kemenperin
Kemenperin: Investasi Gula UEA Hasilkan Produk Turunan Bioetanol
Dubai, FNN - Plt Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika menyampaikan rencana investasi Al Khaleej Sugar Co (AKS) dari Uni Emirat Arab di Indonesia berpotensi menghasilkan produk turunan, yaitu bioetanol yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan serta substitusi bahan bakar minyak. “Hasil samping proses produksi gula tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan antara lain bioetanol untuk substitusi BBM dari minyak bumi, dan biomassa dari bagas tebu sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik,” kata Putu di Dubai, UEA, Minggu. Putu menyampaikan bahwa pihaknya akan memfasilitasi rencana investasi AKS yang saat ini menjadiprodusen terbesar gula di kawasan Timur Tengah dan lima besar dunia. "Jika terwujud, investasi ini akan membantu pemenuhan kebutuhan gula nasional dan juga kebutuhan energi di Sulawesi dan kawasan Timur Indonesia," sebut Putu. Putu juga menjelaskan bahwa rencana investasi AKS selain produksi gula, juga memproduksi sumber energi alternatif dari produk samping pengolahan gula tebu. Putu optimistis, investasi AKS di Indonesia akan dapat membantu pemenuhan gula dalam negeri, mendukung program substitusi impor, dan memproduksi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. "Karena dia besar investasinya, dia mau memproduksi sekitar 750.00 ton per tahun. Dia sangat tertarik dan kita sedang membuat langkah-langkahnya supaya dia bisa berinvestasi," tuturnya. Guna mendorong investasi raksasa gula Uni Emirat Arab (UEA) itu, lanjut Putu, Kemenperin telah mengundang pihak AKS untuk datang ke Indonesia dan melihat potensi tersebut. “Untuk menghasilkan tebu sebanyak 750 ribu ton tersebut, dibutuhkan sekitar 100 ribu hektar lahan tebu,” ungkapnya. Saat ini, lahan yang diproyeksikan untuk ditanami tebu itu terdapat di Sulawesi. Selain memproduksi gula, AKS juga tertarik dengan produk turunan lainnya dari tebu, yakni biomassa yang dapat dijadikan energi listrik dan etanol untuk pencampuran bahan bakar. "Biomassa merupakan produk samping gula dengan jumlah mencapai 30 persen dari setiap produksi gula. Etanol ini terbuat dari produk samping proses gula yang bernama molasis dengan jumlah sebesar 4 persen,” jelasnya. Putu menambahkan etanol berperan untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Umumnya untuk kendaraan roda empat sudah bisa menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol 20 persen, sementara kendaraan roda dua 10 persen. “Di dalam negeri sendiri, kebutuhan etanol masih sangat besar dan belum dipenuhi oleh produksi dalam negeri,” tandasnya. Sejalan dengan rencana investasi AKS, pemerintah pun berkeinginan untuk menjadikan industri gula nasional dapat menerapkan teknologi Industri 4.0 dan lebih lebih ramah terhadap lingkungan. Melalui teknologi industri 4.0 atau digitalisasi, akan terjadi efisiensi yang pada gilirannya akan memberi nilai tambah bagi produk-produk Indonesia, termasuk gula. (mth)
Kemenperin: Transformasi Digital Pacu Produktivitas Industri Mamin
Jakarta, FNN - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan pemanfaatan teknologi industri 4.0 di sektor makanan dan minuman (mamin) telah memacu produktivitas menjadi lebih efisien dan berkualitas, sehingga meningkatkan daya saing industri tersebut. "Industri mamin terbukti menjadi salah satu sektor unggulan karena memiliki kinerja yang gemilang. Pada kuartal II tahun 2021, industri mamin berkontribusi sebesar 38,42 persen terhadap pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas," kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika melalui keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat. Pada acara "Business Forum Expo 2020 Dubai", ia menyebutkan kontribusi industri mamin di kuartal II 2021 tersebut, lebih tinggi dibanding sumbangsihnya pada 2019 yang mencapai 36,40 persen dan pada 2020 di angka 38,29 persen. "Kami sangat mengapresiasi atas capaian dari industri mamin ini karena di tengah hantaman yang cukup berat akibat dampak pandemi," ungkapnya melalui keterangan tertulis. Oleh karena itu, Kemenperin bertekad menjaga ketersediaan bahan baku bagi industri mamin agar mereka terus berproduksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. "Pemerintah juga telah memberikan sejumlah stimulus atau insentif kepada para pelaku industri agar bisa mempertahankan usahanya dan terus meningkatkan kinerja," lanjut Putu. Pada 2020, total nilai ekspor industri mamin sebesar 31,17 miliar dolar, lebih tinggi dibanding tahun 2019 yang mencapai 27,36 miliar dolar, dan pada semester I 2021 menembus 19,59 miliar dolar. "Ini membuktikan bahwa produk mamin Indonesia banyak diminati oleh konsumen global. Hal ini tidak terlepas juga dari penggunaan digitalisasi yang akhirnya menghasilkan produk-produk berkualitas dengan mampu memenuhi standar internasional," paparnya. Di samping itu, industri mamin mencatatkan realisasi investasi yang cukup signifikan senilai Rp50,48 triliun pada 2020 dan mencapai lebih dari Rp14 triliun pada kuartal II 2021. Investasi ini diyakini dapat memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri, yang