HUKUM
Surat Terbuka ke Presiden dari KTKI Korban PHK
JAKARTA, FNN | Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka diminta untuk dapat membantu menyelesaikan kasus pilu di Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang mengalami perundungan (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sistematis dari Kementerian Kesehatan. Anggota KTKI professional tenaga kesehatan (nakes) dan nonnakes dari berbagai daerah baik unsur ASN, swasta maupun profesional telah di PHK secara sepihak oleh Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin. \"Selama ini Menkes mencari korban perundungan dokter dan nakes di Perguruan Tinggi dan RSUD, namun saat ini perundungan diperluas di KTKI sebagai Lembaga Non Struktural (LNS) yang seharusnya independen justru mendapat perlakuan semena-mena dari tindakan kebijakan dari Menkes,\" kata Acep Effendi salah satu korban PHK dari KTKI kepada pers di Jakata, Sabtu siang. Berikut penuturan Acep Effendi selengkapnya: Saya PNS Dinkes IV/C dari NTT yang memperoleh rekomendasi atasan untuk pensiun dini. Dengan surat persetujuan Gubernur NTT, Bapak Viktor Laiskodat ke BKN untuk pensiun dini tahun 2022, karena pertimbangan Kepres KTKI dengan lima tahun, bersamaan dengan batas akhir pensiun. Saya memilih untuk menjadi Anggota KTKI karena LNS adalah Pejabat Negara. Tentunya kebanggaan sebagai putra daerah NTT yang terpilih dari ratusan entomolog se-Indonesia. Karena kewajiban harus berdomisili di Jakarta, Saya sudah menyekolahkan Kepres untuk mengambil cicilan rumah di bank pemerintah untuk jangka waktu sesuai Kepres. Siapa yang akan membayar cicilan rumah saya nantinya, jika saya di PHK tanpa ada kejelasan? *** Hal yang sama terjadi pada Akhsin Munawar, yang melakukan pensiun dini dan telah menyekolahkan Kepres untuk cicilan rumah, akibat kebijakan Dirjen Nakes dimana seluruh Anggota KTKI harus berdomisili di Jakarta. Padahal sebelumnya, Akhsin mendapat berbagai fasilitas sebagai Ketua Prodi Sanitasi Lingkungan di Propinsi Jambi. Mereka berharap, Prabowo Subianto dan Gibran dapat membantu menyelesaikan masalah ini. Posisi KTKI sebagai LNS Independen KTKI menyampaikan harapannya agar ke depan, Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 menjaga marwah Lembaga Non Struktural. Muqouwis yang telah berhenti sementara dari PNS Dinas Kesehatan Lampung karena menjadi Anggota KTI, Perwakilan Tenaga Sanitasi Lingkungan menjelaskan: “Membangun LNS yang independent sama saja membangun citra menjadi negara demokrasi. Keinginan menguasai LNS itulah membungkam demokrasi.” Anggota KTKI lainnya, Rachma Fitriati yang juga Dosen di FIA UI mengingatkan, “Seharusnya Menkes memposisikan Konsil sebagai partner yang saling bersinergi dengan KTKI untuk menjaga mutu dan perlindungan hukum bagi Nakes dengan posisi sejajar. Bukan malah melakukan PHK massal dengan berlindung di bawah PMK 12/2024, yang sebagian pasalnya diduga mal-administrasi karena bertentangan dengan UU No.17/2023 dan PP 28/2024. Chandi Lobing, Anggota KTKI yang berasal dari Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara ini menyampaikan“Korporasi saja masih memiliki mitigasi untuk PHK massal, kenapa justru sebagai pejabat negara, Kemenkes malah secara sembrono melakukan PHK massal secara sepihak, mendadak dan tidak ada mitigasi sama sekali!” Rahmaniwati dari Perwakilan Unsur Profesi Teknisi Gigi Konsil Keteknisian Medis menambahkan: \"Ketika kami bertanya tentang masa berlaku Kepres 31/M/2022 selama lima tahun, pejabat Plt.Ses KTKI dengan arogannya menegaskan :Ini sudah resiko jabatan.” Dimana letak keadilannya bagi Anggota KTKI. Padahal kami semua memilih untuk menjadi Anggota KTKI karena Kepres Nomor 31/M tahun 2022 berlangsung selama lima tahun. \"Sebagai LNS yang diangkat dengan Keputusan Presiden, seharusnya Menkes menjaga marwah KTKI. Bukan malah membuang Anggota KTKI layaknya sampah, karena dianggap yang sudah tidak berguna?\" tegas Her Basuki Anggota KTKI yang sebelumnya Direktur Akademi Keperawatan Surakarta. \"Di mana nurani Menkes sebagai pejabat negara? Tahukah Menkes bahwa Anggota KTKI, selama kurun waktu 2 tahun telah menorehkan kinerjanya yang sangat tinggi, dengan melakukan validasi terhadap penerbitan STR sebanyak 1.572.936 buah\". Atas kebaikan itu ada beberapa anggota saat ini sebagai tukang Ojeg guna memenuhi kebutuhan setiap harinya. Seperti Anggota KTKI, Tri Moedji, yang sebelumnya adalah Kepala Instalasi Rekam Medis di salah satu RSUD, terpaksa banting stir menjadi driver ojek online. Sebagai seorang tulang punggung keluarga karena single parent dan menanggung kakaknya yang menderita stroke complikasi hipertensi, Moeji sudah tidak ada pilihan. Pekerjaan apapun dilakoninya, karena pada usianya yang sudah tidak lagi muda, sangatlah tidak mudah mencari pekerjaan mendadak dalam waktu dekat. (DH)
