HUKUM

Saksi Ungkap Alasan Johnny Plate Minta Uang Rp500 Juta Setiap Bulan

Jakarta, FNN - Mantan Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif mengungkapkan alasan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate meminta uang sejumlah Rp500 juta setiap bulan adalah untuk tambahan upah orang-orang di timnya.\"Pada saat itu Pak Johnny Plate bilang, \'Nang, ini anak-anak butuh biaya tambahan untuk kerja kerasnya\'. Jadi, saya meyakini pada saat itu untuk kebutuhan tim pendukungnya beliau,\" kata Anang dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.Anang menjadi saksi mahkota dalam persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi dalam proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo tahun 2020—2022.Anang bersama Johnny Plate dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto duduk di kursi saksi di hadapan majelis hakim.Mereka dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, dan Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali.Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menanyakan kepada Anang terkait hubungannya dengan Irwan Hermawan. Anang mengatakan bahwa ia kerap meminta bantuan kepada Irwan karena telah mengenal satu sama lain sejak di bangku sekolah.\"Pertolongan atau bantuan apa saja yang saudara minta kepada saudara Irwan Hermawan?\" tanya Jaksa.\"Pertama, terkait dengan adanya permintaan Rp500 juta setiap bulan itu,\" jawab Anang.Kemudian, Anang mengatakan bahwa ia meminta bantuan kepada Irwan untuk mencari solusi mengenai pengadaan uang Rp500 juta tersebut.\"Yang saya lakukan pada saat itu, saya datangi Pak Irwan, \'Pak Irwan, ini ada permintaan Pak Menteri, lu cari solusi-nya deh\',\" kata Anang menirukan pernyataannya kepada Irwan.Setelah mendatangi Irwan, Anang mengaku mendatangi Kepala Bagian Tata Usaha dan Protokol Kementerian Komunikasi dan Informatika Happy Endah Palupi—atau yang disebut Anang sebagai sekretaris Johnny.\"Pertemuan kedua, saya mendatangi Happy, sekretaris beliau (Johnny Plate), meminta nomor telepon. Akhirnya dikasih, namanya Bu Yunita,\" ucap Anang.\"Lalu saya, kedua kalinya, saya datangi Pak Irwan menyampaikan \'Wan, kalau kamu sudah dapat solusi, ini kontak orangnya untuk komunikasi untuk penyaluran-nya\',\" kata Anang lagi.Anang pun mengaku tidak peduli lagi dengan penyaluran uang Rp500 juta itu. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada Irwan Hermawan.Dalam persidangan itu, Johnny Plate pun membantah pernyataan bahwa ia meminta uang Rp500 juta. Dikatakannya, ia menghubungi Anang karena Happy dan rekannya menyampaikan terkait kebutuhan tambahan upah.\"Ingin saya sampaikan, Yang Mulia, bahwa saya tidak pernah menyebut meminta angka Rp500 juta. Itu satu. Yang kedua, saat itu saudara Happy, saksi Happy, yang adalah tata usaha di kantor saya, menyampaikan bahwa Happy dan kawannya membutuhkan tambahan honorarium,\" kata Johnny kepada hakim anggota Rianto Adam Pontoh.\"Untuk itu, waktu itu saya bertanya, dari mana ini sumber tambahan honorarium untuk ASN. Nah, terpikir untuk menghubungi Pak Anang dan saya menghubungi Pak Anang, menanyakan, apakah BAKTI bisa menyiapkan tambahan honorarium untuk Happy dan kawan-kawannya,\" sambung Johnny.Permintaan uang Rp500 juta oleh Johnny Plate sejati-nya telah termaktub dalam surat dakwaan JPU Kejagung RI.Dalam sidang pembacaan dakwaan pada Selasa (27/6), Jaksa merinci bahwa Johnny menerima uang sebesar Rp10 miliar dengan cara menerima sebesar Rp500 juta per bulan sebanyak 20 kali mulai bulan Maret 2021 sampai Oktober 2022 dari Irwan Hermawan melalui Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dengan cara memerintahkan Anang Achmad Latif.Dalam surat dakwaan perkara ini, disebutkan pula sejumlah pihak mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut, yaitu Johnny G. Plate menerima uang sebesar Rp17.848.308.000,00; Anang Achmad Latif menerima uang Rp5 miliar; dan Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400,00.Selanjutnya Irwan Hermawan menerima Rp119 miliar; Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp500 juta; dan Muhammad Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS.Berikutnya Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 menerima Rp2.940.870.824.490,00; Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 menerima Rp1.584.914.620.955,00; dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 mendapat Rp3.504.518.715.600,00.(sof/ANTARA)

