dewan-pers

Dewan Pers Apresiasi Penghargaan Seorang Wartawan Jadi Bupati

Ternate, FNN - Dewan Pers memberikan apresiasi kepada Bupati Halmahera Selatan (Halsel), Usman Sidik atas penghargaan yang diterimanya dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia, karena menjadi wartawan pertama di Maluku Utara menjadi kepala daerah. "Saya mengucapkan selamat dan semoga Bupati Halsel Usman Sidik berperan aktif dalam mendukung kemerdekaan pers di Halmahera Selatan pada khususnya dan pada umumnya di Malut,” kata Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun saat dihubungi dari Ternate, Minggu. Penghargaan itu diberikan langsung oleh Ketua Lembaga Prestasi Indonesia Dunia, Paulus Pangka kepada Bupati Halsel, Usman Sidik bertempat di Auditorium Kantor Perpustakaan Nasional Jakarta, Sabtu (13/11). Hendry berharap Bupati Halsel dapat memberikan fasilitasi pelatihan dan uji kompetensi bagi wartawan. Sekaligus agar memerintahkan staf untuk memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi. "Dewan Pers sangat berharap dapat mendukung dan memberikan fasilitas pelatihan serta UKW bagi wartawan di Halmahera Selatan," katanya. Selain itu juga, Hendry yang juga mantan Sekretaris PWI Pusat itu menginginkan agar Pemda Halmahera Selatan dapat bekerja sama dengan media yang bermutu melalui pemasangan advetorial dan dapat membedakan mana media serius dan media yang hanya ingin memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri atau kelompok. Untuk diketahui, Bupati Kabupaten Halmahera Selatan, Hi. Usman Sidik menerima penghargaan Youth Award 2021 dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia. Penghargaan diberikan kepada orang nomor satu di Halsel ini, karena atas prestasi menjadi wartawan (TPI dan RCTI) pertama di Provinsi Malut menjadi kepala daerah. (mth)

Berpotensi Menimbulkan Kekacauan, Uji Materi UU Pers Harus Dihadapi Bersama

Jakarta, FNN – Permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai bentuk pembangkangan. Selain itu, juga berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penyelenggaraan pers dan hilangnya kepastian hukum, baik organisasi pers sendiri maupun masyarakat (publik) secara luas. Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh dalam siaran persnya yang diterima FNN.co.id, di Jakarta, Rabu, 10 November 2021. Kesesatan berpikir dan keinginan untuk memecah-belah kalangan insan pers seperti yang terlihat di dalam permohonan uji materi merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut untuk ditolak dan dihadapi bersama-sama. Berikut isi lengkap siaran pers tersebut : Pada hari Selasa, 9 November 2021, pada pukul 11.00 WIB Dewan Pers hadir sebagai Pihak Terkait yang menyampaikan keterangan dalam Permohonan Pengujian Materiil Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Ketentuan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di hadapan Majelis Konstitusi Republik Indonesia. Menindakanjuti sidang sebelumnya, pada Senin, 11 Oktober 2021, di mana pemerintah menyampaikan keterangannya, yang diwakili dan dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bapak Usman Kansong, maka hari ini Dewan Pers hadir untuk membacakan Keterangannya, yang dihadiri dan diawali pengantar oleh Ketua Dewan Pers Mohammad Nuhserta dibacakan oleh Saudara Wina Armada Sukardi, Frans Lakaseru, dan Dyah Aryani selaku Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Dewan Pers. Selanjutnya, Kuasa Hukum Dewan Pers membacakan Keterangan Pihak Terkait Dewan Pers setebal 33 halaman secara bergantian dalam persidangan kasus Permohonan Uji Materiil 38/PUU XIX/2021 yang pada pokoknya menjawab dalil para Pemohon: Dewan Pers menyatakan bahwa secara gramatikal norma-norma yang termuat pada seluruh pasal UU Pers 40/1999 termasuk Pasal 15 ayat (2) huruf f pemaknaannya telah jelas, tidak multitafsir apalagi sumir sehingga Dalil Pemohon yang menyatakan, “Dewan Pers memonopoli pembentukan semua peraturan dan memiliki kewenangan serta mengambil alih peran organisasi Pers menyusun peraturan di bidang Pers”, adalah tidak berdasar sama sekali dan sebagai kesesatan berpikir dan