Strategi Mengadili Jokowi (1)
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Menghukum Jokowi seadil-adilnya akan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dilakukan presiden berikutnya sebagaimana tuntutan rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Belum pernah ada dalam sejarah republik ini seorang presiden begitu dahsyat merusak dan menghancurkan tata kelola kehidupan bernegara. Dari Soekarno hingga SBY betapapun ada kelemahan dan kekurangannya, sebagai presiden mereka masih punya nasionalisme dan patriotisme. Hanya dalam kekuasaan Jokowi Indonesia telah mencapai titik nadir keterpurukan yang begitu dalam sebagai sebuah negara bangsa. Tidak cukup memanipulasi konstitusi dan demokrasi, kepemimpinan Jokowi sangat otoriter dan diktator yang menggabungkan watak kapitalis dan komunis itu. Hanya dalam satu dekade, Jokowi melalui disorientasi kebijakannya, banyak melakukan kejahatan-kejahatan terstruktur, sistematis dan masif yang menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan pada rakyat. Cukup dua periode, Jokowi dan keluarga serta kroninya berhasil menguatkan Indonesia menjadi negara gagal. Dalam penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia hampir di semua aspek kehidupan. Mulai dari kelas menengah hingga rakyat jelata, Jokowi sukses membangun warisan luka dan dendam rakyat akibat kedzolimannya. Tak cukup terbilang dalam deret hitung dan deret ukur, sepuluh tahun Jokowi berkuasa dengan gemilang berhasil menciptakan dan memelihara kemiskinan dan kebodohan mayoritas rakyat Indonesia. Kini, menjelang dan setelah 20 Oktober 2024, secara spartan kesadaran kritis dan oposisi mulai membidik Jokowi. Langkah sinergi, kolaborasi dan simultan dari gerakan perubahan dipastikan segera dimuntahkan rakyat dalam wujud penghakiman terhadap Jokowi.Perlawanan dan pembangkangan rakyat sipil tak akan berhenti seiring jabatan presiden Jokowi berakhir. Ada caci-maki, hujatan yang merepresentasikan luka, sakit hati dan dendam tiada tara dari rakyat yang menjadi korban arogansi dan fasisme rezim Jokowi. Pelosok-pelosok daerah menjerit karena tanahnya dirampas dan tergusur. Petani, nelayan dan buruh terus diterpa kemiskinan struktural di tengah wabah korupsi. Mahasiswa dibungkam oleh pencabutan bea siswa dan ancaman DO. Aktifis dan tokoh perubahan dihadapkan pada penjara dan kematian. Keseluruhan rakyat benar-benar dalam keadaan terjajah dan diperbudak oleh pemerintahan Jokowi. Feodalisme dan kolonialisme telah nyata dilakukan oleh bangsa sendiri, oleh segelintir orang pemegang kekuasaan. Oligarki dunia usaha dan partai politik telah menjadi koorporatisme negara dibawah kendali Jokowi. Institusi negara menjadi alat kekuasaan dan aparatnya menjadi tukang pukul sekaligus mesin pembunuh paling efisien dan efektif. Jokowi dengan stempel kebohongan dan kejahatan paling brutal yang melekat kuat pada dirinya, telah memecahkan rekor presiden yang mengerikan sepanjang republik ini berdiri. (BERSAMBUNG).
Sidang Kasus HCB Masuk Sesi Perdamaian di PN Jakarta Pusat
Jakarta, FNN | Sidang kasus perdata terkait Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Hendri CH Bangun, Iqbal Irsjad dan Irmanto memasuki sesi kedua yakni melakukan perdamaian. \"Kita sepakat Selasa besok melakukan meja perundingan karenanya masing-masing principal hadir dalam meja itu meskipun kedua belah pihak mempunyai kusa hukumnya,\" kata salah satu kuasa hukum Dr. Yusuf Ms, SH MH, Yasin Arsjad, SH, usai keluar sidang dari PN Jakarta Pusat Selasa. Kasus itu muncul saat kelompok Hendri CH Bangun mengeluarkan Surat dengan Nomor 253 PLP/PP-PWI/2024 Pembekuan Pengurus PWI Daerah Khusus Jakarta termasuk membekukan Dewan Kehormatan Propinsi (DKP) Jakarta. \"Klien kami itu dipilih oleh Musyawarah daerah secara langsung, bebas dan rahasia oleh peserta Musda, namun belum pernah ada panggilan dan pemberiatahuan apaun dari PWI Pusat, tiba-tiba ada surat pembekuan. Inilah pangkal dari masalah ini,\" kata Yasin Arsjad, SH menegaskan. Yasin yang didampingi Eka Nuryawan, SH menambahkan, pihaknya cukup menghargai kehadiran sidang kali ini, yakni dua prinsipal telah hadir dan satu orang diwakili oleh kuasa hukumnya. Sementara Eka Nuryawan, SH menambahkan, sidang yang dimulai sekitar pukul 13. 00 WIB dan hakim ketua H. Faisal, SH MH memutuskan kedua belah pihak untuk melakukan perdamaian. \"Sesi ini wajib dilalui, karena itu besok semua prinsipal wajib hadir untuk melakukan musyawarah dengan di dampingi dari masing-masing penasehat hukumnya,\" katanya. Perkara Perdata di PN Pusat dengan nomor 591/Pdt.G./2024/PN. JKt.Ps itu, minggu depan memasuki agenda perdamaian dan kami sebagai kuasa hukumnya sudah mendaftar dan mengisi formulir di LT dua gedung PN Jakarta Pusat. \"Mudah-mudahan ada kompromi yang baik karena semuanya tampaknya keluarga besar dari anggota PWI,\" kata Eka Nuryawan yang tergabung dalam Tim hukum Madahani itu. Tim pengacara penggugat terdiri dari beberapa nama di antaranya Dr. Ahmad Yani, Dr. Herman Kadir, Eka Nuryawan, Yushernita, SH, Yasin Arsjad, SH dan Muhamad Romadona, SH.****
