatif (DPRD). Sementara pemerintah pusat tetap melakukan pembinaan dan supervisi pelaksanaan pemerintahan. \"Sekarang yang perlu dirapikan adalah soal kepartaian, rekruitmen kepemimpinan yang maju di Pilkada. Agar pemimpin yang maju betul-betul pemimpin yang berkapasitas dan berkompeten, serta berintegritas, jangan hanya karena isi tas,\" katanya. Kemudian ketika terpilih dan menjalankan pemerintahan daerah, maka kepala daerah harus menjalankan prinsip meritokrasi dengan memilih bawahannya, karena prestasi. Bukan sebaliknya, karena suka atau tidak suka, atau bahkan mereka yang menjadi tim suksesnya selama pilkada. Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira menambahkan, kunci utama keberhasilan pelaksanaan otda adalah \'unity of the leader\' (kesatuan para pemimpin) seperti yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto. \"Pak Prabowo ingin semua elite bersatu, karena tanpa adanya persatuan, stabilitas dan solidaritas, nggak mungkin ada akselerasi pembangunan di daerah dan bisa tercapai dengan baik,\" kata Anggawira.  HIPMI merekomendasikan agar ada perbaikan sistem sistem pemilihan kepala daerah dan revisi paket undang-undang politik agar terciptanya sistem meritokrasi. Sehingga hanya orang yang terbaik yang menjadi pemimpin. \"Kalau kami di HIPMI, membatasi ketua umum hanya bisa dipilih satu kali, tidak bisa dua kali. Karena kami ingin ada regenerasi dan menciptakan kader-kader pemimpin. HIMPI adalah organisasi kader, dan kami ingin memberikan contoh,\" tandasnya. (*)

KPK Periksa Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI

Oleh Sutrisno Pangaribuan | Presidium Kongres Rakyat Nasional BELUM lama berselang terjadinya proses legislasi yang super kilat dengan akrobat politik Baleg DPR RI bersama Mendagri, Menkum HAM. UU Pilkada yang tidak masuk dalam RUU prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2024, mendadak dibahas. Dalam (1×24) jam pasca putusan MK 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 dibacakan, Baleg DPR RI gelar rapat super cepat.  DPR RI dan pemerintah sangat reaktif bahkan agresif atas putusan MK 60 dan 70 tersebut. Berbeda sikap dengan  saat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden/ wakil presiden dibacakan. DPR RI bersama pemerintah pasif, namun memberi ruang bagi KPU untuk proaktif. KPU merevisi PKPU demi memuluskan “raja jawa muda” maju di Pilpres. Dengan menabrak hukum, etika, moral, asas kepantasan, dan kepatutan, Baleg DPR RI bersama pemerintah memaksa melakukan revisi UU Pilkada. KIM Plus membabi buta merevisi UU Pilkada tanpa memedomani putusan MK. DPR RI dan Pemerintah secara sengaja mengabaikan putusan MK yang bersifat final dan mengikat, demi keinginan melahirkan UU Pilkada baru yang dapat mengakomodasi “raja jawa muda kedua” maju di Pilkada. Namun permufakatan jahat antara DPR RI yang dimotori KIM Plus bersama pemerintah kandas. Mahasiswa, buruh, artis, komika, siswa SMA/SMK, dan kelompok masyarakat pro demokrasi lainnya turun ke jalan. Massa aksi dengan tegas menolak rencana DPR RI dan pemerintah merubah UU Pilkada. KIM Plus akhirnya mengalah, karena takut berhadapan dengan rakyat. Massa aksi marah jika UU Pilkada diubah berbeda dengan putusan MK. Massa aksi bergerak di seluruh kota- kota besar dengan tagar #kawalputusanmk. MK yang namanya sempat diplesetin menjadi “mahkamah keluarga” akibat putusan MK 90, akhirnya mendapat dukungan moral ( kembali ) dari publik pasca Putusan MK 60 dan 70 dibacakan. Pembangkangan hukum, pembegalan konstitusi, pembelokan arah reformasi, dan perusakan demokrasi kandas. Parpol anggota KIM Plus buru- buru cuci tangan, memilih sejalan dengan aspirasi rakyat. Pimpinan DPR RI, Sufmi Ahmad Dasco putar haluan 180 derajat mengumumkan sidang paripurna pengambilan keputusan revisi UU Pilkada tidak dapat dilanjutkan. Aksi nekat DPR RI bersama pemerintah tersebut berdampak buruk bagi masa depan Indonesia sebagai negara hukum. Namun risiko besar tersebut diduga tidak gratis, sebab ada pengaruh kekuasaan politik yang dapat melakukan bujuk rayu. Ada intervensi dan transaksi politik yang melampaui kekuasaan hukum dan politik DPR RI sehingga berani melawan putusan MK. Maka untuk membongkar para sutradara, aktor intelektual dari aksi pembegalan hukum, pembangkangan konstitusi, serta pembelokan arah reformasi tersebut, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:  Pertama, bahwa untuk tindakan pembegalan konstitusi diduga telah terjadi suap, pemberian hadiah atau janji, baik berupa uang, atau bentuk lain. Maka diminta kepada KPK untuk memeriksa semua pihak yang terlibat dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Keuangan RI, dan DPD RI pada Rabu (21/8/2024). Kedua, bahwa seluruh pimpinan dan  anggota Baleg DPR RI harus dipanggil dan diperiksa Mahkamah Kehormatan DPR RI (MKD) atas rapat yang diduga tidak sesuai tata tertib DPR RI. Memeriksa dugaan pelanggaran kode etik DPR RI, terkait rapat kerja Baleg bersama pemerintah hingga rencana sidang paripurna yang mengakibatkan kemarahan publik. Ketiga, bahwa MKD harus memanggil dan memeriksa pimpinan dan anggota Baleg DPR RI atas dugaan pelangaran etik terkait sikap arogansi membenturkan sesama lembaga negara, DPR RI Vs MK. Baleg DPR RI diduga melakukan pelecehan harkat dan martabat MK lewat upaya revisi UU Pilkada tanpa dasar putusan MK. Keempat, bahwa Komisi ASN harus memeriksa seluruh ASN yang terlibat dalam rapat Baleg DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM. Kehadiran ASN dalam rapat yang sengaja melawan putusan MK adalah pelangaran UU ASN.  Kelima, bahwa seluruh biaya yang timbul akibat rapat kerja Baleg DPR RI tersebut tidak dapat dibebankan kepada anggaran Setjend DPR RI. Maka seluruh biaya yang timbul akibat rapat tersebut di atas menjadi tanggung jawab sepenuhnya Pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI. Dari peristiwa tersebut di atas, bangsa ini harus belajar untuk tidak sembarangan menggunakan lembaga negara secara ugal- ugalan. Lembaga negara seperti DPR RI seharusnya menciptakan kesejukan, bukan kegaduhan yang memancing kemarahan rakyat. (*)

