HUKUM
Saldi Isra Mengakui Merasa Aneh Luar Biasa Dengan Putusan MK
Jakarta, FNN - Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi salah satu hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.Ketika menyampaikan poin-poin pendapat berbeda, Saldi mengakui aneh luar biasa dan menyebut putusan tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar, karena dia mengklaim mahkamah berubah pendirian dalam sekejap.“Sejak saya menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.Sementara itu, MK menolak gugatan uji materi Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memohon batas usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun.Kemudian, MK juga menolak gugatan uji materi Partai Garuda (Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023) dan sejumlah kepala daerah (Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023) yang memohon batas usia capres-cawapres diubah menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.“Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU- XXI/2023, mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya. Padahal, sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang,” kata dia.Saldi mengatakan mahkamah memang pernah berubah pendirian dalam memutus suatu perkara, tetapi tidak pernah terjadi secepat ketika memutus Perkara Nomor 90 yang diklaimnya terjadi dalam hitungan hari.Perubahan itu, kata dia, tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, tetapi juga didasarkan pada argumentasi yang kuat setelah mendapat fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.“Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?” ucap dia.Lebih lanjut dia mengungkap bahwa ketika rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada tanggal 19 September 2023, RPH dihadiri oleh delapan hakim konstitusi kecuali Ketua MK Anwar Usman.“Hasilnya, enam Hakim Konstitusi, sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51- 55/PUU-XXI/2023, sepakat menolak permohonan dan tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua Hakim Konstitusi lainnya memilih sikap berbeda (dissenting opinion),” ungkapnya.Kemudian, dalam RPH berikutnya untuk membahas putusan perkara nomor 90-91/PUU-XXI/2023, RPH dihadiri oleh seluruh hakim konstitusi.Beberapa hakim konstitusi yang dalam Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 telah memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai opened legal policy, kata Saldi, tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.“Meski model alternatif yang dimohonkan oleh pemohon dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023,” ucap Saldi.Tanda-tanda berubah pandangan beberapa hakim konstitusi itu, menurut Saldi, memicu pembahasan yang lebih detail dan ulet, sehingga pembahasan terpaksa ditunda dan diulang beberapa kali.“Tidak hanya itu, para pemohon Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023, sempat menarik permohonannya dan kemudian sehari setelahnya membatalkan kembali penarikan tersebut,” ucapnya.Di samping itu, Saldi juga mengungkap bahwa sebagian hakim konstitusi berubah haluan dari semula menyatakan Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 merupakan kebijakan hukum terbuka, menjadi mengambil posisi akhir untuk mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.Atas putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.Sementara itu, terhadap putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah atas putusan tersebut.(sof/ANTARA)
MK Tidak Dapat Menerima Dua Gugatan Terkait Batas Usia Capres-Cawapres
Jakarta, FNN - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima dua gugatan uji materi Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh dua perorangan bernama Arkaan Wahyu Re A dan Melisa Mylitiachristi Tarandung.“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.Arkaan, selaku pemohon pada Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, memohon batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi sekurang-kurangnya 21 tahun. Sementara Melisa, selaku pemohon pada Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023, memohon batas usia capres cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 25 tahun.Mahkamah tidak dapat menerima dua permohonan tersebut karena pasal yang diajukan uji materinya itu telah memiliki pemaknaan baru, sebagaimana putusan MK yang mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.Dalam sidang yang sama, MK memutus berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Kini, Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.Atas dasar itu, mahkamah berkesimpulan permohonan Arkaan dan Melisa telah kehilangan objek, sehingga tidak relevan lagi untuk mempertimbangkan kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan.“Permohonan pemohon kehilangan objek, kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” kata Anwar Usman.Dalam sidang hari ini, MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.Sementara itu, MK menolak gugatan uji materi Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memohon batas usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun.Kemudian, MK juga menolak gugatan uji materi Partai Garuda (Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023) dan sejumlah kepala daerah (Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023) yang memohon batas usia capres-cawapres diubah menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.Atas putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.Sementara itu, terhadap putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah atas putusan tersebut.(sof/ANTARA)
Terkait Perkara BTS Kominfo, Kejagung Memastikan Akan Memeriksa BPK
Jakarta, FNN - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana memastikan penyidik Kejaksaan RI akan memeriksa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengklarifikasi keterangan yang disampaikan terdakwa Irwan Hermawan (IH) di persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G Paket 1, 2, 3, 4, dan 5.\"Akan kami periksa orang BPK untuk klarifikasi apa yang disampaikan IH dan hasil pemeriksaan Sadikin,\" kata Ketut di Jakarta, Senin.Ketut mengatakan bahwa pemeriksaan pihak BPK ini sekaligus untuk mengklarifikasi hasil pemeriksaan tersangka Sadikn Rusli yang ditangkap pada hari Sabtu (14/10). Hal ini mengingat nama Sadikin pernah disebut oleh Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama, pernah menyerahkan uang senilai Rp40 miliar kepada seseorang perwakilan dari BPK bernama Sadikin.\"Kami akan periksa orang BPK,\" ujarnya.Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali itu juga memastikan bahwa Sadikin Rusli yang ditangkap oleh penyidik Jampidsus bukannya dari BPK.\"Dia bukan orang BPK, dia itu pihak swasta. Kalau dia ada keterkaitannya dengan BPK, tentu akan kami dalami dan kembangkan ketika memang betul ditemukan alat bukti ini,\" katanya.Ketut menekankan bahwa penyidik Jampidsus menelusuri semua semua keterkaitan antara Sadikin dan BPK seperti apa dengan meminta keterangan pihak BPK dalam waktu dekat.Jika ditemukan bukti keterkaitan, penyidik bakal mengembangkan perkara tersebut dengan melakukan pendalaman.\"Kalau memang ada bukti, kami kembangkan perkaranya. Yang jelas nanti kami panggil semua, orang yang tersebut bakal kami panggil semua,\" ujar Ketut.Dalam perkara korupsi merugikan keuangan negara sebesar Rp8,32 triliun ini, Kejagung sudah menetapkan 14 orang sebagai tersangka. Keempat tersangka terbagi dalam tiga klaster perkara, yakni tindak pidana korupsi, tidak pidana penyuapan dalam aliran dana korupsi BTS Kominfo, dan menghalangi penyidikan.Dari 14 orang tersangka tersebut, kata dia, enam orang sudah tahap persidangan, yakni Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Gelumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Irwan Hermawan, dan Johnny G. Plate.Dua tersangka lain sudah tahap dua, pelimpahan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Windy Purnama dan Muhammad Yusriski Muliawan. Berkas perkara keduanya rencananya dilimpahkan antara tanggal 16 atau 17 Oktober.Selanjutnya enam tersangka masih dalam tahap penyidikan, yakni Jemy Sutjiawan, Elvano Hatorangan, M. Ferriandi Mirza, Walbertus Natalius Wisang (Pasal 21), Naek Parulian Washington Hutahaean atau Edward Hutahaean (Pasal 15), dan Sadikin Rusli (Pasal 15).(ida/ANTARA)
MK Menolak Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres 40 Tahun