Polisi Tolak Laporan Edy Mulyadi Terkait Akun Fufufafa atas Dugaan Penistaan Agama dan Ujaran Kebencian
Jakarta | FNN - Polisi menolak laporan Edy Mulyadi terkait akun Fufufafa yang diduga melakukan ujaran kebencian dan penistaan agama. Alasannya, polisi menilai tidak memenuhi unsur-unsur pidana seperti yang diatur dalam pasal 156, 156A dan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A KUHP. Mengenai penolakan ini, pengacara Koalisi Anti Penistaan Agama dan Keonaran (KAMPAK) Baharu Zaman mengatakan, polisi harus menerima setiap laporan masyarakat sesuai pasal 1 angka 24 KUHAP. \"Selain itu, Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011, menyatakan polisi diliarang menolak laporan warga,\" ujar Bahar. Selasa, 8 Oktober 2014 Edy melaporkan pemilik akun Fufufafa ke Mabes Polri. Edy mendatangi Bareskrim didampingi sejumlah pengacara dari KAMPAK. Menurut Edy yang juga pemilik akun Youtube \"Bang Edy Channel,\" laporan polisi dibuat karena pemilik akun Fufufafa diduga telah melakukan Penistaan Agama. Fufufafa juga diduga melakukan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian dalam postingannya. Dia mencontohkan, pada 20 Januari 2018 pemilik akun Volume menulis di platform sosial media Kaskus: sbg pemimpin tapi kok tidak memberi tauladan yg baik, bukannya membudayakan transport ramah lingkungan tapi menambah polusi. Selanjutnya pemilik akun Fufufafa mengomentari dengan menulis: Mau lo pake unta kayak junjungan lo ya? \"Pernyataan pemilik akun Fufufafa tersebut patut diduga kuat telah melakukan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan penistaan agama yang dianut di Indonesia,\" kata Edy yang juga wartawan senior FNN. Irvan Ardiansyah dari KAMPAK menyebut, perbuatan tersebut melanggar Pasal 156a KUHP, Pasal 27A Jo Pasal 45 ayat (4) dan/atau Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. \"Pelanggaran terhadap penistaan agama seperti diatur Pasal 156 diancam pidana penjara empat tahun. Sedangkan pelanggaran pasal 45A ayat (2) berkonsekwensi pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” ujar Ivan. Selain Ivan dan Bahar, sejumlah pengacara Tim KAMPAK juga mendampingi Edy. Mereka antara lain Munarman, Muhammad Nur Fikri, Zainuddin Firdaus, dan Aziz Yanuar. Selain itu juga ada Rinaldi Putra, serta Abdul Mujib. (*)
Wuih, Hakim Mogok
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan FENOMENA unik terjadi di akhir masa kepemimpinam Jokowi, ribuan Hakim mogok massal mulai 7-11 Oktober 2024. Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menjelaskan maksud aksinya adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan dan tunjangan yang tidak pernah naik sejak 2012, itu 2 tahun sebelum Jokowi naik tahta. Pihak MA menyebut mogok ini sebagai cuti yang waktumya bersamaan. Mungkin tidak mau disamakan dengan kalimat \"mogok\" buruh atau karyawan sehingga digunakan istilah cuti bersamaan. Esensinya sama saja yakni tidak bekerja. Solidaritas Hakim Indonesia akan menemui Pimpinan MA, Ikahi dan Menkum HAM. Maklum orang hukum, dibangun kesan protes ini tergambar lebih soft. Mogok-mogok juga. Betapa parah kondisi pemerintahan Jokowi ini. Jangankan buruh yang dinilai wajar jika menuntut peningkatan kesejahteraan, ini Hakim yang sebagian masyarakat menilai termasuk profesi dengan tingkat kemapanan lebih tinggi. Ruang Pengadilan telah dianggap tempat berputarnya uang-uang yang sebagiannya tentu masuk ke Panitera juga ke kantong Hakim. Sebenarnya yang terpenting adalah pembersihan ruang Pengadilan. Gerakan ini lebih bermakna ketimbang Gerakan Cuti Bersamaan. Tapi apapun itu, menuntut adanya peningkatan kesejahteraan adalah hak. Mungkin para Hakim juga melihat banyak \"profesi\" dan \"instansi\" lain yang lebih lancar dan besar dalam pemasukan. Lebih mudah dan aman pula dalam tipu-tipu pelayanan. Menurut Pasal 21 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, organisasi, administrasi dan finansial MA dan badan peradilan di bawahnya berada pada MA. Konsekuensinya memang tepat jika yang pertama \"didemo\" adalah MA. Namun urusan finansial keseluruhan tentu tergantung kepada porsi APBN, oleh karenanya Pemerintah dan DPR menjadi sasaran. Sayangnya Pemerintahan Jokowi sudah berada dalam status diujung tanduk. Entah