Indonesia Darurat, Tidak Sudi Dijajah Cina - 15

Oleh  Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  DALAM sejarah  perjalanan politik di  Nusantara sejak era kolonial etnis Cina adalah bagian dari penjajah. Sejarah tersebut sangat dipahami oleh Soekarno maka sepanjang Orde Lama di bawah pemerintahan Soekarno, warga Cina sangat dibatasi dalam pergaulan politik, ekonomi dan hukum.  Diawasi, dikendalikan  dan dikontrol sangat ketat, Presiden Soekarno sampai mengeluarkan PP No.10 Tahun 1959 yang berisi melarang warga Cina melakukan kegiatan ekonomi masuk di pedesaan. Begitupun eksistensi keturunan Cina dalam politik dan pemerintahan, Soekarno tak memberi kesempatan dan panggung untuk mereka. Soekarno dan Soeharto  sama-sama membatasi warga Cina, baik dalam soal keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. Begitupun  dalam soal ekonomi dan politik, termasuk membatasi etnis Cina dalam wilayah pemerintahan.  Pasca peristiwa G 30 S PKI warga Cina  semakin dikekang dengan Inpres No. 14 Tahun1967 tentang larangan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat. Orde Baru mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengendalikan dan mengawasi gerak gerik etnis Cina. Bahkan pergerakan masyarakat Cina  dikontrol melalui Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC). Soekarno maupun Soeharto  menganggap, etnis Cina masih berorientasi pada negeri leluhurnya. Masih sangat eksklusif, primordial dan sektarian. Etnis Cina merupakan masyarakat yang memiliki kultur agresif dan ofensif secara ekonomi dan politik. Sehingga rezim pemerintahan keduanya melakukan proteksi  masyarakat pribumi dari ancamannya etnis Cina. Pengawasan dan pengendalian terhadap etnis Cina mulai dijebol pada masa pemerintahan Habibie keluar Inpres dikeluarkan Presiden Habibie no. 26 tahun 1998  kita dilarang nyebut \"Pribumi\". Beruntun pada masa pemerintahan Gus Dur keluar Keppres No. 6 Tahun 2000,  menghapus apa yang dianggap sebagai diskriminasi terhadap etnis Cina. Beruntun rezim  sesudahnya berlomba menjadi budak etnis Cina dan puncaknya pada rezim Jokowi sempurna menjadikan boneka sembilan naga. Benar apa yang dikhawatirkan Soekarno dan Soeharto tentang pembatasan ruang gerak etnis Cina di Indonesia. Tak cukup terkait betapa kuatnya kesetiaan pada negara leluhurnya. Kehadiran etnis Cina sebagai pengkhianat sudah terjadi sejak masa pergerakan kemerdekaan, pergolakan dan situasi genting NKRI dalam Orde Lama, Orde Baru, dan Orde  selanjutnya. Bukan sekadar karakter agresif dan ofensif dalam aspek ekonomi politik, kecenderungan etnis Cina juga terlalu dominan dan hegemoni dalam banyak aspek kehidupan. Terlebih setelah beternak penguasa berjalan mulus defakto sebagai penguasa Indonesia  Etnis Cina yang minoritas sudah berhasil menguasai rakyat mayoritas. Saat ini sudah pada puncak kekuasaanya bahkan dengan jumawa setelah berhasil membeli jabatan presiden di Indonesia. Semakin kuat posisinya menjadi \"inner circle\" kekuasaan penyelenggaraan negara.  Prabowo tidak ada jaminan akan bisa  keluar dari \"inner circle\" karena kekuasaan yang dimiliki hakekatnya milik sembilan naga. Sama dengan Presiden Jokowi tidak lebih hanya sebagai pelaksana ( boneka ) kebijakan sembilan naga. \"Indonesia darurat benar benar sudah terjadi\". Kemarahan rakyat  sudah menyatu dengan geramnya mahasiswa sudah pada titik klimaks, hanya ada satu jalan  yaitu \"Revolusi untuk menghentikan, menghukum, dan membersihkan para pengkhianat negara\" (*)