Jakarta, FNN - Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai penyelenggara negara.\"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,\" kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.Perkara tersebut diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.Dalam petitumnya, mereka juga memohon usia capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.Mahkamah berkesimpulan bahwa pokok permohonan yang diajukan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.\"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya,\" ucap Anwar membacakan konklusi.Lebih lanjut, mahkamah berpendapat pemberian pemaknaan baru terhadap Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu sebagaimana permohonan para pemohon dalam petitumnya akan menyebabkan kontradiksi.Hal itu karena akan melarang seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk dicalonkan sebagai capres atau cawapres, sekaligus membolehkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun sepanjang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.\"Menurut mahkamah, ketentuan Pasal 169 huruf (q) UU 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) ternyata tidak bertentangan dengan perlakuan yang adil dan diskriminatif,\" kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan mahkamah.Terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah atas putusan tersebut.Sebelumnya, MK juga menolak uji materi pasal yang sama yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Garuda.(ida/ANTARA)
Mahfud MD Minta Konflik Muntilan Diselesaikan Secara Hukum
Surabaya, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta konflik di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dapat diselesaikan secara hukum.\"(Konflik di Muntilan) Supaya diselesaikan secara hukum,\" kata Mahfud MD usai memberikan kuliah umum \"Demokrasi yang Bermartabat Menuju Indonesia Emas 2045\" di Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Senin.Mahfud mengatakan hukum yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia adalah perdamaian dan kebersamaan dengan jalan bermusyawarah. Oleh sebab itu, lanjutnya, segala bentuk perselisihan maupun pertikaian seharusnya diselesaikan dengan cara musyawarah.\"Kalau bisa berdamai, ya, berdamai. Kalau tidak, ya, dibawa ke proses hukum,\" tegasnya.Konflik yang berujung bentrok terjadi di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/10), yang melibatkan massa dari dua kelompok.Kapolresta Magelang Kombes Pol. Ruruh Wicaksono menjelaskan kronologi peristiwa tersebut awalnya disebabkan oleh adanya kegiatan dari suatu kelompok di Kabupaten Magelang mulai pagi hari hingga pukul 15.00 WIB.\"Setelah kegiatan selesai, saat pulang, salah satu kelompok ini bersinggungan dengan kelompok yang lain. Kemudian, ada kesalahpahaman hingga terjadilah gesekan di lapangan,\" jelas Ruruh.Namun demikian, Ruruh mengaku konflik tersebut sudah diselesaikan hingga Minggu malam dengan mediasi yang difasilitasi oleh Polresta Magelang.\"Kerusakan masih kami data, korban jiwa tidak ada, dan korban luka belum ada laporan,\" ujar Ruruh.(ida/ANTARA)
SYL: Saya Akan Mengikuti Semua Proses Hukum
Jakarta, FNN - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan akan mengikuti semua proses hukum yang berjalan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian.\"Saya akan mengikuti semua proses hukum yang ada dan tentu saja akan mengedepankan juga hak-hak saya secara aturan yang ada,\" kata Syahrul usai konferensi pers di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat.Syahrul juga berharap diberi ruang untuk berproses secara baik dalam peradilan. Dia pun menyebut penanganan KPK dalam perkara itu sangat profesional dan cukup baik.\"Tentu saja saya berharap biarkan saya berproses secara baik dalam peradilan. Penanganan KPK sangat profesional dan cukup baik, menurut saya, walaupun dua malam ini saya betul-betul mendapatkan sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan,\" ucapnya.Syahrul memohon agar dirinya tidak dihakimi terlebih dahulu dan berharap proses hukum dapat berjalan sesuai asas praduga tak bersalah.\"Saya berharap jangan saya dihakimi lagi dulu, biarkan semua prosesnya asas praduga tak bersalah harus dilakukan, termasuk ke Kementan. Seperti itu teman-teman. Mohon aku diberi kesempatan untuk itu,\" ucapnya.Syahrul Yasin Limpo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi di Kementan. SYL pun resmi ditahan di Rutan KPK pada Jumat, selama 20 hari ke depan untuk penyidikan lebih lanjut.Selain SYL, KPK juga menahan dua anak buahnya, yakni Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH).Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Terhadap tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(sof/ANTARA)