tanduk banteng, kambing, atau tanduk setan. Pesan dengan bahasa ringan \"cuti bersamaan\" para Hakim ini adalah protes atas kebobrokan Pemerintahan Jokowi yang tidak mampu mengelola finansial dengan baik sehingga harus \"menelantarkan\" para Hakim. Dosa politik Jokowi bertambah. Akan tetapi ini juga merupakan pesan serius bagi Pemerintahan baru yang akan dilantik nanti. Tim Keuangan Prabowo sudah mengeluh dan panik dengan \"sisa duit\" yang ditinggalkan Jokowi. Sinyal buruk bagi kesuksesan pemerintahan yang akan datang, apalagi belum-belum sudah digeruduk oleh para Hakim yang uring-uringan. Di luar dugaan, gerakan para Hakim ini jauh lebih serius daripada realisasi \"makan siang gratis\" hasil kampanye omon-omon yang lalu. Hakim mogok akan berefek domino pada mogoknya para pejabat publik lain. Hampir semua instansi memiliki persoalan serupa soal kesejahteraan. Para Hakim telah membuat preseden buruk. Tentara, guru, dokter, mungkin juga rohaniwan dan pegawai pajak segera bersiap-siap. Jangan-jangan besok ada demo anggota DPR \"serakah\" menuntut dana kesejahteraan yang lebih tinggi lagi. Yang sudah jelas ada jaminan hukum untuk melakukan mogok adalah para buruh. Mogoknya para Hakim menjadi \"energizer\" kepada buruh untuk melakukan cuti eh mogok bersamaan untuk menuntut peningkatan kesejahteraan. Bagaimana dengan ojek online, sopir angkot, atau asisten rumah tangga jika melakukan \"cuti bersamaan\" ? Wuih ramai sekali negara ini. Suksesnya perjuangan para Hakim akan menjadi motivasi untuk gerakan cuti bersamaan para guru, tentara, polisi, buruh dan lain-lainnya. Bravo pemerintahan Prabowo dan terkutuklah pemerintahan Jokowi. (*)
Preman Pengeroyok Diskusi FTA Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara
Oleh Juju Purwantoro | Aktivis UI Watch POLISI adalah profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.Seperti yang tercantum dalam asal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa \"Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum\". Sementara itu tugas pokok Kepolisian RI tercantum dalam \"UU No. 2 Tahun 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Pasal 13 ;Tugas Pokok Kepolisian Negara adalah: a. \"memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat\". Sedangkan konstitusi Pasal 28 UUD 1945 juga menegaskan bahwa \"kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul\" ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, \"UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia\" memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Norma hukum tersebut adalah bertolak belakang, bila kita kaitkan dengan Peristiwa memalukan dan memilukan yang terjadi pada tanggal 28 September 2028 di Ball Room Grand Kemang Hotel, Jakarta Selatan. Sekelompok preman (bayaran) yang seluruhnya bermasker, tiba-tiba menyerbu ruangan tempat yang akan digunakan untuk berdiskusi. Gerombolan tersebut langsung mencabuti dan merusak atribut atau fasilitas diskusi yang sedianya diselenggarakan oleh Diaspora Forum Tanah Air (FTA) yang bermarkas di New York USA. Kejadian itu juga didahului dengan insiden keributan kecil di depan hotel, antara pihak gerombolan dengan Satpam Hotel. Sebagian tamu dan para tokoh nasional yang hadir tampak kaget dengan serbuan brutal dan tiba-tiba tersebut. Mereka tampak merusak dan membawa serta fasilitas terkait, di ruang diskusi. Walaupun acara diskusi belum dimulai, tapi gerombolan tersebut sambil berteriak-teriak memerintahkan acara diskusi dibubarkan. Tampak aneh, aparat kepolisian disekitar kejadian sepertinya membiarkan seolah tidak terjadi apa-apa. Pimpinan gerombolan juga sempat mengatakan kepada aparat kepolisian bahwa tindakannya adalah atas \'perintah atasan\'.Tentu kita bisa pahami siapakah yang dimaksud dengan perintah atasan tersebut. Lucunya lagi setelah kejadian penyerbuan, pimpinan gerombolan tampak akrab berangkulan dengan petugas Kepolisian. Pihak kepolisian tampak melakukan pembiaran, seharusnya bisa mencegah sebagai upaya tindakan preventif. Sejak awal memang menjadi tugas kepolisian, untuk melarang gerombolan tersebut yang jelas terindikasi berbuat tidakan kriminal. Dihadapan kepolisian pula mereka mulai merangsek secara brutal ke ruang Forum diskusi tersebut. Padahal Forum diskusi tersebut dihadiri oleh antara lain ; Tata Kesantra (Ketua FTA), Prof Dien Syamsuddin, Jendral Purn. Fahru Rozi, Mayjen.Purn Soenarko, Said Didu, Refly Harun, Marwan Batubara, Abraham Samad, Rizal Fadillah, dll. Acara diskusi yang di relay ke berbagai negara di lima benua itu, merupakan pelanggaran demokrasi, hukum dan HAM yang sungguh sangat mencoreng (memalukan) wibawa dan kedaulatan negara. Adalah sangat kontroversial jika seorang Kapolsek Mampang