Anthony Budiawan: Sri Mulyani Reaktif Sekali Terhadap Temuan PPATK
Jakarta, FNN – Dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan yang mencapai Rp 349 Triliun diharapkan mampu membongkar penggerogotan uang negara secara tuntas. Sebab, sejak kasus ini meroket, Menkeu Sri Mulyani tampak reaktif, seperti banyak yang ingin ditutup-tutupi. Apalagi, kini Sri Mulyani mengerahkan buzzer untuk menyelamatkan dirinya.
“Ini kejutan luar biasa. Angka Rp300 T itu tidak dibantah. Artinya korupsi di Kemenkeu khususnya Direktorat Pajak dan Bea Cukai itu terjadi. Indikasinya dengan banyak pejabat yang dobel job, korupsi berjamaah dan pencucian uang,” kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan dalam diskusi publik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dengan tema Potret Kejahatan Keuangan di Kemenkeu, Senin, 20 Maret 2023 di Jakarta.
Adapun narasumber yang hadir dalam diskusi kali ini Fuad Bawazier (Mantan Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VII), Muhammad Said Didu (Praktisi, Mantan Sekretaris BUMN), Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Ekonomi) dan Anthony Budiawan, (Managing Director Politics Economy and Policy Studies), dan Gatot Nurmantyo serta dipandu oleh Hersubeno Arief dari Forum News Network (FNN).
Anthony heran atas sikap Sri Mulyani yang melakukan pertahanan berlebihan. “Jika dilihat dari gestur Sri Mulyani, ia sangat defende. Selalu melakukan bantahan-bantahan. Reaktif sekali terhadap 200 laporan yang ditemukan PPATK. Padahal, Sri Mulyani sendiri mengakui kasus ini terjadi sejak 2007 ada 964 pegawai Kemenkeu terlibat. Tetapi anehnya Kepala PPATK menyatakan bahwa kasus ini tidak melibatkan pegawai Kemenkeu. Apakah Ivan melakukan kebohongan publik?,” tegasnya.
Oleh karena itu Anthony mendukung langkah Mahfud MD yang pertama kali mengungkap ke publik untuk diproses hingga tuntas. “Saya dukung Mahfud yang ingin mengungkap kasus ini hingga tuntas. Dia bilang bahwa harus ditindaklanjuti. Dia itu konsisten sejak awal. Ia ingin meluruskan jalan menghadirkan keadilan.
PPATK bukan penyidik. Dia hanya kasih info saja ke aparat hukum. Harus dicatat bahwa asal kejadian ini bermula dari Kemenkeu,” paparnya.
Anthony menyayangkan Sri Mulyani yang abai terhadap perilaku anak buahnya. “Seharusnya dengan melihat keanehan, gaya hidup mewah pegawai Kemenkeu Sri Mulyani curiga. Tapi kenapa dibiarkan. Ada kasus Gayus, ada Angin Prayitno, apakah PPATK tahu?,” tanyanya.
Anthony meyakini korupsi di Kementerian Keuangan dilakukan sangat rapi dan sistematis. “Sesungguhnya korupsi di Dirjen pajak sangat sistematis. Besarnya juga luar biasa. Fee 50 persen dari wajib pajak dibagi direktur dan subdirektorat. Maka bisa disimpulkan ini ada pembiaran laporan dari PPATK. Ini puncak gunung es korupsi di Kemenkeu. Sri Mulyani gagal dalam kebijakan fiskal. Apalagi kalau kita lihat sejak Maret 2022 rakyat miskin bertambah 200 ribu orang,” tegasnya.
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menyatakan bahwa kasus seperti ini bukan barang baru. Bahkan ia menyebut angka Rp300 triliun itu hanya seujung kuku.
“Ini bukan kasus baru. Angka Rp300 Triliun itu hanya seujung kuku. Inilah yang dinamakan Strategic Transfer Pricing. Ini kesalahan sistemik. Maka ketika terjadi abuse of power maka terjadi abuse of tax. Coba buka laporan keuangan perusahaan asing. Berapa Triliun mereka punya masalah. Buka laporan keuangan Inalum, berani gak? Pemain-pemain menikmati sistem yang salah ini. Maka dipertahankan,” katanya. (sws)