Polisi Serasa Mafia
Oleh Sugeng Waras | Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI
Terbunuhnya Brigadir Yoshua diharapkan menjadi kasus polisi yang terakhir dalam isu tembak-menembak, kalau Kapolri tidak menerapkan slogan Presisi dengan sungguh-sungguh, maka instansi ini terkesan bak mafia di negeri ini.
Mafia adalah istilah informal yang merupakan organisasi kriminal, perkumpulan rahasia, dengan aktifitas kejahatan, melakukan perbuatan melawan hukum, kejahatan, pidana, kesalahan, kebengisan, dan kebiadaban yang merugikan masyarakat atau negara.
Presisi (Prediktif, Reponsibilitas dan Transparasi, yang berkeadilan) adalah tema yang dicanangkan dalam proses uji layak calon Kapolri Irjen Listyo Sigit Prabowo yang meloloskanya menjadi Kapolri hingga saat ini.
Banyak kasus besar yang tidak tuntas, tidak jelas dan tidak berkeputusan dinegeri ini, yang memunculkan pertanyaan masyarakat tentang kredibilitas dan ektabilitas kepolisian dalam peran, fungsi dan tugas pokoknya.
Ambil contoh kasus kerumunan yang menimpa HRS dan 6 laskar pengawalnya yang terbunuh di KM 50 jatol japek beberapa tahun lalu.
Juga kasus kasus kerumunan yang menyeret HRS mendekam di tahanan, yang jauh berbeda dengan kasus kerumunan dalam kunker presiden Jokowi dan anaknya Gibran sewaktu memenangkan Pilwalkot Solo yang tidak pernah tersentuh hukum hingga kini.
Contoh lain adalah kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan Joko Candra dan lain lain, kasus kasus pelecehan agama seperti yang dilakukan Deny Siregar maupun kaus kasus lain yang dikakukan oleh para buzzer dan influencer istana seperti Ade Armando dan kawan kawan yang membuat gaduh dan babak belur di masyarakat.
Di sisi lain begitu mudahnya mencap para ulama sebagai teroris dan intoleran dalam mengintimidasi, mendiskriminasi, mendiskriditkan dan mengeksekusi beberapa ulama dan tokoh agama dengan menginjak injak masjid dengan sepatu serta menjadikan masjid sebagai tempat kegiatan intoleran atau sarang teroris.
Faktanya diam diam Polisi telah mempekerjakan anggotanya sebagai satgasus yang menangani masalah masalah besar yang sulit dibedakan apakah polisi berpotensi sebagai pelaku atau pemberantas!
Melalui peristiwa terbunuhnya Brigadir Jhosua ajudan Irjen Fredy Sambo membawa segala penyimpangan yang memanfaatkan instansi kepolisian yang terhormat dan mulia ini akan menguak segala kejanggalan dan kebusukan Polri dalam bertidak dan menangani kasus kasus hukum.
Bahwa dalam menangani kasus kasus hukum pasti melibatkan para jaksa dan hakim dalam proses peradilan yang tidak menutup kemungkinan akan bermunculan mavia mavia peradilan baik dari jaksa maupun hakim.
Menyeruak kepada lembaga lembaga tinggi negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang konkritnya seperti Rezim, DPR, MPR, MK dan MA yang berperan membuat RUU, UU maupun peraturan perundang undangan tidak menutup kemungkinan berkonpirasi melakukan kerjasama kejahatan dalam kesempatan yang sempit yang membuat sengsara rakyat dan merugikan negara
Tidak menutup kemungkinan konpirasi dalam hal sistim pemilu yang akan datang yang cenderung cipta kondisi penuh cemas harap dan ketidak pastian bahkan mungkin akan ditunda.
Para stake holder lebih terkusus presiden Joko Widodo hingga kini masih berupaya dan merekayasa sistim dan waktu pilpres / Pemilu yang berpotensi menyimpang dan mengubah aturan aturan yang telah jelas jelas disebutkan dalam UUD 45
Oleh karena itu marilah kita tidak terkecoh, tidak terbelenggu dan tidak terhasut oleh peristiwa dan kasus kasus diatas yang justru terlena dan mengabaikan segala aturan yang mendukung dan mengiringi proses dan prosedur pemilu dan pilpres 2024
Kita masih berharap semoga terutama Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo senantiasa diberikan bimbingan dan perlindungan dari Allah swt TYME dalam menangani kasus kasus yang ada dalam rangka mengimplementasikan PRESISI, dalam upaya mengembalikan marwah kepolisian khususnya serta penegakan hukum di Indonesia umumnya.
Wait n see..!
( Bandung, 10 Agustus 2022)