Membudayakan Al Qur'an di Perguruan Tinggi
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
A. Pendahuluan
Agama, sebagaimana filsafat, membahas tiga entitas utama, yakni Tuhan, alam, dan manusia. Al-Quran mengungkap tentang eksistensi Tuhan, fenomena alam, dan manusia.
Tuhan membekali manusia dengan intuisi, indera, akal, dan agama untuk mengolah dan memperoleh ilmu pengetahuan.
Ilmu seperti air, ada yang turun dari atas, dan ada yang memancar dari bawah. Ilmu yang turun dari atas adalah wahyu, dan ilmu yang memancar dari bawah adalah buah pemikiran manusia.
Ilmu pengetahuan diperoleh melalui tadabur, tajribah, tafakur, dan tawajuh.
Al-Quran niscaya menyinari dan memandu perkembangan ilmu dan pengetahuan.
Semua cabang ilmu pengetahuan niscaya diperkaya dengan nilai-nilai universal Al-Quran yang datang dari Tuhan Sang Maha Pencipta.
Perguruan tinggi adalah persemaian ilmu pengetahuan dari masa ke masa untuk meningkatkan taraf kehidupan manusia dalam segala bidang.
Perguruan tinggi menjadi tumpuan perkembangan peradaban manusia yang penuh kemaslahatan.
Salah satu strateginya menjadikan perguruan tinggi sebagai medan pembudayaan nilai-nilai Al-Quran.
B. Eksistensi Al-Quran
Al-Quran adalah permulaan Islam dan manifestasinya yang terpenting.
Al-Quran pemandu manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi.
Al-Quran adalah dunia di mana Muslim hidup. Ayat-ayatnya benang rajutan jiwanya, serat yang membentuk tenunan kehidupannya.
Tujuan Al-Quran, pertama, membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk penyekutuan Tuhan.
Kedua, mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketiga, menciptakan persatuan dan kesatuan antarsuku, bangsa, kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat.
Keempat, mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat.
Kelima, membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan agama.
Keenam, memaduan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
Ketujuh, menekankan peranan ilmu dan teknologi guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan nur Ilahi.
Al-Quran mengandung mistisisme dan logika, puisi paling indah dan penuh kekuatan. Bahasa manusia dilebur oleh kekuatan kata-kata-Nya, dan menjadi wadah bagi firman tersebut.
Al-Quran adalah intisari dari semua pengetahuan sebagai benih dan prinsip.
Al-Quran diturunkan untuk petani sederhana maupun ahli metafisika. Al-Quran mengandung berbagai tingkat pengertian bagi semua jenis pembacanya.
Allah menjadikan Al-Quran sebagai “reformasi besar” kemanusiaan dengan kekuatan yang mempengaruhi setiap jiwa. Dia menjadikan manusia sebaik-baik umat setelah lama terbelakang dan tertinggal. Al-Quran adalah petunjuk Allah yang bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai problem hidup.
Apabila Al-Quran dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa, dan karsa kita mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketenteraman hidup pribadi dan masyarakat.
Al-Quran turun tidak dalam suatu ruang dan waktu yang hampa nilai, melainkan dalam sebuah masyarakat yang sarat dengan berbagai nilai budaya dan keagamaan.
Ada hubungan dialektis antara Al-Quran dengan ruang dan waktu ketika ia diturunkan. Dengan demikian pemahaman terhadap Al-Quran tidak dapat dilepaskan dari konteks kesejarahan yang meliputi nilai-nilai sosial, budaya, politik, ekonomi, dan keagamaan yang hidup saat itu.
Al-Quran berisi prinsip-prinsip agama dan etika maupun aturan hukum untuk kehidupan sehari-hari. Sebagian aturan hukum ini rinci, karena sangat penting, antara lain tentang perkawinan. Kehidupan manusia mustahil tanpa lembaga keluarga.
Al-Quran adalah Kitab Suci untuk segala waktu dan tempat. Al-Quran menghadapi realitas masyarakat manusia di segala tempat yang berubah-ubah.
Kadilan bukanlah tujuan hukum, tetapi alat untuk menyempurnakan hukum (QS 4:58).
Keadilan berarti melaksanakan hukum kepada semua orang, tanpa memandang perbedaan dalam masyarakat (QS 4:135).
Tujuan hukum menurut Al-Quran adalah supaya manusia berbuat baik, dan tidak berbuat jahat dalam masyarakat (QS 2:30, 3:104).
Tuhan menjadikan Adam prototype umat manusia sebagai pengelola bumi (QS 2:30). Kepadanya diberikan alat-alat yang diperlukan, antara lain berupa kesanggupan pikiran yang luas untuk mengelola bumi (QS 2:31).