Raja Jawa atau Raja Dedemit, Sih?

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MASIH terngiang pidato bahlul Bahlil di depan pimpinan dan kader Golkar soal Raja Jawa yang ngeri-ngeri sedap dan berbahaya. Bisa celaka jika main-main sama barang itu. Bahlil tidak membantah dugaan bahwa Raja Jawa itu adalah Jokowi. Jokowi sendiri \'cicing wae\' mungkin mesam mesem. Baru pidato perdana, Bahlil sudah bikin gara-gara. Terma Raja Jawa langsung meraja lela di jagad maya.  Raja Jawa atau Raja Dedemit, sih ? Ini pertanyaan tidak serius banget. Tapi lumayan bahan renungan saja. Sejak awal pelantikan periode kedua Jokowi bulan Oktober tahun 2019 atas kemenangan kontroversialnya, area pelantikan dipenuhi banyak dedemit. Menurut \'pakar\' dedemit Ki Sabdo hadir Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong dan dedemit lain termasuk Jin Kahyangan.  Menurut Mbah Yadi paranormal Pati, Jokowi itu ahli laku spiritual dan sosok gaib pelindungnya bukan asal-asalan. Ada penguasa laut Nyi Roro Kidul, Khadam Soekarno, demit burung Garuda hingga pasukan Prabu Siliwangi. Presiden ditemani tokoh-tokoh gaib dilihat dari sehari-harinya, ujarnya. Konon Jokowi suka semedi. Di IKN dulu di samping upacara kendi dan tanah, juga menyengaja bertenda. Dulu Raja Jawa Brawijaya dari Kerajaan Majapahit memiliki \'teman\' Sabdo Palon. Saat Brawijaya masuk Islam, ia mengajak Sabdo Palon masuk Islam tetapi ia menolak. \"Kulo mboten angrasuk agomo Islam\", katanya. Ia mengaku harus \"momong marang anak putu\" melindungi anak cucu. Dedemit Sabdo Palon mengakui kemenangan Islam, tapi ia berjanji nanti akan mengganti Islam dengan ajaran budi.  Sumpahnya \"Jangkep gangsal atus taun awit dinten puniko, kulo gentos ing agami, gami budi kulo sebar tanah Jawi\". Ia menyatakan lima ratus tahun sejak hari ini, ia akan ganti agama dengan agama budi. Entah yang Sabdo Palon ramalkan adalah sipritualitas atau pedukunan yang tersebar ? Faktanya meski beragama Islam banyak yang perilakunya tidak berbasis syari\'at. Kuat pengaruh mistik atau paranormalisme. Jokowi berlindung pada dedemit, para tokoh politik justru berlindung pada Jokowi. Partai politik berantakan di bawah kendali Presiden Jokowi. Hampir semua Ketum seperti berada di bawah ketiaknya. Bahlil dengan percaya diri mengancam pimpinan dan Kader Golkar atas \"kesaktian\" sang Raja. Mungkin Bahlil sudah pernah  diizinkan melihat Khadam Jokowi. Seorang beriman tidak boleh berlindung kepada Jin. Jin bawaannya menyesatkan. Berlindung kepada Allah adalah perlindungan  yang kokoh, sebaliknya berlindung kepada selain Allah itu perlindungan lemah bagai berlindung pada sarang laba-laba. Dari jauh terlihat laba-laba itu membuat jaringan yang hebat. Tetapi jika kita tahu, maka dengan sedikit sentuhan saja sudah putus.  Qur\'an mengingatkan hal itu dalam Surat Al Ankabuut (Laba-Laba) Ayat 41. Ketum partai yang berlindung kepada Jokowi seperti kuat demikian juga jika Jokowi berlindung pada dedemit, kelak akan terbukti bahwa semua itu adalah perlindungan yang lemah. Bahkan dari kaca mata iman, berlindung pada selain Allah dapat dikategorikan musyrik. Menurut syari\'at Islam percaya dan mengikuti jalan paranormal merupakan perilaku syirik. Jika ia tidak bertobat, maka dosanya tidak akan diampuni.  Indonesia sebagai negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa harus menjaga kebersihan beragama. Para pemimpin lazim memberi teladan. Jangan sampai muncul pertanyaan apakah Jokowi itu Raja Jawa atau Raja Dedemit ? Celaka bangsa ini jika pempimpinnya tidak rasional atau selalu mengikuti petunjuk Jin dan Jun. (*)