Kejagung Menetapkan Edward Hutahaean Sebagai Tersangka Suap BTS
Jakarta, FNN - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) Kejaksaan Agung, Jumat malam, menetapkan Edward Hutahaean sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemufakatan jahat penyuapan dalam perkara korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).\"Kami tim penyidik berkesimpulan telah ditemukan alat bukti permulaan yang cukup sehingga pada hari ini setelah melakukan pemeriksaan saksi yang bersangkutan kami meningkatkan statusnya sebagai tersangka NPW alias EH (Edward Hutahaean),\" kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi, di Gedung Bundar, Jakarta, Jumat malam. Dalam sidang perkara BTS Kominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat awal Oktober 2023, nama Edward Hutahaean pernah disebut oleh terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, selaku Direktur Utama PT Mora Telematika. Galumbang menyebut Edward meminta uang 2 juta dolar Amerika Serikat terkait pengamanan kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Perkembangan dalam kasus BTS ini masih terus berkembang. Penyidik Jampidsus masih melakukan penyidikan terhadap tiga berkas perkara tiga tersangka yang ditetapkan pada Senin (11/9), yakni Jemmy Sutjiawan (JS) dari pihak swasta), Feriandi Mirza (FM) selaku Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo dan Elvano Hatorangan (EH) selaku Pejabat PPK di Bakti Kominfo. Sedangkan untuk berkas perkara atas nama Windi Purnama selaku orang kepercayaan terdakwa Irwan Hermawan, masih dalam proses pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat. Selain Windi Purnama, juga ada Muhammad Yusriski Mulyana dan Windi Purnama sudah dilakukan tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti) kepada JPU dan menunggu untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sementara itu, satu tersangka atas nama Walbertus Natalius Wisang (WNW) ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tpikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 21 atau Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Tipikor. Adapun enam tersangka lainnya sudah dalam proses pembuktian di persidangan, yang kini berstatus terdakwa, yakni yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020. Kemudian Mukti Ali (MA) dari pihak PT Huwaei Technology Investment, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, dan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) Johnny G Plate.(sof/ANTARA)
Mengejutkan, SYL Mendadak Ditangkap, Ada Apa Dengan KPK?
Jakarta, FNN – Akhirnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di apartemennya, Kamis malam. Padahal, SYL sudah berjanji akan hadir memenuhi panggilan KPK, Jumat (13/10/23). Penangkapan SYL tidak hanya membuat Nasdem terkejut, tapi juga PKS sebagai partai koalisi pendukung pasangan capres - cawapres Anies – Muhaimin. Atas kejadian tersebut, anggota Komisi II PKS Mardani Alisera mengingatkan agar KPK jangan digunakan sebagai politisasi hukum. Mardani mengatakan bahwa dalam penangkapan SYL oleh KPK ini, hukum sudah menjadi instrument politik, tajam kepada lawan dan tumpul kepada kawan. Ini berat buat Nasdem karena ada “serangan” bertubi-tubi. “Kita doakan mereka tangguh dan kokoh. Kami berikan dukungan moral bahwa kita sebagai satu koalisi akan terus bersama memenangkan pasangan Anies dan Gus Imin,” kata Mardani. Sangat jelas maksud pernyataan Mardani. SYL adalah kader partai Nasdem yang menjadi tulang punggung, bahkan pengusung Anies Baswedan. SYL menjadi Menteri kedua dari Nasdem yang berurusan dengan hukum setelah sebelumnya Menkominfo Johnny G. Plate dalam kasus korupsi pengadaan BTS. Tampaknya, itulah yang dimaksud oleh Mardani sebagai serangan bertubi-tubi terhadap Partai Nasdem, sebuah harga yang sangat mahal bagi Nasdem karena keputusan ketua umumnya Surya Paloh untuk mengusung Anies sebagai calon presiden. “Anis adalah figur yang sudah jauh-jauh hari dengan berbagai cara coba dijegal oleh Presiden Jokowi. Jangan sampai dia bisa lolos menjadi calon