HUKUM

KPK Sita Rumah Mewah Syahrul Yasin Limpo

Jakarta | FNN  – Ada saja hal menarik yang menjadi perhatian publik atas sidang korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), di mana hartanya tersebar di mana-mana.   Diketahui KPK kembali menyita aset milik kader partai Nasdem yang diduga berasal dari hasil korupsi. Tim penyidik KPK kini menyita rumah mewah milik SYL yang berada di Makassar. “Tim penyidik kemarin (15/5) telah selesai melakukan penyitaan aset yang diduga milik tersangka SYL berupa satu unit rumah yang berada wilayah Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (16/5/2024). Dalam foto yang diterima, terlihat rumah SYL yang disita berlantai dua. Rumah mewah tersebut bernuansa putih dengan pagar tinggi berwarna hitam. Beberapa bagian rumah ini terlihat masih dalam proses pembangunan. Pihak KPK juga terlihat telah menempel tulisan ‘tanah dan bangunan telah disita’ pada dinding luar rumah mewah itu. Ali mengatakan nilai rumah SYL yang disita tersebut mencapai Rp 4,5 miliar. Uang untuk pembelian rumah mewah itu diduga berasal dari Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, yang juga menjadi tersangka di KPK. “Diperkirakan nilai dari rumah tersebut sekitar Rp 4,5 miliar dan sumber uangnya dari MH selaku orang kepercayaan tersangka dimaksud,” ujar Ali. Ali memastikan proses penelusuran aset milik SYL yang diduga dari hasil korupsi akan terus dilakukan. Penyitaan aset-aset itu digunakan sebagai pemulihan keuangan negara atas korupsi yang telah diperbuat SYL. “Tim asset tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK masih akan terus melakukan penelusuran untuk mem-backup pengumpulan alat bukti dari tim penyidik. Diharapkan sitaan ini dapat menjadi asset recovery dalam putusan pengadilan nantinya,” tutur Ali. Yasin Limpo saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait korupsi di Kementan. Dia dijerat dengan tiga sangkaan pasal mulai dari pemerasan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam kasus ini, KPK juga menjerat Sekjen Kementan M Kasdi dan Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Kementan sebagai tersangka. Kasus pemerasan dan gratifikasi dari SYL saat ini telah masuk ke tahap persidangan. Sementara untuk kasus pencucian uang dari SYL saat ini masih dalam proses penyidikan di KPK. Tim penyidik masih memeriksa saksi dan pengumpulan alat bukti . (abd)