kekeliruan pemahaman Para Pemohon pada UU Pers 40/1999, mulai dari sejarah penyusunannya hingga norma-norma dalam UU Pers 40/1999. Berdasarkan Asas Swa-Regulasi sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers dalam praktiknya, penyusunan terhadap aturan di Bidang Pers yang dibutuhkan dan diusulkan oleh Organisasi Pers dengan dasar pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan akan adanya aturan, panduan dan pedoman tertentu, kepastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers, dan meningkatkan kehidupan pers serta dapat berdampak kepada masyarakat luas (publik), dilaksanakan sesuai dengan fungsi Dewan Pers dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers No 40/1999, yakni difasilitasi oleh Dewan Pers. Tindakan Dewan Pers memfasilitasi, memberi dukungan kemudahan, sarana dan prasarana bagi Organisasi Pers dalam menyusun aturan di bidang Pers dilakukan dengan cara: mendiskusikan dan membahas secara simultan hingga diperoleh hasil akhir berupa konsensus atau kesepakatan bersama terhadap penyusunan atas aturan di bidang Pers tersebut; memformalkan dan mengesahkan hasil akhir atas penyusunan aturan di bidang Pers tersebut dalam bentuk Peraturan Dewan Pers. Contoh nyata penyusunan swa-regulasi ini dapat dilihat di dalam Kode Etik Jurnalistik, Kode Perilaku Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan, Standar Perusahaan Pers, Standar Organisasi Perusahaan Pers, dan lain-lain. Dengan demikian, telah sangat jelas bahwa sebenarnya yang menjadi substansi persoalan Para Pemohon adalah bukan pada fungsi dari PIHAK TERKAIT Dewan Pers sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999 yaitu memfasilitasi Organisasi Pers dalam MENYUSUN peraturan di bidang Pers, TETAPI pada ketidaksukaan dan/atau ketidakmauan dan/atau ketidaksetujuan Para Pemohon bahwa Dewan Pers atas kesepakatan/konsensus bersama Organisasi Pers memformalkan hasil akhir dari penyusunan peraturan di bidang Pers oleh Organisasi Pers dalam bentuk Peraturan Dewan Pers. Dewan Pers menyampaikan bahwa dalil Para Pemohon yang menyatakan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menghambat perwujudan kemerdekaan pers dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta bersifat diskriminatif karena Presiden tidak mengeluarkan Surat Keputusan bagi organisasi yang mereka dirikan sehingga Presiden telah menghambat kemerdekaan pers itu sendiri, merupakan tuduhan keji yang tidak berdasar dan menunjukan kesesatan pola pikir serta ketidaktahuan atau ketidakpahaman Para Pemohon dalam memahami norma-norma yang ada di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apabila Presiden menanggapi dan merespons keinginan Para Pemohon untuk menerbitkan Keputusan Presiden sebagaimana uraian permohonan di atas, maka Presiden justru berpotensi melanggar Undang-Undang Pers karena telah jelas dari sisi nomenklatur penamaan, tidak ada penamaan lain selain “Dewan Pers” dan UndangUndang Pers tidak mengenal dan tidak menyebutkan adanya nomenklatur penamaan lain selain “Dewan Pers”, sehingga apabila ada pihak – pihak yang menamakan dirinya dan menyerupai penamaan Dewan Pers seperti Dewan Pers Indonesia, Dewan Pers Independen, dan sebagainya adalah bukan merupakan amanat dari UndangUndang Pers. Selanjutnya Dewan Pers menyampaikan keanggotaan Dewan Pers tidak muncul seketika, namun merupakan keberlanjutan dan satu kesatuan dari sejarah serta peristiwa hukum yang panjang yaitu merupakan peralihan dari Dewan Pers pada masa Orde Baru yang didasarkan pada Undang-Undang Pers pada masa Orde Baru, yang kemudian pascareformasi digantikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melahirkan Keputusan Presiden No 96/M Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode Tahun 2000- 2003 sampai dengan saat ini, yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 33/M Tahun 2019 tentang Pemberhentian.dan Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode 2019 – 2022. Dewan Pers juga menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim Konstitusi yang disampaikan dalam persidangan sebelumnya, terkait dengan Pendataan di