presiden, apalagi sampai terpilih jadi presiden. Oleh karena itu, keputusan Surya Paloh untuk mengusung Anies dianggap sebagai sebuah pembangkangan atau perlawanan,” kata Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam kanal You Tube Hersubeno Point edisi Jumat (13/10/23). Sepertinya, lanjut Hersu, Jokowi memang betul-betul marah dengan keputusan Surya Paloh sehingga Surya Paloh dan Nasdem harus dihukum dengan sangat berat. Kebetulan juga ada bukti-bukti yang cukup kuat, baik pada kasus Johnny G. Plate maupun SYL, yaitu terlibat dalam dugaan korupsi. Menurut Hersu, perlakuan Jokowi dan para penegak hukum ini berbeda dengan para politisi dari partai pengusung pemerintah yang sampai sekarang masih tetap loyal kepada Jokowi dan menuruti kemauan Jokowi. Mereka juga terlibat dalam dugaan korupsi, bahkan sudah diperiksa, tapi kasusnya hingga sekarang kita tidak tahu berlanjut atau tidak. “Coba tolong ditanyakan ke Kejaksaan Agung bagaimana kelanjutan kasus dugaan korupsi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Begitu juga dengan kasus Menpora Dito Ariotedja, kader Golkar,” ujar Hersu. SYL ditangkap di apartemen miliknya di kawasan Kebayaran Baru, Jaksel, dan langsung dibawa ke gedung KPK dengan tangan diborgol. Pengacara SYL, Febriansyah, langsung merapat ke KPK begitu tahu kliennya ditangkap, namun dia tidak diperkenankan mendampingi kliennya. Kepada media Febriansyah mengaku sangat terkejut dengan penahanan SYL. Sebagai pengacara SYL, mereka telah berkomunikasi dengan KPK dan kliennya menyatakan akan kooperatif memenuhi panggilan KPK pada Jumat (hari ini). Namun, kemudian muncul surat penangkapan SYL pada hari Rabu. Yang menarik adalah bahwa pada hari Rabu itu, SYL mendapat panggilan pertama sebagai tersangka, tapi kemudian melalui kuasa hukum SYL menyampaikan surat ingin menjenguk ibunya yang sedang sakit di Makassar. Namun, di hari yang sama KPK mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan kepada SYL. Surat itu yang menjadi dasar hukum KPK dalam menangkap SYL pada Kamis kemarin. Juru bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan alasan penangkapan SYL. Dari hasil analisis, kata Ali, ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana, misalnya kekhawatiran melarikan diri, kekhawatiran menghilangkan barang bukti. Itu yang menjadi dasar tim penyidik KPK untuk melakukan penangkapan dan membawanya ke gedung merah putih. “Silakan Anda nilai sendiri apa sesungguhnya yang sedang terjadi,” ujar Hersu Rabu dipanggil dalam statusnya sebagai saksi, SYL tidak hadir karena ke Makassar. Kemudian hari Rabu malam KPK menetapkan SYL sebagai tersangka. Rabu KPK menerbitkan surat panggilan pertama kepada SYL sebagai tersangka dan pada hari yang sama juga menerbitkan surat penangkapan. “Wajar kalau Nasdem juga sangat terkejut dan menduga-duga ada apa ini, kok semangat sekali KPK menangkap SYL,” ujar Hersu. Bendahara Umum Nasdem, yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai KPK terlalu terburu-buru melakukan penangkapan terhadap SYL. Dia terheran-heran Mengapa berlaku malam ini (Kamis malam) dijemput paksa. “Pertanyaannya, ada apa dengan KPK? Kenapa mesti terburu-buru dan tidak melalui proses dengan alasan yang kuat?” tanya Sahroni. Sahroni mengatakan penangkapan yang dilakukan oleh KPK tidak boleh berdasarkan analisis semata, tetapi harus sesuai fakta hukum. “Kita enggak mau berburuk sangka, tapi kalau hukum acara dan kekuasaan power dilakukan, bagaimana ini? Ini terbukti kalau KPK sekarang punya power besar dan power itu dipergunakan sewenang-wenang. Pertanyaannya, ada apa dengan KPK? Kalau karena khawatir menghilangkan alat bukti dalam penangkapan kurang tepat, mengingat sudah ada barang bukti yang diserahkan ke KPK pada penggeledahan pertama,” ujar Sahroni. Menurut Hersu, kasus SYL ini memang penuh drama, intrik politik di antara elit penguasa, dan intrik di internal KPK sendiri. Ingat juga bahwa ada kasus dugaan pemerasan yang sekarang tengah ditangani oleh Polda Metrojaya. “Namun, saya harus kembali membuat disclaimer, jangan mencampuradukkan masalah hukum dengan politik. Kalau korupsi ya memang harus ditangkap dan diproses hukum. Tetapi, itu harus berlaku pada semua, bukan hanya kepada lawan politik berlaku sangat keras, sementara kepada kawan politik pendukung malah dilindungi,” pungkas Hersu.(sof)