Prapatan (Kompol Edy Purwanto mengatakan), tidak mengetahui adanya rencana kegiatan diskusi tersebut. Padahal setiap ada acara/kegiatan yang melibatkan publik (massa) maka pihak manajemen hotel harus menginformasikan ke pihak kepolisian setempat. Persekusi (violence of law) oleh para gerombolan (preman ) perusuh yang berjumlah sekitar 30 orang tersebut harus dijerat dan ditindak dengan hukuman maksimal. Hal itu sesuai Pasal 170, 351 dan 406 KUHP tentang pengeroyokan, penganiayaan dan perusakan dengan ancaman penjara 7 tahun 6 bulan. Sedangkan terhadap semua anggota kepolisian yang bertugas dan terindikasi (terlibat) kasus tersebut, haruslah dikenakan tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI sesusai PP No.2 tahun 2003. Proses hukum (due process of law) dan penindakan hukum (law enforcement) haruslah dijalankan dan berlakukan kepada setiap orang yang terlibat tanpa pandang bulu.Presiden Jokowi diujung masa jabatannya, serta Kapolri Listyo Sigit, Kapolda Metro Jaya, harus ikut bertanggung jawab atas kejadian terhadap FTA ini, kita tidak sedang dalam negara kekuasaan (machtstaat). Walaupun sebagian besar pelaku pidana sudah tertangkap, terpenting kepolisian haruslah menyidik dan mengungkap sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1, siapa dalang (otak) yang menyuruh melakukan (doenplegen), yang melakukan (pleger) dan yang turut serta melakukan (medepleger), semua pihak yang telibat wajib diproses hukum. (*)
Eks Ketum PWI Pusat Hendri Bangun Dilarang Berkantor di Gedung Dewan Pers
Jakarta, FNN | Dewan Pers melalui Surat Keputusan (SK) Dewan Pers Nomor: 1103/DP/K/IX/2024 secara resmi melarang eks Ketua Umum PWI Pusat, Hendry C Bangun, beserta jajarannya menggunakan kantor PWI yang berada di Gedung Dewan Pers mulai 1 Oktober 2024. Surat Dewan Pers ini merupakan pengakuan terhadap hasil Kongres Luar Biasa (KLB) PWI Pusat di Jakarta yang telah memilih pengurus baru dengan Ketua Umum, Zulmansyah Sekedang. \"Era kepemimpinan Hendri Ch. Bangun telah tamat,” tegas Jusuf Rizal, Ketua Umum PWMOI (Perkumpulan. Wartawan Media Online Indonesia) dan Indonesian Journalist Watch (IJW) di Jakarta, Selasa 1 Oktober 2024. Menurutnya, dengan dikeluarkannya SK Dewan Pers ini, Hendry C Bangun dan kelompoknya secara resmi kehilangan hak untuk menggunakan fasilitas dan sumber daya PWI. Hal ini tentunya menjadi pukulan telak bagi Hendry Ch Bangun yang sebelumnya ngotot mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum PWI. Secara internal di organisasi PWI, keputusan Dewan Pers itu juga diapresiasi. Zumansyah Sekedang, Ketum PWI hasil KLB serta Ketua Dewan Penasehat PWI Pusat, İlham Bintang mendukung langkah tegas Dewan Pers dalam menyikapi “mbalelonya” Hendri Ch. Bangun. PWMOI, IJW dan LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) juga mengapresiasi sikap tegas Dewan Pers itu. “Sikap tegas ini sejak lama kami imbau kepada Dewan Pers agar menyikapi kisruh di tubuh PWI Pusat yang berkepanjangan. Karena sikap tidak sportif Hendri Ch. Bangun telah mencoreng citra dan wibawa organisasi PWI dan Jurnalis ,” tegas Jusuf Rizal. Lebih jauh, Jusuf Rizal menyebutkan dengan terbitnya diharapkan akan dapat menyelesaikan konflik di tubuh PWI Pusat. Sebagaimana diketahui publik, kasus Hendri Ch.Bangun ini bergulir saat Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo melansir ke publik atas dugaan penyalahgunaan bantuan dana Forum Humas BUMN untuk Pelaksanaan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp1,7 Miliar dari total Rp6 milyar. Jusuf Rizal yang juga Presiden LSM LIRA membangkar kasus tersebut melalui media Anggota PWMOI dan MOI, sehingga viral dan memberi stimulus bagi Anggota PWI Pusat dan Daerah mengkonsolidasikan diri. Hendri Ch. Bangun yang terus ngotot merasa tidak bersalah sehingga melawan Dewan Kehormatan PWI Pusat. LSM LIRA turut melaporkan kasus dugaan penggelapan Dana yang dikuasai Hendri Ch. Bangun tanpa hak tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Dewan Kehormatan kemudian memecat Hendri Ch. Bangun sebagai Ketum PWI Pusat. Kartu keanggotaan PWI-nya dicabut PWI DKI Jakarta hingga kemudian dilaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang menghasilkan Ketua Umum PWI Pusat, Periode 2023-2028, Zulmasyah Sekedang. Sejumlah Pengurus PWI daerah juga mendatangi Kantor Dewan Pers. Mereka turut memberi apreasiasi atas sikap tegas Dewan Pers. Mereka yang hadir berasal dari PWI Riau, PWI Bangka Belitung, PWI Banten, PWI Jabar dan PWI DKI Jakarta. “PWMOI dan IJW berharap kisruh di tubuh PWI Pusat segera tuntas. Dan peristiwa memalukan yang dilakukan Hendri Ch. Bangun Cs tidak terjadi lagi di masa mendatangi,” tegas Jusuf Rizal yang juga penggiat anti korupsi itu.
