Hadapi Varian Omicron: “Tenang, Tidak Usah Panik!”
WAWANCARA
Epidemiolog Dr. Tifauzia Tyassuma
VARIAN baru COVID-19 Omicron yang mulai “dipromosikan” oleh WHO itu, kini juga gencar diberitakan di Indonesia sebagai varian yang sangat perlu diwaspadai penyebarannya.
Bahkan, Presiden Joko Widodo meminta supaya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mengantisipasi Covid-19 Omicron ini. Apalagi, kini juga sudah ditemukan beberapa warga yang kena Omicron.
Meski belum banyak informasi mengenai varian terbaru Covid-19 Omicron, banyak ahli yang percaya bahwa varian mutasi tersebut akan menyebabkan lebih banyak tantangan pada pekerjaan pencegahan pengendalian pandemi.
Sejumlah negara, termasuk Indonesia, telah melakukan langkah-langkah pencegahan dengan penutup perjalanan dari dan ke Afrika Selatan, setelah WHO menetapkan Omicron sebagai “varian yang menjadi perhatian” karena memiliki sejumlah besar mutasi.
Varian Omicron pertama kali ditemukan di negara Afrika Selatan pada 24 November 2021. Ketika itu, Afsel yang keseluruhan wilayahnya didominasi varian Delta, menemukan mutasi asing yang lebih menular.
Varian Omicron ini telah dikonfirmasi di ada Australia, Belgia, Botswana, Inggris, Denmark, Jerman, Hong Kong, Israel, Italia, Belanda, Prancis, Afrika Selatan dan Kanada. Terbaru di Spanyol.
WHO kemudian menetapkan varian Omicron sebagai varian berbahaya atau Variant of Concern (VoC) karena memiliki mutasi yang banyak dan “sangat” mengkhawatirkan.
Jadi, variannya beraneka ragam. “Belum pernah terjadi dalam sejarah, ada virus yang seperti ini dan belum pernah WHO mempromosikan segencar ini. Untuk sebuah virus yang CFR-nya kurang dari 2%,” ujar seorang dokter.
Perlu dicatat, Case Fatality Rate (CFR) Covid-19 di Indonesia itu mencapai 3,37% pada 2 Oktober 2021 dengan peringkat ke-7 di Asia.
Pernyataan WHO itu sekaligus memicu kekhawatiran akan kemanjuran vaksin dan obat-obatan yang ada. WHO juga mengatakan diperlukan studi beberapa minggu untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang varian baru.
Epidemiolog Dr Tifauzia Tyassuma mengomentari hebohnya varian baru Covid-19 Omicron itu. “Varian baru Covid-19 yang tak ada habis-habisnya ini seperti punya jadwal rilis tetap silih berganti,” tuturnya.
“Jadwal keluarnya Varian Baru adalah November dan Juni. Seperti jadwal Fashion Show Paris: Mode Winter dan Summer,” katanya di akun FB-nya, Senin (29/11/2021).
“Tetapi ada pertanyaan yang mengusik, yaitu: Setiap varian baru dengan nama baru muncul, kenapa varian yang lama langsung hilang dari peredaran ya? Si Alpha, Beta, Gamma, Lambda, Delta, Mu. Pergi ke mana mereka itu?” sindirnya.
Untuk mengetahui seputar Varian Omicron lebih jelas lagi, berikut petikan wawancara Mochamad Toha dari FNN dengan Dokter Tifauzia Tyassuma:
Ketika hingar bingar masih berlangsung dalam enam bulan awal 2020, masih Ok. Kalkulasi epidemiologi masih masuk. Maksud Anda?
Pada waktu awal kemunculan COVID-9 pada Desember 2019 di Wuhan, kemudian WHO menyatakan sebagai Pandemi Global di bulan Maret 2020, sampai dengan Agustus 2020, Covid-19 masih mengikuti perjalanan suatu Pandemi secara alamiah. Salah satu variabel penting epidemiologi yaitu CFR yang pada kemunculan awal sebesar 97% kemudian mengalami penurunan secara gradual sampai Agustus 2020 menjadi sekitar 6,4%.
Artinya, periode setelah Maret 2020 sudah tidak alami lagi, apakah ada semacam perencanaan?
I didn't say that. Hanya tidak sesuai dengan kaidah epidemiologi. Karena kemudian menjadi too many. Baik dari banyaknya varian, maupun dari pola persebarannya.
Tetapi ketika segala macam Varian bermunculan sepanjang 2021, Anda bilang, bau-bau ngga bener ini. Bisa dijelaskan, apakah termasuk varian terbaru Covid-19 Omicron dari Afrika Selatan itu?
Awal 2021 diberitakan oleh Imuwan John Hopkins University bahwa simulasi epidemiologi berbasis program, ada 4.000 varian yang muncul. Kenyataan yang menginfeksi beberapa negara hanya ada beberapa saja, Delta, Delta plus, Lambda, dan Mu. Lain-lain tidak ada kabar. Terakhir diberitakan muncul persebaran Varian Omicron dari Afsel.
Yang Aanda ketahui tentang Varian Omicron Afsel ini bagaimana, apakah benar lebih berbahaya dan mudah menularnya?
Belum ketahuan karena baru menyebar, kabarnya di 12 negara. Dari CFR (Case Fatality Rate) angka bergerak naik 0,1%... dari 1,8% awal November menjadi 1,9% pada akhir November. Tetapi ini bukan berarti penyebabnya Omicron. Artinya, kemampuan varian baru untuk membunuh, ternyata makin kecil.
Di Eropa seperti banyak diberitakan, mulai ada peningkatan jumlah pasien Covid-19. Apa penyebabnya?
Karena musim dingin ekstrem. Dan, karena ternyata vaksinasi tidak cukup efektif. Tanpa ada varian baru pun kasus akan naik.
Ada sekitar 160 ribu Dokter di Indonesia, tapi cuma Anda yang berani bersuara. Anda merasa “sendirian” berjuang memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait Covid-19?
Sama sekali tidak. Sejak Mei 2020 saya membuat Dua Himpunan, pertama Relawan Pejuang Lawan Covid-19 (RPLC), anggotanya 1.200 Komunitas, dimana 1 komunitas terdiri atas 1.000-10.000 anggota. Jadi RPLC ini sebuah ekosistem besar yang terbentuk dalam dua tahun masa Pandemi.
Mereka berjuang di akar rumput bersama rakyat, memberikan edukasi dan penanganan Covid secara langsung kepada masyarakat. Himpunan kedua adalah Sahabat Dokter Tifa (SDT) yang saat ini sudah beranggotakan 2.500 perseorangan terdiri atas berbagai komponen.
Dua Himpunan itu adalah kawan-kawan yang membuat saya tidak merasa sendirian berjuang menyuarakan kebenaran. Di dalam dua himpunan itu banyak Dokter yang menjadi anggota juga.
Barangkali ada saran kepada Pemerintah atau Satgas Covid-19 untuk antisipasi gelombang "ketiga" Covid-19?
Tenang. Tidak usah panik. Berpikir dan bertindak untuk membahagiakan semua pihak, terutama Rakyat.
Pemerintah harus independen dan menetapkan kebijakan berbasis Ilmu pengetahuan dan data yang berimbang, mengedepankan kemandirian dan otoritatif dalam bertindak bagi rakyatnya. Jangan hanya mengikuti bulat-bulat apa yang disampaikan oleh WHO.
Kondisi Indonesia dengan Eropa, Amerika, bahkan negara Asia lainnya itu berbeda. Sehingga kejadian Covid dengan varian baru saat ini juga berbeda. Karena itu antisipasinya juga harus berbeda. (*)