Data LHKPN Jadi Kunci Penting untuk Memberantas Korupsi

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan bahwa data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi salah satu kunci penting untuk memberantas korupsi di Indonesia. \"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong seluruh instansi dan lembaga pemerintahan untuk menjadikan kepatuhan dan kelengkapan LHKPN sebagai indikator komitmen seluruh pihak dalam upaya pemberantasan korupsi,\" ujar Alexander saat berbicara dalam diskusi media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu. Alexander menegaskan, melalui strategi trisula (pendidikan, pencegahan dan penindakan) KPK juga mengajak masyarakat dan media untuk langsung terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi dan data LHKPN yang bisa diakses oleh publik menjadi salah satu sarana untuk mendukung upaya tersebut.  \"Media massa jadi watchdog dari apa yang dilakukan oleh KPK. Selama ini, KPK menggunakan LHKPN mencari data (aliran uang) untuk berantas korupsi. Bahkan, data LHKPN bisa membantu aduan masyarakat secara detail,\" papar Alex.  Di sisi lain, Alex tidak menampik masih ada celah dalam pelaporan LHKPN.  \"(Mungkin) masih banyak harta kekayaan yang disembunyikan dan dilaporkan oleh penyelenggara negara. Ke depannya LHKPN bisa jadi sarana mendeteksi lifestyle dari penyelenggara negara. Tentu perlu upaya ekstra dalam membongkar hal rawan tersebut,\" pungkas Alex. Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, memaparkan bahwa selama periode 2020-2022 jumlah pelaporan LHKPN naik secara signifikan. Pada 2020 persentase pelaporan LHKPN mencapai 97,35 persen Sementara itu, pada 2021 di angka 98,36 persen dan pada 2022 naik menjadi 98,76 persen.  Di sisi lain, KPK terus mendorong pemanfaatan data LHKPN dalam rangka promosi/mutasi jabatan di suatu instansi negara. Sepanjang tahun 2023, KPK sendiri telah memenuhi 57 permintaan rekam jejak penyampaian LHKPN terkait mutasi jabatan.  Rinciannya, dari Komisi Yudisial terkait calon Hakim Agung/Ad Hoc sebanyak dua permintaan. Kemudian dari Kementerian Dalam Negeri mengenai calon penjabat Kepala Daerah (6 permintaan), dan sejumlah Kementerian/Lembaga terkait jabatan Pimpinan Tinggi dan calon penerima tanda kehormatan sebanyak 49 permintaan.  KPK pun, lanjut Pahala, juga menyoroti betul soal kontestasi politik 2024. Pahala menyebutkan, adanya perubahan aturan laporan LHKPN pemilihan umum tahun 2019 dan 2024 berpotensi menurunkan kepercayaan publik atas transparansi penyelenggara negara.  \"Belakangan KPU berkonsultasi dengan KPK untuk bisa membuat aturan laporan LHKPN capres dan cawapres untuk 2024,\" ungkap Pahala.  Diskusi media bertema \"Urgensi Pemanfaatan LHKPN dalam Pemberantasan Korupsi\" yang dihadiri oleh Alexander Marwata dan Pahala Nainggolan ini memaparkan sejumlah temuan dan data menarik seputar LHKPN.(sof/ANTARA)

