HUKUM

Putusan MK Sudah Benar, Denny Tidak Salah

Jakarta, FNN -  Pengamat hukum tata negara Refly Harun berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penetapan sistem proporsional terbuka pada Pemilu sudah benar, karena sudah sesuai dengan tuntutan zaman. Refly berpendapat soal sistem politik dengan proporsional terbuka ataupun tertutup sebenarnya bukan ranah MK. Melainkan ranah legislator yang membuat undang-udang. Tapi karena digugat ke MK oleh pelapor yaitu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Demas Brian Wicaksono dan kawan-kawan. “Jadi putusan MK tidak mengubah apapun, secara materi juga bukan putusan strategis mengingat soal sistem proporsional terbuka atau tertutup itu wewenang DPR sebagai pembuat undang-undang,” ungkap Refly dalam wawancaranya dengan fnn sore ini. Seperti diketahui, dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) siang tadi menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka. Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka. Sebelumnya kader PDIP mengajukan permohonan uji materi yang menggugat Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. \"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,\" ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6). Putusan MK tersebut bertolak belakang dengan info yang dipublikasikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Dia mendapat informasi bahwa sistem pemilu akan diubah dalam putusan MK dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.  Aksi Denny yang memposisikan diri sebagai peniup terompet (whistle blower) dalam kasus tersebut. Dimana dia mempublikasikan bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dengan komposisi putusan 6 hakim setuju dan 3 hakim berpendapat beda (disenting opinion). Aksi Denny yang berbeda dengan putusan MK hari ini, ternyata akan dilaporkan Hakim MK Saldi Isra ke organisasi profesi. Menurut Refly langkah MK tersebut dianggap tidak benar, karena Denny dalam opininya tidak dalam kapasitas sebagai lawyer, tidak sedang berperkara. Denny lebih menampilkan sebagai pribadi yang juga aktivis demokrasi dan anti korupsi. “Jadi menurut saya putusan MK sudah benar, aksi whistle blower Denny juga tidak salah,” tegasnya. Kalau Hakim MK tetap melaporkan Denny entah ke polisi atau ke lembaga profesio, maka menurut Reflu, hakim pelapor itu adalah hakim cemen. Atau kalau MK sebagai lembaga ikut melaporkan, maka MK tampil sebagai lembaga cemen. “Denny itu pecinta demokrasi dan anti korupsi, MK atau Hakim MK tidak bisa melaporkan dia untuk kasus cecereme teme seperti itu. Kalau mau melaporkan Denny ke Partai Demokrat, dimana dia tampil sebagai salah satu caleg, kalau itu dilakukan justru Partai Demokrat mendukung upaya Denny,” kata dia. Refly mengatakan tidak ada sistem pemilihan yang mutlak benar atau mutlak salah. Dia memandang bahwa hal terpenting adalah memastikan pemilu berjalan secara jujur dan adil. Refly mengatakan sistem proporsional terbuka memungkinkan rakyat memilih kandidat secara langsung. Namun, sistem ini mendorong tingkat kecurangan makin tinggi. Sebab, sistem ini membuat para kandidat saling sikut sekalipun berasal dari satu partai. Sementara itu, sistem proporsional tertutup cenderung lebih sederhana. Namun, partai politik atau parpol dapat menyetir sosok yang akan maju dan dan tidak. \"Banyak anggota parlemen tidak menginginkan ini karena pasti tidak terpilih jika mendapatkan urutan bawah,\" kata Refly. Refly mengimbau agar jangan terjebak pada wacana dikotomis antara sistem proporsional terbuka atau tertutup. Itu sebabnya Refly pernah mendorong agar pemilu diterapkan menggunakan sistem campuran. Dalam sistem ini, separuh anggota parlemen dipilih melalui mekanisme proporsional. Sementara itu, separuh sisanya dipilih menggunakan mekanisme distrik. Meskipun begitu, Refly berpendapat bahwa sistem pemilu tidak seyogianya ditentukan oleh MK, tetapi oleh DPR. Dia mengatakan hal yang mendesak dan penting diputuskan oleh MK adalah saat ini justru upaya untuk menghapus presidential treshold. “Juducial Review soal presidential treshold sudah lebih dari 20 kali dan selalu ditolak MK. Jadi MK itu kadang sibuk mengurusi sesuatu yang tidak penting sistem sistem Pemilu, justru sesuatu yang penting seperti presidential treshold tidak direspon dengan benar,” tukasnya (Djony Edward)