RUU Penyiaran Disusun Sembunyi-sembunyi, Sama Persis RUU Cipta Kerja

Jakarta | FNN - Pemaksaan pembuatan undang-undang kembali dipertontonkan oleh DPR RI.  Sama persis dengan RUU Cipta Kerja, kini RUU Penyiaran dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Penayangan eksklusif jurnalistik investigasi menjadi isi siaran dan konten ternyata dilarang dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024. Banyak kejanggalan yang ditemukan, selain jurnalistik investigasi, ada 10 isi siaran dan konten juga dilarang karena tidak sesuai dengan kaidah Standar Isi Siaran (SIS). Aturan itu termaktub dalam Pasal 50B ayat (2). Di antaranya, dilarang menayangkan isi dan konten siaran yang mengandung unsur mistik, pengobatan supranatural, serta rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran atau platform digital. Kemudian, dilarang juga menyampaikan konten siaran yang subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital penyiaran. Dalam draf tersebut juga diatur mengenai sanksi apabila melanggar aturan pada ayat (2) tersebut, mulai dari teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, hingga rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Sanksi administratif tersebut termaktub dalam Pasal 50B ayat (3). Namun, sebelum penjatuhan saksi administratif, lembaga penyiaran diberikan kesempatan untuk menjelaskan dan berhak untuk menjawab. Tak hanya itu, pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran juga bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil. Kemudian, dalam draf RUU disebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat membentuk panel ahli dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran SIS dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Dalam draf RUU Penyiaran juga dikatakan bahwa penyusunan, penetapan sampai sosialisasi P3 dilakukan KPI setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR. Aturan ini tecantum dalam Pasal 48 ayat (2). Demikian juga, SIS disusun dan ditetapkan oleh KPI setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR sebagaimana termaktub dalam Pasal 50A ayat (3). AJI Menolak Keras Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak draft Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran karena dinilai mengancam kebebasan pers. Pengurus Nasional AJI, Bayu Wardhana mengatakan, KPI disebut menyusun, menetapkan, menerbitkan, mensosialisasikan P3 kepada lembaga penyiaran, penyelenggara platform digital penyiaran dan masyarakat umum setelah konsultasi ke DPR. Padahal, berdasarkan undang-undang yang saat ini masih berlaku, KPI sebagai lembaga independen menyusun sendiri pedoman itu, tanpa harus konsultasi ke DPR. “Di (Rancangan) UU ini mengamanatkan kalau mau mengubah atau membuat harus tanya dulu sama DPR. Bayangkan ini ada proses politik yang sebenarnya penyiaran itu jangan dibawa ke politik lah,” kata Bayu pada 24 April 2024. Pasal lain yang dinilai membahayakan kebebasan pers adalah larangan penayangan eksklusif produk jurnalistik investigasi. Bayu mengaku AJI belum memahami betul maksud pasal tersebut. Sebab, pada bagian penjelasan pasal tersebut tidak ada uraian lebih lanjut. “Kalau ditafsirkan bebas ini artinya di TV, atau di penyiaran, di radio, TV bahkan di platform digital itu tidak boleh jurnalistik investigasi,” ujar Bayu. “Artinya teman-teman yang biasa membuat investigasi mungkin akan dipersoalkan di sini,” lanjutnya. Di luar pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers, AJI juga menilai pembahasan RUU Penyiaran dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pada situs DPR RI tidak ada draft RUU Penyiaran dan tidak dibagikan kepada publik. Pola semacam ini juga terjadi pada masa pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Draft ini tidak terbuka atau tidak dipublikasikan secara umum, ini yang menjadi keprihatinan kita selama ini bahwa DPR ini sembunyi-sembunyi,” katanya Berikut isi Pasal 50B ayat (1): SIS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (1) paling sedikit memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran dalam rangka: menjaga nilai Pancasila sebagai pedoman hidup; menjunjung tinggi hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; penghormatan atas suku, budaya, agama, ras, dan antargolongan; penghormatan terhadap kesopanan, kepantasan, dan kesusilaan; penghormatan terhadap hak privasi dan pelindungan data pribadi; pelindungan terhadap hak anak, remaja, perempuan, dan kelompok masyarakat minoritas; penghormatan atas lambang negara; kewajiban netralitas; tayangan politik yang adil dan berimbang; penegakan etika jurnalistik khusus di bidang Penyiaran; penegakan etika periklanan; bahasa; teks dan sulih suara dalam Siaran berbahasa asing; penataan jam siar sesuai dengan klasifikasi usia khalayak; program faktual dan nonfaktual; pembatasan durasi tayangan program Siaran yang bersifat serial; blocking time; penempatpaduan produk; relai Siaran; hak siar; ralat dan hak jawab Isi Siaran; arsip Isi Siaran dan Konten Siaran; identifikasi Konten Siaran pada Penyelenggara Platform Digital Penyiaran dan platform teknologi Penyiaran lainnya; dan penayangan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum dimulainya Siaran dan setelah diakhirinya Siaran. Berikut isi Pasal 50B ayat (2): Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai: Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian; Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok; penayangan eksklusif jurnalistik investigasi; penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat; penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan; penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik; penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender; penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural; penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme. Kemudian, berikut isi Pasal 50b ayat (3): Pelanggaran atas SIS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh KPI berupa: teguran tertulis; pemindahan jam tayang; pengurangan durasi Isi Siaran dan Konten Siaran yang bermasalah; pengaturan penggantian judul dan/atau alur cerita; penghentian sementara Isi Siaran dan Konten Siaran yang bermasalah; denda yang besarannya ditetapkan melalui Peraturan KPI; penghentian Isi Siaran dan Konten Siaran yang bermasalah; dan/atau rekomendasi kepada Pemerintah untuk mencabut IPP. Lalu, ini isi Pasal 50B ayat (4): Pengisi Siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (5) yang melanggar SIS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi oleh KPI berupa: teguran; dan/atau pelarangan tampil.(Abd)