Saksi Kasus Korupsi BTS Ungkap Serahkan Uang Rp40 Miliar untuk BPK

Jakarta, FNN - Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama mengungkapkan bahwa ia menyerahkan uang senilai Rp40 miliar kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait kasus dugaan korupsi BTS 4G.Hal itu ia ungkapkan dalam persidangan lanjutan dugaan kasus korupsi BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa. Windi duduk sebagai saksi mahkota dalam persidangan itu.\"Saya tambahkan Yang Mulia, jadi, beberapa yang saya kirim uang itu, Yang Mulia, saya mendapatkan nomor dari Pak Anang (mantan Direktur Utama BAKTI), seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat signal,\" kata Windi.\"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Yang Mulia,\" ucap Windi lagi.Hakim Ketua Fahzal Hendri menanyakan kepada Windi sosok yang meminta dirinya menyerahkan uang kepada Sadikin. Windi lantas menyebut nama mantan Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif.\"Siapa yang minta sama saudara itu?\" tanya Fahzal.\"Permintaan dari Pak Anang,\" jawab Windi.Dikatakan Windi, ia menyerahkan uang senilai Rp40 miliar kepada Sadikin di parkiran Hotel Grand Hyatt Jakarta. Dia mengaku uang miliaran itu disimpan di dalam koper.\"Berapa, Pak?\" ucap Fahzal.\"Rp40 miliar,\" jawab Windi.\"Ya Allah! Rp40 miliar? Diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau uang dolar AS, dolar Singapura, atau Euro?\"\"Uang asing, Yang Mulia. Saya lupa detailnya, mungkin gabungan antara dolar AS dan dolar Singapura,\" beber Windi.Lebih lanjut, ketika ditanyakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung RI terkait tujuan penyerahan uang tersebut, Windi mengaku tidak tahu.\"Untuk penyerahan uang ke BPK RI dalam hal ini apakah Pak Anang Latif itu menyampaikan apa tujuan atau kepentingan uang Rp40 miliar untuk diserahkan ke BPK?\" tanya jaksa.\"Saya tidak tahu, Pak,\" jawab Windi.Windi bersama empat orang lainnya dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi BTS 4G untuk terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate, Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto.Saksi mahkota tersebut adalah Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali; Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki, termasuk Windi.Saksi Galumbang Menak, Irwan Hermawan, dan Mukti Ali merupakan terdakwa dalam perkara dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G ini. Ketiganya juga tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.Sementara itu, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki merupakan tersangka untuk perkara yang sama. Kepada keduanya, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung sudah melakukan tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti) kepada JPU dan menunggu untuk disidangkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.Dalam perkara ini, Johnny G. Plate didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS dan pendukung Kominfo periode 2020—2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51.Dalam surat dakwaan juga disebutkan sejumlah pihak yang mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut, yaitu Johnny G. Plate menerima uang sebesar Rp17.848.308.000,00; Anang Achmad Latif menerima uang Rp5 miliar; dan Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400,00.Selanjutnya, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitechmedia Sinergy menerima Rp119 miliar; Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp500 juta; Muhammad Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS; Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2 menerima Rp2.940.870.824.490,00; konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 menerima Rp1.584.914.620.955,00; dan konsorsium IBS dan ZTE paket 4 dan 5 mendapat Rp3.504.518.715.600,00.(sof/ANTARA)