FHUI, Selamat Dies Natalis 100 Tahun: Pendidikan Hukum di Indonesia
Oleh: Joko Sumpeno, Pemerhati masalah Hukum dan Sejarah SELAMAT Merajut Kembali Kenangan dalam rangka Dies Natalis 100 tahun Pendidikan Hukum di Indonesia ( 28 Oktober 1924-2024 ). Diawali Sekolah Hukum ( Recht School ) pada Juli 1909 yang kemudian ditutup pada 2028, berdirilah Sekolah Tinggi Hukum ( Recht Hoge School ) 4 tahun sebelum Recht School ( RS ) itu ditutup. Menghasilkan 189 lulusan yang lulusannya antara lain Mr. ( Meester in de Rechten - Sarjana Hukum ) Besar Martokusumo ( advokat pertama pribumi sejak zaman kolonial Hindia Belanda, pun pernah menjadi Residen di Karesidenan Pekalongan semasa Pemerintahan Bala Tentara Jepang 1942-1945 ). Juga R.Suprapto, pernah menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Pekalongan yang mengadili Kutil tokoh lokal dalam Revolusi Sosial di Tiga Daerah ( Tegal, Brebes dan Pemalang ), kemudian menjadi Jaksa Agung R.I terlama ( 195-1959 ), serta mengundurkan diri dan tak mau serah terima jabatan di depan Presiden Soekarno. R.Suprapto tidak bergelar Mr. hanya lulus RS karena tidak melanjutkan ke RHS ataupun Universitas Leiden. Kemudian menjadi Jaksa Agung yang fenomenal dan dijadikan Bapak Kejaksaan R I yang patungnya dipajang di depang Gedung Kejagung R.I Lulusan RS, kemudian RHS adalah Moh Yamin pernah menjadi Menteri Kehakiman dan Ketua Dewan Perancang Nssional- kini Bappenas ; Amir Syarifudin mantan Perdana Menteri 1947.. Sedangkan Ketua Mahkamah Agung R.I pertama ( Mr. Kusmah Atmaja ), juga Prof Dr Mr Soepomo pernah Menteri Kehakiman R.I pertama..adalah lulusan Universitas Leiden setelah tamat R.S. Empat tahun RHS berjalan sejak 1924, kemudian RS ditutup pada 1928.... yang pada 28 Oktober 1928 itu Sumpah Pemuda dicetuskan dengan tokohnya mahasiswa Mr Moh Yamin yang sekolah lanjutannya diselesaikan di AMS Surakarta setelah meninggalkan Landbouw School ( Sekolah Pertanian dan Kehewanan di Bogor, cikal bakal Fakultas Pertanian dan Kehewanan Universitas Indonesia kemudian pada 1958 memisahkan diri menjadi Institut Pertanian Bogor. Nama Indonesia pada Universitas Indonesia kini itu berawal dari nama himpunan menghimpun Sekolah Tinggi Teknik Bandung ( Technische Hoge School ), Sekolah Tinggi Ekonomi di Makassar, Sekolah Tinggi Farmasi Surabaya, dan Sekolah Tinggi Hukum serta Kedokteran di Batavia atau sejak 1942 menjadi Jakarta. Awalnya bernama U van I diprakarsai oleh Pemerintah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia ( NICA - Pemerintahan Sipil Hindia Belanda ).Sejumlah dosen dan gurubesar yang pro republik hijrah ke Jogja, mendirikan Balai Perguruan Tinggi R.I di Jogja pada Desember 1949 ,antara lain Prof Mr.Djoko Soetono .Sebagian lagi tetap di Jakarta mendirikan Universitas Nasional yang diprakarsai Prof Sutan Takdir Alisyahbana dan Adam Bachtiar ( ayahanda Prof Harsya W Bachtiar ). Bahkan Prof Djoko Soetono menjadi Dekan bukan saja FH, karena Fakultasnya dirangkap menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik yang kampusnya berada di Surakarta. Hanya beberapa bulan FHESP berkampus di Surakarta, karena rumornya Sunan Pakubuwono XII tidak begitu berkenan terkait dengan hengkangnya status Istimewa pada Surakarta itu. Dua bulan kemudian, pasca kesepakatan KMB 27 Desember 1949, yakni Februari 1950 lahirlah UI tanpa \'van\' di tengah dua huruf U dan I itu. Dan, Dekan FHESP dijabat oleh Prof Mr . Djoko Soetono. Sejak 1950-1959 iklim politik parlementer yang liberal, memanggil keprihstinan kaum militer yang sejalan dengan kehendak Bung Karno untuk memberikan ruang politik kepada tentara, maka lahirlah jalan tengah konsep Prof Mr.Djoko Soetono - pendiri Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian - yang menjadi narasumber intelektualnya tentara menghadapi situasi politik desa itu. Kemudian konsep itu bergulir dan bermetamorhosa menjadi Dwifungsi yang dirasa represif dan ditinggalkan sejak reformasi 1998 menguncangnya. Sumbangan Fakultas Hukum UI kepada tumbuh-kembangnya hukum dan politik di Indonesia tak bisa dipisahkan dari langgam realitas politik Indonesia. Hampir saja impian tiga periode rezim Jokowi 3 terpenuhi, dan dimanakah prof hukum UI berdiri. Anda bisa lihat kembali pada sepanjang 2023, siapa yang siap menjadi \"tukang\" sekaligus teoritikusnya. Dan, ingat lah siapa saja profesor FHUi yang lantang berani mengingatkannya. Itulah FHUI kita..!! Jsp, pernah menjadi wartawan Forum Keadilan 1989-1991. Kini masih suka menulis apa saja.
