dr-k-h-jazilul-fawaid

Mengibarkan Optimisme Kebangsaan

Oleh : Dr. K.H. Jazilul Fawaid, S.Q., M.A PERINGATAN hari kemerdekaan RI pada tahun ini masih sama seperti peringatan pada tahun sebelumnya, yakni dalam suasana pandemi COVID-19. Suasana seperti ini bukanlah kondisi yang kita harapkan karena pandemi COVID-19 menghadirkan berbagai limitasi tersendiri. Limitasi-limitasi tersebut mewujud dalam bentuk larangan untuk melakukan parade atau pawai, larangan untuk tidak menyelenggarakan berbagai perlombaan yang berpotensi menimbulkan kerumunan, dan masih banyak lagi. Namun demikian, ada juga yang berbeda dari tahun sebelumnya. Meskipun masih dibekap oleh pandemi, perlahan tapi pasti, bangsa Indonesia mulai bangkit optimismenya untuk bergerak maju sebagai bangsa dan negara yang mampu lepas dari situasi krisis. Tidak dimungkiri bahwa pandemi COVID-19 telah meluluhlantakkan berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perekonomian nasional yang sempat jatuh ke jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut, masyarakat yang mengalami gegar budaya karena harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, densitas demografi yang menyusut karena banyaknya penduduk yang meninggal dunia, tensi politik yang naik turun karena dialektika domestik dalam mitigasi dan penanganan pandemi, adalah bentuk-bentuk ekses negatif yang lahir di masa pandemi. Untuk merespons ekses-ekses negatif tersebut, optimisme menjadi kata kunci. Optimisme kebangsaan adalah senjata utama untuk keluar dari situasi krisis secara cepat dan saksama. Buah optimisme Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia 76 tahun silam adalah buah optimisme para pejuang kemerdekaan di masa lampau. Kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 tidak diraih secara instan, tapi ditempuh melalui jalan panjang nan berliku yang berlumur keringat dan darah perjuangan para pahlawan. Proklamasi kemerdekaan merupakan titik sejarah yang bisa diukir setelah optimisme kemerdekaan berhasil diaktualisasikan para pejuang dalam babakan yang sistematis, yakni perubahan metode perjuangan dari sporadis menjadi terorganisir melalui pembentukan Boedi Oetomo pada 1908, deklarasi sumpah pemuda 1928 yang mengatasi fragmentasi perjuangan, hingga berujung pada pekik kemerdekaan 1945. Optimisme kemerdekaan pada masa revolusi fisik bukanlah spirit atau elan yang hadir secara ujug-ujug. Optimisme untuk merdeka pada masa itu hadir dan meletup sebagai wujud refleksi, pembelajaran, serta keinginan yang kuat untuk hidup sebagai bangsa yang bebas, terlepas dari penindasan secara fisik dan psikis oleh kekuatan kolonial. Optimisme tersebut pada akhirnya dibalut oleh perasaan senasib dan sepenanggungan, serta keinginan seluruh bangsa untuk hidup bersama dalam sebuah entitas politik dan sosial budaya yang merdeka dan berdaulat, yakni Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta merupakan aktualisasi konkret dari optimisme kemerdekaan yang senantiasa dijaga dan dipelihara nyalanya oleh para pejuang pada masa itu. Cara Pandang Sirkumstansi (keadaaan) yang melatarbelakangi kemerdekaan sejatinya tidak jauh berbeda dengan kondisi bangsa Indonesia hari ini, yakni sama-sama dalam situasi genting dan krisis. Bedanya, yang kita hadapi pada masa lalu adalah kekuatan kolonial kongsi dagang VOC dan Jepang, sedangkan saat ini yang kita hadapi adalah makhluk organik dengan ukuran mini tapi sangat mematikan bernama COVID-19. Meskipun subjek penyebab krisis berbeda, akan tetapi mekanisme yang ditempuh pada masa merebut kemerdekaan tetap relevan untuk dihidupkan kembali di era saat ini, yakni optimisme kebangsaan untuk keluar dari situasi krisis. Optimisme ini dapat hidup apabila ada kesamaan cara pandang dan komitmen segenap bangsa untuk maju dan bergerak bersama dalam merumuskan langkah-langkah sistematis ke depan, agar roda kehidupan berbangsa dan bernegara tetap berputar dalam mencapai tujuan nasional. Dalam mewujudkan optimisme tersebut, cara pandang memegang peranan utama. Pandemi COVID-19 tidak harus selalu dilihat dari perspektif ancaman, tapi juga perlu ditilik dari perspektif peluang. Selalu ada pembelajaran dan blessing in disguise (berkah terselubung) dalam setiap fenomena. Kolonialisme yang membebat Indonesia pada masa lalu ternyata menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka. Begitu juga dengan pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 perlu dimaknai sebagai alat pemersatu bangsa karena ia merupakan musuh bersama yang harus ditanggulangi secara bersama-sama. Kehadiran pandemi COVID-19, apabila kita kaji secara mendalam, sejatinya merupakan pemantik bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan praktik-praktik kebangsaan dan kenegaraan yang lebih inovatif dan berdaya tahan (resilient) dalam situasi krisis, utamanya praktik perekonomian karena menyangkut kebutuhan dasar manusia akan sandang, pangan, dan papan. Kehadiran pandemi COVID-19 seakan hendak mengoreksi praktik-praktik yang selama ini kita anggap benar. Pada perspektif lainnya, eksistensi pandemi boleh jadi hendak menyadarkan kita semua bahwa praktik-praktik yang selama ini kita jalankan mungkin kurang sesuai dengan amanat Pancasila dan konstitusi. Praktik ekonomi liberal yang terlalu bertumpu pada pertimbangan cost (biaya) dan benefit (untung) misalnya, akan berujung pada PHK dan bertambahnya jumlah pengangguran tatkala para pelaku ekonomi melihat biaya yang harus mereka keluarkan di masa pandemi lebih tinggi dari keuntungan yang akan mereka dapatkan. Situasi seperti ini, mau tidak mau, suka tidak suka, akan memaksa kita untuk menengok kembali konsepsi ekonomi Pancasila yang digariskan oleh para pendiri bangsa. Berbagai dampak negatif di sisi ekonomi, seperti fenomena PHK, pengangguran, dan penurunan daya beli masyarakat, tidak akan menjadi fakta dominan di era krisis apabila kita selama ini berkhidmat pada ekonomi Pancasila yang berbasis kemandirian (self-help). Di sinilah entry point (titik mula) munculnya optimisme bangsa Indonesia, bahwa kita pada hakikatnya sudah memiliki mekanisme untuk keluar dari situasi krisis. Komitmen dan Soliditas Pemerintah Indonesia sendiri, meskipun belum bisa dikatakan maksimal, telah melakukan kerja keras dan upaya-upaya berkesinambungan untuk meredam ekses negatif pandemi. Secara ekonomi, negara hadir di tengah masyarakat dalam bentuk beragam bantuan sosial yang digulirkan kepada mereka yang terdampak, serta pemberian insentif kepada para pelaku usaha agar perekonomian tetap bergeliat. Untuk memproteksi masyarakat dari COVID-19 yang kian mengganas, pemerintah memberlakukan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan masyarakat secara ketat. Meskipun kebijakan pembatasan kegiatan ini banyak dikritik karena mengalami perubahan nomenklatur berkali-kali dan dianggap seperti sebuah dilema kebijakan (baca: pendekatan ekonomi vs kesehatan), akan tetapi adanya PSBB, PPKM Jawa-Bali, PPKM Mikro, Penebalan PPKM Mikro, hingga PPKM Darurat, merupakan wujud kehadiran negara dalam menjamin human security (keamanan warga) seluruh warga negara sesuai amanat UUD NRI 1945. Upaya-upaya tersebut harus kita apresiasi dan didukung secara penuh, termasuk upaya pemerintah untuk menciptakan kekebalan komunitas melalui program vaksinasi yang semakin digalakkan ke masyarakat saat ini. Dengan menengok kembali kapasitas kita sebagai sebuah bangsa yang dibekali dengan pedoman dan panduan kebangsaan yang kuat dalam bentuk Pancasila, serta komitmen kuat dan upaya-upaya komprehensif yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani pandemi, sudah sepatutnya kita semua optimis bahwa kita, bangsa Indonesia, akan segera keluar dari situasi krisis. Pandemi COVID-19 tidak harus selalu dilihat sebagai ancaman, tapi perlu juga dilihat sebagai peluang. Pandemi COVID-19 akan menjadi pemantik bagi kita semua untuk bersatu dalam penanganan, terlepas dari semua perbedaan yang ada. Yang perlu kita yakini adalah bangsa yang mampu keluar dari situasi krisis seperti saat ini akan menjadi bangsa yang lebih kuat dan tangguh di masa yang akan datang. Peringatan hari kemerdekaan RI 17 Agustus 2021 ini selaiknya menjadi momentum untuk menebalkan kembali optimisme kebangsaan kita. Selamat hari kemerdekaan 17 Agustus 2021, Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh. Penulis adalah Wakil Ketua MPR RI Periode 2019-2024