Dalam Sidang Perdana Pemeriksaan Saksi RAT, Jaksa Menghadirkan Dua Saksi

Jakarta, FNN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi terhadap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (RAT) selaku terdakwaJaksa menjelaskan dua saksi yang dihadirkan tersebut adalah mantan sekretaris perusahaan (sekper) PT Airfast Indonesia Bachri Marzuki dan mantan spesialis pajak PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme) Ary Fadilah.\"Sedianya, kami memanggil empat orang saksi, Yang Mulia. Namun, yang hari ini hadir dua orang. Saksi atas nama Bachri Marzuki dan atas nama Ary Fadilah silakan masuk ruang persidangan,\" kata JPU KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.Jaksa menjelaskan saksi yang dihadirkan merupakan pihak dari PT ARME, perusahaan konsultan pajak milik terdakwa Rafael Alun. Selain itu, salah seorang saksi juga merupakan wajib pajak yang menjadi klien dari perusahaan tersebut.\"Saksi ini adalah dari PT Arme yang merupakan perusahaan konsultan pajak dan salah satunya, saksi satunya, adalah wajib pajak yang menjadi klien PT Arme,\" jelas jaksa saat menjawab pertanyaan dari penasihat hukum terdakwa Rafael Alun.Penasihat hukum terdakwa RAT mempertanyakan kapasitas saksi yang dihadirkan. Menurut penasihat hukum, saksi yang dihadirkan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 160 ayat (1) KUHAP bahwa saksi yang pertama kali didengarkan keterangannya adalah saksi korban.\"Kami minta penjelasan dari JPU KPK bagaimana implementasi (Pasal) 160 ayat 1 (KUHAP) tersebut? Dan kenapa tidak dihadirkan pertama kali sesuai dengan Pasal 160 ayat 1?\" tanya penasihat hukum.Terkait hal itu, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Suparman Nyompa menegaskan bahwa saksi korban dihadirkan pertama kali untuk perkara yang menyangkut kejahatan terhadap jiwa atau harta benda. Hal itu berbeda dengan perkara dugaan korupsi yang didakwakan terhadap RAT.\"Jadi, ini tadi yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa itu maksudnya saksi korban ini, kalau itu menyangkut kejahatan terhadap jiwa atau harta benda. Ini kan tindak pidana korupsi, berbeda,\" tegas Suparman.Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa Rafael Alun.Majelis hakim berpendapat keberatan penasihat hukum terdakwa Rafael Alun tidak beralasan hukum, karena surat dakwaan JPU KPK telah memuat syarat formal dan material sesuai ketentuan yang berlaku.\"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,\" kata Suparman dalam persidangan pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9).Dalam perkara tersebut, jaksa KPK mendakwa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar.JPU KPK menyatakan gratifikasi itu diterima Rafael Alun dan istrinya, Ernie Meike Torondek, yang merupakan salah seorang saksi dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi itu.\"Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang, seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137,\" kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (30/8).Selain itu, Rafael bersama istrinya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp100 miliar.(ida/ANTARA)