Ingin Bubarkan DPR? Ya Revolusi

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KEKECEWAAN atas peran partai politik yang tidak menjadi alat perjuangan rakyat berimbas pada fungsi DPR yang mandul, seremonial dan banyak gaya ketimbang kerja. Gaya hidup hedonis di tengah rakyat yang semakin sulit untuk hidup. Harga melambung, pajak mendera dan phk meningkat. Segala penyelesaian harus pakai uang.  DPR tidak mampu menjadi pengawas efektif bagi pemerintah, budgeting berbau komisi bahkan korupsi, fungsi legislasi membaguskan narasi tapi buruk aspirasi. Mengabdi pada kepentingan pragmatis. Rakyat tidak merasakan sentuhan kerja nyata DPR. Pelesetan bagi DPR adalah Dewan Perwakilan Rezim bahkan Dewan Penindas Rakyat.  Untuk menjadi anggota DPR harus berbiaya tinggi. Miskin tak mungkin. Akibatnya muncul spirit bagaimana mengembalikan \"political cost\" yang tinggi tersebut. Jadilah DPR sebagai institusi kerja, dagang atau usaha. Diisi oleh mereka yang kaya, pengusaha atau anak-anak pejabat negara. Istri juga ada. Wajar jika kesehariannya tidak berada pada ruang masyarakat bawah.  Kekecewaan rakyat menimbulkan pengkritisan pada keburukan sistem pemilu, budaya otorirarian partai politik, cuanisme, maupun oligarki. Muncul celetukan sudah bubarkan saja DPR toh negara tidak akan bubar tanpa DPR, ada pula pernyataan perlunya berpolitik tanpa partai politik, ataupula ganti DPR dengan syuro. Mulai muncul berbagai fikiran nakal yang membuli kesakralan DPR. Semestinya pengambil kebijakan sadar akan kekecewaan tersebut lalu melakukan upaya perbaikan. Akan tetapi hal itu tidak mudah bahkan cenderung normatif. Prakteknya justru menganggap saatnya untukmenikmati \"hasil berjuang\" selama ini. DPR menjadi tempat yang nikmat untuk bersenang-senang dan masuk dalam komunitas borjuasi. Secara hukum membubarkan DPR seperti juga membangun negara tanpa partai tentu tidak bisa. Hukum tatanegara mengakui eksistensi \"lembaga demokrasi\" ini. Jadi, jika rakyat ingin  membubarkan jalan satu-satunya adalah revolusi. Revolusi akan mampu membongkar akar formalisme dan dogmatisme hukum. Kekuasaan otoriter yang memperalat DPR dan partai politik biasanya diruntuhkan dengan jalan politik Revolusi.  Revolusi Amerika, revolusi Perancis, revolusi Rusia, revolusi Iran, revolusi Indonesia dan revolusi-revolusi lain di dunia selalu menggusur totalitarian dan membuat fondasi kenegaraan yang memperbaharui kebusukan sistem dan praktek kenegaraan yang telah jauh  disimpangkan.  Jadi bagi yang sedang berdiskursus tetang pembubaran DPR atau partai politik maka ia harus memulai dengan diskursus Revolusi atau pemberontakan Rakyat Semesta. Agar semua tidak hanya berkhayal atau berada dalam ruang romantisme tentang idealitas.  (*)

