“Dukung” Anies 2024: Kerja Jorok Intelijen Palsu!

Hersubeno Arief dan Agi Betha.

TOPIK Kanal Off The Record FNN, Kamis (9/6/2022) yang dipandu oleh dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha soal terbongkarnya aksi demo dan tolak Anies Baswedan yang sempat ramai diberitakan di media. Berikut ini obrolan kedua wartawan senior itu.

Seperti biasa kita akan membaca berita di balik cerita dalam program “Off The Record”. Saya kira yang saya sebut kegilaan itu karena kita dalam beberapa hari ini, dimulai dari hari Senin sampai sekarang ini hari Rabu tiba-tiba saja banyak sekali deklarasi-deklarasi mendukung Capres Anies Baswedan.

Sebenernya kalau deklarasinya wajar-wajar saja. Ganjar Pranowo saja sudah deklarasi di mana-mana. Malah Ganjar ini lebih masif sudah mulai melakukan itu dan membentuk relawan. Tapi yang menarik kalau soal Anies Baswedan ini peristiwanya terjadi hanya di seputar Jabodetabek, nggak jauh-jauh dari pusat kekuasaan. Yang banyak terjadi di Jakarta kemarin kita sudah juga bahas soal keributan adanya deklarasi FPI Reborn, keren banget tiba-tiba, nggak ngadrun.

Ini tiba-tiba FPI-nya nyebong. Tiba-tiba saja FPI-nya make Reborn itu enggak banget. Tiba-tiba ada FPI Reborn.

Dan FPI Reborn ini aneh sekali Mas Hersu (panggilan akrab Hersubeno Arief). Saya melihat videonya yang diambil oleh netizen ketika mereka demo kemarin itu, saya pernah juga membuat liputan aksi-aksi FPI yang lainnya.

Ini ada sekitar 200 orang, lebih dari 100 orang. Biasanya FPI itu kalau demo  perempuannya sedikit, enggak terlalu banyak, bahkan perempuan itu sendiri tidak bercampur sekali antara laki-laki dan perempuan. Tapi yang kemarin itu saya lihat, yang perempuan demonya itu dengan memakai celana panjang.

Kemudian sesudah selesai melakukan tugasnya, entah penugasan dari siapa itu, kerudungnya langsung mereka copot dan kemudian mereka jalan ke arah yang berbeda-beda.

Kalau ini sudah pasti memang FPI abal-abal. Tapi kan yang menarik hari ini di Bidakara itu ada deklarasi lagi rekrutmen calon Anies Baswedan. Sebelumnya di Bogor ini ada deklarasi mahasiswa lafaz Bogor Raya itu mendukung Anies Baswedan. Ini yang terjadi hari ini Mbak.

Yang terjadi di Bidakara itu bahkan di sampai bendera merah putih dan ada bendera-bendera hitam dengan kalimat tauhid dan itu identik dengan HTI. Kalau kemarin FPI sekarang HTI, di Bogor Khilafah. Jadi sebenarnya ini kita nggak perlu pintar untuk menjelaskan apa yang terjadi kan Mbak Agi?

Betul Mas Hersu. Saya kebetulan secara tidak sengaja tadi membuka YouTube dan mampir di beranda, saya lihat ini rekaman kapan nih, enggak tahunya live begitu.

Biasanya kita tahulah kalau ada acara seperti itu, acara politik begitu, saya melihat banyak nama-nama yang disebutkan. Tapi, yang ini tidak dikenal.

Ini dari mana sebenarnya, saya juga sudah bertanya-tanya. Kemudian saya membaca berita-berita dari media online, salah satunya dari Kumparan, dan ternyata, yang tadi Mas Heru sebutkan sempat terjadi semacam keributan, itu karena di depan dekat bendera merah putih, ada bendera berkalimat tauhid dengan background putih, yang dikenal sebagai bendera HTI.

Kemudian ini ada konfirmasi dari Ketua PA212 Slamet Ma'arif yang mengaku, tidak tahu dan tidak mengenal para tamu yang mengaku mantan pengurus FPI tersebut.

