Tragedi Tewasnya Ratusan Suporter, Polisi Sangat Tidak Profesional
Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD
Tragedi gas air mata di stadion Kanjuruhan Malang saat laga sepak bola favorit rivalitas antara PS PERSEBAYA Surabaya VS PS AREMA Malang tanggal 1 Oktober 2022 malam, menorehkan peristiwa hitam legam karena telah menelan korban manusia dewasa, anak anak , laki laki dan wanita yang cukuo signifikan.
Seharusnya para panitia penyelenggara dan semuanya yang terlibat jauh jauh sudah mengantisipasi akan semarak, semangat dan menggeloranya pertandingan ini karena sama sama favorit, andalan dan kebanggaan masing masing, yang dari tahun ketahun, selalu panas dan mendidih.
Segala kemungkinan akan bisa terjadi, namun alternatif cara cara bertindak dari yang paling ringan hingga paling beresiko tinggi pasti menjadi kiat kiat benang merah yang harus diantisipasi oleh penyelenggara terutama pihak keamanan/kepolisian.
Peristiwa naas itu terjadi ketika usai wasit meniupkan peluit tanda selesainya pertandingan yang membuahkan hasil 3 --2 untuk kemenangan tim Sawunggaling PERSEBAYA Surabaya.
Dimulai merangkak majunya tim suporter Arema Malang yang merangsek maju ke tengah tengah lapangan ( untuk melampiaskan kekecewaan dan kekesalanya terhadap para pelatih dan oficial tim Arema ) , disitulah petugas kepolisian mulai beraksi dengan menyemburkan gas air mata dari mobil waterkanon yang sudah disiagakan sebelumnya.
Namun menjadi aneh dan tanda tanya ketika semburan waterkanon gas air mata diarahkan dan ditujukan ketribune dimana para penonton / suporter yang kebanyakan dari arek arek Ngalam laki laki, perempuan dan anak anak sedang menunggu lerainya keadaan darurat dibawah / lapangan serta sedang terbuntunya pintu pintu keluar yang penuh sesak manusia.
Sudah barang tentu seketika keadaan menjadi berubah total panik, ketakutan, kebingungan dan berupaya menyelamatkan diri, mencari perlindungan, saling tumpang tindih, bertabrakan dan terinjak-injak.
Demikan halnya keadaan dibawah, ditengah lapangan saat itu yang tidak jauh berbeda keadaanya dengan kejadian di tribune.
Hingga saat berita ini ditulis dari akumulasi beberapa rumah sakit yang merawat ada 127 korban meninggal dunia, bahkan ada tambahan lagi 2 orang menyusul meninggal dunia dari lebih180 orang yang dirawat.
Dikaitkan dengan adanya peraturan dari VIVA yang melarang penggunaaan gas air mata pada kejadian seperti ini, maka polisi wajib dimintai keterangan dan pertanggung jawabanya atas kejadian ini, apalagi tidak menutup kemungkinan telah mendunianya pemberitaan ini.
Akankan keterangan dan pertanggung jawaban itu akan bisa melegakan kita semua?
Karena polisi memeriksa polisi sedang trending saat ini dikaitkan empati, simpati dan kepercayaan rakyat terhadap polisi.
Sekali lagi atas insiden ini semua dapat disimpulkan, POLISI TIDAK PROFESIONAL!
(Bandung, 2 Oktober 2022)