06-triliun

BPKN Sebut Kerugian Konsumen pada 2021 Capai Rp1,06 Triliun

Jakarta, FNN - Komisioner Penelitian dan Pengembangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Anna Maria Tri Anggraini mengatakan total kerugian konsumen sejak Januari hingga 22 Juli 2021 mencapai Rp1,06 triliun. “Ini angka yang sangat fantastik yang perlu menjadi catatan bagi pemerintah terkait dengan kerugian yang dialami konsumen,” ujar Anna di Jakarta, Kamis. Ia menjelaskan kategori pengaduan paling tinggi terjadi pada jasa keuangan 2.050 kasus, diikuti jasa e-commerce 364 kasus, perumahan 145 kasus, jasa telekomunikasi 36 kasus dan jasa transportasi 20 kasus. Berdasarkan pengaduan itu, lanjut dia, sesuai peran dan fungsinya, maka BPKN memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan pelbagai persoalan terkait hak-hak konsumen. Namun, berdasarkan data BPKN yang dikeluarkan sejak tahun 2005 sampai Juni 2021, jumlah tanggapan atau rekomendasi BPKN yang ditindaklanjuti pelaku jasa masih minim. Menurut dia, dari sebanyak 207 rekomendasi BPKN, hanya 46 yang mendapatkan respon, sisanya sebanyak 161 belum ditanggapi oleh pemerintah. Anna juga memaparkan beberapa isu yang perlu dicermati untuk menyelesaikan berbagai masalah atas perlindungan konsumen yang masih muncul dan terus berulang. Pertama, konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, serta keselamatan dalam penggunaan produk baik berupa barang maupun jasa. Oleh karena itu, pelaku usaha harus menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dari paparan virus COVID-19, serta memberikan kepastian akses informasi yang jelas dan lengkap untuk menghindari kasus insiden perlindungan konsumen. Selain itu, terdapat kepastian perlindungan terhadap data pribadi konsumen agar kepercayaan konsumen makin meningkat dan sering menggunakan jasa layanan publik. Kedua, konsumen memiliki hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tak diskriminatif sesuai dengan regulasi maupun peraturan perundangan yang berlaku. Untuk itu, konsumen berhak mendapatkan layanan secara baik dan tak diskriminatif sesuai UU tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) No 8 tahun 1999, hak terhadap aksesibilitas sesuai UU No 8 tahun 2016, serta hak pelayanan khusus konsumen rentan (disabilitas, orang tua, anak-anak, wanita hamil, dan lain-lain). Isu ketiga yang perlu diperhatikan adalah konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. "(Yaitu) terkait tanggung jawab sepanjang rantai nilai layanan publik apabila terjadi insiden, pihak mana saja yang bertanggung jawab? Apakah pemilik platform? Pelaku usaha? ataukah tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga sebagai regulator," katanya. (mth)