Mulyono Tukang Main Kayu

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan MULYONO adalah pengganjal Anies Baswedan menurut Ketua DPD PDIP Jawa Barat Ono Surono saat mengajukan Anies-Ono untuk Pilgub Jabar. Sebelumnya Anies Baswedan digagalkan maju untuk DKJ atas operasi besar dan terang-terangan pengganjalan. Mulyono alias Joko Widodo alias Jokowi adalah \"trouble maker\" dari penggagalan Anies Baswedan. Jokowi memang penjahat besar, Joko Widodo pendusta sedangkan Mulyono itu tukang main kayu. Beberapa bulan menjelang akhir jabatan Jokowi mundur ke awal kehidupan dengan nama Mulyono. Mahfud MD keceplosan menyebut Jokowi sebagai Mulyono. Begitu juga Masinton Pasaribu yang menyatakan turunkan Raja Mulyono sebelum 20 Oktober. Dhimam Abror mengucapkan \"Selamat ulang tahun Presiden Mulyono\". Kompas.com menjelaskan asal usul Jokowi yang berasal dari Mulyono. Mulyono memang menjadi trending topik di twitter atau x. Mulyono yang kuliah di Fakultas Kehutanan UGM konon Prodi Teknologi Kayu kemudian lulus dengan ijazah yang diragukan atau dimasalahkan sampai ke Pengadilan. Hingga kini ijazah itu masih sembunyi belum jelas juga. Foto ijazah Jokowi diragukan dihubungkan dengan adik ipar Jokowi bernama Hari Mulyono yang meninggal tahun 2018. Beredar di media Kutipan Akta Kelahiran Jokowi bahwa pada tanggal 21 Juni 1961 telah lahir anak bernama \"Joko Widodo\" yang tentu menjadi gambaran simpang siur dengan asal lahir bernama \"Mulyono\". Lagi pula dikaitkan dengan ejaan lama yang seharusnya \"Djoko Widodo\".   Mulyono menjadi tukang kayu yang dapat dimaknai pandai main kayu. Menurut KBBI main kayu itu artinya berbuat curang, berbuat yang keji-keji, berbuat mesum, main keras yang menjurus menyakiti lawan, dan main kasar. Jadi main kayu (play dirty) berkonotasi negatif. Mulyono yang bertransformasi menjadi Jokowi sudah ditakdirkan menjadi pemain kayu dari wujud meubeul hingga politik curang atau keji.  Mutakhir main kayu Mulyono adalah mencurangi, main kasar dan menyakiti lawan politik Anies Baswedan. Kasar sekali bermain untuk mengganjal agar Anies agar tidak dapat mencalonkan di Jakarta dan Jawa Barat. Sungguh hanya iblis yang mampu dan tega melakukan kecurangan seperti ini. Mulyono memang Dajjal.  Tapi rakyat dipastikan berpihak pada korban kekejian dan akan melawan aktor utama di balik fenomena tidak bermoral ini. Mulyono alias Joko Widodo alias Jokowi adalah sang penjahat itu. Ia harus tumbang dan diadili baik sebelum 20 Oktober atau setelahnya. Proses peradilan itu absolut baginya.  Jokowi memang tukang makan korban. Judul skripsinya pola konsumsi kayu lapis. Aneh skripsi tanggal 14 Nopember 1985 tapi ijazahnya tanggal 5 Nopember 1985. Rakyat Indonesia bisa-bisa  jadi korban penipuannya. Kayu lapis saja dikonsumsi apalagi rakyat.  Mungkin nanti ada mahasiswa ilmu politik membuat skripsi \"pola main kayu Mulyono mengkonsumsi rakyat Indonesia\". Pertanyaan yang perlu diklarifikasi ialah apakah Mulyono itu \'deception\' dari Joko Widodo sehingga rakyat terkecoh ? Apa hubungan dengan Hari Mulyono ? Mengapa Mulyono muncul akhir-akhir ini yang diakui sebagai nama kecil \"sakit-sakitan\" Jokowi ? Adakah munculnya Mulyono menandakan Jokowi sekarang sedang sakit-sakitan ? Mengapa tidak ada Mulyono pada Akta Kelahiran Joko Widodo? Mulyono memang tukang main kayu. Curang, culas, keji, jahat dan sebutan buruk lain bagi penjahat yang pantas didakwa dengan dakwaan berlapis dan dikonsumsi atau dijerat tali gantung pada tiang kayu. (*)

Hilangnya Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dan Kisah 4 Presiden