Denny Indrayana Akan Dilaporkan MK ke Organisasi Advokat

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa majelis hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) mengambil sikap akan melaporkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ke organisasi advokat.\"Kami di Rapat Permusyawaratan Hakim sudah mengambil sikap bersama bahwa kami, Mahkamah Konstitusi, agar ini bisa menjadi pembelajaran untuk kita semua, akan melaporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat yang Denny Indrayana berada,\" kata Saldi Isra dalam konferensi pers usai pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.Saldi Isra ingin organisasi advokat menilai apakah yang dilakukan oleh Denny Indrayana melanggar etik sebagai advokat atau tidak.Karena Denny Indrayana tinggal di Australia, Saldi Isra pun mengungkapkan bahwa pihaknya masih mempelajari cara untuk bersurat kepada dirinya.\"Ini masih dipelajari bagaimana cara menyuratnya terkait dengan ini. Tapi nanti biar organisasi advokat yang menilai sikap ini,\" ucap Saldi Isra.Terkait perlu atau tidak melaporkan Denny Indrayana ke aparat penegak hukum, Saldi Isra mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak akan melaporkannya ke polisi.\"Kami di Mahkamah Konstitusi memilih sikap tidak akan melakukan sejauh itu,\" ucapnya.Apalagi MK menyadari sudah ada laporan polisi terhadap Denny. MK memercayakan proses hukum dalam perkara pembocoran putusan kepada polisi.Saldi menyatakan MK siap membantu polisi kalau diperlukan dalam mengusut laporan terhadap Denny, termasuk menghadiri proses permintaan keterangan.\"Kalau sewaktu-kami kami diperlukan, kami akan kooperatif terhadap itu,\" ujar Saldi.Saldi mendorong kepolisian mendalami perkara ini secara independen. \"Kami harap (di polisi) ditangani sesuai prinsip penegakan hukum yang objektif,\" kata Saldi.Sebelumnya, sempat terdapat isu mengenai bocornya putusan MK terkait sistem pemilu.Isu tersebut muncul ke permukaan akibat cuitan mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham) Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.Atas dugaan tersebut, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono pun telah menyampaikan bantahan.(ida/ANTARA)

Kapolri Menerima Laporan Kenaikan Pangkat 8 Perwira Tinggi

Jakarta, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menerima laporan kenaikan pangkat atau Korps Raport delapan perwira tinggi (pati) Polri, salah satunya Komjen Pol. Rudy Sufahriadi yang kini menjabat sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).\"Pada tanggal 14 Juni 2023, bertempat di Rupatama Mabes Polri, telah dilaksanakan Korps Raport kenaikan pangkat kepada delapan perwira tinggi Polri,\" kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Jakarta, Kamis.Ramadhan menyebut para pati Polri tersebut telah dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi dari pangkat semula berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: STR /366/VI/KEP./2023.Mereka terdiri atas orang jenderal bintang dua (irjen) menjadi jenderal bintang tiga (komjen), tiga jenderal bintang satu (brigjen) menjadi irjen, serta tiga orang kombes menjadi brigjen. Upacara Korps Raport dipimpin langsung oleh Listyo Sigit Prabowo.Selain Rudy Sufahriadi, pati Polri yang mendapat kenaikan pangkat ialah Komjen Pol. Suntana (Pati Baintelkam Polri) menjadi Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN); Irjen Pol. R. Eko Wahyu Prasetyo (Pati Lemdiklat Polri) bertugas di Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas); Irjen Pol. Heri Maryadi (Pati Bareskrim Polri) bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN); serta Irjen Pol. Heri Armanto Sutikno (Pati Baintelkam Polri) bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN).Selanjutnya, Brigjen Pol. Nurullah (Pati Itwasum Polri) bertugas di BIN, Brigjen Pol. Yulias (Pati SSDM) bertugas di Wantannas, dan Brigjen Pol. Rustam Mansyur (Pati Baharkam Polri) bertugas di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).(ida/ANTARA)

