akademisi-uncen-masyarakat-adat

Akademisi Uncen: Masyarakat Adat Adalah Mitra Strategis Pemerintah

Jakarta, FNN - Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Marinus Yaung menyatakan bahwa masyarakat adat adalah mitra strategis pemerintah dalam membuat kebijakan, khususnya terkait pembangunan. “Sebagai mitra strategis pemerintah, masyarakat adat dapat memastikan pembangunan sampai ke setiap pelosok negeri,” kata Marinus Yaung ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Rabu. Menurut Marinus, masyarakat adat memiliki konsep-konsep dan kearifan-kearifan lokal yang dapat mereka kombinasikan dengan tujuan pemerintah untuk membangun suatu wilayah. Apabila pemerintah melakukan pembangunan yang sesuai dengan konsep dan kearifan lokal, maka akan terbangun keselarasan antara penduduk lokal dengan pemerintah pusat. “Masyarakat adat sebenarnya merupakan fondasi utama dari pembangunan bangsa Indonesia,” tutur pengamat sosial dan politik tersebut. Oleh karena itu, tutur Marinus, negara tidak boleh mengabaikan adat sebagai mitra dalam pembangunan. Tanpa melibatkan masyarakat adat, pemerintah akan kesulitan merumuskan kebijakan atau pembangunan yang dapat menyentuh akar pribadi masyarakat di lapangan. Marinus juga mengaitkan penjelasannya dengan perubahan kedua Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua yang akan diimplementasikan selama 20 tahun ke depan. Ia menyatakan harapan agar pemerintah turut melibatkan masyarakat adat Papua dalam pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3). “Masyarakat adat Papua dapat memberi masukan berupa strategi terbaik untuk membangun Papua,” katanya. Ia yakin bahwa membuka dialog dengan masyarakat adat dapat membantu pemerintah untuk melakukan akselerasi pembangunan di wilayah-wilayah yang menjadi target untuk dikembangkan. Membuka ruang dialog kepada masyarakat adat juga dapat menciptakan keselarasan antara penduduk lokal dengan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. “Kendala yang dihadapi oleh UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, red) adalah kurangnya ruang dialog dengan masyarakat adat,” ucapnya. UP4B merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pada tahun 2011, era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan tujuan mengawal akselerasi pembangunan di Papua. Menurut Marinus, kurangnya ruang untuk melakukan dialog mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang disusun oleh UP4B kurang efektif dan perlu peningkatan guna merangkul kepentingan-kepentingan penduduk lokal Papua. “Mari belajar dari masa lalu untuk menjadi lebih baik,” kata Marinus Yaung. (mth)