Dewan Pers, yaitu mendata perusahaan Pers menjadi salah satu fungsi dari Dewan Pers, di mana saat ini terdapat 1.678 perusahaan Pers yang meliputi Pers cetak dan Pers elektronik yang telah dilakukan pendataan dan hasil pendataan tersebut dimuat pada laman resmi Dewan Pers https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers yang dengan mudah dapat diakses oleh publik. Dalam tataran teknis, pendataan Perusahaan Pers yang dilakukan Dewan Pers tak sebatas mencatat, namun melakukan verifikasi yakni memeriksa, meneliti, mencocokan, dan membuktikan secara faktual dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan Pers dengan poin-poin standardisasi perusahaan Pers. Adapun filosofi pendataan yang dilakukan oleh Dewan Pers untuk menegakan profesionalitas, guna mewujudkan kemerdekaan Pers, sehingga menghasilkan jurmalisme profesional, sekaligus menjadi penegak pilar demokrasi. Dewan Pers dalam keterangannya juga menyampaikan fakta, bahwa ternyata telah ada Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah dilakukan upaya Banding, di mana Pemohon I, Heintje Grontson Mandagie dalam perkara Permohonan Uji Materill 38/PUU-XIX/2021 a quo adalah juga Penggugat I dan Pembanding I yaitu sebagai Ketua Umum Serikat Pers Indonesia dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia sedangkan Dewan Pers sebagai Tergugat atau Terbanding. Putusan atas Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang diputuskan pada tanggal 21 Agustus 2019, dengan Putusan No 235/Pdt.G.2018/PN.JKT.PST jo. 331/PDT/2019/PT DKI, berbunyi : DALAM EKSEPSI : • Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard); DALAM POKOK PERKARA : • Menolak gugatan Para Pembanding semula Para Penggugat untuk seluruhnya; • Menghukum Para Pembanding semula Para Penggugat untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang pada tingkat banding ditetapkan sebesar 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).”. Ada pun dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 331/PDT/2019/PT DKI, yang telah berkekuatan hukum tetap disebutkan. “Menimbang bahwa Terbanding semula Tergugat menerbitkan atau menetapkan kebijakan, keputusan dan/atau regulasi di bidang Pers khususnya menerbitkan berbagai kebijakan perihal kompetensi wartawan sebagaimana didalilkan Para Pembanding semula Para Penggugat adalah perbuatan yang sah dari Terbanding semula Tergugat dalam menjalankan fungsi yang diamanatkan undang-undang dalam rangka menjamin, melindungi, dan mengembangkan kemerdekaan Pers, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas Pers Nasional”. Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas telah jelas serta patut diduga tindakan atau perbuatan Para Pemohon termasuk pengajuan Permohonan Uji Materill 38/PUUXIX/2021 ini dilakukan dengan itikad buruk dengan maksud bukan saja untuk mengganggu kemerdekaan Pers yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers tetapi juga sangat berpotensi menimbulkan kekacauan dalam penyelenggaraan Pers dan hilangnya kepastian hukum baik Organisasi Pers sendiri maupun masyarakat (publik) secara luas. Kemudian, Dewan Pers juga menjawab pertanyaan lain yang disampaikan Majelis Hakim Konstitusi terkait keunggulan dan kelebihan agar Pers Indonesia dan Dewan Pers menjadi garda terdepan di dalam rangka jurnalistik yaitu dalam rangka menjaga dan melindungi kemerdekaan Pers dan mewujudkan Pers yang profesional, Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan Pers. Fungsi ini dilakukan oleh Dewan Pers dalam rangka mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Dari pengaduan masyarakat tersebut, Dewan Pers akan menilai apakah dalam pemberitaan—karya jurnalistik yang diterbitkan oleh suatu Media atau Perusahaan Pers terdapat pelanggaran atas Kode Etik Jurnalistik atau tidak. Jika fungsi ini tidak dijalankan oleh Dewan Pers maka akan menimbulkan efek negatif berupa ketidakpercayaan masyarakat luas (publik) akan produk jurnalistik yang profesional sehingga berpotensi mencederai kemerdekaan Pers dan berpotensi terancam serta tercabut, karena berbagai pengaduan masyarakat yang berhubungan