Ketua DPRD Pohuwato Mengecam Aksi Perusakan Fasilitas Daerah

Pohuwato, FNN - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Nasir Giasi mengecam keras tindakan oknum-oknum yang merusak fasilitas daerah, dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung pada Kamis (21/9).Nasir Giasi di Pohuwato, Sabtu, mengatakan fasilitas daerah yang di antaranya kantor bupati, kantor DPRD dan rumah jabatan bupati merupakan aset dan simbol daerah.\"Saya selaku Ketua DPRD, mengutuk keras tindakan anarkis berupa perusakan dan pembakaran fasilitas daerah,\" kata Nasir Giasi.Menurutnya masyarakat sebenarnya bisa dan memiliki hak dalam menyampaikan aspirasi, dan pemerintah maupun DPRD selalu siap untuk menerimanya, namun dengan catatan penyampaian tersebut harus dilakukan menggunakan cara yang bermartabat atau terhormat.Aksi anarkis massa yang berlangsung tercatat telah menimbulkan kerusakan yang cukup fatal, terutama untuk kantor DPRD, ruang sidang yang sering dipakai untuk mengesahkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), telah rusak dan tidak dapat difungsikan.Ruang tersebut menurutnya merupakan ruangan utama yang ada di kantor DPRD, dan sering digunakan untuk membahas semua yang berhubungan dengan kerakyatan dan kemasyarakatan.Berdasarkan pantauan di kantor DPRD, mulai dari kaca jendela dan pintu masuk, ruang sidang, ruang pimpinan dan ruangan lainnya beserta seluruh fasilitas di dalamnya telah dirusak demonstran.\"Walaupun kerusakannya cukup parah, namun Alhamdullilah tidak ada korban jiwa,\" kata Nasir Giasi.Ia mengatakan dalam peristiwa itu seluruh dokumen penting berupa gambaran APBD 2024 yang baru dua hari lalu dibahas, semuanya telah rusak dan hilang. Oleh karena itu pihaknya masih berusaha mencari arsip-arsip yang tersimpan di Kantor Badan Pengelola Pembangunan Daerah (Bappeda).\"Karena dokumen itu memuat seluruh pikiran DPRD, yang bersumber dari aspirasi masyarakat. Semuanya hilang dan akan kita perbarui lagi,\" kata Ketua DPRD Pohuwato.Saat ini pihaknya sedang menunggu proses penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, untuk melakukan pembenahan kembali kantor tersebut. Namun begitu sambil menunggu, ia menyampaikan DPRD tidak boleh lumpuh.\"Karena pelayanan aspirasi masyarakat 155 ribu rakyat Pohuwato, ada kurang lebih 3.000 masyarakat penambang, maka masih ada 147 ribu masyarakat yang berprofesi lain seperti petani, nelayan, guru, tenaga kesehatan, yang harus kami layani di DPRD,\" katanya.Ia mengatakan bahwa pihaknya secara penuh telah menyerahkan penanganan kasus ini kepada pihak aparat penegak hukum, untuk segera diungkap sampai tuntas.\"Saya mengimbau masyarakat tetap tenang dan kembali beraktivitas seperti biasanya. Saya juga telah meyakinkan masyarakat bahwa kondisi kita kembali kondusif. Masyarakat jangan mudah terpancing isu-isu yang hanya memprovokasi,\" imbuhnya.(ida/ANTARA)

WNA Inggris yang Menampar Polisi Diusir dari Bali

Denpasar, FNN - Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Bali, mengusir warga negara asing (WNA) asal Inggris yang sebelumnya menampar polisi ketika melanggar lalu lintas.\"Berdasarkan surat rekomendasi dari kepolisian, terhadap AAM sudah kami lakukan pendeportasian,\" kata Kepala Imigrasi Ngurah Rai Sugito di Denpasar, Sabtu.WNA asal Inggris bernama Adam Alexander Murray itu ditangkap polisi pada Selasa (19/9) di kawasan wisata Canggu, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.Ia kemudian digiring ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya melakukan aksi kekerasan kepada polisi.Berdasarkan sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) pada 22 September 2023 di Pengadilan Negeri Denpasar, Adam dijatuhi vonis satu bulan kurungan dengan masa percobaan selama tiga bulan.Dalam persidangan tersebut, Adam dijerat pasal 352 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan ringan.Setelah menerima putusan pengadilan tersebut, Adam kemudian langsung diserahterimakan dari Polresta Denpasar ke Imigrasi Ngurah Rai untuk dilakukan proses pendeportasian.Sesaat setelah menerima vonis, Adam kemudian meninggalkan Bali menumpang maskapai Qatar Airways rute Denpasar-Doha yang kemudian dilanjutkan dengan Doha-Frankfurt dan Frankfurt-London.Berdasarkan data perlintasan keimigrasian, Adam masuk ke wilayah Indonesia pada 13 Agustus 2023 melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai menggunakan Visa on Arrival (VoA).Imigrasi Ngurah Rai mengenakan pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian sebagai dasar pendeportasian dan Adam akan dicantumkan dalam daftar penangkalan.Sesuai Pasal 102 ayat 1 Undang-Undang tersebut, adapun jangka waktu penangkalan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan.Aksi Adam kepada polisi lalu lintas Polres Kota Denpasar sempat viral di media sosial, yang menampilkan potongan video pelaku mendorong polisi.Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Polisi Jansen Avitus Panjaitan menjelaskan peristiwa bermula saat polisi lalu lintas menindak pelaku karena membonceng WNA lain tanpa mengenakan helm.Anggota Polri Aiptu Puji Santoso kemudian memberhentikan dan meminta pelaku menepi di dekat Pos Polisi Lalu Lintas Sunset Road, Kecamatan Kuta, Badung, sekaligus memeriksa kelengkapan surat kendaraan bermotor yang dikendarai pelaku.Pelaku, yang mengendarai sepeda motor dengan nomor polisi DK 3085 FCP itu hendak kabur tancap gas, dan berhasil diberhentikan Aiptu Puji Santoso.Tak terima diberhentikan, pelaku marah dan mendorong Aiptu Puji hingga nyaris tersungkur.\"Terlapor emosi, turun dari motor, langsung menampar korban ke arah muka sampai pet (topi khas polisi) korban lepas dan terjatuh,\" ujar Jansen.(ida/ANTARA)