Keterlibatan Nasdem dalam Korupsi BTS Makin Jelas

Jakarta | FNN - Buntut korupsi BTS semakin panjang. Banyak pejabat terlibat termasuk Partai Nasdem. Kabag Umum Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Sukim Supandi mengaku pernah diminta mengumpulkan uang Rp 850 juta oleh Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono. Sukim mengatakan ada kuitansi berlogo NasDem terkait permintaan uang itu. Hal itu disampaikan Sukim dalam sidang kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Direktur Kementan nonaktif Muhammad Hatta, dan Kasdi Subagyono di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024). Sukim awalnya mengatakan Kasdi meminta dirinya berkoordinasi dengan Stafsus SYL, Joice Triatman. “Permintaan Pak Kasdi juga untuk selesaikan uang ke Bu Joice sekitar Rp 850, Yang Mulia,” kata Sukim. “Rp 850 juta? Ini perintah dari Kasdi untuk koordinasi dengan Bu Joice?” tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh. “Siap, Yang Mulia,” jawab Sukim. Hakim kemudian bertanya untuk apa uang tersebut. Sukim mengaku tak tahu, namun melihat ada kuitansi berlogo NasDem. “Untuk kepentingan apa? Kementerian atau parpol?” tanya hakim. “Jadi dilihat setelah 2 minggu saya itu, ‘Kok ada uang ini?’. Saya tanya ke paniteranya Ibu Joice, ‘Mbak uang untuk apa itu?’. Terus paniteranya WA, ‘Ada kuitansi dari NasDem’, Yang Mulia,” jelas Sukim. Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, hakim lalu bertanya apa hubungan uang itu dengan NasDem. Sukim mengaku tidak tahun. “Untuk kepentingan Partai NasDem?” tanya hakim. “Tidak tahu cuma diketahui ada kuitansi NasDem,” jawab hakim. Hakim pun meminta untuk memperlihatkan kuitansi yang dimaksud oleh saksi. Kuitansi berlogo NasDem pun lalu ditampilkan di layar persidangan. “Jadi uang sejumlah Rp 850 juta ini, ini permintaan langsung dari Joice?” tanya hakim. “Bu Joice ke Pak Sekjen, Pak Sekjen sampaikan ke kami,” jawab Suki. “Itu kuitansi ada logo NasDem?” tanya hakim. “Siap, Yang Mulia,” jawab Sukim. Sukim mengatakan uang tersebut dikumpulkan oleh eselon I. Setelah terkumpul, kata Sukim, uang itu lalu diserahkan kepada Joice. “Rp 850 juta itu diapakan untuk partai? Untuk pencalegan, kampanye atau gimana? “Tidak tahu, Yang Mulia,” jawab Sukim. (bgl)

ASN Dipaksa Netral, Presiden Malah Memihak: Jokowi Sakit Mental?

