Bahan Bakar LPG Itu Masalah Bagi Presiden Jokowi G20 Presidency

Nilai subsidi APBN Rp 135 triliun untuk LPG tersebut amatlah besar, tidak masuk di akal, kecuali pake kalkulator abal-abal, mungkin bisa masuk hitungannya.

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

MASALAH itu datang dari impor LPG yang sangat besar. Sudah tidak mungkin diatasi lagi. Ketergantungan pada LPG sangat akut. Ini telah menjadi bisnis banyak orang yang sangat kusut. Para politisi juga banyak yang bermain dalam carut-marut bisnis LPG di tanah air.

Masalah berikutnya datang dari subsidi LPG yang sangat besar. Jumlahnya mencapai 85% dari seluruh LPG yang dikonsumsi di tanah air adalah LPG subsidi 3 kg. Angka yang aneh sebenarnya. Mengapa sebagian besar orang menggunakan LPG subsidi. Bagaimana pengawasan selama ini.

Apakah memang seluruh lembaga pengawasan LPG subsidi itu melakukan pembiaran ini? DPR RI, BPH Migas? Apa yang mereka perbuat? Apa benar mereka terlibat dalam bisnis ini?

Subsidi LPG seharusnya tidak sebesar itu, jika pengawasannya baik, dan LPG subsidi benar-benar dialokasikan kepada yang berhak menerimanya.

Bayangkan saja jika subsidi LPG 3 kg diubah jadi subsidi langsung. Maka kemiskinan di Indonesia langsung habis seketika. Lenyaplah kemiskinan menurut indikator Badan Pusat Statistik (BPS) itu.

Nilai subsidi LPG 3 kg dalam APBN 2022 itu mencapai Rp 135 triliun. Bisa dibayangkan kalau ini dibagikan ke 27 juta penduduk miskin Indonesia, maka setiap orang akan memperoleh Rp 420 ribu per bulan per orang. Maka selesai lah dan tamatlah riwayat kemiskinan menurut indikator BPS Indonesia.

Tapi ini telah menjadi bisnis yang sangat ruwet, bisnis barang subsidi, bisnis menghisap dana APBN untuk segelintir orang para importir LPG, untuk bisnis negara-negara penghasil LPG yang tidak akan menyerah melanggengkan energy fosil sebagai bahan bakar umat manusia.

Bagaimana bisa orang Indoensia buat masak nasi dan lontong harus impor bahan bakar dari Arab dan Amerika Serikat? Sementara itu untuk bakar sate menggunakan arang tidak masalah, malah tambah enak. Ini adalah bisnis yang menjerat leher orang dan melahap APBN tanpa ada pengawasan yang baik.

Sedangkan Presiden Jokowi sebagai G20 Presidency, ketua transisi energi dunia, harus berpidato berapi-api, berkobar-kobar di G20 bahwa dunia harus meninggalkan energi fosil dalam waktu tidak lama lagi. Lah bagaimana bisnis dan subsidinya di Indonesia segede gaban? Dunia bakal kikikiki.

Subsidi Aneh

Ini subsidi LPG ini aneh ya. Nilainya kok bisa mencapai Rp 135 triliun. (Lihat nota keuangan RAPBN 2023). Separah itukah manajemen pengelolaan barang impor di Indonesia. Ini luar biasa boros.

Catat bahwa LPG ini 85 persen adalah impor, didatangkan dari luar negeri. Harga hari ini senilai 650 dolar per ton atau senilai Rp 9,6 juta seton, atau sekitar Rp 8.600 per kg.

Bagaimana tidak uang APBN digunakan untuk subsidi LPG 3 kg senilai Rp 135 triliun tersebut jika dipake langsung untuk membeli LPG impor, maka itu setara dengan 9,15 juta ton LPG impor. Sementara kebutuhan LPG subsidi hanya 8 juta ton.

Jadi kalau Saudi Arabia atau Amerika Serikat datang membawa LPG ke Indonesia dan ditebus dengan uang APBN senilai Rp 135 triliun maka seluruh rakyat bisa mendapatkan LPG gratis tanpa bayar. Bukan lagi subsidi tapi gratis.

Jadi, siapa yang diongkosin oleh pemerintah dengan subsidi LPG sebesar Rp 135 triliun itu? Apakah para importir LPG, makelar LPG, apakah pengambil kebijakan di DPR dan pemerintahan? Ataukah agen LPG, ataukah pemerintah daerah yang berwenang menetapkan harga LPG? Pantas saja bisnis LPG jadi rebutan di tanah air beta.

Nilai subsidi APBN Rp 135 triliun untuk LPG tersebut amatlah besar, tidak masuk di akal, kecuali pake kalkulator abal-abal, mungkin bisa masuk hitungannya.

Tapi jaman sekarang dimana kita bisa dapat kalkulator abal- abal! Bayangkan saudara-saudara nilai subsidi Rp 135 triliun tersebut dibagikan kepada 27 juta penduduk miskin Indonesia, maka masing masing orang miskin akan mendapatkan 5 juta setahun atau 420 ribu sebulan atau 14 ribu sehari.

Maka dengan uang itu tamatlah dan musnahlah riwayat kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan di Indonesia langsung nol berdasarkan indikator BPS.

Jadi subsidi LPG 3 kg ini ini siapa sebenarnya yang makan? (*)

268

Related Post