Pembelian Mirage 2000-5 untuk Kesiapan Tempur TNI AU

Jakarta, FNN - Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan pembelian pesawat tempur bekas Angkatan Udara Qatar, Mirage 2000-5, merupakan upaya Pemerintah mencegah turunnya kesiapan tempur TNI Angkatan Udara mengingat beberapa jet tempur yang tersedia telah memasuki fase habis masa pakai.Beberapa pesawat tempur TNI AU, antara lain F-5 Tiger dan Hawk 100/200 telah memasuki fase habis masa pakai, sehingga Kemhan berencana meremajakan (upgrade) dan memperbaiki (overhaul/repair) beberapa pesawat tempur TNI AU, seperti SU-27/30, Hawk 100/200, dan F-16.\"Namun, pelaksanaan upgrade dan overhaul/repair pesawat tersebut di atas akan menyebabkan penurunan kesiapan pesawat tempur TNI AU,\" kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemhan Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha, sebagaimana dikutip dari siaran tertulisnya yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.Dia menjelaskan Pemerintah Indonesia juga membeli pesawat tempur baru, seperti Dassault Rafale dan F-15 Super Eagle.Namun, tiga unit Rafale pertama dijadwalkan tiba di Tanah Air pada Januari 2026,sebagaimana diatur dalam kontrak pembelian. Sementara itu, proses pembelian F-15 Super Eagle masih dalam tahap pembahasan surat penawaran (letter of offer and acceptance) dari Pemerintah Amerika Serikat, mengingat F-15 dibeli dengan skema foreign military sales (FMS).\"Adapun alasan Kemhan RI melaksanakan pengadaan pesawat Mirage 2000-5 eks Angkatan Udara Qatar adalah karena Indonesia membutuhkan alutsista pesawat tempur yang bisa melaksanakan delivery (pengiriman) secara cepat untuk menutupi penurunan kesiapan tempur TNI AU yang disebabkan oleh banyaknya pesawat tempur TNI AU yang habis masa pakainya, banyaknya pesawat yang akan melaksanakan upgrade, overhaul/repair dan masih lamanya delivery pesawat pesanan pengadaan baru,\" kata Edwin.Dia menegaskan pembelian Mirage 2000-5 pun menjadi langkah tepat untuk memenuhi kesiapan tempur TNI AU.Indonesia membeli 12 unit Mirage 2000-5 beserta perangkat pendukungnya dari Qatar dalam Kontrak Jual Beli Nomor: TRAK/181/PLN/I/2023/AU yang diteken pada 31 Januari 2023.Nilai pembelian pesawat itu sebesar 733 juta euro atau sekitar Rp11,83 triliun dengan penyedianya perusahaan asal Republik Ceko, Excalibur International A.S.\"Material kontrak tersebut meliputi 12 MIRAGE 2000-5 Ex. Qatar Air Force (9 Single Seat And 3 Double Seat, 14 Engine and T-cell, Technical Publications, GSE, Spare, Test Benches, A/C Delivery, FF & Insurance, Support Service (3 Years), Training Pilot And Technician, Infrastructure, dan Weaponary,\" jelas Edwin.Jadwal pengiriman pesawat tersebut ialah 24 bulan setelah kontrak efektif dan akan ditempatkan di Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.\"Saat ini, status kontrak dalam proses efektif kontrak,\" tambahnya.Edwin menjelaskan pembelian Mirage 2000-5 beserta perangkat pendukungnya itu berdasarkan Surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 pada 17 Mei 2023 tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan, dan Surat Menteri Keuangan Nomor: S.786/MK.08/2022 pada 20 September 2022 tentang PSP Tahun 2022 untuk (A) MRCA / Mirage 2000-5 (beserta dukungannya) sebesar 734,53 juta dolar AS atau sekitar Rp10,947 triliun.(ida/ANTARA)

MK Membuat Keputusan Monumental Usai Menolak Proporsional Tertutup

Padang, FNN - Akademisi sekaligus pakar politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Prof. Asrinaldi menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat sebuah keputusan yang monumental usai menolak permohonan sistem pemilu proporsional tertutup.\"Keputusan MK ini sangat monumental bagi perkembangan demokrasi Indonesia,\" kata Prof. Asrinaldi di Padang, Kamis.Hal tersebut disampaikan Prof. Asrinaldi menanggapi putusan MK yang menolak permohonan pemohon perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait dengan sistem pemilu tertutup.Atas putusan sembilan hakim MK tersebut, Asrinaldi menyambut baik karena para hakim dinilai telah mempertimbangkan aspek-aspek konstitusi.\"Hakim konstitusi pastinya tidak hanya mempertimbangkan aspek konstitusi. tapi juga manfaat keterwakilan dalam demokrasi,\" tutur dia.Menurut dia, poin-poin yang disampaikan pemohon atau penggugat dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu terbuka, sejati-nya berada di partai politik itu sendiri bukan pada masyarakat atau konstituen.Dengan diputus-nya perkara tersebut diharapkan dapat terus dipertahankan. Ke depannya, kalaupun masih ada pihak-pihak yang ingin menggugat diharapkan lebih mempertimbangkan berbagai aspek terutama masalah keterwakilan demokrasi.Sebab, bagaimanapun juga dalam konteks demokrasi aspek keterwakilan harus ditegaskan lebih penting untuk kedaulatan rakyat daripada partai politik yang selama ini sangat mendominasi, jelas dia.Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan para pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.\"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,\" ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.(ida/ANTARA)

