HUKUM

Mantan Mendag Lutfi Kembali Dipanggil Kejagung sebagai Saksi Perkara CPO

Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memanggil mantan menteri perdagangan Muhammad Lutfi untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait penyidikan perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, dengan tersangka tiga korporasi.\"Pemanggilan dijadwalkan penyidik pada Selasa, tanggal 1 Agustus 2023,\" kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis.Lutfi sebelumnya pernah diperiksa pada tanggal 21 Juni 2022 selama 12 jam untuk perkara serupa dengan tersangka berbeda.Saat itu, Lutfi diperiksa untuk lima tersangka yang kini telah berstatus terpidana dan dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu lima hingga delapan tahun.Kelima terpidana itu ialah mantan direktur jenderal (dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana, Anggota Tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley M.A., dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.Sebelum pemeriksaan Lutfi pada Selasa (1/8), jaksa penyidik telah meminta keterangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Senin (24/7).Airlangga diperiksa selama 12 jam sebagai saksi guna membuat terang perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya pada industri kelapa sawit, termasuk minyak goreng, periode Januari-April 2022.Terkait pemanggilan ulang terhadap Airlangga Hartarto itu, Ketut mengatakan ada kemungkinan dia dipanggil lagi apabila penyidik memerlukan keterangan lebih lanjut.\"Untuk AH (Airlangga Hartarto), kemungkinan dipanggil lagi kalau penyidik masih membutuhkan keterangan beliau untuk pendalaman,\" ujarnya.Penyidik Jampidsus juga telah memeriksa Kepala Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Perekonomian Musdalifah Machmud sebagai saksi. Pemeriksaan itu dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.(ida/ANTARA)

Terkait Denny Indrayana, Bareskrim Memeriksa Enam Saksi

Jakarta, FNN - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri masih menyidik kasus dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi sistem pemilu legislatif dengan terlapor Denny Indrayana dengan memeriksa sejumlah saksi-saksi.Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Jakarta, Rabu, mengatakan total sudah enam orang saksi dimintai keterangan.“Terkait kasus saudara DI (Denny Indrayana), proses pemeriksaan saksi masih berlangsung. Adapun jumlah saksi yang telah diperiksa sebanyak enam orang,” kata Ramadhan.Namun Ramadhan tidak merinci siapa saja keenam saksi yang sudah dimintai keterangannya.Penyidik sudah meningkatkan status penanganan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan dengan mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung pada Senin (10/7).Penyerahan SPDP memiliki arti, penyidik memberitahukan kepada Kejaksaan bahwa proses penyidikan suatu kasus telah dimulai, sehingga kemudian, Kejaksaan RI akan menunjuk jaksa peneliti (P-16) yang akan meneliti kelengkapan berkas perkara guna pembuktian di persidangan.Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menaikkan status penanganan perkara Denny Indrayana ke tahap penyidikan pada akhir Juni lalu.Komjen Pol. Agus Andrianto saat menjabat sebagai Kabareskrim Polri, Senin (26/6), menyampaikan Polri bakal proporsional dalam mengusut kasus dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi sistem pemilu legislatif.Jenderal bintang tiga yang kini menjawab sebagai Wakapolri itu mengatakan secepatnya pihaknya akan meminta atau memeriksa saksi dan juga ahli-ahli terkait kasus tersebut.Karena, lanjut dia, kasus tersebut sudah menimbulkan keresahan di masyarakat. Sehingga, dirinya memerintah langsung Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) dan Dittipidsiber untuk menangani kedua kasus tersebut secara cepat.“Saya minta kepada Pak Dirtipidum dan Dirsiber untuk menangani kasus ini secara cepat sehingga bisa menjawab dan menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera diselesaikan,” kata Agus.(sof/ANTARA)

