Konflik Berkepanjangan, Masyarakat Dayak Minta Pemerintah Cabut Izin PT BEK

Sendawar, Kutai Barat - Sengketa lahan pertambangan antara masyarakat di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dengan PT Bharinto Ekatama (BEK), anak perusahaan PT Indoraya Tambang Megah seluas 540 HA tak pernah reda. Masyarakat terus-menerus meminta perusahaan untuk membayar ganti rugi yang pernah dijanjikan.

Kelompok tani yang diketuai oleh Saun bersengketa sejak tahun 2014 hingga kini belum selesai. Pasalnya pihaknya pernah menerima tanda jadi, namun tidak ada kelanjutan. Sementara tambang sudah beroperasi, bahkan sudah ada yang selesai lalu dibiarkan terbengkalai.

"Kami menanyakan ganti rugi yang dulu dijanjikan seharga 60 juta per hektar. Saya sudah menerima tanda jadi sebesar 100 juta. Kok tidak ada pelunasan," kata Saun di sela-sela rapat mediasi di kantor Bupati Kutai Barat, Sendawar,  Jumat (19/08/2013).

Sidang mediasi dipimpin oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat Franky Yonathan ZH dan dihadiri oleh masyarakat, tokoh adat, penasihat hukum dari Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Kota Samarinda, Rustani, SH, MH dan Sunarty, SH MH.

Hadir pula petinggi Kampung Besiq Hendrikus Paeng L, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kutai Barat, Nadisius, Camat Kabupaten Kutai Barat, Iman Setiadi, dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Kabupaten Kutai Barat, Fausianus Syaidirahman.

Sementara Perwakilan PT Bharinto Ekatama dihadiri oleh Hirung, Suryadi, dan Agustinus.  

Sedangkan pihak kepolisian yang selama ini getol menangani kasus ini justru tidak hadir.

Mediasi ini dilakukan untuk mencari titik temu di luar pengadilan. Maklum, proses hukum sudah selesai sampai MA, namun masyarakat tidak percaya atas hukum yang diterapkan. Mereka meyakini ada rekayasa dan kebohongan selama sidang sidang berlangsung.

Sebelumnya, kelompok masyarakat yang diwakili Saun telah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kutai Barat, hasilnya NO (Niet Ontvankelijke) yang artinya gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil.

Saun kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Samarinda, hasilnya NO juga. Saun kemudian mengajukan kasasi, hasilnya NO, demikian juga di tingkat Peninjauan Kembali, hasilnya juga NO.

Belum menyerah, Saun kemudian menggugat ke Pengadilan Hukum Adat ke Provinsi Kalimantan Timur, hasilnya Saun menang bahwa lahan tersebut menjadi hak Saun dan kawan-kawan. Kemenangan ini diputuskan lantaran pihak PT BEK mengakui sengaja  tidak hadir. Saun merasakan ada keanehan, perusahaan tidak hadir dalam sidang hukum adat, dimana perusahaan beroperasi. "Ini melecehkan hukum adat," kata Saun.

Oknum PT BEK Pamer Arogansi

Sesaat setelah rapat dimulai, pihak PT BEK sudah memutuskan bahwa pihaknya tidak mau bayar ganti rugi.

"Kami tidak akan membayar ganti rugi," kata Hirung dari PT BEK dalam sidang mediasi di kantor Kabupaten Kutai Barat, dalam "Rapat Fasilitasi Terkait Permasalahan Ganti Rugi Tanah Masyarakat dengan PT Bharinto Ekatama," di ruang rapat kantor Kabupaten Kutai Barat, Jumat (18/08/2023).

Salah satu warga yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan PT BEK jahat sekali.

"Arogan sekali,  rapat mediasi yang seharusnya dilakukan dengan kepala dingin, kok malah menunjukkan arogansi" kata Juita usai sidang.

Melecehkan Hukum Adat

Pelecehan terhadap hukum adat Dayak muncul sendiri dari pengakuan penasihat hukum PT Bharinto Ekatama (BEK), Agustinus, SH dalam rapat mediasi antara masyarakat adat dengan PT BEK di kantor Bupati Kubar, Sendawar, Jumat (18/08/2023).

