amerika-serikat

Jepang Pertimbangkan Lepas Cadangan Minyak

Tokyo, FNN- Jepang sedang mempertimbangkan pelepasan cadangan minyak negara setelah permintaan dari Amerika Serikat dalam upaya terkoordinasi guna memerangi kenaikan harga energi. Hal tersebut disampaikan kepada Reuters oleh tiga sumber pemerintah Jepang yang mengetahui kemungkinan rencana dari langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya itu. Salah satu nara sumber mengatakan pemerintah Jepang sedang berencana untuk melepaskan porsi cadangan minyak yang melebihi jumlah minimum yang disyaratkan dalam suatu standar hukum negara itu. Hukum Jepang mengizinkan pelepasan cadangan minyak jika terjadi kelangkaan atau bencana alam, tetapi hukum itu tidak menyebutkan tentang pelepasan cadangan minyak sebagai upaya melawan kenaikan harga. "Kami tidak punya pilihan selain melakukan sesuatu setelah permintaan dari Amerika Serikat," kata salah satu sumber pemerintah Jepang kepada Reuters, sebagaimana dikutip dari Antara, Senin, 22 November 2021. Para sumber pemerintah Jepang itu menolak untuk disebut namanya karena rencana tersebut belum diumumkan. Pemerintah Jepang tidak pernah melepaskan cadangan minyak negaranya, sementara sejumlah perusahaan minyak telah melakukannya selama Perang Teluk 1991 dan setelah bencana gempa bumi dan tsunami pada 2011. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno, Senin, 22 November 2021 mengatakan, belum ada keputusan apa pun. Perdana Menteri Fumio Kishida pada Sabtu, 20 November 2021, mengatakan, pemerintah Jepang sedang dalam proses mempertimbangkan langkah-langkah yang dapat dilakukan secara legal. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden membuat permintaan yang tidak biasa kepada beberapa negara konsumen minyak terbesar di dunia - termasuk China dan India - supaya mempertimbangkan melepaskan sejumlah minyak dari cadangan strategis mereka. Permintaan pemerintah AS itu disampaikan setelah anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya berulang kali menolak permintaan mempercepat peningkatan produksi minyak mereka. Pemerintah Jepang telah menahan konsumsi minyak harian hingga senilai konsumsi 145 hari pada akhir September. Menurut data resmi, angka itu jauh di atas minimal 90 hari yang disyaratkan oleh undang-undang negara itu. Sedangkan cadangan minyak sektor swasta Jepang bernilai total konsumsi 90 hari, yang juga melebihi persyaratan minimal 70 hari berdasarkan undang-undang. (MD).

Militer Amerika Serikat Tutupi Serangan Yang Tewaskan Warga Sipil Suriah

Washington, FNN - Militer Amerika Serikat (AS) menutupi dua serangan udara di Suriah pada 2019 yang menewaskan hingga 64 perempuan dan anak-anak dalam perang melawan ISIS. Kedua serangan udara itu dilakukan berturut-turut di dekat kota Baghuz atas perintah unit operasi khusus rahasia yang bertugas di Suriah. Menurut laporan New York Times (NYT), Sabtu, 13 November 2021, Komando Pusat AS yang mengawasi operasi udara AS di Suriah, mengakui serangan itu untuk pertama kali pekan ini dan membenarkannya. Dalam pernyataan pada Sabtu, 13 November 2021, Komando Pusat mengulangi informasi yang diberikan kepada NYT, 80 orang tewas dalam kedua serangan itu, termasuk 16 petempur ISIS dan empat warga sipil. Komando mengatakan tidak jelas apakah 60 korban lainnya merupakan warga sipil, karena perempuan dan anak-anak bisa saja menjadi petempur. Dalam pernyataan itu, militer mengatakan serangan tersebut merupakan "upaya membela diri yang sah", proporsional dan bahwa "langkah-langkah yang tepat diambil untuk mengesampingkan keberadaan warga sipil". "Kami membenci hilangnya nyawa manusia yang tidak bersalah dan mengambil semua tindakan yang mungkin untuk mencegahnya. Dalam kasus ini, kami melaporkan sendiri dan menyelidiki serangan tersebut berdasarkan bukti yang kami miliki dan bertanggung jawab penuh atas hilangnya nyawa secara tidak sengaja," kata Komando Pusat, sebagaimana dikutip dari Antara. "Jumlah warga sipil di antara 60 korban yang tewas tidak bisa dipastikan karena "banyak perempuan bersenjata dan sedikitnya seorang anak bersenjata teramati" dalam video peristiwa itu," kata pejabat militer seraya menambahkan mayoritas dari korban tewas kemungkinan adalah petempur. Komando Pusat mengatakan, serangan tersebut dilakukan ketika Pasukan Demokratik Suriah (SDF) sedang digempur habis-habisan dan terancam kalah. SDF telah melaporkan, daerah itu bersih dari warga sipil. Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan melakukan penyelidikan atas peristiwa yang terjadi pada 18 Maret 2019 itu. Akan tetapi, laporannya kemudian "dibersihkan" dari kata "pengeboman". Menurut NYT, penyelidikan independen dan menyeluruh atas insiden itu tidak pernah dilakukan. Surat kabar itu mengatakan, laporan tersebut didasarkan pada dokumen dan deskripsi laporan yang bersifat rahasia, serta wawancara dengan aparat yang terlibat langsung. Seorang pengacara Angkatan Udara yang berada di pusat operasi pada saat kejadian meyakini serangan tersebut merupakan dugaan kejahatan perang. Dia kemudian memperingatkan Inspektur Jenderal Dephan AS dan Komite Dinas Angkatan Bersenjata Senat AS, tetapi tidak ada tindakan apa-apa. (MD).