OJK Mencabut Izin Usaha PT FEC Shopping Indonesia

Palembang, FNN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Future E-Commerce (FEC) Shopping Indonesia yang diduga sebagai salah satu investasi bodong atau penipuan.Sebelumnya, kasus FEC menjadi perbincangan masyarakat di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel), sebab merugi masyarakat hingga puluhan juta rupiah. Bahkan, kasus tersebut semakin disorot setelah nama salah satu pejabat di Pemerintah Provinsi Sumsel diduga menjadi mentor FEC.Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongan L Tobing dalam keterangan tertulis yang diterima di Palembang, Kamis, mengatakan aktivitas semacam itu memang lebih cepat diterima dan diketahui oleh masyarakat.\"OJK bersama Satuan Tugas PAKI sudah mencabut izin FEC ini, dan sekarang yang perlu dilakukan kembali adalah menyebarluaskan informasi kepada masyarakat bahwa FEC tersebut ilegal,\" ucapnya.Menurutnya, penipuan yang berkedok investasi ini memang kerap kali melibatkan berbagai tokoh penting mulai dari pemerintahan hingga tokoh agama. Namun, bahwa siapa pun pelaku yang dinyatakan bersalah akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.\"Tetapi, OJK menegaskan siapa pun pelakunya tidak kebal hukum. Mereka harus tetap bertanggung jawab jika memang terindikasi melakukan kesalahan, meskipun mungkin dia kerja di instansi pemerintah dan lainnya,\" kata Tongan menegaskan.Sementara itu, Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Rizal Ramdhani menambahkan saat ini yang harus ditingkatkan kembali adalah pemahaman masyarakat mengenai produk dan jasa keuangan.Sebab, menurutnya masyarakat tidak boleh hanya melihat dari sisi legalitas produk, tetapi juga memiliki pemikiran yang logis dan kritis terhadap penawaran yang diberikan.\"Investasi yang memberikan tawaran keuntungan di atas 11 persen sudah sepatutnya dicurigai oleh masyarakat. Kejahatan itu ada karena ada peluang. Seperti, misalnya, pinjol itu dia ada karena masyarakat butuh, butuh uang cepat,\" tutur dia.Sementara itu, selama periode Januari 2021 hingga Agustus 2023 OJK Regional Sumbagsel telah menerima sebanyak 12.423 aduan masyarakat terkait dengan jasa keuangan. Dengan rincian yaitu aduan sektor industri keuangan non-bank sebanyak 6.770 aduan atau 50,5 persen, aduan sektor perbankan 5.571 atau 44,8 persen, dan sebanyak 76 aduan atau 0,61 persen dari sektor pasar modal.(sof/ANTARA)