Jakarta | FNN - Aparatur Sipil Negara (ASN) belakangan ini harus rela menerima kenyataan pahit. Di saat seluruh ASN dipaksa harus netral dalam perhelatan Pilpres, Presiden Jokowi malah terang-terangan menunjukkan keberpihakannya kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Presiden yang seharusnya memberikan teladan kepada ASN agar tetap netral, justru kini berbanding terbalik. Aneh bin ajaib. \"Biadab,\" protes salah seorang abdi negara di Kementerian Dalam Negeri yang sengaja tidak dipublikasikan identitasnya. ASN itu tak habis pikir di saat semua pegawai negeri dipaksa netral, tetapi Jokowi malah asyik memihak ke pasangan capres-cawapres nomor urut 2. \"Lalu apa gunanya kita belajar hukum, apa manfaatnya kita belajar etika, apa gunanya kita menjaga moral,\" ketus ASN tersebut. Kekesalan serupa juga datang dari seorang ASN yang sudah cukup lama berkarir di Kementerian BUMN. Menurut ASN yang enggan disebutkan namanya itu, sikap memihak yang dipertontonkan Jokowi justru menimbulkan kontroversi di kalangan ASN. Ada yang suka tetap tak sedikit pula yang tidak suka, tergantung pada preferensi politik masing-masing ASN. Perbedaan inilah yang rawan akan menimbulkan kegaduhan di antara sesama ASN. Menanggapi hal tersebut, kritikus politik Faizal Assegaf malah menduga ada yang salah dengan kondisi kejiwaan Presiden Jokowi. Menurutnya, Jokowi kemungkinan sudah mengalami depresi dan sakit mental.  \"Bukan mustahil dialami Jokowi. Publik harus tahu itu. Hasilnya harus diumumkan,\" terang Faizal Assegaf dalam program Kontroversi Metro TV, (26/2024). Dikatakan Faizal, sangat mungkin Jokowi mengalami tekanan berat hingga depresi mengingat banyaknya persoalan politik yang harus dihadapi. Tampaknya, ada kecemasan luar biasa yang mendera Jokowi hingga menimbulkan kepanikan. Akibatnya, kecemasan tersebut menjadi sikap panik, hingga melakukan kegilaan politik. \"Maka melanggar netralitas, etika, bahkan tabrak aturan hukum, lalu dia nilai wajar. Apalagi beban menangkan anak di Pilpres. Ini berat,\" ungkap Faizal. Buktinya, sambung Faizal, sudah banyak komentar tokoh dan pakar bicara soal hukum, etika, moralitas dan martabat negara, tetapi tak pernah direspon Presiden. Faizal pun menyebut sudah banyak contoh pemimpin dunia yang juga pernah mengalami depresi dan sakit mental. “Ini bukan hal baru. Mereka tak peduli masa depan bangsa,\" kata Faizal mengingatkan. (abd)

Jokowi, Iriana, dan Anwar Usman Dilaporkan ke Bareskrim

Jakarta | FNN - PETISI 100 Penegak Daulat Rakyat dan Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (FOR ASLI) pada hari ini telah menyampaikan laporan/pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana nepotisme kepada KABARESKRIM POLRI Rilis yang diterima redaksi FNN menyebutkan bahwa pelaporan didukung sepenuhnya oleh 100 tokoh Petisi 100 dengan ribuan pendukung, yang diwakilkan kepada 25 orang penanda tangan basah pada surat kuasa kepada 20 orang pengacara, serta oleh 157 orang alumni dari 18  Perguruan yang tergabung dalam FOR ASLI yang diwakili 25 orang untuk tanda tangan basah pada surat kuasa. Pelaporan dilakukan pada hari Senin, 22 Januari 2024 di Ruang BARESKRIM, Mabes POLRI Jl. Trunojoyo No. 32 Jakarta Selatan. Sebagaimana amanat TAP MPR Nomor VI/ MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa khususnya Bab II TAP MPR mengenai Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya. Pasal 1 angka 5 UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyatakan: “Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara”. Bukti-bukti menunjukkan, bahwa Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Iriana dan Joko Widodo telah melanggar Pasal 5 angka 4 yang menyatakan: “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 22 UU No.28 Tahun 1999, menyatakan; “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).” Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka sangat jelas dan gamblang patut diduga kuat telah tejadi tindak pidana nepotisme yang dilakukan Joko Widodo selaku Presiden yang berkaitan dengan Anwar Usman selaku Adik Ipar dan terhadap Gibran Rakabuming Raka sebagai anak yang menjabat Walikota Solo.  Peran Iriana istri Jokowi juga besar. Anwar Usman, Joko Widodo, Iriana dan Gibran Rakabuming Raka layak dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat kepada pihak Polri untuk diproses secara hukum atas delik melanggar Pasal 1 angka 5, Pasal 5 angka 4, dan Pasal 22 UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jo Pasal 55 KUHP (deelneming /penyertaan).  Mengingat bahwa Nepotisme merupakan tindak pidana khusus dengan ancaman pidana maksimal 12 (dua belas) tahun penjara, maka para tersangka/pelaku yang terlibat dapat atau harus segera ditahan. Laporan/Pengaduan Masyarakat ini sampaikan kepada Kabareskrim Mabes Polri dengan harapan dapat segera ditindaklanjuti, karena salah satu Terlapor, Gibran Rakabuming Raka,  sampai saat ini terus menggunakan Putusan Perkara No.90/PUU-XXI/2023 yang menjadi sumber tidak pidana nepotisme untuk maju sebagai kontestan Wakil Presiden Republik Indonesia.  Dengan cepatnya proses hukum terhadap adanya dugaan tindak pidana melanggar Pasal 1 angka 5 Jo. Pasal 5 angka 4 Jo. Pasal 22  UU No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka tindak kesewenang-wenangan tidak terus berlanjut di Negara Republik Indonesia. UUD menegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). (*)

