Proses Pemiskinan Melalui Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik

Warga beraktivitas di kawasan permukiman padat penduduk, di bantaran Kali Krukut Bawah, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/7/2018). - ANTARA/Aprillio Akbar

Jika perubahan daya dilakukan, maka akan ada tambahan anggaran untuk satu paket kompor listrik. Misalnya, saat ini dengan daya 800 watt itu Rp 1,8 juta, maka dengan daya 1.000 watt bisa mencapai Rp 2 juta per paket.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

PEMERINTAH kini gencar sosialisasi migrasi kompor LPG ke kompor listrik. Katanya, kalau LPG tidak disubsidi, biaya pemakaian energi kompor listrik lebih murah dari kompor LPG: Rp 10.250 versus Rp 13.500, untuk 7 jam pemakaian.

Apakah pernyataan PLN ini benar?

Menurut perhitungan PLN: 1 kg LPG = 7 kwh listrik: konversi ini tidak benar! Menurut flogas.co.uk, 1 liter LPG = 7 kWh, dan 1 kg LPG = 14 kWh, karena 1 kg LPG = 1,969 liter: sehingga, biaya 7 jam pemakaian LPG lebih murah dari listrik: Rp 6.750 vs Rp 10.250? Mohon PLN klarifikasi.

Dengan harga LPG non-subsidi saat ini sekitar Rp 19.000 per kg, biaya pemakaian 7 jam kompor LPG juga masih lebih murah dari kompor Listrik: Rp 9.500 versus Rp 10.250? Mohon PLN klarifikasi.

Sebelumnya diberitakan, sumber energi untuk keperluan memasak saat ini beragam. Dari berbagai sumber energi tersebut, LPG dan listrik yang cukup banyak dimanfaatkan masyarakat. Lalu, lebih hemat mana?

Dalam keterangan PLN dijelaskan harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp 7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi per kg LPG.

“Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ujar Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (19/2/2022).

Versi PLN, menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.

Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

PLN memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).

Lebih lanjut, PLN menilai, konversi ke kompor induksi akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.

“Ini agenda bersama. Kita gotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan,” jelas Darmawan.

"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya,” tambahnya.

Yang menarik, subsidi BBM untuk rakyat, katanya salah sasaran, makanya harus dicabut. Padahal tidak ada kriteria sasaran.

Di lain sisi, tax amnesty, tax holiday, tax incentive, semua adalah subsidi, diberikan langsung kepada orang kaya: kapitalis. Sudah tepat sasaran?

Harga minyak mentah dunia rata-rata bulanan untuk Agustus 2022 turun sekitar 17,8 persen dibandingkan Juni 2022: turun dari $116,8 per barel (06/022) menjadi $95,97 per barel (08/2022). Dan masih cenderung turun pada bulan ini. Kapan harga Elpiji non-subsidi akan turun?

Daya listrik 450VA, maksimal 450 watt, tidak cukup untuk kompor listrik. Agar cukup, pemerintah akan mengganti MCB menjadi 3.500 watt? Ini artinya sama saja menaikkan daya listrik menjadi 3.500 watt. Dan sama saja menghapus 450VA: tidak ada 450VA=3.500 watt?

PLN seharusnya lebih transparan dan mendidik: mengganti MCB menjadi 3.500 watt (16 ampere, C16) pada prinsipnya menaikkan daya, mengakibatkan biaya pemakaian listrik melonjak. Kalau mereka tidak mampu membayar, akibatnya runyam: rumah gelap, dan tidak bisa masak. Kemiskinan naik.

Kalau sampai itu terjadi, PLN dan Banggar harus tanggung jawab. PLN harus menjamin ketersediaan listrik bagi pengguna kompor listrik hasil konversi kompor gas, meskipun mereka tidak mampu membayar tagihan pemakaian listrik atau mengisi token listrik, akibat daya listrik naik.

Konversi kompor gas ke kompor listrik berpotensi meningkatkan kemiskinan, karena biaya pemakaian kompor listrik akan lebih mahal dan membengkak, meskipun menggunakan TDL 450VA atau 900VA, apalagi kalau dibandingkan dengan Elpiji bersubsidi.

