Kasus Polisi Tembak Polisi, Semoga Tidak Ada Dramatisasi

Rumah Brigadir Keluarga Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat (27) di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, sempat dikepung polisi, Senin (11/7) malam. (Foto: Onlineindo News)

Jakarta, FNN – Peristiwa “tembak-menembak” yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo masih terbilang belum terang-benderang.

Apalagi, timbul kesan, masih ada yang berusaha ditutup-tutupi selama 3 hari sejak peristiwa yang terjadi di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, tersebut. Penembakan yang dilakukan Bharada E terhadap Yosua terjadi pada Jum’at, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB atau lima sore.

Tetapi kasus ini baru muncul ke publik setelah pihak keluarga Brigadir Yosua buka suara, Senin (11/7/2022). Brigadir Yosua bertugas sebagai driver istri Kadiv Propam, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Sedangkan Bharada E merupakan ajudan pribadi dari Kadiv Propam.

Meski kejadian sudah berlangsung selama tiga hari, tapi dalam konferensi pers pertama Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan seperti menutup-nutupi informasi dan memberikan keterangan berbeda.

Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Hersubeno Point, Selasa (12/7/2022), peristiwa penembakan yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam itu akan menjadi konsen publik juga.

“Ada seorang sub ajudan atau sopir dari istri Kepala Divisi Propam yang ditembak oleh pengawal dari Kepala Divisi Propam, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, dan kasusnya katanya berkaitan dengan pelecehan seksual. Tapi media kemudian banyak memunculkan berbagai spekulasi,” ujar Hersu.

Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan bahwa seringkali kalau itu satu peristiwa yang dramatis dan menimbulkan banyak interpretasi, apalagi kalau itu berlangsung dalam wilayah di mana kekerasan tersebut seharusnya tidak berlangsung.

“Karena kepolisian justru adalah alat-alat negara yang diberi perlengkapan kekerasan untuk melindungi rakyat,” tegas Rocky Gerung.

Jadi, kalau diantara mereka tersebut terjadi ketegangan maka spekulasi bisa berkembang ke mana-mana. Dan tentu kita ingin melihat secara proposional apa tindakan dari kepolisian supaya kasus semacam ini bisa dikembalikan pada kondisi etis di kepolisian sendiri.

“Tapi, kita tidak akan ikut campur. Kita ingin pantau, sebetulnya publik ingin tahu apa sebetulnya yang terjadi itu, supaya tidak ada dramatisasi, tidak ada .... yang macam-macam. Ya betul saya baca banyak komentar yang kemudian ke mana-mana,” ujar Rocky Gerung.

Jadi sekali lagi, itu diperlukan semacam profesionalisme tingkat tinggi untuk mendudukkan masalah ini. Demikian juga profesionalisme yang sama dituntut dari KPK pada kasus Wakil Ketua KPK, Lili P. Siregar. (Ida/mth)

384

Related Post