Soal Harun Masiku, Polri Belum Menerima Informasi dari Interpol Kamboja

Jakarta, FNN - Divisi Hubinter Polri (Interpol Indonesia) hingga kini belum menerima informasi dari Interpol Kamboja mengenai kabar buron Harun Masiku berada di negara itu dan telah berganti kewarganegaraan.“Sejauh ini Interpol Kamboja belum memberikan informasi terkait rumor,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan di Jakarta, Rabu.Mantan calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan Harun Masiku menjadi buron perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).Harun Masiku masuk daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 17 Januari 2020.Selain itu, Polri juga sudah menerbitkan red notice atas nama Haru Masiku.Menurut Ramadhan, dengan sudah diterbitkannya red notice maka apabila Harun Masiku melalui perlintasan resmi di negara manapun, anggota interpol pasti akan mendeteksi.\"Kewajiban dari interpol negara tersebut untuk menahan subjek dan menginformaikan ke Interpol Indonesia sebagai negara penerbit atau peminta red notice,\" katanya.Untuk menindaklanjuti kabar Harun Masiku berada di Kamboja, tambah Ramadhan, Interpol Polri mengirimkan permintaan kepada Intepol Kamboja melalui chanel 1-24/7 dalam rangka mengklarifikasi kabar tersebut.\"Interpol Indonesia sudah mengirimkan permintaan kepada Interpol Kamboja melalui chanel 1-24/7 terkait klarifikasi terhadap isu tersebut,\" ujar Ramadhan.Sebelumnya pada Maret 2023, Harun Masiku juga pernah dikabarkan menjadi marbot masjid di Malaysia.(sof/ANTARA)

Mabes Polri Membenarkan Terjadi Penembakan Antara Anggota

Jakarta, FNN - Markas Besar Polri membenarkan telah terjadi penembakan antara anggota Polri yang menyebabkan tewasnya Bripda IDF.Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Jakarta, Rabu, mengatakan peristiwa itu terjadi Minggu (237) dini hari di Rusun Polri Cikeas Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.“Pada Minggu dini hari tanggal 23 Juli 2023 pukul 01.49 WIB bertempat di Rusun Polri Cikeas Gunung Putri Bogor telah terjadi peristiwa tindak pidana karena kelalaian mengakibatkan matinya orang yaitu atas nama Bripda IDF,” kata Ramadhan.Jenderal bintang satu itu menyebut tersangka dalam penembakan Bripda IDF adalah Bripda IMS dan Bripka IG. Polri telah mengambil tindakan dalam kejadian tersebut dengan mengamankan para tersangka.“Keduanya diamankan untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa tersebut,” ujar Ramadhan.Saat ini, lanjut Ramadhan, kasus tersebut ditangani oleh Tim Gabungan Propam dan Reskrim untuk mengetahui pelanggaran dispilin, kode etik maupun pidana yang dilakukan oleh kedua pelaku.“Yang pasti Polri tidak akan memberikan toleransi kepada oknum yang melanggar ketentuan atau perundungan yang berlaku,” kata Ramadhan.Kasus tewasnya Bripda IDF viral di media sosial, melalui Instagram @kamidayakkalbar yang memposting unggahan wafatnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage diduga oleh oknum yang melakukan adalah senior sesama anggota Polri yang bertugas di Densus 88 Antiteror Polri Jakarta.(sof/ANTARA)