Lukas Enembe Minta Dibebaskan dari Segala Dakwaan

Jakarta, FNN - Terdakwa kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam pembacaan nota pembelaan memohon majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membebaskan dirinya dari semua dakwaan.\"Saya mohon agar majelis hakim dengan hati dan pikiran yang jernih yang mengadili perkara saya dapat memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum bukan berdasarkan hasil BAP yang dipindahkan ke dalam surat tuntutan. Oleh karena itu dapat menyatakan bahwa saya tidak bersalah dan dengan itu dapat membebaskan saya dari segala dakwaan,\" kata Lukas Enembe dalam pleidoi pribadinya yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis.Dalam pembacaan pledoi atau nota pembelaan tersebut Lukas memohon agar aset-asetnya yang disita KPK segera dikembalikan. Lukas memohon agar nama baiknya dipulihkan.\"Saya juga mohon supaya rekening saya, rekening istri saya (Yulce Wenda), dan rekening anak saya (Astract Bona T.M Enembe) dapat dibuka blokirnya, aset-aset saya, termasuk emas yang telah disita mohon dikembalikan. Saya mohon agar saya jangan dizolimi lagi dengan kasus baru seperti tindak pidana pencucian uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi,\" ujar Petrus.Lukas membantah telah menerima suap dan gratifikasi. Dia mengatakan pihaknya merupakan Gubernur Papua yang bersih selama mengemban jabatan tersebut.\"Karena memang saya tidak melakukan seperti dituduhkan yang digembor-gemborkan selama ini. Saya Gubernur Papua yang \'clean and clear\',\" ujarnya.Sebelumnya, Lukas Enembe dituntut 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. Dia dijatuhi tuntutan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350,00.Menurut jaksa, Lukas melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.Di samping itu, Lukas dituntut pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani hukuman pidana.“Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga,” kata JPU KPK Wawan Yunarwanto.Sementara itu, hal-hal yang memberatkan Lukas adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, ia berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan bersikap tidak sopan selama persidangan.Dalam perkara ini, JPU mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan.Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian sebanyak Rp10.413.929.500 dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur, dan sebanyak Rp35.429.555.850 berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.Kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.(ida/ANTARA)

Tenaga Ahli Kominfo Ditetapkan Sebagai Tersangka

Jakarta, FNN - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan Tenaga Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Walbertus Natalius Wisang (WNW) sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu, mengatakan Walbertus ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan.“Ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-52/F.2/Fd.2/09/2023,” kata Ketut.Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Walbertus ditangkap terlebih dahulu oleh penyidik Jampdisus di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (19/9). Dia ditangkap usai memberikan keterangan sebagai saksi dengan terdakwa Johnny G Plate, mantan Menteri Kominfo.“Berdasarkan surat perintah penangkapan, tersangka WNW diamankan oleh tim penyidik guna dilakukan pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi dalam perkara tersebut,” kata Ketut.Walbertus disangkakan melanggar ketentuan pasal primer, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 21 atau Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Tipikor.“Selanjutnya untuk kepentingan penyidik, tersangka dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung dari 19 September sampai dengan 8 Oktober 2023,” kata Ketut.Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menjelaskan bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Walbertus, yakni telah memberikan keterangan tidak benar dan mencabut secara tidak sah keterangan di persidangan.Informasi itu, kata Kuntadi, diperoleh penyidik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sedang bersidang di Pengadilan Tipikor Pengadilan Jakarta Pusat.\"Pada hari ini sekitar jam 12 siang tadi kami menerima informasi terkait adanya dugaan perbuatan seseorang, yaitu WNW yang diduga telah melakukan perbuatan tindak pidana melanggar ketentuan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Tipikor,\" kata Kuntadi, Selasa (19/9).Dalam pidana asalnya, yakni tindak pidana korupsi. Penyidik Jampdisus Kejaksaan Agung sudah menetapkan 11 orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp8,32 triliun.Dari 11 orang tersangka, enam orang telah menjalani persidangan berstatus terdakwa, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020.Kemudian Mukti Ali (MA) dari pihak PT Huwaei Technology Investment, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy, dan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.Sedangkan dua tersangka lainnya, yakni Muhammad Yusriski Mulyana dan Windi Purnama sudah dilakukan tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti) kepada JPU dan menunggu untuk disidangkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.Untuk tiga tersangka yang baru ditetapkan Senin (11/9), yakni Jemmy Sutjiawan (JS) dari pihak swasta), Feriandi Mirza (FM) selaku Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo dan Elvano Hatorangan (EH) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Bakti Kominfo.(sof/ANTARA)