Al-Quran memberikan norma-norma belaka, bukan sistem hukum. Norma-norma itulah yang menjadi ukuran untuk seluruh hukum yang berlaku dalam masyarakat umat manusia, baik hukum positif, moral, susila ataupun adat kebiasaan. Hukum yang begitu luas jangkauannya, niscaya mempunyai flexibility, sehingga ia sesuai untuk segala tempat dan masa. Sifat flexibility ini diberikan Al-Quran dengan menyatakan bahwa segala yang diperintahkan harus dikerjakan, dan segala yang dilarang harus ditinggalkan (QS 59:7). Dengan mempergunakan argumentum a contrario, segala yang tidak diperintahkan kita boleh tidak mengerjakan, dan segala yang tidak dilarang kita boleh tidak meninggalkannya.
Segala perkembangan masyarakat dapat diterima oleh Al-Quran, jika perkembangan itu tidak melanggar norma-norma Al-Quran.
Al-Quran memberikan norma-norma dasar belaka. Dalam menentukan jenis hukuman, Al-Quran pun memberikan dasar yang umum pula. Hukuman untuk suatu perbuatan jahat haruslah sebanding dengan perbuatan itu (QS 42:40).
Tiap-tiap masyarakat manusia, di segala waktu, dan tempat dapat memikirkan, dan mengadakan jenis hukuman yang sesuai dengan keadaan masing-masing.
C. Kebudayaan
Kebudayaan identik dengan peradaban. Dari akar kata budaya yang berarti akal budi, pikiran, adat, kebiasaan.
Kebudayaan ialah kultur, peradaban, tamadun, bagian dari pola terpadu pengetahuan, keyakinan, dan perilaku manusia. Kebudayaan mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia, meliputi pandangan, sikap, nilai, moral, tujuan, dan adat istiadat.
Kebudayaan adalah sebuah sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupannya bermasyarakat.
Kebudayaan adalah buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap pengaruh kuat zaman dan alam, yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Tujuh unsur kebudayaan universal di berbagai penjuru dunia: (1) bahasa, (2) pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) peralatan hidup dan teknologi, (5) ekonomi atau mata pencaharian, (6) religi, (7) kesenian.
Kebudayaan itu berwujud nilai-nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.
D. Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola lembaganya dengan tetap mengacu pada Tridharma Perguruan Tinggi. Pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, dan efektivitas, serta efisiensi.
Klasifikasi dan pembidangan ilmu pengetahuan memperlihatkan perkembangan ilmu sampai dengan masa pembuatnya dalam konteks budaya tertentu tentang hakikat ilmu. Al-Farabi menyusun klasifikasi ilmu dengan sasaran tertentu.
Pertama, sebagai petunjuk ke arah berbagai ilmu, hingga para pengkaji memilih untuk mempelajari subjek-subjek yang membawa manfaat bagi dirinya.
Kedua, memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki ilmu.
Ketiga, memberikan sarana menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara sah.
Keempat, menginformasikan apa yang seharusnya dipelajari seseorang untuk menjadi ahli dalam suatu ilmu tertentu.
Ibnu Khaldun meneruskan klasifikasi tradisional kaum muslim terhadap ilmu pengetahuan sambil menambahkan sumbangan. Ia mendudukkan secara proporsional ilmu syar’iyah dengan ilmu-ilmu filosofis, dan mengkritik ilmu-ilmu yang secara sosiologis dan pragmatis menciptakan kesimpangsiuran, dan memiliki ambivalensi antara ilmu-ilmu syar’iyah dengan filsafat.
Ketidakterbatasan ilmu pengetahuan, kemuliaan tanggung jawab untuk mencarinya, dan keterbatasan hidup manusia merupakan tiga realitas yang dipelajari umat Islam dari Al-Quran yang selalu memotivasi kalangan sarjana Muslim untuk membagi dan mengklasifikasikan atau mengkategorikan ilmu pengetahuan.
Al-Attas memberikan argumentasi bahwa kemunculan klasifikasi ilmu pengetahuan dalam Islam menjadi beberapa kategori umum bergantung pada berbagai pertimbangan, antara lain, pertama, berdasarkan metode mempelajarinya, dan kedua, berdasarkan pengalaman empiris, dan akal.
Munculnya klasifikasi ilmu secara filosofis merupakan usaha ahli-ahli ilmu menggaungkan berbagai cabang ilmu pengetahuan ke dalam kelompok-kelompok tertentu supaya mudah dipahami. Otak manusia selalu mencari yang mudah dicerna, di ingat, dan dibayangkan. Maka, fenomena-fenomena yang beraneka ragam digabungkan ke dalam kelompok-kelompok yang lebih sederhana, makin kecil jumlah kelompok makin baik, supaya lebih mudah dicerna oleh otak manusia.
Imam Suprayogo mengkategorikan ilmu pengetahuan menjadi empat:
(1) Ilmu-ilmu alamiah (natural science), terdiri atas ilmu biologi, fisika, kimia dan matematika. Keempat ilmu ini disebut sebagai ilmu dasar atau ilmu murni (pure science), kemudian berkembang ilmu-ilmu yang lebih bersifat terapan, seperti ilmu kedokteran, pertanian, kelautan, pertambangan, teknik, informatika, dan lain-lain.