Penindakan TPPO Bisa Maksimal Setelah Ada Satgas

Jakarta, FNN - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyebut Polri dapat maksimal mengungkap dan menindak kasus perdagangan orang setelah dibentuk Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).  \"Bahwa pengungkapan dan penindakan TPPO dapat terungkap dengan maksimal setelah dibentuk Satgas TPPO Polri,\" kata Ramadhan di Jakarta, Rabu.  Satgas TPPO Polri dibentuk oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 5 Juni 2023. Satgas tersebut terdapat di tingkat Mabes Polri hingga Polda jajaran seluruh Indonesia. Pembentukan Satgas TPPO Polri merupakan tindak lanjut dari perintah Presiden Joko Widodo setelah menunjuk Kapolri sebagai Ketua Pelaksana Harian Satgas Pemberantasan dan Pencegahan TPPO.  \"Satgas TPPO Polri dibentuk atas perintah Kapolri untuk melakukan penindakan dan pencegahan tindak pidana perdagangan orang secara tegas,\" kata Ramadhan.  Sejak dibentuk, Satgas TPPO Polri terus bergerak melakukan penindakan dan pencegahan, setiap hari dilakukan analisa dan evaluasi (anev).Berdasarkan hasil anev dari tanggal 5 Juni sampai dengan 24 Juli 2023, Satgas TPPO menerima 711 laporan polisi, menyelamatkan 2.176 korban TPPO, dan menangkap 847 orang pelaku.  Menurut Ramadhan, dari hasil anev Satgas TPPO, modus yang paling banyak dilakukan yakni pekerja migran ilegal dijadikan pembantu rumah tangga sebanyak 479, pekerja seks komersial ada 212, anak buah kapal (ABK) ada sembilan dan eksploitasi anak sebanyak 54 orang.  Dalam memperkuat penindakan dan pencegahan TPPO, Polri tengah mengembangkan direktorat di satuan kerja (satker) reserse dari enam direktorat menjadi tujuh.  Direktorat ketujuh yang dimaksudkan untuk penanganan kejahatan melibatkan perempuan dan anak (PPA), serta pidana perdagangan orang (PPO).  Ramadhan menyebut Polri sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) perihal permohonan pembentukan struktur organisasi Direktorat PPA dan PPO pada Bareskrim Polri dan Polda jajaran.  Apabila permohonan tersebut disetujui, kata dia, maka berimplikasi pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) pada tingkat Mabes Polri sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2022 tentang Susunan SOTK organisasi pada tingkat Mabes Polri.  \"Saat ini pembentukan Direktorat PPA dan PPO terus dalam proses,\" kata Ramadhan.(ida/ANTARA)

Terkait Dugaan TPPU, Bareskrim Minta Klarifikasi Anak Panji Gumilang

Jakarta, FNN - Penyidik Direktorat Tindak Pindana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri meminta klarifikasi kepada dua anak Panji Gumilang, pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun terkait penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).  Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Jakarta, Selasa, menyebut, ada delapan saksi yang dipanggil penyidik hadir hari ini, dua di antaranya adalah anak kandung Panji Gumilang.  \"Ada delapan saksi yang dimintai klarifikasi hari ini, dari Pondok Pesantren Al Zaytun,\" kata Ramadhan.  Ramadhan hanya mengungkap tiga inisial nama dari delapan saksi yang dimintai keterangan, ketiganya yaitu IP, AP dan IS. Jenderal bintang satu itu menjelaskan, saksi IP merupakan Ketua Pengurus Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). \"Saudara IP ini anak kandung PG (Panji Gumilang),\" kata Ramadhan.  Kemudian, saksi AP selaku Sekretariat Pengurus YPI yang juga anak kandung dari Panji Gumilang.  \"Yang ketiga inisial IS, Bendahara Yayasan Al Zaytun,\" ungkap Ramadhan.  Penyidik mengagendakan permintaan klarifikasi 10 orang saksi dari pihak Ponpes Al Zaytun. Namun, untuk hari ini keterangan yang akan diambil untuk delapan orang. Sisanya dua orang dipanggil besok, Rabu (26/7).  \"Jadi hari ini delapan orang, besok dua orang lagi,\" kata Ramadhan. Pemanggilan pihak-pihak yang dimintai klarifikasi tersebut dijadwalkan oleh penyidik pukul 10.00 WIB. Ramadhan mengaku belum mendapat konfirmasi terkait kehadiran pihak-pihak yang dipanggil. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi terkait kehadiran anak Panji Gumilang.  Sebelumnya, Senin (24/7), Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan menyebut, mulai besok, Selasa (25/7), penyidik memeriksa 10 orang saksi.  Kesepuluh orang saksi tersebut berasal dari Ponpes Al Zaytun.  \"Pemeriksaan mulai besok, ada 10 saksi dari Ponpes Al Zaytun,\" kata Whisnu.  Selain kasus TPPU, Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) tengah menyelidik kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Panji Gumilang.(sof/ANTARA)

