Sinopsis Buku: Pandemi Pembelah Peradaban

Buku Dr. Tifauzia Tyassuma.

Pandemi atau Plandemi, membuktikan sekali lagi dalam sejarah panjang peradaban manusia, mesin pembunuh paling ampuh dan efisien bukanlah senjata, melainkan kuman.

Oleh: Iriani Pinontoan, Wartawan Senior FNN

BUKU setebal 330 halaman ini ditunggu-tunggu banyak orang. Isinya sudah tentu dahsyat. Dua tahun disusun dari pemikiran seorang dokter yang ingin terus berbagi ilmunya kepada masyarakat awam.

Buat yang haus menuntut ilmu, Dr. Tifauzia Tyassuma adalah tokoh kebanggaan, bahkan bisa dianggap pahlawan. Buku-buku best seller-nya penuh ilmu yang sudah dan akan terus dipraktekkan dalam kehidupan pembaca yang yakin dan percaya.

Meskipun ada juga yang kurang sependapat. Bahkan seringkali dapat hukuman dari Facebook jika tulisan kritisnya muncul. Khususnya berkaitan dengan pandemi, plandemi, virus dan vaksin.

Bagi yang sering mengikuti kuliah online-nya melalui zoom dan webinar, perasaan was-was awal-awal pandemi bisa berbalik menjadi penuh percaya diri menjaga kesehatan keluarga dan lingkungan sekitarnya hingga saat ini saat covid dan omicron meningkat lagi.

Bagi Dokter Tifa, tiga tahun penuh, dari Desember 2019 hingga Desember 2022, akan dikenang sebagai tahun titik balik sejarah paling kelam dalam kehidupan sehari-hari dunia. Masa di mana peradaban manusia terbelah, antara kemarin dan esok.

Meskipun tampaknya semakin mungkin bahwa Coronavirus dihasilkan oleh rekayasa genetika (Tritto, 2020, Willis, 2020), keberadaan “rekayasa sosial” dalam skala besar tampaknya juga jelas, untuk mengarahkan opini publik ke dalam suatu situasi perubahan kehidupan yang radikal  dalam skala global: dunia diserang Pandemi Ketakutan, lebih dari sekedar Pandemi Kuman. 

Menurut Dokter Tifa, pandemi Covid19 ini, adalah pandemi murni, terlepas dari apakah virus penyebabnya muncul dari hutan atau diciptakan dari tabung di laboratorium, itu adalah soal mekanisme.

Virus ini menyebar secara luar biasa karena dia berhasil menggunakan manusia sebagai agen pembawa, dan menggunakan teknologi sebagai perangkat penunjang, serta menggunakan media arus utama dan sosial media sebagai alat kontrol sekaligus sumbu kepanikan, yang mendorong manusia terus bergerak, alih-alih berdiam diri di tempat untuk mencegah penyebaran, tanpa disadari.

Bahwa Pandemi ini direncanakan dan dibuat, sehingga muncul istilah Plandemi, menjadi ranah Geopolitik dan Pertahanan Keamanan Dunia.

Pandemi atau Plandemi, membuktikan sekali lagi dalam sejarah panjang peradaban manusia, mesin pembunuh paling ampuh dan efisien bukanlah senjata, melainkan kuman. 

Pandemi atau Plandemikah simpulannya? Waktu yang nanti akan menjadi wasitnya. Secara alamiah, virus hidup di alam semesta dengan kemampuan bermutasi, dalam upayanya untuk mempertahankan eksistensinya di alam semesta ini.

Sebagai makhluk hidup yang tak lengkap, dia sangat memerlukan inang, sebagai tempatnya menyempurnakan diri, berkembang biak, meneruskan generasinya, dan menjaga dirinya dari kepunahan. 

Karena itu maka virus akan mengeliminir sekaligus mengekspans kapasitas dirinya, berpindah-pindah dari satu jenis inang ke jenis inang yang lain, atau bermutasi secara terus-menerus dengan konsekuensi makin hilangnya daya bunuhnya.

Kehilangan inang bukanlah target virus, bahkan menjadi kerugian bagi dirinya dan kelangsungan generasinya. Karena itu, penurunan kemampuan virus dalam membunuh inang, akibat mutasi, adalah keuntungan bagi kedua belah pihak.

Dari hakikat ini, Anda bisa merenungkan, apakah Coronavirus yang diberi nama resmi SARSCov2 yang menyebabkan penyakit dengan nama resmi COVID19 (WHO, 2020) dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 9,7% di awal kemunculannya, dan menjadi 3% di tahun keduanya, lalu menjadi 1,6% jelang tahun ketiganya, yaitu virus alami atau virus buatan, adalah bagian dari bioweaponry, senjata pemusnah massal, atau dia merupakan kemunculan lazim dari sebuah pandemi. 

Untuk sekedar meneror, ia berhasil. Tapi untuk membunuh secara massal, tujuannya bukan itu. Ia bertujuan lain. Ia bertujuan membunuh negara. (*)

 

858

Related Post