Presisi Abal-abal

Oleh Sugeng Waras, Ketua Umum FPPI, Panglima TRITURA, Ketua APIB Jabar, Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI.

Terkait kasus Duren III, ternyata Kapolri  diprank oleh anak buahnya.

Untuk kesekian kalinya saya acungkan jempol dan lempar handuk dengan adanya slogan atau semboyan Kapolri / Polri, tentang PRESISI.

Dari pandangan saya ini yang terbaik, yang sangat layak sebagai pedoman kerja Polisi  yang merupakan penjabaran dari doktrin polisi TRIBRATA dan CATUR PRASETYA POLRI (meskipunTBT dan CPP perlu dikaji ulang).

Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Tranparansi yang berkeadilan) adalah jargon atau slogan yang baik, tidak perlu diragukan atau dipertanyakan lagi !

Prediktif (melihat ke depan, lebih akurat dari presepsi, lebih tajam dari asumsi, jauh lebih mantap dari berandai andai).

Responbilitas / ty  (lebih mengarah kepada reaksi, reaktif, antisipasi, pencegahan, tindak dini, pemulihan berdasarkan norma hukum, terukur dan bertanggung jawab terhadap profesi).

Tranparansi (keterbukaan kejujuran, keterus terangan, sebagai muara kejujuran, kebenaran, keadilan, beradab dan bermartabat).

Menjadi luar biasa ketika ketiga aspek atau unsur ini disinergikan, dikombinasikan, didegradasikan secara terpadu, terarah, berkesinambungan, harmonis, seimbang dan simultan.

Namun faktanya Kabareskrim seperti abai terhadap makna Presisi ini bahkan kita lebih khawatir jika ternyata sengaja tidak dimplementasikan gegara ada tekanan atau kendali dari atasan  / pihak lain yang membuat masyarakat kecewa, cemas harap dan gregetan.

Dengan kata lain menjadi double gardan apa motif Kabareskrim tidak mau mengungkap motif Fredy Rambo dalam mengeksikusi ajudanya Brigadir J.

Bahwa keterbukaan mengungkap motif sebagai fondasi mengupas akar masalah bisa dikembangkan kemana mana sesuai urgensi dan kerelevansianya..

Atau sengaja peristiwa ini didesign dan diarahkan keranah *Diskresi* artinya biar publik terseret dan terpengaruh bahwa peristiwa ini menjadi sebuah kelayakan yang lumrah terjadi ( pembenaran ) dan dianggap tidak signifikan terhadap bangsa dan negara.

Dikhawatirkan justru cara cara seperti ini akan membawa masyarakat semakin tidak percaya dengan institusi Polri dan semakin mengait ngaitkan dengan kejadian terbunuhnya 6 laskar pengawal HRS di KM 50 jatol japek beberapa waktu yang lalu.

Lebih konyol lagi ketika masyarakat akan  menilai tindakan hukum penahanan terhadap beberapa orang seperti Habib Bahar Smith, Munarman dan Edy Mulyadi sebagai akibat skenario mafia biadab, yang ujung ujungnya mengaitkan dengan campur tanganya rezim Jokowi

Menyikapi ini hendaknya kita semua melalui nitizen di medsos lebih proaktif agar cepat terungkap para pelaku mafia yang membuat korban masyarakat dan kerugian negara.

Masyarakat tidak boleh diam melihat fenomena ketidak adilan hukum yang cenderung meng enak kan beberapa gelintir stake holder dan para pengkianat bangsa

Adagium bahwa teroris sembunyi dilubang tikuspun akan tertangkap, sebaliknya para koruptor kakap yang sudah tertangkappun disembunyikan

Negeri aneh bin ajaib!

Oleh karenanya masyarakat harus tinggalkan  jargon jargon yang berlebihan yang melibatkan jutaan perserta unras maupun sasaran sasaran yang belum konkrit agar tidak dianggap jurus prank atau omdo....

Kata kuncinya masyarakat harus sadar bahwa tanpa kesatuan total dan serempak jangan harap tujuan dan sasaran akan tercapai.

Maka konsolidasi internal dan mobilisasi eksternal layak dijadikan dasar langkah langkah menuju perubahan yang lebih baik.

Semua elemen dan seluruh komunitas harus mau duduk bersama, tabayun guna menyiapkan poeple power yang bukan show people!

Lanjutkan perjuangan menuju penegakan kejujuran, kebenaran dan keadilan sebagai kunci negara *Jaya dan sejahtera. (*)

Tak terbang karena pujian, tak tumbang karena cacian. ALLAHU AKBAR !!!

MERDEKA  !!!

314

Related Post