dengan pemberitaan Pers diselesaikan melalui mekanisme dan jalur hukum baik perdata maupun pidana. Dewan Pers juga berupaya untuk mengembangkan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional, dengan secara aktif dan positif bekerjasama dengan pihak lain di luar masyarakat Pers. Kerjasama ini dilakukan juga untuk meningkatkan kesadaran paham media (media literacy) masyarakat dan memberikan pemahaman yang tepat dan sama perihal kemerdekaan Pers dan dampaknya bagi kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, antara lain dengan melakukan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama dengan Kementerian/Lembaga seperti Kepolisian, TNI, LPSK, Mahkamah Konstitusi, BNPT, Kejaksaan dan sebagainya, bahkan juga melakukan Kerjasama di tingkat internasional seperti penandatanganan Bangkok Declaration, dengan organisasi Southeast Asian Press Councils Network yaitu kerjasama antara anggota Dewan Pers di tingkat Asia Tenggara untuk mempromosikan kebebasan pers melalui pengaturan swa-regulasi dan rasa hormat pada Kode Etik Jurnalistik. Persidangan Permohonan Uji Materill 38/PUU-XIX/2021 ini juga mendapat perhatian dan tanggapan dari berbagai Organisasi Pers, baik Organisasi Perusahaan Pers maupun Organisasi Wartawan yang menjadi bagian dari konstituen Dewan Pers dan insan masyarakat Pers. Video rekaman persidangan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tanggal 9 November 2021, dapat disimak pada link youtube berikut : https://www.youtube.com/watch?y=4167BDlqJUM Persidangan Selanjutnya, akan dilaksanakan pada 8 Desember 2021 untuk mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Organisasi Pers seperti PWI, AJI dan IJTI, serta LBH Pers. Akhir kata, Dewan Pers mengajak semua insan pers menjamin Pers Indonesia sebagai salah satu pilar demokrasi yang selama ini telah bersama-sama dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya sejak Era Reformasi. Kesesatan berpikir dan keinginan untuk memecah-belah kalangan insan pers seperti yang terlihat di dalam permohonan ini merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut untuk ditolak dan dihadapi bersama-sama. Jakarta, 9 November 2021 Dewan Pers Mohammad Nuh Ketua. (MD)

Dewan Pers Harap MK tolak uji materi UU Pers

Jakarta, FNN - Dewan Pers berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengajuan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Alalasannya, posisi para pemohon, sebagaimana pernyataan pemerintah, tidak mengalami kerugian. "Pemerintah menyebut para pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers," kata Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad, 17 Oktober 2021. Pemerintah, kata M. Nuh, juga menyebutkan, para pemohon tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Berkenaan implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers, M. Nuh mengatakan, hal tersebut lebih pada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan bidang pers yang kohesif dan dapat memayungi seluruh insan pers. Dengan demikian, tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat. Pemerintah juga menyebut dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers telah jelas memberikan nomenklatur "Dewan Pers" dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers. Oleh karena itu, apabila para pemohon mendalilkan "organisasinya" bernama "Dewan Pers Indonesia", itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers. Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden. Tidak ditanggapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh presiden bukanlah suatu perlakuan diskriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945. Melainkan suatu tindakan yang telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Pers. Sebelumnya, Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku pemohon memohon judicial review UU Pers melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada tanggal 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan diri sebagai anggota Dewan Pers Indonesia. Adapun permohonan mereka dalam petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (MD).