Saksi Menyebut Target Pembangunan BTS Tidak Lazim

Jakarta, FNN - Saksi perkara dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G sekaligus Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Muhammad Feriandi Mirza menyebut target pembangunan menara BTS tidak lazim.Mulanya jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung bertanya kepada Mirza terkait mungkin atau tidaknya target pembangunan tahap awal BTS 4G, yakni sebanyak 4.200 menara terealisasi dalam waktu sembilan bulan.\"Dalam pemikiran saudara, membangun 4.200 BTS dalam waktu sembilan bulan itu, Anda selaku praktisi IT (information technology) itu apa mungkin?\" kata salah satu JPU dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.Mirza kemudian menjawab pertanyaan JPU dengan mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya memang belum ada target pembangunan infrastruktur telekomunikasi dengan durasi pengerjaan seperti itu.\"Dalam pengalaman saya, memang belum ada,\" kata Mirza menjawab pertanyaan JPU.Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri kemudian memotong tanya jawab tersebut. Hakim meminta JPU untuk tidak menanyakan pendapat Mirza karena yang bersangkutan hadir dalam kapasitasnya sebagai saksi, bukan ahli.\"Jangan tanya pendapat dia,\" kata Fahzal.\"Mohon izin Pak (hakim Fahzal), di BAP (bukti acara pemeriksaan) dijelaskan memang kira-kira untuk satu tahun itu paling tidak 300 dan 400. Nah, ini saya ingin menanyakan hal itu,\" jawab JPU.Hakim lantas mengambil alih tanya jawab. Hakim bertanya terkait pernah atau tidaknya Mirza, selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), mengomunikasikan bahwa target pembangunan 4.200 BTS 4G tersebut tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif pendek.Atas pertanyaan itu, Mirza mengatakan bahwa durasi pengerjaan proyek BTS 4G telah menjadi kebijakan pimpinan, dalam hal ini adalah Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo Anang Achmad Latif.\"Sudah menjadi kebijakan pimpinan,\" ucap Mirza.Pada sidang tersebut, Mirza juga memerinci bahwa dari target 4.200 BTS 4G yang harus selesai dibangun per 31 Desember 2021, baru terealisasi sebanyak 668 menara.\"Untuk 31 Desember 2021, yang selesai sampai on air, sudah nyala ada sinyal itu 668,\" kata Mirza.Mirza kemudian menyebutkan terdapat satu kali perpanjangan atau adendum hingga 31 Maret 2022. Untuk memperjelas keterangannya, hakim bertanya kepada Mirza berapa total menara BTS yang sudah selesai terkait adendum tersebut.\"Sampai 31 Maret 2023, berapa yang sudah on air?\" tanya Fahzal.\"On air itu sebanyak 1.795,\" jawab Mirza.Merespons jawaban Mirza itu, hakim menilai proyek BTS 4G tidak selesai atau mangkrak.\"Berarti ini proyek enggak selesai, mangkrak,\" imbuh Fahzal.Pada sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat, Selasa, JPU menghadirkan empat orang saksi untuk tiga orang terdakwa, yakni mantan Menteri Kominfo Johnny G. Plate, Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) Yohan Suryanto.Selain Mirza, tiga orang saksi lainnya adalah Kepala Subbidang atau Koordinator Monitoring dan Evaluasi Jaringan Telekomunikasi, Indra Apriadi; Kepala Biro Perencanaan Kemenkominfo, Arifin Saleh Lubis; dan Auditor Utama pada Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkominfo, Doddy Setiadi.Dalam perkara ini, mantan Johnny G. Plate didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS dan pendukung Kominfo periode 2020—2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51.Dalam surat dakwaan juga disebutkan sejumlah pihak yang mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut, yaitu Johnny G. Plate menerima uang sebesar Rp17.848.308.000,00; Anang Achmad Latif menerima uang Rp5 miliar; Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400,00.Selanjutnya, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitechmedia Sinergy menerima Rp119 miliar; Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp500 juta; Muhammad Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS; Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 menerima Rp2.940.870.824.490,00; Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 menerima Rp1.584.914.620.955,00; dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 mendapat Rp3.504.518.715.600,00.(sof/ANTARA)