Jawaban Tak Bermutu, Penampilan Debat Cawapres Gibran Makin Jeblok

Jakarta | FNN - Debat keempat Pilpres 2024 yang digelar di JCC, Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam, terus menuai kritikan terhadap cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka. Adapun tema debat kali ini adalah soal Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa. Lalu apa yang layak dikomentari dari penampilan Gibran? Salah satunya adalah gimik yang justru mendatangkan reaksi negatif terhadap Gibran sendiri. Jika dibandingkan dengan penampilan pada debat cawapres sebelumnya, Gibran kali ini dinilai lebih buruk. Demikian diungkapkan Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, yang terang-terangan menilai putra Jokowi itu terlalu banyak menampilkan gimik saat berdebat. \"Mas Gibran menurut saya terpuruk, tidak tampil sebaik di debat cawapres pertama,\" kata Hendri kepada wartawan, Senin (22/1/2024). Menurut Hendri, penampilan Gibran sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan dua cawapres lain yakni Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD. Sebaliknya, Gibran justru menggiring acara debat layaknya sebuah show alias pertunjukan yang membutuhkan gimik untuk menarik perhatian. Namun sayangnya, gimik seperti itu sebetulnya tidak dibutuhkan pada ajang serius seperti debat cawapres. Hendri kemudian menyoroti sejumlah pertanyaan yang tak mampu dijawab tuntas oleh Gibran.  \"Misalnya pertanyaan Pak Mahfud tentang redistribusi, kemudian tentang Trisakti-nya Bung Karno. Kemudian dengan Gus Imin juga sama bahkan fokus ke botol plastik yang mungkin saja itu disediakan panitia,\" Hendri menguraikan. Sikap Gibran itu menurut sangat disayangkan karena justru lari substansi pertanyaan. \"Banyak hal-hal yang akhirnya Gibran tidak bisa fokus ke substansi,\" kritik Hendri. (*)

Sidang Perkara Senpi Ilegal Digelar Hari Ini, Dalimunthe: Saya Yakin Hakim Sangat Obyektif, Senpi Bukan untuk Kejahatan

