Apa yang Dimulai dari Solo, Akan Diakhiri di Solo

Dari Solo akan kembali ke Solo.

DALAM kanal Rocky Gerung Official, Ahad (5/6/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief sempat membahas soal Formula E, tetapi Formula E dari sisi olahraga sudah selesai.

Alhamdulillah sukses, walaupun tanpa pawang tidak ada hujan. Ini juga tetap menarik, hal-hal yang irasional ternyata sebetulnya bisa kita kesampingkan dalam kehidupan kita. Begitu juga dalam politik.

Mestinya hal-hal yang irasional seperti itu juga dikesampingkan. Kita masih harus lebih rasional, termasuk dalam soal perkubuan dalam politik antara “Percebongan” dan “Perkadrunan” politik yang irasional.

Bagaimana pandangan akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung seputar politik irasional maupun rasional? Ikuti wawancara Hersubeno dengan Rocky Gerung.

Politik irasional dan politik rasional, bisa Anda jelaskan?

Iya, tema irasionalitas itu muncul karena kita nggak bisa kalkulasi politik di dalam fasilitas yang rasional. Dan, tukar-tambah politik itu selalu sifatnya irasional. Yang rasional itu 0% selalu supaya lengkap.

Jadi kalau balik, akhirnya setelah racing mobil listrik itu sekarang ada racing politik di area yang sama. Yang lebih dominan adalah meme dan gimick dari orang-orang yang ada di situ. Bahwa Pak Anies membirukan Ancol, akhirnya terlihat senyum sumringah dari Anies dan Puan.

Lalu orang bikin kalkulasi di situ. Pak Jokowi akhirnya datang. Yang justru hilang dari peredaran Erick Thohir. Orang anggap ini gara-gara Erick Thohir Pak Jokowi kena getahnya. Coba Erick Thohir dari awal kasih dana untuk itu maka Erick Thohir akan dielu-elukan juga.

Jadi, ini sebetulnya yang pinter Pak Jokowi, dia suruh Erick Thohir tahan, Erick Thohir pikir Pak Jokowi pasti nggak datang juga. Eh, Pak Jokowi nongol. Jadi analisis begini yang saya pikir itu tadi, kecerdikan dari Pak Jokowi. Jadi, Erick anggap ya sudahlah nggak dianggap.

Jadi, Anda di-prank oleh Pak Jokowi. Begitu yang terjadi dan akhirnya Erick tahu, memang dia tidak mampu atasi Anies di situ. Bagian ini yang menarik kita. Permainannya, game changer-nya adalah Puan dan Anies, tetapi orang tetap lihat bahwa Puan - Anis ini fraksi siapa.

Sebagai tontonan lebih menarik foto duet di situ, selfie antara Puan dan Anies. Dan, selfie di situ yang pasti akan merobek-robek fotonya oleh Erick Thohir.

Kemaren yang menyedot perhatian orang justru kehadiran Puan, karena ini berkaitan dengan isu bahwa akan dipasangkan. Puan rupanya pulang dari umroh bersama orang kepercayaan JK (Jusuf Kalla), Komjen Purnawirawan Saffrudin, itu langsung nonton ke Formula E.

Saya lihat kemarin (Kebetulan saya juga nonton) wajah Puan memang segar. Dia sibuk selfi, sibuk ambil gambar. Dan yang membuat saya terkejut, pagi  ini saya dapet kiriman dari kader muda Partai Golkar, barisan pendukung utama Anies - Puan untuk 2024. Baju putih untuk Indonesia politik bebas hambatan, no politik identitas. Anies - Puan rekonsiliasi nusantara. 

Ya, orang bisa duga dengan kuat bahwa KNPG itu adalah wilayah operasi Jusuf Kalla. Jadi memang jaringan itu sudah disiapkan. Dan Pak JK jagolah bikin begitu. Nah, foto itu bikin Erick Thohir manyun lagi. Mereka kecolongan lagi itu.

Tapi memang itulah politik, politik yang tanpa pola tadi, politik yang saling menunggu di tikungan. Itu yang bikin kita jadi buruk sebetulnya. Kan nggak ada ucapan apa-apa tiba-tiba langsung Anies - Puan. Tapi, kita juga harus hati-hati, bisa jadi itu juga jebakan buat Anies kan. Anies tetap punya captive market.

Captive market dia adalah masyarakat intelektual kota yang memang sinis terhadap profil politik PDIP dari awal. Demikian juga masyarakat muslim yang ingin agar supaya Anies itu menjadi tokoh yang berseberangan dengan agenda yang sekarang. Kan tetap dianggap bahwa PDIP bagaimanapun adalah bagian dari pendukung Jokowi.

Jadi, sebetulnya garis air itu yang seharusnya dipertahankan Anies. Kalau nggak, Anies juga bisa kena tipu juga dia. Dielu-elukan di situ untuk digergaji dan akan ada memang mungkin pengaruh Anies balik jadi cebong. Jadi soal beginian yang musti kita hati-hati.

Kita ingin agar supaya politik diasuh dengan betul dengan konsep yang jelas. Kita juga perlu tanya ke Anies. Anies pro 20 persen atau tidak? Jadi, jangan nebeng di pantai yang memang tidak ingin 20% itu dihilangkan. Kalau saya bertanya pada Anies, Anda akan dipilih oleh PDIP, Anda dipilih melalui sistem demokrasi yang jernih apa nggak?

Apakah PDIP ingin supaya kompetisi itu dimulai dari nol, PDIP bilang nggak, dia mau tetap 20%. Itu artinya Anies masuk juga di dalam perpolitikan yang buruk secara demokratis dan Anies paham itu sebagai intelektual tentu dia akan kita tagih.