Jadi, dalam deklarasi itu mereka mengaku sebagai mantan pengurus FPI. Tapi Slamet Ma'arif tidak kenal. Di dalamnya dari penyelenggaranya itu tercatat ada 8 peserta yang mengatur mantan pengurus FPI, 2 mantan pengurus HTI, dan 3 mantan napiter (napi teroris). Jadi total ada 13 tokoh inti yang hadir dalam acara tersebut.

Wah, ada skenario begini, kira-kira kalau menurut Mas Hersu?

Iya kan gampang banget lah membacanya. Ini kan bagian dari operasi-operasi untuk pembusukan Anies Baswedan bahwa Anies Baswedan ini adalah kalau nanti Anies Baswedan kira-kira yang menjadi presiden, dia akan memberikan ruang yang cukup leluasa bagi kelompok-kelompok Islam radikal.

Kira-kira gampangnya nanti akan terjadi kayak di Afganistan seketika Taliban berkuasa. Itulah sebenernya framing-nya ini yang dibangun. Dan sebenarnya ini sudah cukup lama dibangun, bukan hanya oleh mereka-mereka. Lembaga-lembaga survei, politisi juga banyak yang menyebut bahwa Anies itu adalah partisan.

Belum lagi para politisi lawan-lawan dari Anies biasa menyebut semacam itu. Ini sebenarnya merusak, kampungan cara-cara semacam ini, dengan menyebut politik aliran dan sebagainya.

Harusnya kalau kita mau maju, mestinya kita berhenti dengan stikma-stikma itu karena kalau kita melihat secara geneologis dan kemudian historisnya itu, kita baca literatur-literatur soal aliran ini enggak pas kalau cuman disematkan pada kelompok Islam.

Banyak sekali studi-studi tentang itu tentang kelompok aliran. Islam Abangan, Kyai, dan Nasionalis. Jadi kalau mau menggunakan secara akademis, mesti dijelaskan. Yang aliran tidak hanya tidak hanya melekat pada Islam, tapi juga melekat pada non-islam.

Misalnya orang seperti Pak Jokowi seperti Bu Mega, ini juga politik aliran, dan kalau kita mau perluas lagi misalnya PSI pada Pemilu lalu. Kita bisa dengan mudah mengidentifikasi bahwa PSI juga politik aliran karena kebanyakan pemilihnya di kantong-kantong komunitas Tionghoa.

Menurut saya, gak ada yang salah, orang Thionghoa itu cenderung memilih Tionghoa, ingin orang Tionghoa yang maju dan terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD dan kemudian memperjuangkan kepentingannya gak ada masalah  dan praktek yang sama juga di Amerika seperti itu Mbak Agi.

Saya melihat ketika Barack Obama akan maju saja Obama diminta bersaksi oleh kelompok Kristen di sana yang fundamental, yaitu bahwa dia diminta untuk mengatakan bahwa saya tidak pernah memeluk agama Islam begitu.

Karena waktu itu memang kencang betul bahwa orangtua Obama, yaitu Ayah tirinya itu berasal dari Indonesia dan beragama Islam, dan kemudian dia juga punya Nenek di Afrika Kenya, kalau tidak salah, juga beragama Islam yang belum lama ini wafat.

Dan itu menjadi isu yang santer di Amerika bahwa Obama kecil ini yang ikut ibunya itu ada di lingkungan yang kurang lebih selama beberapa tahun ada di lingkungan Islam. Bahkan, dia juga punya adik tiri dari bapak sambungnya itu.

Di Amerika saja yang suasananya bisa dibilang sebagai bapaknya demokrasi begitu, memang seperti itu. Dan kita juga tidak mungkin ada orang Islam yang bisa menjadi presiden di Amerika saat ini. Kita lihat itu sudah tidak mungkin akan terjadi. Seperti halnya juga di negara-negara lain, misalnya di Irlandia.

Irlandia terbelah malah bukan oleh Islam, tapi oleh Kristen itu sendiri yang sebagian adalah beragama Katolik yang sangat keras dan kemudian sebagian lagi adalah beragama Kristen dan mereka berperang dan perang di Irlandia itu perang warganya. Yang terpecah itu sangat-sangat lebih. Kalau saya lihat agak lebih sadis, saling membunuh. Padahal mereka adalah juga sebuah keluarga besar tadinya begitu.