MK Memutuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka

Jakarta, FNN - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Para Pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.\"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,\" ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.Dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.\"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi,\" ujar Saldi Isra.Menurut Mahkamah, tuturnya melanjutkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.\"Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon,\" ujar Saldi Isra.Terkait dengan kekhawatiran calon anggota DPR/DPRD yang tidak sesuai dengan ideologi partai, Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana, dan program kerja partai politik yang bersangkutan.Di sisi lain, mengenai peluang terjadinya politik uang dalam sistem proporsional terbuka, Saldi Isra mengatakan bahwa pilihan terhadap sistem pemilihan umum apa pun sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang.“Misalnya, dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elit partai politik dengan para calon anggota legislatif yang berupaya dengan segala cara untuk berebut \"nomor urut calon jadi\" agar peluang atas keterpilihan-nya semakin besar,\" kata Saldi Isra.Oleh karena itu, menurut Saldi Isra, praktik politik uang tidak dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan tudingan disebabkan oleh sistem pemilihan umum tertentu.Saldi Isra menegaskan bahwa dalil-dalil Para Pemohon, seperti distorsi peran partai politik, politik uang, tindak pidana korupsi, hingga keterwakilan perempuan tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilihan umum.“Karena, dalam setiap sistem pemilihan umum terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya,” kata Saldi Isra.Menurut Mahkamah, tutur Saldi Isra, perbaikan dan penyempurnaan dalam pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi, serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.\"Maka dalil-dalil para Pemohon yang pada intinya menyatakan sistem proporsional dengan daftar terbuka sebagaimana ditentukan dalam norma Pasal 168 ayat (2) UU 712017 bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,\" ujar Saldi Isra.Persidangan ini hanya dihadiri oleh delapan orang hakim konstitusi. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan kepada wartawan di Jakarta, Kamis, bahwa Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams sedang menjalani tugas MK ke luar negeri.Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.(ida/ANTARA)

Parpol Tetap Kuat Dalam Sistem Pemilu Terbuka

Jakarta, FNN - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa partai politik tidak serta-merta dilemahkan dengan penerapan sistem proporsional daftar calon terbuka, terbukti dari peran sentral partai dalam menentukan bakal calon anggota legislatif untuk pemilihan umum (pemilu).\"Partai politik tetap memiliki peran sentral dalam menentukan dan memilih calon anggota DPR/DPRD yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana dan program kerja partai politik yang bersangkutan,\" ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu legislatif, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.Pernyataan ini membantah dalil para pemohon yang menilai bahwa sistem proporsional terbuka melemahkan peran partai politik.Dalam konteks Indonesia, sejarah menunjukkan nomor urut calon anggota legislatif (caleg) sangat krusial dalam menentukan kemenangan.Saldi memaparkan bahwa apabila dibaca secara saksama, hasil pemilihan umum anggota DPR tahun 2009, 2014, dan 2019, sekali pun menggunakan sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka, secara empirik calon terpilih tetap merupakan calon yang berada pada nomor urut 1 dan nomor urut 2.\"Yang dapat dimaknai sebagai \'nomor urut calon jadi\' yang diajukan partai politik,\" ucap Saldi.Mahkamah mengutip hasil riset Pusat Kajian dan Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI).Pada Pemilu 2009, terdapat 79,1 anggota DPR terpilih merupakan caleg nomor urut 1 dan 2. Pada 2014, jumlahnya mencapai 84,3 persen. Pada Pemilu 2019, jumlahnya 82,44 persen.\"Dengan demikian, eksistensi partai politik tidak semata-mata ditentukan oleh pilihan terhadap sistem pemilihan umum,\" ujarnya.Mahkamah mempertimbangkan terkait dalil bahwa partai politik kehilangan peran sentralnya dalam sistem politik Indonesia, maka itu adalah tanggung jawab partai politik untuk memperkuat kelembagaannya sebagai saluran aspirasi konstituen.Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.Mahkamah Konstitusi pun menyatakan menolak permohonan Para Pemohon, sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.\"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,\" ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.(ida/ANTARA)

