Mahkamah Konstitusi Berpolitik: Wajib Bubar?

Ilustrasi. Presiden yang sudah menjabat dua periode bisa kembali ikut kontestasi Pilpres sebagai cawapres (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Jakarta, FNN – Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) mempertanyakan, apakah ada permohonan resmi pihak tertentu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi, presiden dua periode boleh maju sebagai cawapres?

“Kalau tidak ada, apakah MK bisa mengeluarkan pendapat tanpa uji materi, dan apakah pendapat juru bicara merupakan pendapat resmi MK?” ungkap Anthony Budiawan.

MK wajib berhentikan juru bicara yang memberi pernyataan pendapat terkait materi konstitusi tanpa instruksi MK yang didahului sidang uji materi. Kalau tidak, MK diduga telah memberi pendapat konstitusi melampaui wewenang yang diberikan konstitusi kepadanya: MK melanggar konstitusi.

DPR wajib memanggil MK, minta klarifikasi apakah pernyataan juru bicara terkait “Presiden 2 periode boleh menjadi calon Wakil Presiden” merupakan pernyataan resmi MK. “Kalau tidak, DPR wajib minta MK memberi pernyataan publik, bahwa pendapat juru bicara tersebut bukan pendapat MK,” tegasnya.

Anthony Budiawan menegaskan, parpol, yang dianggap masyarakat sebagai perusak demokrasi dan konstitusi, dengan PT 20%, sebaiknya tidak mengejar kekuasaan semata, dengan mengabaikan kepentingan masa depan bangsa, wajib menolak cawapres dari presiden yang sudah menjabat 2 periode: Ingat, rakyat mengawasi.

Sebelumnya ramai diberitakan, MK menyatakan bahwa presiden yang telah menjabat selama dua periode bisa menjadi calon wakil presiden untuk periode berikutnya.

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, tak ada peraturan yang melarang hal tersebut. Namun lebih kepada etika politik jika presiden dua periode ingin menjadi wakil presiden di periode selanjutnya.

“Kalau itu secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik saja menurut saya,” kata Fajar, dilansir CNN Indonesia.com.

Pasal 7 UUD 1945 berbunyi, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”

Menurut Fajar, bunyi Pasal tersebut tidak mengandung larangan bagi presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden periode berikutnya. “Kata kuncinya kan: dalam jabatan yang sama,” kata Fajar.

Itu berbeda halnya jika presiden dua periode ingin kembali menjadi presiden. Fajar mengatakan presiden yang telah menjabat dua periode secara berturut-turut atau ada jeda, tidak boleh kembali menjabat untuk periode ketiga.

“Berturut-turut atau tidak, paling lama menduduki jabatan itu dua kali masa jabatan,” kata Fajar.

Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhli Ramadhanil mengatakan bahwa presiden dua periode sebaiknya tidak kembali ikut konstestasi pilpres meski menjadi cawapres.

Dia mengamini Pasal 7 UUD 1945 masih bisa diperdebatkan. Namun, Fadhli berada di posisi yang menganggap pasal itu melarang presiden dua periode menjadi cawapres di periode berikutnya.

"Secara normatif, memang ketentuan itu bisa diperdebatkan. Nilai yang terkandung di dalam konstitusi tentu tidak hanya teks, tapi juga ada semangat pembatasan masa jabatan, untuk berjalannya sirkulasi kepemimpinan nasional," kata Fadhli.

Dia mengatakan bahwa pembatasan masa kekuasaan presiden-wakil presiden lewat amendemen UUD 1945 dilakukan agar tidak lagi terjadi seperti Orde Baru ketika Soeharto memimpin begitu lama.

Itu merupakan salah satu alasan utama UUD 1945 diamendemen usai Soeharto lengser.

“Tidaklah elok, jika seorang presiden 2 periode, maju untuk menjadi wakil presiden, dengan memanfaatkan ruang normatif di dalam pasal konstitusi,” ujarnya.

“Untuk apa lagi presiden maju jadi wapres. Itu hanya akan jadi legitimasi kekuasaan buta saja,” kata dia. (mth)

354

Related Post