Jakarta | FNN -  Sidang kasus senjata api ilegal dengan tersangka Dito Mahendra mulai digelar hari ini Senin (15/01/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pejabat Humas PN Jaksel, Djuyamto kepada wartawan Minggu (14/01/2024) menyatakan sidang perdana tersebut dengan agenda pembacaan surat dakwaan kasus kepemilikan senjata ilegal. Agenda ini teregister dengan nomor 32/Pid.Sus/2024/PN.JKT.SEL dengan hakim ketua Dewa Budiwatsara. Dihubungi awak media, Pahrur Dalimunthe, penasihat hukum Dito Mahendra meyakini bahwa hakim akan obyektif dalam menilai kasus ini, sebab senjata yang dimiliki kliennya tidak dipakai untuk melakukan kejahatan, namun sebatas hobi mengumpulkan senjata. Hobi koleksi senjata itu juga antara lain disebabkan Dito adalah anggota aktif Perbakin. \"Saya yakin hakim akan sangat obyektif, sebab senjata itu untuk hobi dan menjadi anggota Perbakin,\" katanya Senin pagi (15/01/2024). Lagi pula, kata Pahrur senjata itu dilengkapi  surat dari instansi negara. \"Klien kami memang hobi mengoleksi senjata. Oleh karena itu surat-suratnya lengkap,\" tegasnya. Pahrur berharap kasus ini cepat selesai dan tidak perlu dibesar-besarkan karena tidak ada korban jiwa.  Tak hanya itu kata Pahrur -  yang bersangkutan bukan seorang pelaku kriminalitas. Senjata itu lanjut Pahrur adalah senjata pabrikan semua. \"Jadi tidak mungkin ilegal,\" tegasnya. \"Seharusnya klien kami tidak ditahan, karena ada surat-surat yang memungkinkan bisa bebas,\" paparnya. Dalimunthe masih heran kenapa kliennya ditahan sementara untuk kasus yang lain tidak ditahan. \"Sepanjang ada surat, berkaca pada Yasin Limpo tanpa diperiksa dinyatakan bersurat,\" katanya. Diketahui sebelumnya, Bareskrim Polri menyita 12 senjata sebagai barang bukti kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan tersangka Dito Mahendra. Bareskrim menaksir harga 12 senjata yang disita dari Dito itu senilai Rp 3 miliar. Sekitar Rp 2-3 miliar mungkin kalau kita menilai. Karena ada beberapa senjata yang cukup mahal di pasaran. Cabot itu termasuk senjata yang mahal,\" kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023). Djuhandhani merinci 12 senjata ilegal itu terdiri atas 7 pucuk senjata api, 4 pucuk airsoft gun, dan 1 pucuk senapan angin. Selain itu, penyidik menyita 2.157 butir peluru, kelengkapan magasin, amunisi, dan aksesori senjata api lainnya. Atas perbuatannya, Dito dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat RI Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman paling tinggi 20 tahun penjara. Dalimunthe yakin bisa mematahkan seluruh dakwaan di persidangan sehingga tetap ada peluang bebas untuk Dito Mahendra. (abd)

Prof Jimly Inginkan Indonesia Punya Lembaga Pengadilan Kode Etik Nasional

Jakarta, FNN | Guru Besar Jimly Asshiddiqie MH menginginkan agar Indonesia ke depan mempunyai Lembaga Pengadilan Kode Etik berskala Nasional. Keperluannya, memberi kesempatan mereka yang terkena sanksi etik untuk dapat melakukan kasasi ke lembaga etik tersebut. “Saya mengharapkan, siapa pun yang akan menjadi Presiden pada 2024-2029, sebaiknya membuat lembaga Mahkamah Etik berskala nasonal guna melindungi orang-orang yang terkena etik ada lembaga tinggi yang dapat menyelesaikan,” kata Prof Dr Jimly Asshiddiqie MH dalam Kajian Konstitusi yang digelar Jimly School of Law and Government kerjasama dengan Prodi Studi Ilmu Hukum Universitas Siber Muhammadiyah (USM), via zoom di Jakarta, Jumat sore (12/1/2024). Lembaga etik nasional itu, sebut Jimly keadaannya termasuk mendesak untuk diciptakan. “Karena, banyak orang apakah dari profesi hakim, pengacara dan dokter setelah mendapatkan sanksi etik mereka tidak bisa beroperasi lagi? Ini ada rasa kuarang adil,” tegasnya. Jimly mencontohkan, sosok mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Dr. dr Terawan Agus Putranto dua tahun silam menjadi perbincangan luas, setelah Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat rekomendasi pemberhentian Terawan secara permanen dari keanggotaan IDI. Rekomendasi pemecatan Terawan diputuskan melalui Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, dan kurang dari satu bulan DPP IDI melaksanakan putusan itu. Apakah yang terjadi, Dr. Terawan tidak mendapatkan keadilan karena tidak ada majelis banding atau kasasi, sementara organisasi IDI hanya satu-satunya. Selain itu, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga memberikan sanksi lewat Dewan Kehormatan Pusat (DKP); Peradi menjatuhkan hukuman skorsing terhadap pengacara Hotman Paris Hutapea. Pengacara ini dihukum skorsing karena melanggar kode etik. Hotman, masih untung karena keluar Peradi masih ada organisasi lain yang juga diakui oleh Peradilan sehingga mereka yang kena sanksi etik dari organisasi Peradi masih dapat pindah ke organisasi sejenis lainnya. “Ini yang menjadi keprihainan bahwa orang yang mendapat sanksi etik namun tidak ada jalan lain unuk mencari kedailan,” katanya. Kajian Konstitusi JSLG kerjasama dengan Prodi Ilmu Hukum USM memfokuskan materi dikusi pada kajian buku karya Jimly berjudul: Perspektif Baru Tentang Rule of Law and Rule of Ethich & Constitutional Law an Constitutional Ethics. Semenara itu  Ketua Prodi Studi Ilmu Hukum USM Dinda Riskanita, SH., MH., dalam sambutannya memberikan apresiasi atas kerjasama dengan JSLG dalam kajian peradilan etik. Materi ini penting bukan hanya bagi mahasiswa, masyarakat juga amat penting saat adanya gradasi tentang pemaknaan etik.  “Apalagi, kajian ini memang sangat diperlukan untuk menyertarakan antara penegakan hukum dengan penegakan etika hukum untuk upaya penegakan keadilan,” sebutnya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada nara sumber kajian yaitu Guru Besar FH Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, SH., MH. Dinda berharap, kajian konstitusi yang menyoal etika dalam penegakan keadian hukum dapat menjadi dorongan untuk memberi kesempatan kepada mereka yang terkena sanksi etik untuk melakukan kasasi ke lembaga atau pengadilan etik. DH    