Menurut pemerintah, daya listrik 450VA tidak dihapus: hanya mengganti MCB menjadi 3.500 watt, yang intinya menaikkan daya listrik, dan dengan sendirinya daya 450VA terhapus? Menggunakan bahasa saja bercabang, tidak jujur? Semoga Parpol lain menyusul Gerindra.

Diberitakan, Partai Gerindra keberatan terhadap rencana konversi gas 3 kg menjadi kompor listrik. Gerindra tidak setuju karena kompor listrik memakan daya besar.

Hal itu disampaikan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani saat menghadiri acara pelantikan pengurus DPC Partai Gerindra Kabupaten Cianjur pada Rabu (21/9/2022).

Sekjen Gerindra ini juga menyampaikan sikap partainya berkaitan isu penghapusan daya listrik 450 VA. Partai Gerindra dengan tegas menolak wacana tersebut karena itu akan membebani rakyat kecil. Dia mengatakan Gerindra juga menolak rencana konversi gas 3 kg menjadi kompor listrik dengan daya 1.200 watt.

“Ada pandangan yang mengingankan agar listrik dengan daya 450 VA akan dihapus, kami tidak setuju, kenapa? Karena listrik dengan daya 450 VA ini dipakai oleh orang-orang kecil, penghuni kontrakan petakan, para buruh, nelayan, dan petani. Dan kita bersyukur Presiden Jokowi tidak meneruskan rencana ini,” jelas Wakil Ketua MPR ini.

“Termasuk keberatan kami terhadap rencana konversi gas 3 kilo menjadi kompor listrik. Kami tidak setuju karena kompor listrik ini sekali colok memakan daya besar, 1.200 watt. Maka rakyat kecil, rakyat miskin kota, para UMKM tidak bisa menikmati itu dan hanya membebani mereka. Lebih baik kelebihan pasokan listrik ini dialihfungsikan kepada industri-industri dan pengembangan mobil listrik yang sedang tren,” tutup Muzani.

Paket kompor listrik gratis dari dana APBN berpotensi merugikan keuangan negara: dengan menyalahgunakan APBN, mengingat tidak ada anggaran belanja kompor listrik di APBN 2022: realokasi anggaran tidak diperkenankan. Terkesan proyek dadakan yang dipaksakan?

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah akan membagikan paket kompor listrik secara gratis kepada 300 ribu rumah tangga yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pembagian ini adalah upaya pemerintah dalam program konversi kompor LPG ke kompor listrik. Lantas, apa saja isi paket kompor listrik itu?

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan isi paket tersebut terdiri dari satu kompor listrik, satu alat masak dan satu Miniature Circuit Breaker (MCB) atau penambah daya khusus untuk kompor listrik.

“Rencananya tahun ini 300 ribu (penerima). Jadi satu rumah itu dikasih satu paket, kompornya sendiri, alat masaknya sendiri, dayanya dinaikkan,” ujarnya saat ditemui usai rapat dengan Banggar DPR, Selasa (20/9).

Rida menjelaskan harga paket kompor listrik ini sekitar Rp1,8 juta, sehingga jika sasarannya 300 ribu rumah tangga, maka anggaran yang dibutuhkan tahun ini sekitar Rp 540 miliar.

Namun, ia juga menyebut besaran ini masih bisa berubah. Pasalnya, ada masukan agar data kompor listrik yang dibagikan dinaikkan.

Rida menuturkan saat ini daya yang bakal dibagikan sebesar 800 watt untuk dua tungku. Namun, ada masukan dari DPR agar dayanya dinaikkan menjadi 1.000 watt.

“Perencanaan awal, sama-sama dua tungku, awalnya 800 watt, sekarang mau dinaikkan lagi salah satunya 1.000 MW. Jadi biar masaknya lebih kencang (cepat),” kata Rida.

Jika perubahan daya dilakukan, maka akan ada tambahan anggaran untuk satu paket kompor listrik. Misalnya, saat ini dengan daya 800 watt itu Rp 1,8 juta, maka dengan daya 1.000 watt bisa mencapai Rp 2 juta per paket.

“Cuma sekarang masih uji coba, ada usulan yang satu tungkunya dirubah lebih gede. Nah, masih dikalkulasi berapa harganya, harusnya enggak Rp 1,8 juta lagi, pasti lebih naik, sekitar Rp 2 jutaan,” ujarnya. (*)

 

454

Related Post