Nanti dia pergi ke kampus-kampus Anies akan ditanya lo Anies ikut di dalam gerbong yang antidemokrasi? Kenapa? Sebab Anda pro 20 persen karena PDIP tak mau ada kompetisi bebas. Jadi, di situ sebetulnya jebakan batmannya.

Jadi saya kira bikin clear dulu ya kalau memang PDIP mau mengusung Anies, tapi dengan syarat deklarasi bahwa dukung 0% juga.

Harus jelas dong supaya orang ngerti bahwa PDIP paham demokrasi. Kalau sekadar nunggang pada popularias Anies tanpa nol persen, itu artinya PDIP membohongi publik lagi. Bahwa seolah-olah itu partai demokratis tapi nggak berani kompetisi bebas.

Jadi biarkan ada peluang calon lain. Tentu calon lain mungkin anggap oke, mending kita koalisi aja dengan Anies. Toh kita nggak bisa capai 20%. Tetapi setelah 20% itu dibatalkan dan itu harus juga PDIP bersama PAN, PKS, Demokrat, balik lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK) minta dinolkan.

Minta dinihilkan bahkan threshold. Baru ada kompetisi yang sehat. Baru kita anggap bahwa Anies bermutu, PDIP bermutu. Jadi, mulai dari nol persen. Itu rezim politik, dari start-nya dimulai.

Oke sekarang kita baca peta hari ini. Yang tadi kan peta wilayah ideal. Peta faktualnya sudah semakin clear ketika kemarin malam ada pertemuan Koalisi Indonesia Bersatu. Mereka membuat blog baru dan jelas mengusung presiden sendiri. Jadi jelas mereka akan berseberangan dengan Ibu Megawati.

Karena itu kemudian ada manuver dari Pak Yusuf Kalla dan tentu saja ini kan namanya gayung bersambut. Pasti nanti juga ada manuver dari PDIP untuk mengusung Anies dengan Puan. Itu petanya. Yang kedua ada peta ideal dan ada peta faktual.

Peta idealnya kalau memang bisa bersatu ini sangat bagus kalau idenya soal mengakhiri pembelahan. Tapi peta realitasnya kedua pendukungnya pasti akan saling menolak, baik pendukung Anies maupun Puan.

Ya, itu peta faktual yang didesain di bawah meja. Kan kalau faktual mustinya didesain di atas meja biar semua orang clear siapa ingin apa, siapa mau apa, oke transaksinya di atas meja. Kalau di bawah meja kita nggak bahwa mereka ingin kangkangi lagi demokrasi. Kita akan bikin blog sendiri kalau itu.

Namanya Koalisi Boikot Pemilu (KBP). Karena ini penting, kita nggak boleh main-main setelah kita tahu perpecahan bangsa dan kita analisis perpecahan bangsa terjadi karena blocking dua head-to-head itu. Jadi demokrasi kita musti kembali kepada garis start yang sama, yaitu 0%. Selama itu nggak ada, tetap kita dorong ini. Ini saya sudah dapat banyak pendukung untuk deklarasi Liga Boikot Pemilu.

Bagaimana menurut Anda masa depan dari pemasangan antara Anies dan Puan.

Ya itu dua minggu lagi bubar. Kan nggak jujur itu. Itu yang terjadi. Karena kecepatan orang untuk nyari peluang/celah itu tidak kompatibel dengan keadaan di masyarakat yang menganggap bahwa itu permainan yang buruk. Dan Anies bisa dijebak di situ justru. Saya kira Anies mulai paham bahwa itu jebakan.

Memang dielu-elukan di situ, memang bisa ditransaksikan di bawah. Tetapi gumpalan politik di luar yaitu masyarakat sipil, muslim politik, buruh, dan mahasiswa, tahu itu adalah permainan buruk. Begitu ekonomi masuk dalam jebakan krisis dunia, itu berantakan semua.

Jadi saya tetap melihat di KIB politik Indonesia berantakan. Demikian juga manuver Pak JK. Karena ada bagian dalam diri manusia yang tahu kok dia nggak jujur, kok ini permainan tipu-menipu. Jadi, keadaan itu, moral clarity, sudah dipahami oleh rakyat. Ya elit bisa mulai zig zag, tapi ini ujungnya apa? Orang tetap akan tuntut itu. 

Oke, selamat berada di Solo ya, bertemu dengan sejumlah tokoh kritis, dengan Pak Mudrick Setiawan MS, inisiator Mega Bintang. 

Iya, ini Mega Bintang mengaktifkan kembali kenangan bahwa Ibu Megawati  pernah bersama-sama dengan kekuatan moslem beroposisi pada Orde Baru. Ini bukan PDIP sekarang, tapi kita mengenang Mega Bintang, yaitu simbol perlawanan rakyat.

Kan dulu Mega artinya wong cilik, Bintang artinya ingin keadilan. Jadi dua-duanya satu posisi yang bagus untuk mengingatkan kembali bahwa sekarang wong cilik itu diperas oleh oligarki, sekarang Bintang itu yang disebut sebagai publik Islam, itu terpecah hanya karena soal 20 persen.

Kira-kira itu intinya. Jadi kembalikan kekuatan nasionalis dan keadilan versi muslim supaya ada balancing politik. Itu yang akan diperingati nanti. Banyak tokoh yang bicara.

Dan itu dimulai dari Solo.

Ya, apa yang dihasilkan di Solo bisa dibatalkan di Solo juga. (mth/sws)

424

Related Post