Melawan BNI Deddy Purwanto Berharap Menang Kasasi di MA

Jakarta, FNN—Korban salah bidik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Deddy Purwanto oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk berharap upaya kasasinya untuk mendapat ganti rugi Rp53 miliar di Mahkamah Agung bisa menang sebagaimana perkara TPPU yang dialaminya. Deddy mengatakan, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas banding yang diajukan karena permohonannya ditolak di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pun ditolak. Penolakan itu tertuang dalam putusan PT DKI Jakarta No. 156/Pdt/2023/PT.DKI tanggal 20 Juli 2023. Sebelumnya Deddy bersama ibunya Samini mengajukan gugatan perdata atas salah bidik BNI yang men-TPPU-kan dirinya sebesar Rp53 miliar ke PN Jakarta Selatan. Namun PN Jakarta Selatan berdasarkan putusan No. 707/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel tertanggal 18 Agustus 2022 menolak gugatan Deddy. “Gugatan kita ditolak di PN Jaksel, juga banding kita ditolak PT DKI. Makanya kita kasasi ke MA, harapannya dikabulkan sebagaimana kasus inti saya soal tudingan TPPU oleh Bank BNI,” kata Deddy kepada fnn.co.id di Jakarta Senin (24/7). Kuasa Hukum Deddy, Farid Ghozali, juga membenarkan soal putusan PT DKI yang menolak banding Deddy atas ditolaknya gugatan Rp53 miliar di PN Jaksel. Itu sebabnya sebagai kuasa hukum dia menyerahkan kepada klienya untuk melanjutkan kasasi ke MA atau tidak. Ternyata Deddy melanjutkan kasasi ke MA. Farid menjelaskan, pada perkara inti kasus Deddy dan ibunya Samini sebagai pengusaha money changer dituntut melakukan TPPU oleh Dirut BNI pada PN Jakarta Pusat pada 2019 dinyatakan bersalah. Keduanya dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Turut Serta menerima dan menampung sebesar US$114.239,80 atau ekuivalen Rp1.654.052.628 dari nasabahnya Muhindo Kashama Albert yang keturunan Kongo, Afrika. Pada upaya banding Deddy dan ibunya di PT DKI Jakarta, lanjut dia, ternyata PT DKI menguatkan putusan PN Jakarta Pusat  tersebut. Namun permohonan Deddy melakukan kasasi ke MA dan menurut putusan MA No. 1977/PID.SUS/2020 tanggal 20 Juli 2020, diterima.  “Pada perkara ini tudingan BNI bahwa klien kami melakukan TPPU akhirnya menang di MA, kami juga berharap kasus turunan, yaitu gugatan ganti kerugian sebesar Rp53 miliar yang kalah di PN dan PT, kalau logikanya konsisten, diharapkan akan dikabulkan di MA. Itu harapan kami,” kata Farid.  Deddy adalah korban Sekadar mengingatkan kasus salah bidik TPPU Deddy Purwanto oleh BNI bermula dari kelalaian BNI New York yang melanggar prinsip kehati-hatian dalam melakukan pencairan kredit atas perintah dari pemilik email aang@iptnnna.com sebesar US$230.418,80 atau setara Rp1.654.052.628. Kelalaian itu terungkap di sidang MA pada 2020. Dalam sidang itu juga terbukti menurut hukum terjadi penggelapan fakta terkait dengan jumlah dana yang ditransfer oleh Bank BNI New York atas perintah pemilik email aang@iptnnna.com. Dalam sidang di MA juga terungkap bahwa ternyata Terdaksa I (Deddy Purwanto) dan Terdaksa II (Samini) adalah korban dari kejahatan intenasional Nigerian Scammer dimana pelaku sebenarnya tidak tertangkap. Terdakwa I dan Terdakwa II masing-masing adalah Direktur Utama dan dan Direktur merangkap sebagai pemegang saham PT Nini Citra Buana yang menjalankan usahanya sebagai money changer. PT Nini Citra Buana memiliki izin yang sah dan valid yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pelanggan