“Birahi” Hasyim Asy'ari Menodai Demokrasi

Isa Ansori, Kolumnis

Demokrasi Indonesia dan Pemilu 2024 sedang menghadapi ancaman dari dalam, dari pelaksana pemilu itu sendiri, yaitu KPU. Tentu hal ini tak boleh dibiarkan, karena akan merugikan bangsa Indonesia.

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis

DEMOKRASI Indonesia menuju titik nadhir. Betapa tidak. Setelah praktik penunjukan Plt Pejabat Kepala Daerah yang dibajak oleh Mendagri Tito Karnavian dengan penunjukan langsung.

Lalu, penjegalan kepada Anies Baswedan, bakal capres yang tidak dikehendaki oleh Istana dan Oligarki melalui upaya-upaya mempersulit perizinan, perilaku presiden melalui endorcing terhadap bakal capres tertentu, pembiaran kepada bakal capres tertentu yang dikehendaki meski masih menjabat sebagai kepala daerah ataupun menteri.

Tafsir KPU tentang larangan kepada bakal capres, cawapres dan caleg yang mengatakan dirinya sebagai bakal capres, bakal cawapres dan caleg sebelum penetapan dan yang terakhir perilaku Ketua KPU, Hasyim Asy'ari atas dugaan asusila terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu (PRS), Hasnaeni Moein.

Birahi yang dimaksud bukan hanya syahwat politik tapi syahwat seksual, sebagaimana dugaan yang dilakukan oleh Hasyim Asy'ari kepada Hasnaeni.

Dalam kesaksiannya yang beredar viral melalui medsos, Hasnaeni menyebut bahwa ada bujuk rayu Hasyim, yaitu partainya akan diloloskannya dengan imbalan tertentu, imbalan itu berupa permintaan Hasyim supaya Hasnaeni melayani birahi seksualnya.

Tampaknya Hasyim Asy'ari tak hanya tak kuasa menahan hasrat seksualnya ketika berhadapan dengan Hasnaeni, tapi birahi politiknya juga tidak bisa ditahan, sehingga tanpa merasa bersalah dia sampaikan ke Hasnaeni bahwa calon presiden dan wakil presiden yang dipersiapkan adalah Ganjar Pranowo -
Erick Thohir.

Tanpa beban ketika Hasnaeni ditanya di dalam video yang beredar, “Masuk nggak itu burungnya Hasyim?” “Masuklah Pak”. Itu artinya bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan sama-sama suka.

Hasyim menikmati petualangannya dan Hasnaeni juga mau karena dijanjikan partainya akan diloloskan untuk mengikuti Pemilu 2024.

Demokrasi Indonesia dan Pemilu 2024 sedang menghadapi ancaman dari dalam, dari pelaksana pemilu itu sendiri, yaitu KPU. Tentu hal ini tak boleh dibiarkan, karena akan merugikan bangsa Indonesia.

Tentu ini menodai dan mengkhianati perjuangan rakyat dan mahasiswa tahun 1998 ketika menumbangkan orde baru.

Mantan aktivis 1998 yang hari ini tentu masih banyak dan masih memegang nilai-nilai anti korupsi, kolusi dan nepotisme sangat dihinakan dan dilecehkan oleh persekongkolan jahat oknum KPU dan oligarki dengan mengendalikan partai politik.

Tak ada kata kompromi untuk yang seperti ini, meminjam apa yang pernah disampaikan oleh Wiji Thukul:

Peringatan jika rakyat pergi, ketika penguasa pidato, kita harus hati-hati, barangkali mereka putus asa;

Kalau rakyat bersembunyi dan berbisik-bisik ketika membicarakan masalahnya sendiri, penguasa harus waspada dan belajar mendengar;

Bila rakyat berani mengeluh, itu artinya sudah gasat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah, kebenaran pasti terancam;

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!

Surabaya, 25 Desember 2022. (*)

403

Related Post