KPK Memeriksa Suami Maia Estianty Terkait Perkara Eko Darmanto

Jakarta, FNN - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa suami dari aktris Maia Estianty, Irwan Daniel Mussry, sebagai saksi perkara dugaan penerimaan gratifikasi mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.Irwan Mussry tidak banyak berkomentar usai diperiksa tim penyidik KPK dan membantah kalau dirinya diperiksa soal jual beli jam mewah.\"Bukan jual beli jam. Jadi, ini hanya beberapa keterangan untuk beberapa hal yang lain. Jadi, tidak ada berhubungan dengan pembelian jam, itu clear ya,\" ujar Irwan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.Meski demikian, Irwan menduga pemeriksaan terhadap dirinya ada kaitannya dengan perusahaan yang dipimpinnya. \"Karena kan kami perusahaan yang mengimpor, jadi mungkin ada hubungannya,\" imbuhnya.​​​​​​​Irwan Mussry saat ini menjabat sebagai CEO Time International dan pemegang hak retail sejumlah merek jam tangan di Indonesia.Sebelumnya, penyidik KPK pada Selasa, 12 September 2023, mengumumkan telah meningkatkan status kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ke tahap penyidikan.\"Terkait perkembangan perkara di Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu beberapa waktu lalu, telah kami sampaikan proses penyelidikannya telah selesai sehingga kami lakukan analisa untuk proses berikutnya dan kami mengonfirmasi bahwa betul saat ini sudah naik pada proses penyidikan,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/9).Meski demikian, Ali tidak menjelaskan lebih lanjut siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.\"Apakah sudah ada tersangka? Ya, dalam proses penyidikan yang dilakukan KPK pasti sudah ada tersangkanya,\" ujarnya.Ali mengatakan saat ini penyidik KPK sedang dalam proses pengumpulan alat bukti untuk penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU tersebut.Setelah alat bukti dinyatakan cukup, penyidik KPK nantinya akan melakukan penahanan serta mengumumkan kepada publik siapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka berikut konstruksi perkaranya secara utuh dan pasal-pasal yang disangkakan.Masih terkait perkara tersebut, tim penyidik KPK telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah empat orang terkait perkara tersebut bepergian ke luar negeri.\"Empat pihak yang dimaksud, yaitu satu ASN Bea Cukai dan tiga pihak swasta,\" kata Ali.Pengajuan cegah pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham itu untuk waktu enam bulan pertama dan perpanjangan dapat kembali diajukan sebagaimana proses penyidikan.Sosok Eko Darmanto mendapat sorotan publik lantaran sering pamer kemewahan melalui unggahannya di media sosial, seperti foto di depan pesawat terbang dan foto dengan motor gede (moge).Gaya hidup mewah pejabat Bea Cukai tersebut memicu kritik dari masyarakat dan mendorong Ditjen Bea Cukai mencopot Eko Darmanto dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta.Hal itu juga yang membuat Eko Darmanto akhirnya berurusan dengan lembaga antirasuah hingga akhirnya dipanggil untuk memberikan klarifikasi soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.Atas dasar hasil klarifikasi tersebut, KPK kemudian membuka penyelidikan dan penyidikan terhadap yang bersangkutan.(sof/ANTARA)