Tim Hukum Nasional AMIN Kaji Food Estate dan Alutsista Bekas

Jakarta | FNN - Proyek Strategis Nasional (PSN) penting dan perlu didukung. Sayangnya, proyek ini dicurigai adanya penyalahgunaan kebijakan, penuh aroma korupsi, kolusi dan nepotisme, bahkan diduga ada duit dari proyek ini yang mengalir ke partai politik. “Itu yang perlu kita lawan.  Soalnya ini uang rakyat. Jangan sampai jadi bancakan,” ujar Dr Theo Yusuf dalam diskusi bertajuk “Apa Kabar Food Estate & Alutsista Bekas” di Jakarta pada Rabu, 10 Januari 2024. Diskusi ini digelar Tim Hukum Nasional AMIN  menghadirkan pembicara Dr Theo Yusuf (eks wartawan Antara) dan Kusfiardi (bidang Jaringan dan Komunikasi Tim Hukum AMIN). Menurut  Theo Yusuf, perlunya mendukung program pangan karena masalah ini memang menjadi masalah Indonesia. Dia mencontohkan Vietnam, negeri yang lebih kecil namun sukses membangun sektor pangan. “Vietnam sudah mengekspor pangan, termasuk ke Indonesia,” ujarnya. Sebelumnya, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengungkit proyek lumbung pangan nasional atau food estate dalam debat ketiga Pemilu 2024 pada Minggu (7/1/2024). Proyek ini salah satunya digarap oleh Kementerian Pertahanan. Anies menyebut proyek yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi itu sebagai proyek gagal. \"Lebih 340 ribu hektare tanah di RI ditambah food estate singkong yang mangkrak dinilai gagal,\" kata Anies dalam Debat Ketiga Pemilu 2024, yang diselenggarakan Minggu, (7/1/2024). Program food estate menguntungkan kroni-kroni saja. Selain itu, proyek ini telah merusak lingkungan dan tidak menghasilkan. \"Ini harus diubah kami akan memulai dengan kepemimpinan yang menjunjung tinggi etika, kepemimpinan yang mengandalkan data, informasi, kapasitas yang serius,\" tutur Anies. Bukan hanya Anies yang bilang begitu. Theo Yusuf mengatakan banyak pihak menyebut proyek ini gagal bahkan merusak hutan dan merugikan keuangan negara. Itu sebabnya, Theo juga mendorong pengusutan atas anggaran jumbo proyek tersebut. Theo juga mempertanyakan mengapa proyek pangan ini diserahkan kepada Kemenhan, bukan kepada kementerian di bidang ekonomi. “Inilah yang mengundang kecurigaan adanya penyalahgunaan kebijakan,” ujarnya.  Proyek Strategis Food estate merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Pada awalnya, pemerintah mematok target membangun food estate seluas 168 ribu hektar di Kalimantan Tengah, yakni Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau; serta 10 ribu hektar di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Hingga 2023, proyek ini telah dijalankan di beberapa wilayah antara lain Kalimantan Tengah, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Gresik, Garut dan Temanggung. Setelah pembangunan di dua provinsi selesai, Presiden Jokowi berencana untuk memperluas pembangunan food estate hingga ke Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Jenis komoditas yang akan dikembangkan di food estate bukan hanya singkong. Proyek ini memproduksi beberapa komoditas seperti padi, jeruk, bawang merah, dan kelapa. Pemerintah juga akan melakukan budidaya hewan seperti ikan dan itik. Masalah mengenai food estate sebenarnya sudah pernah mengemuka jauh sebelum debat capres 2024 