Siapa di Balik Ganjar versus Wadas?

Suasana Desa Wadas, Purworejo, Selasa (8/1/2022).

Junimart menyebut penyelesaian masalah yang terjadi di Wadas tidak perlu menyeret-nyeret Presiden Jokowi. “Mosok untuk hal demikian ini ada yang minta Presiden bertanggung jawab,” ujarnya.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN

FAKTA ratusan polisi yang merangsek Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, telah menyedot perhatian rakyat dari kasus-kasus seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan Dua Anak “Pak Lurah”.

Apalagi, polisi sudah menahan wartawan senior Edy Mulyadi yang menyoal dan menolak pemindahan IKN ke Kalimantan Timur. Suara perlawanan dari Edy atas rencana pemindahan IKN itu tidak terdengar lagi.

Tak hanya itu. Kasus Wadas juga telah membetot perhatian rakyat dari soal laporan Ubedilah Badrun ke KPK terhadap 2 putera Presiden Joko Widodo yang diduga telah menerima “suap” dari keluarga pengusaha.

Kasus Wadas bermula dari rencana Pemerintah membangun Waduk Bener – dari 14 waduk – di Jateng. Sebanyak 5 waduk diantaranya telah selesai, sementara 9 sisanya masih dalam proses.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengklaim, pembangunan Waduk Bener akan banyak bermanfaat bagi masyarakat, seperti mendapat akses air serta energi.

Merujuk SK Gubernur Jateng Nomor 590/41 Tahun 2018, wilayah Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batu andesit bagi material proyek Bendungan Bener. Bendungan tersebut salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi.

Ia kemudian mengeluarkan Keputusan Gubernur Jateng Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo, Jateng.

Warga Desa Wadas yang tergabung dalam Gempa Dewa lantas menggugat keputusan tersebut ke PTUN Semarang. Namun, gugatan warga tersebut ditolak majelis hakim.

Putusan PTUN Semarang ini yang dijadikan dasar pemerintah melanjutkan kegiatan penambangan batu andesit tersebut.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan proyek Bendungan Bener, yang berada di wilayah Purworejo dan Wonosobo itu sarat manipulasi dan menabrak berbagai aturan.

Kondisi ini, lanjut Dewi, yang menyebabkan warga Desa Wadas menolak proyek strategis nasional tersebut. Sebagian wilayah Wadas masuk proyek ini untuk lokasi tambang batuan andesit.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Bendungan (waduk) Bener adalah bendungan yang terletak di provinsi Jawa Tengah, di Kabupaten/Kota Purworejo.

Bendungan ini direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 100.94M³, diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15.069 Ha, mengurangi debit banjir sebesar 210 M³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M³/detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6,00 MW.

Proyek senilai Rp 2,060 Triliun tersebut didanai APBN dan APBD, yang konstruksinya dimulai pada 2018 dan direncanakan selesai pada 2023. Proyek ini digarap oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dari sisi yuridis, menurut Ketua Umum KPAU (Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat) Ahmad Khozinudin, SH, proyek Waduh Bener di Wadas adalah proyek inkonstitusional yang wajib dibatalkan.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil.

MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. Jadi, masalah dalam proyek Waduk Bener ini bukan hanya soal penolakan warga hingga terjadi aksi teror dan intimidasi baik secara fisik maupun psikis.

Tapi juga ada problem konstitusional. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Maka pemaksaan pelaksanaan proyek Waduk Bener berdasarkan Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan ke-3 atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional, adalah tindakan yang cacat hukum dan inkonstitusional.

Bahwa proyek waduk Bener ini dilaksanakan berdasarkan Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan ke-3 atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan proyek strategis nasional.

Sehingga, proyek Waduk Bener cacat hukum dan tidak memiliki landasan konstitusional, mengingat MK telah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Jadi, prioritas kegiatan pemerintah dan DPR selama dua tahun ini adalah memperbaiki proses dan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja, dan tidak boleh membuat peraturan, kebijakan, atau kegiatan yang merujuk pada UU Cipta Kerja.