(2) Ilmu-ilmu sosial yang terdiri atas sosiologi, psikologi, sejarah, dan antropologi.
(3) Ilmu dasar atau ilmu murni di bidang sosial yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti ilmu ekonomi, pendidikan, hukum, politik, administrasi, komunikasi, dan seterusnya.
(4) Ilmu humaniora dengan cabang-cabangnya filsafat, bahasa, sastra, dan seni.
Al-Quran mendorong manusia untuk menggali ilmu pengetahuan. Sejarah tentang alam semesta merupakan bagian integral penting ilmu pengetahuan dalam Islam. Ilmu ini menyelidiki aspek-aspek lahiriah dunia fisik dalam konteks bahwa semua benda adalah ciptaan Allah, dan manusia dapat menemukan tanda-tanda kebesaran-Nya melalui studi mereka.
Studi dalam semua ilmu pengetahuan dapat menghidupkan kembali kesadaran agama pencari ilmu, dan membuat hati mereka merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan, lalu menjadikan mereka lebih bertakwa dan mencintai-Nya. Inilah metode Al-Quran untuk mengungkapkan fenomena dengan jelas di depan mata manusia, sehingga mereka dapat menyaksikan dengan mata kepala, dan berusaha memahami filsafat tentang ciptaan Allah swt secara bulat.
E. Inspirasi Al-Quran terhadap Aneka Ragam Ilmu Pengetahuan
1. Astronomi
Allahulladzi rafa'assamawati bighair 'amadin taraunaha...(QS ar-Ra'd/13:2)
2. Antropologi, Arkeologi, dan Arsitektur
Ya ayyuhannasuttaqu rabbakumulladzi halaqakum min nafsin wahidah... (QS an-Nisa'/4:1)
Afalam yasiru fil ardhi fayanzhuru kaifa kana 'aqibatulladzina min qblihim...(QS Ghafir/40:82)
_Faka'ayyin min qaryatin ahlaknaha wahiya zhalimatun fahiya khawiyatun 'ala 'urusyiha..._
(QS al-Hajj/22:45)
3. Biologi dan Botani
Wahuwalladzi anzala minassama'i ma'an fa'akhrajna bihi nabata kulli syai'in...(QS al-An'am/6:99)
Subhanalladzi khalaql azwaja kullaha mimma tunbitul ardhu...(QS Yasin/36:36)
4. Geografi dan Geologi
Afalam yasiru fil ardhi fatakuna lahum qulubun ya'qiluna biha... (QS al-Hajj/22:45)
Amman ja'alal ardha qararan wa ja'ala khilalaha anharan...(QS an-Naml /27:61)
5. Pertambangan
Linnalladzina kafaru wamatu wahum kuffarun fslan yuqbala min ahadihim mil'ul ardhi dzahaban walaiftada bihi...(QS Ali Imran/3:91)
6. Psikologi (QS al-Ma'un/107)
7. Sosiologi (QS at-Takatsur/102)
F. Penutup
Al-Quran mengandung segala pengetahuan sebagai benih dan prinsip, termasuk kosmologi, dan pengetahuan tentang alam semesta. Al-Quran diturunkan untuk petani sederhana maupun ahli metafisika, dan mengandung berbagai tingkat pengertian bagi semua jenis pembacanya. Allah swt menjadikan Al-Quran sebagai “reformasi besar” kemanusiaan dengan kekuatan yang mempengaruhi setiap jiwa. Dia menjadikan manusia sebaik-baik umat setelah lama terbelakang dan tertinggal. Al-Quran adalah petunjuk Allah yang bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai problem hidup. Apabila Al-Quran dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa, dan karsa manusia mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketenteraman hidup pribadi dan masyarakat. Ketika Nabi Muhammad saw ditanya tentang apa yang beliau lakukan agar terus dikenang oleh generasi-generasi sesudahnya, beliau menjawab, “Membaca Al-Quran.”
Daftar Pustaka
Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Manusia Diungkap Al-Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.
Abdullah Yusuf Ali, Quran Terjemahan dan Tafsirnya, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
Afzalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Budhy Munawar-Rachman, (Ed.)., Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1994.
F. Schuon, Memahami Islam, Bandung: Pustaka, 1994.
Imam Syafi’i, Ar-Risalah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, Bandung: Pustaka, 1988.
__________ dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, Bandung: Mizan, 2003.
Malik Ben Nabi, Fenomena Al-Quran, Jakarta: Marja’, 2002.
Muhammad Chirzin, Kearifan Al-Quran, Jakarta: Gramedia, 2021.
__________, Kamus Pintar Al-Quran, Jakarta: Gramedia, 2021.
__________, Fahrudin, Fatimah Fatmawati, Reformulasi Metode Tafsir Tematik, Yogyakarta: Q-Media, 2023.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jamul-Mufahras li-Alfazhil-Quranil-Karim, Kairo: Darul Hadis, 1991.
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996. (*)