Ali Fikri Sebut Pimpinan KPK Berhak Menandatangani Surat Penangkapan SYL
Jakarta, FNN - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyebut pimpinan Komisi Antirasuah berhak menandatangani surat penangkapan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).\"Pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum,\" kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Ali menyampaikan pernyataan tersebut merespons beredar-nya kabar terkait surat penangkapan SYL yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Hal itu kemudian menjadi sorotan karena dinilai menyalahi aturan.\"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir undang-undang saja,\" ucap Ali.Ia menjelaskan bahwa semua administrasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan memiliki aturan tata naskah yang berlaku di KPK.Pimpinan KPK, imbuh Ali, merupakan pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Secara ex officio, ucapnya, harus diartikan juga pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.\"Itu artinya, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain,\" ucap Ali.Di sisi lain, dia menegaskan bahwa KPK bukan menjemput paksa SYL. Komisi Antirasuah, ucapnya, melakukan penangkapan kepada mantan Mentan itu dengan berdasarkan hukum.\"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapa pun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan. Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapa pun karena mangkir dari panggilan penegak hukum,\" papar Ali.Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo tiba di Gedung KPK dalam kondisi diborgol pada Kamis (12/10) sekitar pukul 19.16 WIB. Dia dikawal petugas kepolisian dengan senjata laras panjang dengan menggunakan tiga mobil hitam jenis Innova.Komisi Antirasuah resmi menangkap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Selain Syahrul Yasin Limpo, dua anak buahnya juga dijadikan tersangka dalam perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Keduanya adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.(ida/ANTARA)
Pascapenangkapan, KPK Masih Memeriksa Syahrul Yasin Limpo
Jakarta, FNN - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai ditangkap pada Kamis (12/10) malam.\"Sejauh ini tim penyidik masih melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap tersangka,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat pagi.Sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo tiba di Gedung KPK dalam kondisi diborgol pada Kamis (12/10) sekitar pukul 19.16 WIB. Dia dikawal petugas kepolisian dengan senjata laras panjang dengan menggunakan tiga mobil hitam jenis Innova.Komisi Antirasuah resmi menangkap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Ali mengatakan upaya paksa itu terpaksa dilakukan setelah pihaknya melakukan analisa dari perkembangan situasi yang ada.Menurut dia penangkapan ini dilakukan karena kekhawatiran KPK tersangka ini melarikan diri dan menghilangkan barang bukti kasus yang menjerat dirinya.“Tadi malam tersangka sudah di Jakarta dan dirinya tidak datang ke Gedung KPK sehingga dilakukan penangkapan,” kata Ali di Jakarta, Kamis (12/10).Namun, kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah, menyebut bahwa kliennya ditangkap, bukan dijemput paksa oleh KPK.\"Perlu dibedakan antara penangkapan dengan jemput paksa. Informasi dari pihak keluarga atau pihak yang hadir di lokasi, saat Pak SYL dibawa oleh tim KPK, (itu) adalah penangkapan,\" katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat dini hari.Dia mengatakan saat ditangkap, kliennya sangat kooperatif, tidak terlalu banyak perdebatan dan langsung bersedia dibawa ke gedung KPK.Lebih jauh, pada Rabu (11/10) malam, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak secara resmi mengumumkan bahwa Syahrul Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.\"Dengan masuknya laporan masyarakat dan dilengkapi informasi dan data sehingga dapat dan menemukan adanya peristiwa pidana, sehingga menetapkan dan mengumumkan tersangka: SYL (Syahrul YasinLimpo), Menteri Pertanian 2019-2024; KS (Kasdi Subagyono), Sekretaris Jenderal Kementetian Pertanian; MH (Muhammad Hatta), Direktur Alat dan Mesin Pertanian,\" ujarnya saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.(ida/ANTARA)