Oleh Denny JA | Konsultan Politik  DALAM aneka survei di Pilkada DKI 2024, elektabilitas Anies Baswedan paling tinggi. Survei LSI Denny JA bulan Agustus 2024 menunjukkan itu. Juga survei lembaga lainnya. Jika saja Anies Baswedan mendapatkan tiket pencalonan, sulit dibendung, besar kemungkinan Anies tak hanya kembali menjadi gubernur Jakarta berikutnya. Anies pun akan menjadi Calon Presiden 2029 yang sangat kuat. Mungkin lebih kuat dibandingkan elektabilitasnya di capres 2024 tempo lalu. Pertanyaannya, mengapa tak ada satu pun partai yang punya syarat mencalonkannya, tapi memilih tidak mencalonkannya. Bahkan tiga partai yang dulu mengelu-elukannya dalam pilpres 2024: Nasdem, PKS, PKB, malah berpaling? Di Pilkada DKI 2024, Anies Baswedan dikalahkan justru sebelum kampanye dimulai. Banyak analisa yang bisa dibuat. Salah satunya adalah kisah empat presiden. Mungkin bukan presidennya, tapi lingkarannya yang mengembangkan strategi “Politik Asal Jangan Anies.” Presiden pertama, presiden terpilih Prabowo berkali-kali mengutip itu. Betapa kinerjanya sebagai Menhan dinilai 11 persen oleh Anies dalam kampanye presiden tempo hari. Lingkaran Prabowo tahu persis betapa Anies menjadi Gubernur DKI periode sebelumnya karena bantuan Prabowo. Jika Anies menjadi gubernur DKI, 2024-2029, ia akan menjadi penantang sangat kuat bagi pencalonan kembali Prabowo di Pilpres 2029. Presiden kedua, presiden Jokowi sangat militan ingin memindahkan ibukota ke IKN. Semua tahu persis, proses perubahan ibu kota agar sukses memerlukan konsolidasi mungkin 20 tahun. Program IKN perlu didukung oleh presiden Indonesia selanjutnya hingga 20 tahun mendatang, ketika ibukota baru terkonsolidasi. Sementara Anies ketika menjadi capres 2024, menjadikan IKN bukanlah program yang akan didukungnya. Itu yang tempo hari menjadi pembeda Anies dengan Prabowo yang akan melanjutkan IKN. Tentu bagi Jokowi dan pendukungnya, sikap politik Anies Baswedan atas IKN menjadi catatan penting. Presiden ketiga, mantan presiden SBY juga memiliki kisah sendiri. Saat itu, SBY sangat bersemangat. Betapa tidak, ia merasa sudah ada komitmen Anies akan berpasangan dengan AHY sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024. Tapi Anies malah berjodoh dengan Muhaimin Iskandar sebagai Capres dan Cawapres. Kita sebagai orang luar tak tahu persis apa yang terjadi. Tapi kita tahu komentar kemarahan SBY saat itu. Judul salah satu berita misalnya: “SBY Marah dan Kecewa ke Anies: Sekarang Saja Tak Jujur.” (1) Presiden keempat,  mantan presiden lain, Megawati, memiliki memori dengan Anies dalam Pilkada DKI 2017-2022. Saat itu Anies mengalahkan calon PDIP: Ahok. Bukan kalah menang itu benar yang menjadi masalah. PDIP diketahui partai yang sangat mementingkan nilai nasionalisme. Sementara dalam Pilkada DKI, Anies didukung oleh FPI dengan prinsip NKRI Bersyariat. Anies sendiri sejauh yang saya kenal seorang tokoh Islam moderat, yang modern, pro-demokrasi. Tapi kedekatannya dengan kubu NKRI Bersyariat, walaupun misalnya hanya masalah taktik politik, meninggalkan memori yang membentuk citra politik agama dari Anies. Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat presiden jumlahnya, yang memiliki kisah “ngeri-ngeri sedap” dalam perjalanan politik Anies Baswedan. Mungkin bukan presidennya, tapi lingkaran dekatnya, yang membuat ancang-ancang membuat gerakan “Politik Asal Bukan Anies.”  Padahal,  partai pendukungnya di pilpres 2024 bisa menang mudah jika mengusung Anies sebagai cagub DKI 2024: Nasdem, PKS, PKB.  Ketiga partai ini malah koor bersama meninggalkan Anies. Ini aneh tapi nyata dalam dunia politik. Habiskah karir Anies Baswedan di dunia politik? Haruskah Anies mencari profesi lain sebagai akademisi, tokoh ormas, dan lain sebagainya? Politik tak pernah berhenti memberi kejutan. Anies Baswedan memiliki modal politik yang sudah besar: dikenal publik di atas 90 persen. Disukai publik di atas 70 persen. Anies tak mati di dunia politik sejauh ia berhasil menciptakan panggung baru. Misalnya ia memiliki organ dan isu yang membuatnya terus muncul hingga Pilpres 2029 kelak. Siapa yang sesungguhnya akan hilang atau malah lebih berkibar kembali dalam politik praktis kadang tergantung momen. Dan momen itu acapkali datang dengan cara yang tak terduga.***

Surya Paloh Panglima Besar Petualang Politik di Partai Nasdem (Bag-1)