"Ya, kami sengaja tidak hadir saat sidang adat," kata Agustinus.

Pengakuan ini mengonfirmasikan bahwa PT BEK menghina hukum adat Dayak, sebab masyarakat sedang mencari keadilan lewat hukum adat. 

"Saya baru tahu kalau mereka sengaja tidak hadir, padahal masyarakat sedang butuh keadilan atas lahan yang diserobot perusahaan," kata Rustani, SH.,  penasihat hukum masyarakat adat kepada wartawan usai  pertemuan.

Diketahui masyarakat di Desa Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur sejak tahun 2013 meminta ganti rugi lahan yang diduga diserobot perusahaan tambang batubara asal Thailand tersebut. 

Padahal uang muka untuk ganti rugi lahan seluas 540 Ha sebesar Rp 100 juta sudah diberikan sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya, Maret 2017. 

"Masyarakat menuntut sisa pembayaran sejak tahun 2017, tetapi sampai sekarang belum dibayarkan." kata Rustani.

Ketika itu kata Rustani ganti rugi sepakat Rp60 juta per hektar.

Mediasi menghasilkan 5 point dimana salah satunya pihak Kabupaten tidak bisa mengambil kesimpulan. Oleh karena itu melimpahkan mediasi ini ke tingkat provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat.

Kasus ini telah menelan tiga tersangka dengan tuduhan menghalang-halangi kegiatan tambang, padahal kata Rustani, mereka mempertahankan haknya sejak puluhan tahun dari nenek moyangnya.

Sebelas Kejanggalan

Dalam paparan yang disampaikan oleh PT BEK setidak ada belasan poin yang mencurigakan.

Pertama, dalam proses pengadilan,  Saun merasa dipaksa sampai ke tingkat PK MA. Luas yang digugat saat itu hanya 100 ha.

Kedua, Saun tidak pernah menggugat sampai 13 kali, tetapi kok dinyatakan menggugat sampai 13 kali.

Ketiga, titik lokasi yang jadi sengketa ternyata bukan kawasan hutan.

Keempat, uang muka 100 juta yang diberikan ke Pak Saun, tidak kelanjutannya? Saat itu disepakati Rp60 juta per hektar.

Kelima, tuduhan PT BEK bahwa Pak Saun dkk masuk ke hutan tahun 2013 apa dasarnya? Sementara ia sudah berada di lokasi itu sejak nenek moyangnya.

Keenam, tuduhan PT BEK bahwa Saun dkk dimanfaatkan sponsor untuk mendapatkan ganti rugi apa maksudnya dan apa buktinya? Saun dkk sudah habis-habisan mempertahankan haknya yang dirampas perusahaan asal Thailand dengan menjual tanah. 

Ketujuh, mengapa polisi mentersangkakan orang lemah yang sedang berjuang mendapatkan haknya?

Kedelapan, mengapa polisi menahan berita acara hasil pengukuran ulang yang dihadiri pihak PT BEK, masyarakat Dayak, penasihat hukum,  Kementerian Kehutanan, dan Polres Kubar.

Kesembilan, mengapa polisi dan pihak Kehutanan tidak mau hadir saat mediasi di kantor bupati Kubar 18 Agustus 2023 tanpa pemberitahuan?

Kesepuluh, tanda terima ganti rugi atas nama FX Yapan miliaran rupiah, itu untuk lokasi yang mana? FX Yapan dulu anggota DPRD, sekarang Bupati Kubar.

Kesebelas, PT BEK menyatakan ganti rugi sudah dibayarkan ke pihak lain, siapa pihak lain itu.

Tambang Ditutup

Masyarakat Dayak yang hadir dalam mediasi tersebut merasa tidak puas atas penjelasan PT BEK. Masyarakat berharap kegiatan tambang ditutup selama masih ada sengketa.

Penasihat hukum masyarakat Dayak, Rustani memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk menutup tambang ini karena merugikan masyarakat setempat.

"Saya yakin Pak Jokowi akan menutup tambang ini jika masalah tidak selesai - selesai," pungkasnya. (sws)

526

Related Post