Rocky Gerung: Apapun yang Kalian Ajukan, Pasti Kami Tolak!

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

AKHIRNYA Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan DPD RI terkait Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tentang ambang batas pencalonan (Presidential Threshold-PT) dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022.

Seperti halnya gugatan PT lainnya, MK menilai DPD tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut.  

Dalam perkara serupa, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya.

Karena MK tetap pada pendapatnya, Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy (kewenangan pembuat Undang-Undang). 

Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang menyandera dan mengatur negara ini. 

“Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh Oligarki,” tegas LaNyalla di Makkah, Saudi Arabia, Kamis (7/7/2022). 

Ditambahkan LaNyalla, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Tinggal kita sempurnakan. Tetapi kita bongkar total dan porak-porandakan dengan Amandemen yang ugal-ugalan pada 1999-2002 silam. 

“Dan, kita menjadi bangsa yang telah durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik,” tegasnya. 

Terkait putusan MK tersebut, wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung membahasnya di kanal Rocky Gerung Official. Berikut petikannya.

Topik ini sangat serius karena hari ini sudah diputuskan gugatan Presidential Threshold 20 persen Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti ditolak MK.

Waktu itu mengusulkan kalau sampai ditolak maka bubarkan saja Mahkamah Konstitusi karena ini kan lembaga tinggi negara, berarti ini akan terjadi konflik antara kedua lembaga tinggi negara, Mahkamah Konstitusi dan DPD.

MK memutuskan, mungkin dia akan sebut itu seperti biasa, alasan formilnya nggak terpenuhi. Yang kedua bahwa kasus ini sudah diajukan berkali-kali, masuk dalam prinsip nebis in idem, misalnya. Jadi semua hal yang sebutnya kita bisa proyeksi, itu akan jadi alasan penolakan.

Dan kelihatannya memang itu, karena bagaimana kita mau pastikan bahwa MK ini punya kemuliaan kalau semua orang atau semua kasus diajukan dengan dalil yang sama, tapi kemudian ditolak juga dengan dalil yang itu juga. Jadi, ini nebis in idem, sebuah kasus yang sudah diadili, tidak boleh diadili lagi. Ini open legal policy. Apalagi Anda nggak punya legal standing.

Sekarang partai punya legal standing tapi akan dicarikan ya Anda punya legal standing tapi belum 20%. Kira-kira begitu. Kalau DPD itu mungkin dianggap itu karena Pak LaNyalla mau nyapres maka Pak La Nyalla akan berupaya supaya DPD punya hak untuk nyapres, bikin calon juga.

Jadi, hal-hal begini akan dimanipulasi oleh pakar-pakar hukum tatanegara yang memang sudah disewa untuk dipersiapkan memberi argumen. Jadi tetap kita anggap bahwa kita musti terus lakukan saja kan judicial review. Sebab di ujungnya akhirnya MK akan bingung sendiri.

Kalau begitu bagaimana kita buat dalil baru kalau di awal sudah ditutup kemungkinan untuk judicial review. Jadi bilang saja dari awal bahwa kami MK, apapun yang kalian ajukan itu akan kami tolak. Jadi gampang, tapi bagus juga ini akan jadi perlawanan politik.

Tetap saya percaya Pak LaNyalla itu, dia betul-betul orang yang paham bahwa tidak boleh ada sedikitpun penyimpangan konstitusi. Lain dengan DPR yang mau zig-zag saja. Jadi DPD ini betul-betul yang disebut penjaga konstitusi yaitu DPD akhirnya, melalui profil LaNyalla Mattalitti yang terus menyala.

Orang mulai sorot beliau sebagai, dia punya ambisi. Ya kenapa memang kalau beliau punya ambisi, dalam rangka memperlihatkan, ada alternatif. Ternyata musti biasakan melihat bahwa DPD itu wakil rakyat yang riil, bukan wakil partai. Karena dia dipilih langsung.

Itu juga berarti bahwa politik Indonesia nggak harus melalui partai di DPR. Lewat DPD bisa. DPD bukan partai, tapi bisa mengajukan calon harusnya untuk memimpin negeri.

Berkaitan dengan itu sekarang sudah ada partai yang mengajukan judicial review kemarin, PKS setelah kita dorong-dorong, kita tunggu sekian lama gitu akhirnya muncul juga. Dan formulasinya menarik. Dia tidak ingin membatalkan PT 20% tapi dia menyatakan 7-9 persen. Dan itu ada reasonnya, yaitu rerata suara terbawah di DPR.

Ya ini antara idealisme dan pragmatisme. Jadi resultantenya ujung paling kanan idealisme, ujung paling kiri pragmatisme dengan tegangan oportunisme. Jadi orang menilai PKS tanggung juga. Kalau mau jujur atau mau lurus bilang saja, oke kami menginginkan tujuh persen karena itu setara dengan rata-rata minimal yang harus dihasilkan dalam pemilu, misalnya.

Tapi, yang kami maksudkan tujuh persen itu adalah hasil pemilu 2024. Jadi pemilihan legislatifnya didahului, dong. Itu lebih jujur. Kan tetap point adalah pakai tiket yang kadaluarsa. Kalau dibikin tiket yang baru juga tetap dasarnya ini kadaluwarsa. Jadi musti lebih terang-terangan PKS. 

Oke, kami setuju ada negoisasi politik ya karena memang politik semacam dukungan legitimasi di parlemen. Tapi, legitimasi setelah diketahui bahwa kebutuhan legitimasi itu sekian persen oleh hasil pemilu 2024.

Itu sebetulnya gampang saja kan. Kita juga setuju kalau soal angka kita bisa bilang, mungkin bisa disamakan dengan threshold parlemen, empat persen atau dua persen juga enggak ada soal. Tetapi jangan pakai tiket lama, itu yang kita selalu anggap bahwa ini curang.

Anda mau masuk dalam garis start yang Anda tentukan sendiri itu. Bukan begitu. Kita tentukan sama-sama. Kapan ditentukannya itu. Ya setelah kita lihat hasil legislatif. Nah itu memang konsekuensinya musti dipisah pemilihan. Tunggu saja. Nggak apa-apa.

Tunggu dua bulan setelah registrasi anggota legislatif dipilih kan gampang saja. Jadi demi menyelamatkan demokrasi, jangan tidak jujur. Seolah-olah mau menggugat, tapi di belakangnya tetap tidak paham bahwa yang mereka usulkan itu juga tiket lama. Kita mau minta kejelasan dari PKS sebetulnya. Kan PKS temen kita juga. Teman berkonstitusi. (mth/sws)

723

Related Post