Rocky Gerung: Jurnalis Bukan Humas Istana

Presiden Joko Widodo bersama Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Muhammad Prananda Prabowo, putra sulung Megawati.

Jakarta, FNN – Tampaknya ketegangan yang terjadi terkait isu Pilpres 2024 antara Presiden Joko Widodo dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah cair dan mereda. Megawati sudah melupakan soal main di “dua-tiga” kaki yang dilakukan oleh “petugas partainya”.

Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP yang digelar di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 21-23 Juni 2022, sebelum membuka acara, Jokowi terlebih dahulu berpidato. Dalam pidatonya, Jokowi memuji-muji Megawati.

“Bu Mega, beliau memang hari ini sejak saya ketemu pagi tadi, memang beliau adalah auranya adalah sangat cantik sekali dan sangat kharismatik. Ini benar dari lubuk hati yang paling dalam,” ungkap Jokowi, Selasa, 21 Juni 2022.

Mendengar pujian Jokowi, Megawati tampak tersipu-sipu sambil tersenyum menutup mulutnya dengan tangan.

“Auranya meskipun sudah berumur 57 tahun, tetapi aura kecantikannya tidak pernah pudar,” kata Jokowi memancing tawa Megawati dan para kader PDIP. Jokowi memelesetkan usia Megawati yang tahun ini genap 75 tahun.

Saat itu, para kader PDIP memberikan tepuk tangan. Namun, Presiden Jokowi meminta kader PDIP untuk menepuk tangan lebih kencang. "Tepuk tangannya kurang,” kata Jokowi.

Pujian Presiden Jokowi itu menimpali ucapan Megawati yang terlebih dahulu memuji diri-sendiri. Menurutnya, auranya yang kharismatik itu menurun dari bapaknya, Presiden RI Pertama, Soekarno. “Menurun sama saya. Saya cantik dan kharismatik,” kata Megawati.

“Ada yang saling memuji dalam dua hari ini?” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief kepada akademis dan pengamat politik Rocky Gerung dalam kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (25/6/2022).

“Iya. Indonesia senang bahwa puji-pujian itu membuat kita tersenyum setelah kemaren kita cemberut semua karena sebuah peristiwa di ruang kuliah PDIP dan seorang dosen sedang menceramahi mahasiswanya, tapi kemudian sang mahasiswa memuji dosennya. Kira-kira begitu,” kata Rocky Gerung.

Dan terjadilah ucap mengucap yang akhirnya membuat dua belah pihak sumringah. Siapakah itu? Ada di semuanya head line.

“Iya kemarin yang sempat kita bahas sekilas bahwa Pak Jokowi nggak lama setelah acara di PDIP kemudian Mbak Puan Maharani diajak ke ibukota baru. Di situ ternyata banyak wartawan para pemred yang diajak sama Pak Jokowi. Lalu sehari kemudian setelah penutupan Rakernas Bu Megawati memuji-muji soal Pak Jokowi dan mengklaim bahwa pilihannya tidak salah menjadikan Jokowi sebagai presiden,” tukas Hersubeno.

Bagus juga ketegangan di kalangan elit mereda. Tapi dia tidak membuat kita percaya pada demokrasi itu karena akhirnya kita musti temukan semacam rumus yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.

“Dan itu artinya demokrasi cuma urusan dua orang, diselesaikan dengan ha ha hi hi saling puji lalu 20 persen dilupain, lalu peristiwa-peristiwa politik pelanggaran HAM kemarin dilupain. Kan bukan itu maksudnya tuh. Harga sawit tinggal seribu perak dilupain itu,” lanjut Rocky Gerung.

Jadi ini sebetulnya masalahnya yang kita perlukan. “Kita perlu ngebahas ini lebih jauh dan saya lihat beberapa wartawan yang diajak Jokowi sumringah itu kayak memuji-muji. Dan diwawancara lalu dipuji seolah ia ini bagus, harapan, segala macam. Kan bukan begitu sifat kritis jurnalis,” katanya.

Menurut Rocky, jurnalis mengikuti kegiatan presiden untuk memberi berita dan keseimbangan berita, termasuk perspektif kritis terhadap IKN. Seolah jurnalis merasa ya ini sesuatu yang akan membuat Indonesia bahagia.

Sementara, opini publik justru menentang IKN. Saya khawatir kalau kalangan jurnalis kehilangan perspektif kritisnya hanya karena diundang oleh Presiden. “Kan kita ingin supaya terlihat bahwa pers itu betul-betul sparing partner dari pemerintah, bukan undangan yang kemudian jadi humasnya Istana,” ujarnya.

“Saya lihat bahasa tubuh beberapa tokoh pers itu agak jadi humas istana buat mempromosikan IKN. Bukan. Ibukota baru itu problem yang akan menetap karena soal anggaran dan soal lingkungan. Itu yang musti diulas oleh jurnalis, bukan sekedar suka senyum-senyum di depan kamera agar presiden bahagia. Itu lain soalnya,” tegas Rocky Gerung. (mth/sws)

373

Related Post