Karena itu keseluruhan kegiatan pengadaan tanah Waduk Bener dari sejak pendataan, pengukuran, penghitungan dan penilaian ganti kerugian, dan lainnya, kesemuanya tidak dapat dilakukan karena UU Cipta Kerja selaku UU induknya belum diperbaiki oleh pemerintah dan DPR.

Jika Pemerintah memaksakan proyek Waduk Bener dilanjutkan, ini tidak benar, dan jelas proyek yang inkonstitusional karena didasarkan pada UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

Siapa “Bermain”

Terlepas dari polemik “pengepungan” aparat atas Desa Wadas, ada hal yang menarik untuk ditelusur. Siapa yang membuat aparat keamanan akhirnya “menyerbu” Wadas hingga citra Ganjar Pranowo “terganggu”?

Adakah yang sengaja membisiki Ganjar yang gethol kampanye pencitraan di berbagai wilayah Indonesia demi menuju kontestasi Pilpres 2024? Apakah memang Ganjar yang menyebabkan kisruh di Wadas tersebut?

Atau Ganjar hanya menjalankan perintah Presiden berdasar Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan ke-3 atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional.

Jika menyimak protes warga Wadas, yang ditolak itu adalah penambangan batu Andesit untuk material proyek Bendungan Bener. Jelas, landasannya itu adalah SK Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Merujuk SK Gubernur Jateng Nomor 590/41 Tahun 2018, wilayah Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batu andesit bagi material proyek Bendungan Bener.

Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Junimart Girsang. insiden yang terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Jateng itu murni tanggung jawab Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo dan jajarannya.

“Ini murni tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Gubernur Jateng dan turunannya untuk menyelesaikan,” kata Junimart lewat pesan singkat, Kamis (10/2/2022).

Junimart menyebut penyelesaian masalah yang terjadi di Wadas tidak perlu menyeret-nyeret Presiden Jokowi. “Mosok untuk hal demikian ini ada yang minta Presiden bertanggung jawab,” ujarnya.

Tampaknya, ucapan Junimart ini untuk menjawab unjuk rasa mahasiswa di Semarang yang meminta Presiden Jokowi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bertanggung jawab atas insiden kekerasan aparat di Wadas.

“Kami mahasiswa mengecam sikap represif aparat Polda Jawa Tengah yang melakukan kekerasan terhadap warga,” ujar Koordinator Aksi Khoirul Fajri dalam orasinya.

“Kami juga minta Presiden Jokowi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bertanggung jawab atas insiden kekerasan aparat terhadap warga Wadas pada Selasa lalu,” tegas Khoirul Fajri.

Mereka juga mengubah slogan Ganjar yang berbunyi, “Tuanku ya rakyat, Gubernur cuma mandat”, menjadi “Tuanku ya Investor, Gubernur cuma petugas partai”.

Lewat ucapan Junimart Girsang yang mewakili PDIP tersebut, jelas sekali, Ganjar tampaknya sengaja “dikorbankan”, sehingga banyak dikecam oleh berbagai pihak dan kalangan.  

Lebih lanjut, Junimart berharap semua pihak memahami dasar masalah kekisruhan yang terjadi di Desa Wadas. Ia meminta tak ada yang langsung membuat konklusi atau menjustifikasi kesalahan kepada pihak-pihak tertentu.

Junimart juga mengajak semua pihak menunggu penjelasan konkret yang sesuai fakta tentang kekisruhan di Desa Wadas dari Gubernur Ganjar dan Kapolda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi.

Jadi, jelas bukan, arah kisruh Wadas diarahkan ke mana? Lewat Junimart, tampaknya PDIP berusaha “memisahkan” Ganjar dari Jokowi demi Pilpres 2024? (*)

279

Related Post