PT Nini Citra Buana diketahui berasal dari dalam negeri dan luar negeri, dimana salah satu pelanggan adalah Terdakwa III (Muhindo Kashama Albert). Muhindo merupakan pelanggan selama lebih dari 15 tahun dan selama itu hubungan jual beli valuta asing dengan seluruh pelanggan berlangsung baik, termasuk dengan Terdakwa III. Dalam menjalankan bisnisnya Terdakwa I telah menerapkan prinsip kehati-hatian atas maksud Terdakwa III melakukan pengiriman uang ke rekening PT Nini Citra Buana di PT Bank Central Asia Tbk. Dalam sidang di MA juga terbukti menurut hukum bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II tidak pernah menerbitkan invoice No. 04282018-4 tanggal 7 Agustus 2018 kepada PT IPTN North America Inc. Terdakwa I dan Terdakwa II tidak memiliki hubungan hukum ataupun terkait dengan Antoine (DPO) yang memerintahkan mentransfer. Terbukti bahwa transfer dana sebesar US$114.418,80 atau setara Rp1.654.052.628 yang diterima oleh Terdakwa I dan Terdakwa II melalui PT Nini Citra Buana didasarkan atas permintaan dari Terdakwa III dan dana tersebut telah diserahkan kepada Terdakwa III seluruhnya. Pendek kata, dari keseluruhan proses tudingan TPPU atas Deddy Purwanto dan Samini ternyata semua berlangsung atas kelalaian BNI New York. Sementara Deddy harus meringkuk di tahanan selama kurang lebih 20 bulan, sedangkan ibunya harus menjalani hukuman lebih lama.  Yang membuat MA mengabulkan tuntutan Deddy adalah BNI tidak melakukan check recheck atau konfirmasi ke nasabah maupun ke money changer saat mentransfer dana dari BNI Newyork ke BNI Jakarta, lalu dilanjutkan ke rekening PT Nini Citra Buana di BCA Jakarta dengan alamat Menara BCA Grand Indonesia. Kesalahan BNI lainnya adalah tidak melakukan tracing bahwa PT Nini Citra Buana adalah bergerak di bidang money changer. Sementara transferan untuk nasabah Deddy, Muhindo, ternyata dana itu untuk pembelian spare part pesawat terbang.  Kesalahan berikutnya, BNI menggunakan PT Nini Citra Buana sebagai toples dalam kasus TPPU. Pihak yang dipersalahkan, dikorbankan, padahal pihak Deddy sama sekali tidak tahu menahu uang titipan transfer itu adalah transaksi fraud. Karena nasabah Muhindo biasa melakukan hal tersebut, bahkan dalam jumlah lebih besar, namun tidak ada unsur fraud sama sekali. Selain itu, BNI tidak tahu kalau pelaku transfer dari Amerika mendapat nomor rekening PT Nini Citra Buana dari Muhindo. Sehingga sebenarnya yang melakukan TPPU adalah tim Muhindo di luar negeri, dalam negeri dan Muhindo sendiri. Lucunya, saat mediasi pertama pada September 2018, yang didampingi pejabat BNI maupun pejabat BCA, pihak BNI minta Deddy mengembalikan uang Rp1,65 miliar yang menjadi kerugian BNI. Deddy menyanggupi hanya minta waktu 3 bulan, karena harus menagih uang yang sudah diambil Muhindo kebetulan ada di dalam sel, sebagian dana pengembalian itu menggunakan dana sendiri. Pejabat BCA yang hadir membela Dedddy karena sudah puluhan tahun menjadi nasabah BCA tidak neko-neko. Namun saat Deddy akan mengembalikan sebagian dana kerugian BNI tersebut, pihak BNI tak memberikan nomor rekening atau mau menerima secara kas uang tersebut. Seolah Deddy digantung dan sengaja di-TPPU-kan dan terbukti harus menjalani sidang dan pemenjaraan selama hampir 20 bulan. Pada mediasi kedua, sebulan setelah mediasi pertama, mediasi dilakukan di cafe Oliver, Grand Indonesia Mall. Deddy sendiri bertemu dengan tiga petinggi BNI. Intinya