IDX Hancur, Indonesia Tidak Baik-baik Saja Oleh Ulah Kinerja Kabinet

Oleh Jon A. Masli, MBA  | Diaspora USA & Corporate Advisor

FENOMENA anjloknya pasar modal kemarin disebabkan oleh runtuhnya kepercayaan para pelaku ekonomi kepada Kabinet Merah Putih dan lembaga lembaga penegak hukum di tengah turbulansi politik dan ekonomi yang labil.

Kejatuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) adalah refleksi  kekhawatiran para pelaku pasar terhadap kondisi mandeknya pertumbuhan ekonomi, kondisi politik, dan kondisi hukum yang belum stabil selama hampir 6 bulan ini. 

Mereka menilai para pembantu Presiden Prabowo banyak yang tidak berkompeten dan berintegritas, tapi anehnya merekan menduduki posisi kunci bidang ekonomi dan keuangan. Mereka tidak menunjukkan kinerja yang diharapkan selama hampir 2 kuartal ini. 

Pasar tahu bahwa kebanyakan mereka bekas Kabinet Jokowi yang berekam jejak buruk dan kurang berprestasi. Mereka terkesan tidak tahu diri, duduk manis berauto pilot,  tidak membuahkan kebijakan stimulus yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen sebagaimana yang Presiden Prabowo targetkan. 

Solusinya, Presiden harus mereshuffle mereka yang tidak berhasil menelurkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi mikro dan makro serta fiskal. Silahkan disimak rekam jejak dari Menko Ekuinnya, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Kelautan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Koperasi,  Menteri BUMN dan para menteri lainnya, terutama di bawah tim EKUIN hampir, tidak berhasil membuahkan kebijakan yang merangsang dan menggerakkan  ekonomi yang stagnan di bawah 5%. Kecuali Kementerian Pertanian yang membuat beberapa terobosan yang cukup efektif mengefisiensikan kementeriannya. 

Selebihnya banyak Menteri dan Wamen yang hanya menjadi pajangan partai politik koalisi yang tidak berkompeten dan berintegtitas. Konyolnya ada yang duduk di situ sudah sejak rezim Jokowi. Prestasi yang dicapai  adalah pembangunan infrastruktur non-produktif yang masif dengan akumulasi tumpukan utang bunga berbunga tinggi yang harus ditanggung oleh rakyat. Kasihan, Presiden Prabowo ketiban sial. 

Jurus kuno Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan pajak dan memangkas anggaran, terkesan seperti the only solutions. Padahal ada jurus kebijakan moneter dan ekonomi  lainnya yang bisa dibantu oleh para pakar ekonomi dan akademisi. 

Para  pelaku ekonomi kini pesimis, karena tidak ada kebijakan efektif yang mendorong pertumbuhan sektor bisnis, industri, ekspor, UMKM dan sektor mikro maupun ekonomi lainnya untuk menciptakan 18 juta lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan. 

Yang jelas Indonesia sudah kehilangan belasan juta kelompok ekonomi kelas menengah dan menciptakan jutaan pengangguran baru dengan gelombang PHK. Daya beli masyarakat menurun drastis.  

Konon banyak anggota Kabinet Merah Putih adalah orang pintar menyandang gelar S2 & 3 dari universitas Amerika, Inggris dan Australia, tapi anehnya bahasa Inggris belepotan bak radio rusak dan beraksen Bahasa daerah. Ia berusaha meyakinkan media asing bahwa Indonesia baik-baik saja. 

Mereka  pandai bersilat lidah normatif defensif dengan narasi yakin Indonesia menuju era emas. Omon-omon dengan bahasa Indonesia yang sempurna, tetapi tidak tahu malu dengan kinerjanya yang memble. Ada juga yang sudah duduk di dua periode kabinet Jokowi dan sekarang di pemerintahan Prabowo. Sudah tidak berprestasi, tapi tetap bercokol, bermobil mewah, dikawal Polantas dengan raungan sirene bagaikan raja jalanan. Mereka menganggap  Jalan Jenderal Sudirman-Thamrin itu, milik moyangnya. 

Dasar muka tembok dan tidak tahu malu. Bahkan ada buzzer yang mencari kambing hitam atas bobroknya kerja kabinet. Mereka berdalih tak hanya Indonesia, melainkan seluruh dunia juga tertekan. Mereka menyalahkan kebijakan  Donald Trump, JP Morgan dan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat country risk Indonesia. 

Sudah terbiasa memainkan playing victims, sementara negara-negara seperti Vietnam Thaïland dan Filipina pertumbuhan ekonominya  melampaui kita. Pasar sudah muak melihat drama non sense mereka ketika berbagai kebijakan konyol dan tidak berbobot, membuat panik para investor asing dan nasional. 

Terakhir adalah rencana revisi UU TNI, yang menyusul tekornya APBN kuartal pertama 2025; kasus berbagai mega korupsi yang terungkap dan narasi politik serta hukum yang " tidak jelas arahnya" oleh lembaga lembaga penegak hukum. Hal ini memicu  goyahnya kepercayaan para pelaku ekonomi, dengan kabinet gemoy seperti terefleksi oleh jatuhnya indeks harga saham gabungan yang sempat anjlok sampai mendekati 7% dan ditutup di 6223 dengan "intervensi". 

Para investor saham menjual dan kabur terbirit-birit. Capital flight investor asing sendiri sudah Rp10.6 triliun dalam seminggu ini. Mereka muak dengan kondisi penegakan hukum yang seperti mainan penguasa.

Belum lagi investor lokal. Krisis kepercayaan kepada Kabinet Merah Putih sudah tidak terbendung lagi. Reshuffle kabinet adalah salah satu solusi prioritas langkah penyelamatan pemerintahan Prabowo Subianto.  

Berdayakanlah para profesional  kita yang berumur 45-65 tahun, tidak berpartai politik praktis, dan  fokus pegang satu jabatan saja. 

Banyak profesional dan akademisi muda yang berkompeten untuk direkrut. Tapi jangan seperti Erick Thohir yang pegang 3 jabatan: di BUMN, PSSI dan Danantara. Kasihan Erick,  karena berpotensi conflict of interest dan bekerja tidak bisa fokus! 

Semoga Tuhan memberkati Presiden Prabowo untuk segera mereshuffle para menteri muka tembok yang tak pernah punya prestasi. (*)

358

Related Post