Oleh Kisman Latumakulita/Pendiri Partai Nasdem “Sial benar Partai Nasdem ini. Alangkah tidak beruntungnya Partai Nasdem ketika yang berkumpul di partai ini sesungguhnya hanya para petualang politik yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk kepentingan dirinya, “ujar Surya Paloh Selasa 27 Agustus 2024 di Jakarta Covention Center.  LUAR biasa sambutan Bang Surya Paloh ketika berpidato saat terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem. Retorika yang dipakai Bang Surya itu hebat dan berkelas. Pilihan diksinya sangat memukau. Intonasi Bang Surya juga dapat menghipnotis siapa saja yang mendengar pidato huebat ini. Beta perlu meluangkan waktu untuk mendengar berulang-ulang pidato Bang Suya Paloh yang huebat dan berkelas ini. Sejak hari Selalu lalu sampai dengan tulisan ini dibuat, beta sudah lima kali menonton pidato bang Surya yang top makotop ini. Perasaan berbaur dan berkecamuk antara percaya, terpaksa percaya dan tidak percaya begitu kental serta dominan. Begitu juga dengan perasaan kagum dan keget yang maha tinggi. Luar biasa dahsyat Bang Surya Paloh ini. Akhirnya berbagai pertanyaan nakal dan kagum muncul secara bersamaan di benak yang tidak berujung. Apakah Bang Surya tidak sedang menghina Gerakan Restorasi? Bang Surya tidak sedang melepehkan manipesto Ormas Nasdem dan Partai Nasdem? Apakah ini sebagai isyarat atau tanda kalau Bang Surya Paloh ini sudah sadar dan pulih yang sesungguhnya? Benahkah Bang Surya dulu dikenal sangat kokoh melawan setiap kezaliman dan kesewenang-wenangan itu sudah kembali ke jalan yang benar? Jalan yang mungkin sudah ditinggalkan bertahun-tahun setelah berada dalam kekuasaan Mungkinkah Bang Surya yang huebat dan membanggakan dulu itu sekarang sudah sampai ke tahapan taubatan nasuha? Taubat yang benar-benarnya? Mungkin juga benar Bang Surya sudah taubatan nasuha karena umur yang sudah 73 tahun sekarang ini. Bang Surya kembali dirinya yang asli.   Materi pidato Bang Surya hari Selasa lalu itu padat, lengkap, paripurna dan sangat mengagumkan. Nilai-nilai agamnya begitu kental. Mungkin karena Bang Surya berasal daerah Serambi Mekah, sebutan masayarat Indonesia untuk Provinsi Aceh. Mengakui kekurangan dirinya sebagai manusia yang tidak luput dari salah hilaf. Pada bagian ini Bang Surya seperti ustadz atau penceramah yang hebat dan top maktop. Salah dan hilaf itu sifat dasar dan kelemahan setiap manusia. Untuk itu Bang Surya mangajak semua kader Partai Nasdem tidak mengutamakan kepentingan dirinya dan kelompok. Sebaliknya, berjuang untuk membela kepentingan Nasdem, kepentingan rakyat dan cita-cita para pendiri bangsa. Huebat dan bekelas benar Bang Surya ini. Sangat mulia dan bermatabat Bang Suya Paloh kalau berpidato. Bobot pidato Bang Surya terkadang mirip-mirip tipis dengan pidato Bung Karno kalau di era kekinian. Beda-beda tipis saja kalau ada perebadaan dengan Bung Karno. Beda besarnya adalah Bung Karno terlahir untuk mepertaruhkan semua kehidupan demi kemajuan bangsanya. Bang Surya mungkin yang sebaliknya. Mengutamakan kepentingan pribadi semata. Bang Surya terlahir mungkin untuk menikmati jerih-payah perjuangan Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya. Bahkan mungkin juga merusak hasil perjuangan dan cita-cita pendiri bangsa. Fakta itu bisa dilihat dengan kasat mata dalam sepuluh tahun terakhir ini. Bang Surya bersama-sama dengan Presiden Mulyono merusak hampir semua pondasi kehidupan berbangsa dan bernega. Sistem hukum kita rusak, bahkan berantakan. Intitusi-intitusi penegak hukum kini diduga menjadi aktor politik utama di negeri ini. Akibatnya demokrasi kita berantakan. Indeks Demokrasi jatuh ke titik nadir. Cita-cita reformasi dibuang ke tumpukan sampah. Bahkan dijeburkan ke jurang yang dalam. Hilang dari pandangan mata. Dinasti politik yang menjadi musuh terbesar reformasi ’98 tumbuh subur seperti jamur yang mekar di musim hujan. Anak dan mantu Presiden Moelyono menjadi penguasa dan pejabat politik. Bang Surya terkesan seperti membenarkan KKN keluarga Presiden Moelyono. Paling kurang ikut mengaminkan sutuasi ini. Kohesi sosial sesama anak bangsa patah. Paling kurang retak. Dirusak oleh Presiden Moelyono. Suasana kekerabatan dan kebersaman sesama anak bangsa yang dihasilkan Presiden-presiden sebelumnya Pak Harto, Hak Habibie, Pak Abdurahman Wahid, Ibu Megawati, dan Pak Soesilo Bambang Yudhoyono kini hancur dan berantakan. Saling curiga sesama anak bangsa tumbuh dan berkembang subur. Merata di hampir semua lapisan masyarakat. Bang Surya ada dan punya andil besar memproduksi kondisi ini bersama-sama dengan Presiden Moelyono. Berkali-kali Presiden Moelyono bilang, salah seorang yang paling dikagumi dan dibanggakan adalah Bang Surya Paloh. Mencari petualang politik di Partai Nasdem itu gampang. Mereka yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk kepentingan pribadi juga sangat mudah ditemukan. Toh, yang menjadi Panglima Besar petualang politik di Partai Nasdem itu diduga Ketua Umum sendiri. Pimpinan petuang politik yang memanfaatkan Partai Nasdem untuk syahwat pribadi bukan kader Partai Nasdem biasa, tetapi Ketua Umum. Walaupuan yang diamksud dengan pimpinan petualang politik di Partai Nasdem adalah Ketua Umum. Namun jika melalui pidato huebat dan berkelas hari Selasa 27 Agustus 2024 lalu itu Bang Surya Paloh sudah sadar dan taubatan nasuha, maka itu sangat bagus, hebat, berkelas, top makotop dan mengagumkan. Tidak ada kata terlambat untuk mengakuai dan memperbaiki setiap kesalahan Bang Surya. Masih lebih baik terlambat bertobat daripada tidak sama sekali. Apalagi usia Bang Surya yang sudah 73 tahun. Beta jadi bangga lagi karena Ketua Umum Partai Nassem sudah kembali ke jalan lurus dan benar. (bersambung).    