orang-orang BNI menanyakan apa benar Muhindo nasabah lama PT Nini Citra Buana, selain itu ingin mengetahui underlying transaksi transferan BNI New York ke BCA Jakarta yang beralamat Menara BCA Grand Indonesia. Saat itu, menurut Deddy, pihak BNI mengakui bahwa bisa saja BNI New York salah input. Namun dalam rentetan sidang kalimat itu tak muncul, bahkan seolah BNI serius men-TPPU-kan Deddy dan Ibunya. Deddy saat itu menyatakan nomor rekening PT Nini Citra Buana di BCA benar, namun alamat, nomor telepon, sama sekali salah. Apalagi underlying transaksi juga tidak diketahuinya, sebab diinformasi email BNI disebut untuk transaksi spare part pesawat. BNI dalam hal ini lalai memahami PT Nini Citra Buana adalah perusahaan yang bergerak di bidang money changer, tapi seolah membenarkan transaksi spare part pesawat. Akibat proses hukum TPPU yang keliru, membuat Deddy menderita fisik dan batin yang sangat dalam, termasuk dana miliaran habis terkuras untuk biaya sidang. Tiap hari di penjara ia berdoa sambil menangis, sampai air matanya kering. Sehingga matanya buta, retina matanya rusak dan pembuluh darah di mata pecah. Matanya hanya bisa melihat cahaya, tapi tak bisa melihat obyek. Deddy sempat dioperasi di RSCM dengan biaya BPJS, namun operasi itu hanya berhasil membuat warna hitam mata tidak menjadi putih sleuruhnya. Tapi fungsinya tetap invalid. Beban pikiran, tercemarnya nama baik di keluarga, di lingkungan masyarakat, pada rekan bisnis dan hilangnya ratusan pelanggan money changer, serta sesama pedagang money changer, menjadi bagian kerugian immaterial yang dialami Deddy. Bahkan Deddy kehilangan mata pencaharian sebagai pendapatan keluarga karena perusahaan yang sudah berjalan baik selama 20 tahun dan memiliki ratusan nasabah kini telah tutup. Dia kehilangan kepercayaan sesama rekan bisnis dan sulit membangun kembali mitra kerja di bidang perdagangan valas karena hilangnya kepercayaan tadi.  Deddy kini bekerja serabutan, menjajakan jasa laundery dan antar jemput anak sekolah. Penderitaan fisik dan psykis yang amat sangat berat harus dilalui Deddy selama hampir 20 bulan di sel jeruji besi, jauh dari keluarga, rasa rindu yang luar biasa kepada anak dan istri yang sulit diungkapkan.  Deddy mengalami masa tahanan di rutan narkoba Polda Metro Jaya selama 3 bulan dan dititipkan di rutan Bareskrim Jl. Trunojoyo satu bulan dan rutan Salemba selama 16 bulan. Proses penahanan itu terjadi selama proses penyidikan dan persidangan. Atas dasar itu semua, Deddy menggugat balik BNI sebagai Tergugat (dan Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai Turut Tergugat),  dengan menuntut ganti rugi ke BNI sebesar Rp53 miliar. Adapun rinciannya, Rp3 miliar kerugian material dan Rp50 miliar kerugian immaterial. Dalam proses persidangan, pihak BCA, saksi ahli teknologi informasi, dan beberapa saksi lainnya dalam keterangannya meringankan Deddy. Sementara saksi dari BNI memberatkan. Gugatan Deddy di PN Jakarta Selatan ternyata dikabulkan dan BNI melakukan eksepsi namun ditolak. Kemudian BNI melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI dan kemungkinan hingga ke MA. Dengan ditolaknya gugatan Deddy di PN Jaksel dan ditolaknya banding Deddy di PT DKI, maka sama persis dengan kasus intinya. Maka diharapkan MA mengabulkan kasasi atas gugatan Deddy sebagaimana MA pernah mengabulkan kasasi Deddy pada kasus salah bidik TPPU BNI. Keadilan memang terkadang hadir di akhir episode (Djony Edward).