dihelat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Perencanaan, Pelaksanaan, dan Monitoring Evaluasi Program Pembangunan Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP)/Food Estate Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2021 pada Kementerian Pertanian serta Instansi terkait Lainnya. BPK menemukan permasalahan yang signifikan dalam proyek ini. Sejumlah masalah yang ditemukan adalah perencanaan kegiatan food estate dianggap belum berdasarkan data dan informasi yang valid dan belum sesuai dengan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Selain itu, pelaksanaan kegiatan survei, investigasi dan desain, ekstensifikasi dan intensifikasi pada food estate di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang dilaksanakan dengan swakelola belum sesuai ketentuan.  BPK juga menyimpulkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi program food estate Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2021 dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan dalam semua hal yang material. Tak berhenti di sini. Pengembangan kawasan Food Estate di Kalimantan Tengah yang merupakan kerjasama antara Kemhan, Kementerian PUPR,Kementerian Pertanian, Kementerian LHK dan Kementerian BUMN dinilai gagal. Pada Juli 2020, Jokowi menunjuk Menhan Prabowo Subianto sebagai koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan Food Estate. Akan tetapi, program ini dilaporkan gagal. Greenpeace merilis laporan berjudul “Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim”. Laporan tersebut menyoroti bagaimana salah satu PSN pemerintah ini telah mengeksploitasi hutan dan lahan gambut yang sangat luas sehingga mengancam wilayah adat dan keanekaragaman hayati penting di Indonesia. Di seluruh wilayah yang direncanakan untuk food estate, diperkirakan sekitar 3 juta hektare hutan berpotensi hilang jika proyek ini dilanjutkan.  Di sisi lain, Presiden Jokowi mengalokasikan Rp108,8 triliun dalam mendukung ketahanan pangan nasional untuk pelaksanaan APBN 2024. Salah satu yang akan didorong adalah meningkatkan ketersediaan akses dan kualitas pangan.  \"Dana ini diprioritaskan untuk: peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilisasi harga pangan; peningkatan produksi pangan domestik; penguatan kelembagaan petani; dan dukungan pembiayaan serta perlindungan usaha tani,\" ungkap Jokowi saat penyampaian keterangan pemerintah atas UU APBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Dimas Huda

Pilpres Mulai Memanas, Relawan-Ganjar Mahfud Dipukul Oknum TNI di Boyolali

Boyolali | FNN - Kekerasan menimpa relawan Ganjar - Mahfud usai mengadakan acara di wilayah Boyolali, Jawa Tengah. Dari video yang diterima redaksi FNN, Sabtu 30 Desember 2023, tampak korban dikejar lalu dianiaya dan dikeroyok hingga berdarah-darah. Korban tampak mengenakan kaos berwarna putih bertuliskan Ganjar-Mahfud untuk Indonesia. Dari caption video tertera keterangan \"Relawan-Ganjar baru ikuti acara di Boyolali dan setelah selesai rencana pulang ternyata dicegat oknum TNI dari Batalion 408 dan relawan dicegat dan dibawa masuk pos penjagaan. Selanjutnya dianiaya. Alasannya naik motor dengan knalpot breng, padahal itu jalan raya provinsi, jalan bus dan truck besar.  Lokasi di lampu merah Sonolayu, Kabupaten Boyolali Jateng. (*)