KPK Menepis Narasi Menargetkan Mentan Yasin Limpo

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis narasi pihaknya menargetkan Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.  \"Kami ingin sampaikan setop narasi itu, setop asumsi itu, karena kami pastikan yang KPK lakukan adalah berdasarkan kecukupan alat bukti,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.  Ali juga kembali menegaskan bahwa penyelidikan dugaan korupsi tersebut dilakukan di Kementerian Pertanian, bukan terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo. \"Saya perlu garisbawahi, di Kementerian Pertanian begitu ya, supaya tidak ada salah paham ataupun paham-nya yang salah. Karena kami membaca di pemberitaan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja kemudian seolah-olah KPK menargetkan seorang menteri kan begitu, ataupun dikaitkan dengan politik,\" ujarnya.  Lebih lanjut Ali juga mengungkapkan penyelidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dimulai sekitar di awal 2023.  Terkait hal ini, lembaga antirasuah telah melayangkan undangan kepada Syahrul Yasin Limpo untuk memberikan keterangan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada Jumat besok (16/6).  \"Benar, dijadwalkan untuk hadir besok Jumat (16/6) pukul 09.30 WIB di Gedung Merah Putih KPK,\" kata Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.Ali juga memastikan KPK telah mengirimkan surat undangan permintaan keterangan kepada Syahrul Yasin Limpo dan berharap yang bersangkutan bisa hadir memenuhi undangan tersebut  \"Informasi yang kami peroleh, surat sudah dikirimkan ke yang bersangkutan,\" ujarnya.(ida/ANTARA)

PT DKI Jakarta Menguatkan Vonis 15 Tahun Surya Darmadi

Jakarta, FNN - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap pemilik Darmex Group Surya Darmadi, yakni 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti sekitar Rp42 triliun.“Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 Februari 2023 nomor 62/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jkt Pst,” ujar majelis hakim PT DKI Jakarta yang diketuai Mohammad Lutfi, dikutip dari salinan putusan nomor 18/PID.SUS-TPK/2023/PT DKI, diakses di Jakarta, Rabu.Sebelumnya, pada 23 Februari 2023, Hakim Ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Surya Darmadi dengan hukuman 15 tahun penjara dalam perkara tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Provinsi Riau periode 2004—2022.Majelis hakim menilai Surya terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer pertama Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dakwaan primer ketiga Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Selain itu, terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti sebesar uang yang dia dapatkan dari perbuatan pidana tersebut sebesar Rp2.238.274.248.234,00 dan uang pengganti kerugian perekonomian negara sebesar Rp39.751.177.520,00.\"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti selambat-lambatnya dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda dapat disita dan dilelang atau diganti dengan pidana tambahan selama 5 tahun,\" kata Fahzal.Terkait dengan hal yang memberatkan, di antaranya majelis hakim menilai perbuatan Surya tidak mendukung program pemerintah terkait dengan pemberantasan korupsi. Kedua, tindakan terdakwa telah memicu kemunculan konflik antara perusahaannya dan masyarakat setempat.Sementara itu, hal-hal yang meringankan, di antaranya Surya telah lanjut usia, bersikap sopan di persidangan, melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan seperti membangun infrastruktur, perumahan karyawan, sekolah, dan rumah ibadah, memiliki 21.000 karyawan, dan taat dalam membayar pajak.(ida/ANTARA)

KPK Menyelidiki Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini telah membuka penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).  Informasi tersebut dibenarkan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.  \"Saat ini KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di Kementan,\" kata Asep saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.  Meski demikian Asep belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai kasus tersebut karena prosesnya masih dalam tahap penyelidikan.  \"Betul, masih dalam proses penyelidikan, mohon maaf belum ada informasi yang bisa kami sampaikan,\" ujarnya.Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan perihal penyelidikan tersebut dan KPK telah memeriksa sejumlah pihak terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut.  \"Sejauh ini yang kami ketahui benar, tahap proses permintaan keterangan kepada sejumlah pihak atas dugaan korupsi di Kementan RI,\" kata Ali.  Ali menyebut penyelidikan tersebut sebagai tindak lanjut laporan masyarakat yang diterima KPK dan ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum.  Ali mengatakan dirinya belum bisa memberikan penjelasan detail soal kasus tersebut karena prosesnya masih dalam tahap penyelidikan.  \"Karena masih pada proses penyelidikan tentu tidak bisa kami sampaikan lebih lanjut,\" tuturnya.(ida/ANTARA)