Airlangga Hartarto Memenuhi Panggilan Kejagung

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pindana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung untuk dimintai keterangan sebagai saksi di kasus perizinan ekpor CPO atau minyak goreng. Airlangga mengenakan baju batik, tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Senin, sekitar pukul 08.24 WIB. Saat tiba di Gedung Bundar, Ketua Umum Partai Golkar itu langsung masuk ke dalam gedung, dan tanpa memberikan keterangan kepada wartawan. Sebelumnya, Sabtu (22/7) Kepala Pusat Perangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Kamis. Ia berharap Airlanggar dapat hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada Senin (24/7) dalam penanganan perkara dugaan tidak pidana korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng. Sebelumnya pada Selasa (18/7), Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI tidak jadi memeriksa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam penanganan dugaan korupsi CPO. Namun Ketut menyebut ia belum mengetahui Airlangga dimintai keterangan untuk penangan kasus lainnya.  \"Saya belum mendengar kalau sampai beliau sampai ke saksi jadi kasus BTS ya, sampai saat ini dari tim penyidik belum ada informasi mengenai hal itu, kalau ke depannya mungkin ada panggilan, kita akan sampaikan, sampai saat ini belum ada,\" tambah Ketut.  Diketahui ada tiga korporasi yang terseret dalam kasus korupsi CPO, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. Ketiganya terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun.  Penyidikan perkara tersebut merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya, yakni perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai Maret 2022, telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat Kasasi.  Lima orang terdakwa telah dijatuhi hukuman pidana penjara dalam rentang waktu 5 - 8 tahun. Kelima terpidana itu, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim Asisten Menko Bidang Perekonomian Lin Chen Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togas Sitanggang.  Lin Chen Wei diketahui merupakan staf khusus Menko Airlangga Hartarto, namun selama penyidikan hingga persidangan tidak ada pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut.  Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Airlangga Hartarto pada Senin (24/7), dan surat panggilan tersebut akan dilayangkan pada Kamis (20/7).(ida/ANTARA)

Pertemuan Jaksa Agung-Menkominfo Membahas Pendampingan Proyek BTS 4G

Jakarta, FNN - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi yang berlangsung di tengah pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, mengatakan pertemuan tersebut dalam rangka audiensi dan silahturahmi, salah satu yang dibahas adalah keberlangsungan proyek pembangunan menara BTS 4G Kominfo.“Terkait Menkominfo tadi termasuk yang akan dibahas dalam pertemuan dengan Jaksa Agung bagaimana proyek strategis nasional BTS 4G ini bisa dilakukan pengawalan dan pendampingan,” kata Ketut.Ketut menjelaskan, pertemuan Jaksa Agung dan Menkominfo tidak terkait dengan pemeriksaan Airlangga Hartarto.Ia menyebut, pertemuan keduanya berlangsung terpisah, di Gedung Utama Kejaksaan Agung, pada pukul 12.00 WIB. Sedangkan pemeriksaan Airlanggar Hartarto berlangsung di Gedung Bundar Jamidsus.“Kalau Menkominfo bersama tim kementerian dalam rangka audiensi dan silaturahmi, terkait dengan pendampingan dan pengawalan percepatan pembangunan BTS 4G. Nanti untuk lengkapnya saya akan doorstop,” ujar Ketut.Ketut juga menegaskan, pertemuan Jaksa Agung dan Menkominfo tidak terkait dengan perkara korupsi yang sedang ditangani oleh pihaknya. Tapi, dalam rangka mempercepat penyelesaian proyek strategis nasional sesuai arahan Presiden“Tidak ada (kaitannya), ini hanya terkait dengan silaturahmi saja, mendorong percepatan sebagaimana perintah Presiden terkait dengan proyek-proyek strategis nasional yang ada di Menkominfo,” kata Ketut.(ida/ANTARA)