Saya rasa kalau di Indonesia itu sudah sangat baik situasinya. Biasa, dimana ada Gerindra di samping Masjid. Saudara-saudara kita saling sapa di dalam saudara pun kita ada yang beragama berlainan dan tidak ada praktek seperti itu, di era internet ini oleh buzzer itu sangat dibesar-besarkan.

Apalagi sekarang kita misalnya kayak di Indonesia kira-kira yang namanya Islam, dengan Islam aliran itu mereka sangat ketakutan bahwa Islam yang aliran garis keras ini nantinya akan menguasai dan kemudian akan terjadi seperti di luar, di Suriah dan sebagai. Tapi kalau saya lihat dari narasi bazzer itu sudah juga dari beberapa orang itu yang mengaku dia itu paham. Aneh ya Mas Hersu.

Saya kadang heran seperti misalnya mereka mengatakan lagi-lagi, misalnya KPK taruhlah korelasinya dalam hal ini mereka mengatakan, KPK itu adalah kelompok ISIS begini-begini tadinya begitu tapi ternyata itu tidak terjawab.

Dan kemudian KPK adalah Taliban, mereka tidak tahu penganut Taliban itu dengan ISIS, saling bermusuhan. Taliban membunuh ISIS, sebalkinya ISIS membunuh Taliban. Mereka saling mengejar, saling membunuh begitu. Tapi mereka menganggap bahwa itu semuanya adalah kelompok garis keras yang akan masuk ke Indonesia menguasai Indonesia.

Dan kemudian orang yang tidak paham akan situasi geopolitik itu, kemudian tercuci otaknya dan itu dikemas terus-menerus sehingga orang akhirnya jadi tanpa tahu siapakah Taliban, siapakah ISIS, bagaimana situasi dunia di luar.

Ya ini yang kita khawatirkan. Saya kira kalau dari sisi operasi operasi katarak, kita dengan mudahnya menyebut operasi intelijen, dalam pengertian kita, tidak mesti namanya operasi intelijen itu merujuk pada satu lembaga Intelejen. Gak begitu. Tapi operasi-operasi semacam ini kita sebut sebagai operasi intelijennya, ini terlalu dangkal, kasar dan ngawur gitu ya.

Tetapi tetap Anda tadi sebut dalam era posturnya orang bisa percaya terutama dalam situasi kita terbelah begini. Pastinya kelompok-kelompok non-muslim, itu pertama gitu, lalu kelompok-kelompok muslim abangan begitu bahkan kelompok muslim itu sendiri banyak yang kemudian bisa menelan ini mentah-mentah, kita bisa begitu yang kita konsen.

Jadi kita balik lagi misalnya tadi ngomongin soal politik aliran seolah-olah kalau di kita ini yang berpolitik alirannya itu hanya Islam. Padahal sumbernya semua melakukan politik aliran. Buat kita, itu tidak ada persoalan. Misalnya PDIP kita tahu kok muslim di PDIP banyak muslim Abangan gitu.

Banyak non-muslim di sana, kumpul di sana, dan bahkan juga banyak mantan anak-anak keturunan PKI juga ada di PDIP. Tapi itu memang mereka berafiliasi sesuai dengan mereka merasa nyaman bergabung dan harusnya yang begini-begini kita nggak perlu mempersoalkan. Kalau kita persoalkan ini justru akan memperuncing hubungan antar anak bangsa. Itu menjadi masalah buat kita.

Ini jadi sebab salah gitu dan ini saya kira dari sisi politik permainan semacam ini enggak bukan hanya enggak fair tapi merusak gitu.

Betul-betul ya kalau seandainya kita mau terbuka saja, ini adalah dari etnis ini, etnis ini, tapi ini adalah kenyataan. Misalnya dari sekarang Erick Thohir, dia leluasa dia datang ke pesantren, apa karena memang tidak ada stigma dia ke-Arab-araban. Tidak ada stigma bahwa dia adalah Islam fanatik.

Itu karena pak Erick Thohir, kita tahu dari orang tuanya dari ibunya adalah keturunan Tionghoa dan kemudian juga dari bapaknya adalah dari Lampung. Jadi dia adalah mix dan dia merasa leluasa karena memang tidak ada stigma.