Kampus Trisakti Berstatus PTNBH Akan Lebih Bagus, Anak Agung: Omong Kosong
Jakarta | FNN - Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof Dr Anak Agung Gde Agung tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan suara yang berat mantan Menteri Sosial dalam Kabinet Abdurahman Wahid itu mengungkapkan isi hatinya bahwa sebagai warga negara yang baik ia sudah menempuh seluruh jalur pengadilan untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Namun apa yang didapat justru sebaliknya, ia merasa dilecehkan dan diremehkan oleh anak muda bernama Nadiem Makarim yang saat ini kebetulan sedang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. \"Saya sudah lelah, letih, capek, dan tak tahu harus berbuat apa lagi. Saya sudah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah Yayasan Trisakti. Dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat tertinggi Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti selalu menang. Sudah tiga kali kemenangan putusan pengadilan, sama sekali tidak diindahkan oleh Nadiem Makarim. Perilakunya mirip preman,\" kata Anak Agung kepada wartawan di halaman Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Kamis (26/09/2024). Anak Agung didampingi pengacara dan para anggota Yayasan Trisakti lainnya mendatangi kantor Nadiem untuk mempertanyakan surat yang dikirim beberapa hari lalu perihal pelaksanaan putusan kasasi Mahkamah Agung. Maklum, sudah hampir dua bulan sejak Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti, Mendikbudristek tidak menunjukkan itikad baik untuk keluar dari kantor yayasan yang diserobotnya. Bahkan surat yang dikirim dari pihak Anak Agung ke Mendikbudristek, tidak direspons dengan baik, malah dipingpong ke sana ke mari. \"Katanya suruh nanya ke Dirjen Dikti. Sungguh cara bernegara yang mirip preman,\" tegasnya dengan nada kesal. Anak Agung menegaskan bahwa sejak Agustus 2024, begitu terima putusan Mahkamah Agung, pihaknya langsung bersurat kepada Mendikbudristek, tetapi tidak direspons. \"Kita malah ditendang kiri kanan. Masyarakat bisa tahu bagaiman seorang menteri pendidikan bisa bertindak sewenang-wenang di luar hukum mengambil alih yayasan swasta,\" paparnya. \"Pengambilalihan yayasan atas nama meningkatkan kualitas pendidikan itu menurut saya omong kosong,\" tegasnya. Sebab, lanjut Anak Agung, dari 22 PTN yang diubah status menjadi PTNBH, biaya kuliahnya lebih tinggi dan memberatkan mahasiswa. Universitas Trisakti lanjut Anak Agung adalah kampus swasta, sudah berdiri tegak sejak tahun 1966 menghasilkan lulusan hebat dan berbakti kepada nusa dan bangsa.Tidak ada alasan untuk diambilalih dengan alasan apapun karena pihaknya tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Mereka berdalih ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan cara berubah status menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), namun Anak Agung tidak mempercayainya. \"Yang bisa diubah menjadi PTNBH adalah perguruan tinggi negeri, bukan PTS. Sekarang mereka mencari cara, merekayasa menggunakan kekuasaan untuk tetap bisa menguasai kampus Trisakti setelah mereka gagal merekayasa yayasan melalui Keputusan Mendikbudristek. Mereka sekarang melakukan rekayasa berikutnya yaitu sedang menyiapkan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) agar perguruan tinggi swasta bisa langsung menjadi PTNBH. Ini contoh nyata mereka mengutak-atik undang undang untuk kepentingan segelintir orang,\" tegasnya. Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menyarankan agar Nadiem Makarim untuk segera mematuhi putusan pengadilan dan mengembalikan nama baik Yayasan Trisakti. Kalau Nadiem Makarim tidak segera melakukan eksekusi sendiri, Yayasan Trisakti akan melakukan eksekusi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. \"Saya percaya Nadiem Makarim punya reputasi untuk melaksanakan putusan pengadilan tanpa harus didesak-desak,\" pungkasnya. Pada kesempatan itu sempat terjadi keributan yang ditimbulkan oleh aparat keamanan. Setelah Anak Agung, lawyer dan rombongan lainnya keluar dari gedung Kemendikbudristek, puluhan wartawan melakukan wawancara doorstop di halaman kantor milik rakyat Indonesia itu. Tiba tiba staf Kemendikbudristek yang didampingi petugas security hendak mengusirnya. Sempat terjadi adu mulut antara staf kementerian dan wartawan. Anak buah Nadiem melarang wartawan melakukan wawancara. Tetapi oleh wartawan, mereka disemprot bahwa siapapun tidak boleh menghalangi kerja wartawan. \"Anda melanggar Undang undang Pers kalau masih melarang kami wawancara di sini. Anda menghalang- halangi kerja pers. Ini di area publik, apa salah kami,\" hardik salah satu wartawan. Para staf dan security pun terdiam dan membiarkan wawancara berlangsung hingga selesai. (ant/Ida).
