Jumhur Hidayat Sebut Menteri Tenaga Kerja Keluarkan Peraturan Sadis
Jakarta, FNN - Pemerintah seperti tidak bosan-bosannya membuat kebijakan yang menyengsarakan pekerja/buruh. Belum lagi keringat pekerja kering karena menolak UU Omnibus Law atau Cipta Kerja, terbit lagi PP 36/2021 tentang formula kenaikan upah yang menggetirkan, sekarang dihantam lagi dengan terbitnya Permenaker 02/2022 menggantikan Permenaker 19/2015 tentang Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang sungguh sadis kepada buruh/pekerja.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI), Moh Jumhur Hidayat dalam siaran persnya yang diterima FNN.co.id, di Jakarta, Jum'at, 11 Februari 2022.
Jumhur mengatakan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) itu sadis. "Bagaimana tidak sadis, dengan aturan baru itu, bagi buruh/pekerja yang di PHK atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tua (JHT)-nya saat usia pensiun. Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 44 tahun, dia baru bisa mengambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 12 tahun setelah di-PHK," ucapnya.
Padahal, saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 triliun. Dalam peraturan lama, jika ada buruh/pekerja di-PHK atau mengundurkan diri hanya ada masa tunggu satu bulan.
Jumhur mempertanyakan penggunaan dana buruh tersebut. Banyak teka-teki terhadap penggunaannya. Oleh karena itu, gerakan buruh/pekerja merasa perlu menunjuk Auditor Independen guna melakukan Audit Forensik terhadap BPJS Tenaga Kerja.
Hal itu sangat penting agar bisa diketahui secara jelas ke mana saja uang buruh/pekerja yang mencapai Rp 550 triliun itu digunakan.
Audit Forensik semakin perlu dilakukan mengingat membayar JHT saja seperti sidah tidak mampu.
Pertanyaannya, ke mana dana buruh/pekerja itu? Apakah dipakai untuk pembangunan infrastruktur atau apa? "Dana Rp 73 triliun yang dipakai untuk infrstruktur tahun 2018 lalu bagaimana nasibnya?" ujar Jumhur. (MD).