Kemudian, seperti kata Mas Hersu tadi, kalau Anies yang datang ke pesantren itu pasti akan seperti biasa, dia akan membangun, ini politik aliran. Dia akan membangun ini. Apa namanya fanatisme di kalangan Islam dan saya rasa itu memang betul arahnya adalah ke sana Mas Hersu.

Termasuk kalau balesnya juga dengan sering datang santai tapi nggak pernah persoalkan sebagai sebuah dia upaya untukmu akan politik aliran. Itu nggak mungkin, aliran apa ini?

Betul kalau seandainya kita masih ingat, kita terbuka saja bahwa di Jakarta dulu Pak Ahok  (Basuki Tjahaja Purnama) itu menang di daerah Jakarta Barat di daerah Jakarta Utara, dan bahkan media juga menulis di kantong-kantong dimana di sana banyak etnis Tionghoa, di situlah tempat Pak Ahok menang.

Dan apakah kemudian dari pihak Islam harus, dia enggak boleh itu. Harusnya seandainya dia demokrasi dia Pancasila NKRI di kantong-kantong itu yang menang adalah Anies. Kan enggak begitu. Juga enggak boleh begitu.

Wajar kalau mereka menginginkan punya pemimpin berasal dari Tionghoa. Ini karena mereka dari keturunan etnis Tionghoa. Begitu juga ketika Pak Djarot (Djarot Saiful Hidayat) dan Pak Edy Rahmayadi bertarung untuk Gubernur di Sumatera Utara.

Saya masih ingat, Pak jarot itu menang di kantong-kantong daerahnya banyak beragama non-muslim, dan kemudian kebetulan dimenangkan oleh Pak Edy Rahmayadi. Tapi dari daerah-daerah yang dimenangkan oleh Pak Jarot yang kita tahu, apakah kita akan mengatakan itu adalah politik aliran?

Karena Pak Edy Rahmayadi didukung oleh partai Islam. Kita berkomitmen bahwa kita menganut demokrasi, artinya adalah memenangkan yang suara terbanyak dari manapun berasal suara terbanyak begitu, dan kemudian kita tetap mengajak yang suara yang tidak terbanyak dalam sebuah kontestasi.

Suara yang under itu kemudian tetap diajak untuk tetap membangun dan penerima dari program-program dari yang pemilik suara terbanyak ini, tapi sepertinya di Indonesia itu susah. Itu terjadi karena memang ke suara-suara itu banyak dibayar juga, ya itu tadi Mas Hersu bilang.

Dan banyak politisi yang dimanfaatkan kepentingan yang secara sadar tetap menghidupkan terus pembelahan-pembelahan semacam itu, karena secara politik menguntungkan mereka, dan ini kayaknya bukan hanya dari kalangan non-muslim.

Dan, yang lakukan ini kalangan muslim sendiri juga ada, yang berkepentingan untuk terus menghidupkan situasi ini karena menyangkut segmen pemilihnya. Dan ini bahaya kalau terus-menerus dilakukan pembelahan, karena menurut saya, seharusnya kita sudah mulai meninggalkan hal-hal semacam itu.

Celakanya di Indonesia itu yang menjadi bulan-bulanan adalah Islam. Segmen Islam yang selalu jadi bulan-bulanan. Apa kita mesti mengibarkan bendera tinggi-tinggi yang menyatakan, kita melawan aksi-aksi semacam ini.

Tidak hanya terjadi pada Anies Baswedan. Kebetulan saja ini kasusnya terjadi pada Anies Baswedan. Tapi yang lain kita juga harusnya melakukan hal yang sama. Kita nggak boleh punya sentimen politik negatif seperti itu. Jadi ini clear Mbak, ini saya kira ini adalah operasi Bekasi busuk yang telah dilakukan untuk pembusukan dan ini enggak bagus.

Dan kadang aksi itu jorok banget, ya Mas Hersu. Yang kita tahu adalah kalau kita kembali lagi yang terakhir itu saja itu aksi FPI Reborn itu yang kita lihat di media sosial saat ini, bahkan itu dibongkar oleh netizen.