Tak Mau Patuhi Putusan MA Kasus Yayasan Trisakti, Nadiem Makarim Mirip Preman
Jakarta | FNN - Ketua Pembina Yayasan Trisakti, Prof Dr Anak Agung Gde Agung tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan suara yang berat mantan Menteri Sosial dalam Kabinet Abdurahman Wahid itu mengungkapkan isi hatinya bahwa sebagai warga negara yang baik ia sudah menempuh seluruh jalur hukum untuk menegakkan keadilan. Namun apa yang didapat justru sebaliknya, ia merasa dilecehkan dan diremehkan oleh anak muda bernama Nadiem Makarim yang saat ini sedang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. \"Saya sudah lelah, capek, dan tak tahu harus berbuat apa lagi. Saya sudah menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah Yayasan Trisakti. Dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat tertinggi Mahkamah Agung, Yayasan Trisakti kami menang. Sudah tiga kali kemenangan putusan pengadilan, sama sekali tidak diindahkan Nadiem Makarim. Perilakunya mirip preman,\" kata Anak Agung kepada wartawan di halaman Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Kamis (26/09/2024). Anak Agung didampingi pengacara dan para anggota Yayasan Trisakti lainnya mendatangi kantor Nadiem untuk mempertanyakan surat yang dikirim beberapa hari lalu perihal pelaksanaan putusan kasasi Mahkamah Agung. Maklum, sudah hampir dua bulan sejak Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti, Mendikbudristek tidak menunjukkan itikad baik untuk keluar dari kantor yayasan yang diserobotnya. Bahkan surat yang dikirim dari pihak Anak Agung ke Mendikbudristek, tidak direspons dengan baik, malah dipingpong ke sana ke mari. Saat bertemu staf Kemendikbudristek, dikatakan malah disuruh bertanya ke Dirjen Dikti, seperti dipingpong ke sana ke mari. \"Kita malah ditendang kiri kanan. Kita lelah dan letih melihat tindakan-tindakan seperti ini.Sungguh cara bernegara yang mirip preman,\" tegasnya dengan nada kesal. Anak Agung menegaskan bahwa sejak Agustus 2024, begitu terima putusan Mahkamah Agung, pihaknya langsung bersurat kepada Mendikbudristek, tetapi tidak direspons. Dengan peristiwa ini kata Anak Agung, masyarakat bisa tahu bagaimana seorang menteri pendidikan bisa bertindak sewenang-wenang di luar hukum mengambil alih yayasan swasta. \"Pengambilalihan yayasan atas nama meningkatkan kualitas pendidikan itu menurut saya omong kosong,\" tegasnya. Universitas Trisakti lanjut Anak Agung sudah berdiri tegak sejak tahun 1966 menghasilkan lulusan hebat dan berbakti kepada nusa dan bangsa.Tidak ada alasan untuk diambilalih dengan alasan apapun karena pihaknya tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Mereka berdalih ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan cara berubah status menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum), namun Anak Agung tidak percaya. \"Yang bisa diubah menjadi PTNBH adalah perguruan tinggi negeri, sekarang mereka mencari cara, merekayasa menggunakan kekuasaan untuk tetap bisa menguasai kampus Trisakti setelah mereka gagal merekayasa yayasan melalui Keputusan Mendikbudristek. Mereka sekarang melakukan rekayasa berikutnya yaitu sedang menyiapkan RPP (rancangan peraturan pemerintah) agar perguruan tinggi swasta bisa langsung menjadi PTNBH. Ini contoh nyata mereka mengutak-atik undang undang untuk kepentingan segelintir orang,\" tegasnya. Sementara penasihat hukum Yayasan Trisakti, Nugraha Bratakusumah menyarankan agar Nadiem Makarim untuk segera mematuhi putusan pengadilan dan mengembalikan nama baik Yayasan Trisakti. Kalau Nadiem Makarim tidak segera melakukan eksekusi sendiri, Yayasan Trisakti akan melakukan eksekusi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. \"Saya percaya Nadiem Makarim punya reputasi untuk melaksanakan putusan pengadilan tanpa harus didesak-desak,\" pungkasnya. Pada kesempatan itu sempat terjadi keributan yang ditimbulkan oleh aparat keamanan. Setelah Anak Agung, lawyer dan rombongan lainya keluar dari gedung Kemendikbudristek, puluhan wartawan melakukan wawancara doorstop di halaman kantor milik rakyat Indonesia itu. Tiba tiba staf Kemendikbudristek yang didampingi petugas security hendak mengusirnya. Sempat terjadi adu mulut antara staf kementerian dan wartawan. Anak buah Nadiem melarang wartawan melakukan wawancara. Tetapi oleh wartawan, mereka disemprot bahwa siapapun tidak boleh menghalangi kerja wartawan. \"Anda melanggar Undang undang Pers kalau masih melarang kami wawancara di sini. Anda menghalang halangi kerja pers. Ini di area publik, apa salah kami,\" hardik salah satu wartawan. Para staf dan security pun terdiam dan membiarkan wawancara berlangsung hingga selesai. (sws).