aktorintlektualpembunuhmunir

Mencari Aktor Intelektual Pembunuhan Munir dan 6 Laskar FPI

SUDAH 17 tahun berlalu. Dua presiden. Puluhan kali desakan dari publik untuk mengungkap. Tetapi, aktor intelektual pembunuhan Munir Said Thalib, mantan koordinator Kontras, belum juga ditemukan. Jangankah ditemukan, dimulai saja pun proses pencariannya, belum. Munir dibunuh pada 7 September 2004 ketika dalam penerbangan dengan Garuda dari Jakarta menuju Amsterdam. Otopsi menemukan racun arsenik dalam jumlah besar di tubuh Munir. Pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, dijatuhi hukuman penjara 14 tahun karena terbukti membunuh aktivis HAM (Hak Azasi Manusia) itu. Pollycarpus diyakini tidak mungkin sendirian. Dia hanya sebagai operator lapangan dengan misi meracun Munir lewat minuman. Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) waktu itu menyimpulkan ada pemufakatan jahat untuk menghabisi Munir. TPF menuliskan tiga rekomendasi. Akan tetapi, “Rekomendasi Nomor 3” yang sangat krusial. Yaitu, permintaan agar SBY memerintahkan Kapolri untuk mendalami dugaan keterlibatan lima (5) orang dalam pembunuhan ini. Kelima orang itu adalah Indra Setyawan, Ramelga Anwar, Muchdi PR, Bambang Irawan dan AM Hendropriyono. Empat dari lima orang ini sudah diadili. Hanya Hendropriyono yang belum pernah diperiksa. Para aktivis HAM, para pakar hukum pidana, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat menuntut agar pemerintah segera mengungkap aktor intelektual pembunuhan Munir. Namun, hingga saat ini tak berhasil ditemukan. Sekarang tidak banyak waktu yang tersisa untuk membongkar aktor intelektual itu. Hanya setahun lagi. Sebab, begitu kasus pembunuhan Munir genap berusia 18 tahun, maka berlakulah aturan kedaluwarsa. Artinya, kasus pembunuhan Munir akan dimasukkan ke tong sampah setelah 7 September 2022. TPF Munir dibetuk pada 22 Desember 2004. Mereka bekerja tujuh bulan sampai 23 Juni 2005. Pada 24 Juni 2005, TPF menyerahkan hasil penyelidikan mereka kepada Presiden SBY. Anehnya, SBY tidak langsung mengumumkan temuan TPF kepada publik. Sampai akhirnya masa jabatan keduanya selesai pada 20 Oktober 2014. Sekarang, penuntasan kasus pembunuhan Munir ada dalam tanggung jawab Presiden Jokowi. Dia pernah berjanji akan menyelesaikan kasus Munir. Tetapi, sampai detik ini tidak ada realisasinya. Bahkan, dokumen yang berisi hasil kerja dan rekomendasi TPF dinyatakan hilang pada 2016. Hilang yang sangat misterius. Yang jelas, dokumen itu sudah diserahkan TPF kepada SBY. Rachlan Nashidik, politisi Partai Demokrat yang juga mantan anggota TPF, mengatakan SBY sudah mengirimkan dokumen final TPF kepada para penegak hukum. Dia yakin, dokumen itu ada di Istana saat ini. Hari ini, publik menuntut pengungkapan aktor intelektual atau dalang utama pembunuhan Munir. TPF sebetulnya sudah memberikan aba-aba tentang ke mana penyelidikan krusial harus di arahkan untuk menemukan Sang Aktor. Tetapi, SBY dan Jokowi tampaknya menghindari arah penyelidikan itu. Dari tahun ke tahun penyelidikan penting itu tidak pernah terlaksana. Nah, mengapa berat sekali mencari aktor intelektual pembunuhan Munir? Apa yang menjadi kendala? Jawaban singkatnya: kedua presiden, baik SBY maupun Jookowi, tak berani. Mereka tidak punya niat, dan juga nyali, untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir. Presiden SBY dulu, dan Presiden Jokowi sekarang, memiliki banyak instansi dan lembaga yang bisa dengan mudah menemukan dalang pembunuhan Munir. Tetapi itu tidak mereka lakukan. Walaupun Pollycarpus sudah meninggal dunia, upaya untuk mengungkap aktor intelektual pembunuhan Munir masih bisa dilakukan. Sangat mungkin, pintu persembunyian Sang Aktor bisa terbuka kalau Rekomendasi Nomor 3 TPF dilaksanakan sepenuhnya. Setelah kasus pembunuhan Munir diserahkan ke Jokowi, tidak ada perubahan sampai hari ini. Rekomendasi agar Polri mendalami peranan Hendropriyono tidak pernah terlaksana. Padahal, pemeriksaan Hendro sangat penting. Diyakini, bisa membuka jalan menuju “persembunyian” Sang Aktor pembunuhan Munir. Begitu banyak desakan dan imbauan, tidak dihiraukan oleh Jokowi. Selain dalang pembunuhan Munir, rakyat juga menuntut agar para penegak hukum mengungkap aktor intelektual pembunuhan 6 (enam) lasar pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS) di KM-50. Para pakar hukum dan forensic berpendapat tidak ada kendala untuk menelusuri dalang KM-50. Sayangnya, para tersangka yang sudah ditetapkan oleh kepolisian pun bisa bebas bekerja di instansi mereka. Sudah sembilan bulan berlalu, kasus ini pun kelihatannya bisa menguap begitu saja. Tetapi, rakyat akan terus menuntut penegakan keadilan. Rangkaian peristiwa pembunuhan KM-50 itu sangat jelas. Saking jelasnya, para petinggi kepolisian sempat gugup pada awal-awal penangan kasus tersebut. Banyak orang percaya penanganan kasus ini dengan rekayasa pasti akan terbongkar. Tidak lama lagi!