Operasi intelijen itu tidak selalu Indonesia dari, misalnya BIN atau BAIS, dan sebagainya. Intelijen itu adalah juga lembaga-lembaga Ormas yang dibentuk oleh misalnya mantan aparat TNI atau Polri. Mereka juga mendapatkan pendidikan intelijen di sekolah intelijen di dalam kurikulumnya.

Begitu juga dengan warga biasa, mereka bisa mendapatkan sekolah-sekolah, kursus-kursus semacam itu. Jadi memang intelijen dalam hal ini akhirnya itu dalam arti luas. Netizen saat ini mereka mulai pandai begitu, karena saat ini sudah terbongkar bahwa mobil komando yang dipakai oleh FPI Reborn yang mendukung Anies untuk 2024 sebagai presiden tersebut ternyata adalah mobil komando yang sama yang dipakai pada tanggal 26 Juni 2020 pada unjuk rasa kader PDIP di Mapolres Jakarta Utara.

Ketika itu ia memprotes dibakarnya bendera PDIP begitu dan mereka meminta agar itu diselidiki lebih jauh, terus mobil yang sama juga, yaitu B 9352 W yang berwarna putih ini juga dipakai pada aksi unjuk rasa menentang Formula E.

Nah ini luar biasa, baru saja terjadi tangga 26 Maret 2022 di KPK. Jadi unjuk rasa tersebut tentang Formula E, dan meminta Anies agar segera ditangkap dalam kasus Formula E. Bagaimana mungkin mobil komando yang sama ini dipakai untuk menentang Anies dan kemudian dipakai untuk menjatuhkan Anies 2024, di mana logikanya mas Hersu? Ini kan jorok banget.

Ini bohirnya sama. Jadi menarik saya kira kemudian kalau kita kaitkan dengan Pilpres 2024. Itu nama-nama yang muncul ada nama Ganjar, nama Anies, nama Puan, nama Prabowo, walaupun kita sebenarnya gak suka ya kok nama yang muncul di mana-mana itu kayak orang Indonesia ini kekurangan stok.

Harusnya kita dorong nama-nama nama-nama lain muncul sebagai Capres maupun Cawapres tapi inilah dampak dari PT 20% dan begitu dominannya partai politik yang sekarang ada. Jadi kita seolah-olah terkungkung bahwa yang boleh mencalonkan hanya mereka mereka saja.

Padahal sebenarnya banyak sekali putra-putri Indonesia jauh lebih baik yang punya kapasitas yang bisa menjadi calon presiden. Masalahnya, ya itu tadi, kenapa kita legal standing kita jelas.

FNN itu kita mendukung PT 0% karena itu tadi dampaknya dan kita sudah tahu dampaknya kok bahwa kalau presidential thresold 20% ini pembelahan yang terjadi seperti sekarang terjadi, akan terus berlanjut dan seperti saya singgung tadi banyak sekali yang berkepentingan untuk menjaga status quo dengan pembelahan semacam.

Sekali lagi ini bukan hanya kelompok non-muslim, dari kelompok muslim juga berkepentingan untuk menjaga pembelahan semacam ini. Jangan dianggap enggak loh ya.

Kita tahu yang menjadi buzer-buzer itu yang yang diingini oleh Kakak Pembina itu. Mereka juga mayoritas beragama muslim. Atau setidaknya mereka itu juga mengaku muslim, walaupun dibaliknya mereka beragama lain. Mungkin ada yang pernah mengaku Syiah juga, dan sebagainya.

Ada yang simpatisan Muhammadiyah dan sebagainya. Tapi, setidaknya kita tahu dalam keseharian mereka mengaku sebagai orang muslim dan mereka mengatakan mereka juga shalat, tapi mereka yang namanya ketika beriman tidak kepada Allah tapi kepada duit.

Jadi itu yang lebih penting juga, dalam hal ini kita tidak bisa melihat agama bahwa kita melihatnya duit itu mengalir ke mana, begitu. Bukan siapa yang agamanya lebih kuat sehingga membenturkan, tapi ini mereka beragamanya adalah agama kalau seandainya agama itu adalah keyakinan mereka lebih yakin kepada siapakah yang memasok duit itu. Mereka yakinnya ke situ.