Partai Loyalis Pak Harto “Parsindo” Ajak Anies Gabung Menuju 2029

Jakarta, FNN — Partai Parsindo (Partai Swara Rakyat Indonesia) akan mengajak mantan Gubernur DKI Jakarta, periode 2017-2022, Anies Baswedan, bergabung sebagai kendaraan politik 2029. Partai Loyalis Soeharto tersebut mengaku memiliki visi yang sama dengan Anies sebagai oartai anti-korupsi. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Parsindo, HM. Jusuf Rizal, SH menjawab pertanyaan media di Jakarta terkait sosok Anies Baswedan yang diganjal dalam kontestasi politik. Menurut Jusuf Rizal, Anies Harus memiliki partai politik sendiri sehingga bisa kuat. “Jika Anies Baswedan berkenan, Partai Parsindo akan memberikan peluang agar beliau memiliki partai politik. Kebetulan Partai Parsindo memiliki visi yang sama yaitu partai anti korupsi,” tegas Jusuf Rizal, yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu. Menurut Ketum Ormas Madas Nusantara (Organisasi Kemaduraan) ini sosok Anies Baswedan bukan asing bagi Partai Parsindo. Saat Pilgub tahun 2017, Partai Parsindo ikut menyumbang suara sedikitnya 300-500 ribu suara dari kelompok buruh, dll. Mengingat bangsa ini memang membutuhkan pemimpin yang berpikir revolusioner dan visioner, Partai Parsindo menilai Anies Baswedan merupakan pemimpin masa depan bagi bangsa Indonesia. Anies menurut Partai Parsindo telah memiliki kematangan paripurna. Sebagaimana diketahui Partai Parsindo merupakan besutan Jusuf Rizal. Partai Parsindo berbasis Loyalis Bapak HM.Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. Jusuf Rizal juga menjadi Ketua Paguyuban Loyalis Bapak HM. Soeharto. Partai Parsindo telah memiliki struktur jaringan di berbagai propinsi, maupun Kabupaten Kota hingga tingkat desa. Pada Pemilu 2019, Partai Parsindo merasa dikerjain oleh KPU Pusat. Kemudian memggungat ke Bawaslu. Namun saat melakukan gugatan berikutnya ditolak, hingga menggugat ke PTUN.  Partai Parsindo merasa dirugikan oleh KPU, karena adanya Abuse Of Power. Ini terbukti dengan kasus Hasnaini, Perempuan Emas. Semestinya banyak partai datanya yang tidak lebih baik dari Partai Parsindo, tapi diloloskan, tegas Jusuf Rizal.  Karena itu Partai Parsindo akan mempersiapkan diri melakukan berbagai konsolidasi menuju Pemilu 2029. Partai Parsindo yakin akan dapat menjadi partai alternatif bagi rakyat di tengah banyaknya partai yang pragmatis. Partai Parsindo, Kerakyatan, Nasionalis dan Religius.