Kita sudah bisa membayangkan seperti apa nanti kualitas Pilpres 2024 kalau dengan dengan hal-hal semacam ini kita biarkan berlangsung. Dan saya kira cukuplah era 2 tahun bersama Pak Jokowi seperti sekarang ketika pembelahan yang luar biasa terjadi. Kita ingin semuanya diakhiri.

Dan, saya kembali lagi menyetir ke survei Kompas di mana masyarakat mayoritas juga sudah muak dengan dengan perbazeran seperti sekarang ini tapi ada tanda-tanda itu masih akan terus berlanjut kan gitu.

Kayak tadi kalau kita ngomong pembusukan kita pertanyaannya. Apakah betul Gua memang ini digerakkan oleh yang mengaku kader PDIP yang unjuk rasa menggunakan mobil komando yang sama tapi kemudian pada saat yang sama juga melakukan unjukrasa di depan KPK.

Dan kita tahu bahwa yang menentang Formula E itu adalah kader PDIP dengan kader PSI itu, apakah mudah kita bisa menyimpulkan bahwa ini mainan PDIP? Saya kira hati-hati juga jangan cepat mengambil kesimpulan.

Karena sekarang ini sedang muncul misalnya wacana tentang dipasangkannya Anies Baswedan dengan Puan Maharani misalnya. Apakah ini bagian dari operasi memotong koalisi dalam tanda "itu tuh atau atau apa gitu”.

Dengan kita melihat sekarang itu bisa Ibu Mega sudah mulai bertemu dengan Pak Jokowi kemarin dan hari ini akan dilanjutkan lagi untuk Pak Jokowi hadir dalam peresmian masjid atau fake di Lenteng Agung dan Pak Jokowi.

Kalau kita baca jadwal yang diumumkan oleh sekretariat Presiden, Pak Jokowi bela-belain benar karena kalau enggak slah beliau pergi ke mana Jawa Tengah Jawa lalu balik lagi ke ke Jakarta dan kemudian beliau akan pergi ke Sulawesi.

Jadi ini benar-benar yang ada sekarang adalah tradisi politik yang luar biasa. Menurut saya, kita mesti mulai cerdas membaca berita-berita yang ada. Setiap kali ada berita, misalnya hari ini ada unjuk rasa atau deklarasi mendukung Anies belum tentu itu mendukung Anies.

Itu terjadi pembusukan. Oh hari ini terjadi Ibu Megawati bertemu dengan Pak Jokowi. Apakah ini kemudian tanda-tanda mereka sudah rujuk atau berarti ini Ganjar tidak lagi akan menjadi ke calon presiden dan yang diajukan Jokowi? Saya kira enggak, jangan terlalu cepat juga menyimpulkan semacam itu.

Iya betul, semacam itu kita bisa melihat sebenarnya, seperti kata Mas Hersu, ceto welo-welo ya. Kalau kita mau berpikir itu sebenarnya banyak yang terang-benderang begitu. Kayaknya kalau yang kemarin deklarasi Des Ganjar sampai ribuan itu prinsipnya itu enak benar, clear.

Makanya kita mesti bedakan yah deklarasi-deklaeasi yang dilakukan itu clear murni memang dukung Ganjar karena memang tidak ada afiliasinya. Itu jelas kalau afiliasinya jelas. Kalau itu juga jelas orang-orang dan itu orangnya orang-orang pak Jokowi pada Pilpres lalu.

Jadi akhirnya juga clear orang-orang dari PDIP yang tadinya mendukung Pak Jokowi seperti Masinton, misalnya dari pihak deklarator itu mengatakan bahwa biayanya hanya 1 miliar. Masington menyatakan tidak mungkin itu, setidaknya dua miliar. Orang-orang lapangan ini tahu.

Kalau ini politik aliran duit, jelas political tentunya. Sebelumnya Trimedya Panjaitan juga menyebutkan Dis tahu bohirnya siapa? Ini sesama bis kota sebenarnya dilarang saling mendahului, tapi ini udah mulai saling bongkar-bongkaran.

Jadi ketika terjadi saling mendahului dalam satu partai kemudian yang kena imbasnya justru Anies. Dan ini terjadi sesudah sukses Formula E, supaya ini memang jadi gradasi untuk kesuksesan tersebut salah. (mth/sws)

497

Related Post