termasuk didukung melalui transfer teknologi. "Bahkan, dari peningkatan investasi ini, juga dapat menambah jumlah penyerapan tenaga kerja. Saat ini, sektor industri mamin telah menyerap tenaga kerja sebanyak 5,2 juta orang," tutur Putu. Artinya, industri mamin telah memberikan dampak yang luas bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Apalagi, industri mamin merupakan sektor usaha yang mendominasi di Tanah Air, terutama skala industri kecil dan menengah (IKM). Hal ini yang menjadi tumpuan bagi berputarnya roda ekonomi nasional," ujarnya. Lebih jauh, ia optimistis sesuai target dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, industri mamin nasional bisa menjadi pemain utama di kawasan ASEAN. "Oleh karena itu, Kemenperin terus melakukan upaya-upaya strategis untuk mendorong peningkatan daya saing dan produktivitas industri mamin nasional agar mampu berkompetisi di tingkat global. Salah satu langkahnya adalah dengan mendorong penerapan teknologi industri 4.0 di sektor tersebut, mulai dari tahap desain produk hingga distribusi," katanya. (mth)
Kemenperin Apresiasi Hilirisasi Kelapa Jadi Produk Interior Mobil
Jakarta, FNN - Kementerian Perindustrian mengapresiasi keberhasilan PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA) yang berlokasi di Gunung Putri, Kabupaten Bogor yang berhasil berinovasi dalam meningkatkan nilai tambah dari serat kelapa menjadi interior mobil. "Capaian inovasi teknologi ini adalah wujud kolaborasi dari berbagai pihak, dengan mengutamakan kualitas produk yang tinggi, yang berarti PT RMA ini mampu memenuhi persyaratan standarisasi produk industri otomotif, yang memang dikenal menghendaki kualitas komponen yang sangat tinggi,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika lewat keterangannya diterima di Jakarta, Kamis. Perusahaan itu, melalui peran ARDC (Aditya Research Development Center) sebagai pusat inovasi teknologinya, telah menghasilkan beragam jenis produk bernilai tambah tinggi berbahan baku serat kelapa. Contohnya adalah produk komponen otomotif door trim untuk diaplikasikan pada bagian interior kendaraan roda empat. Produk inovasi PT RMA telah digunakan oleh hampir seluruh pabrikan industri otomotif nasional, dengan pemenuhan pangsa pasar nasional lebih dari 60 persen termasuk untuk pasar ekspor. Kemenperin juga mengapresiasi komitmen PT RMA yang berupaya menciptakan inovasi yang mengutamakan penciptaan nilai tambah bahan baku lokal berupa serat sabut kelapa dan juga mengembangkan teknologi ramah lingkungan berupa pengolahan kain perca limbah industri tekstil (apparel). “Kami juga mengapresiasi PT RMA yang telah menggandeng Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) di daerah penghasil kelapa, antara lain Provinsi Riau dan Jawa Barat bagian selatan sebagai pemasok bahan baku industri komponen otomotif di Bogor ini,” imbuhnya. Menurut Putu, hal yang dilakukan PT RMA berkontribusi pada langkah Kemenperin mendorong substitusi impor khususnya pada komoditas komponen otomotif. “Mereka telah memanfaatkan serat kelapa untuk menghasilkan komponen automotive felt yang berfungsi sebagai pelindung bagian bawah mobil dan peredam getaran antar panel bagian interior kendaraan. Penggunaan Serat Kelapa sebagai komponen otomotif dapat menambah kenyamanan penumpang kendaraan tetapi tidak menambah bobot kendaraan secara signifikan,” sebutnya. Di samping itu, PT RMA terus mengeksplorasi peluang penggunaan serat sabut kelapa sebagai bahan baku papan biokomposit (papan particle atau papan serat). Produk ini bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri furnitur. “Bahkan, yang kami banggakan juga, perusahaan ini telah membuat produk alat pertahanan dan keamanan untuk kebutuhan TNI. Tentunya produk tersebut juga telah melewati pengujian standar kualitas yang sangat tinggi juga,” tandasnya. Putu menegaskan, pihaknya terus mendukung upaya peningkatan daya saing produk industri dalam negeri yang berkualitas dan berkesinambungan. Jaminan kepastian mutu produk industri menjadi hal yang sangat penting untuk dipertahankan dan senantiasa ditingkatkan. “Salah satu instrumen jaminan kepastian mutu produk industri adalah melalui Standar Nasional Indonesia (SNI),” ujarnya. Kemenperin memfasilitasi perumusan SNI produk industri olahan serat sabut kelapa sebagai baseline kualitas produk yang beredar di Indonesia, sehingga memberikan manfaat berganda bagi produsen, konsumen dan juga Lembaga terkait lainnya. “Contohnya, kami sedang memfasilitasi SNI papan biokomposit berbahan baku serat sabut kelapa untuk komponen bagian interior otomotif,” terangnya. Business Development ARDC Farri Aditya menyampaikan, pihaknya berkomitmen kuat untuk semakin mengoptimalkan kekayaan sumber daya alam di Indonesia, seperti komoditas kelapa. “Prinsip inovasi kami adalah inisiasi langkah kecil dengan fasilitas yang tersedia dan melibatkan multipihak sehingga tercipta langkah kolaboratif dan sharing sumber daya,” tutur Farri. “Kami terus berupaya untuk mengeksplorasi inovasi teknologi secara mandiri, tetapi kami meyakini bahwa adanya fasilitasi regulasi atau payung hukum dari pemerintah melalui Kemenperin untuk menyusun kolaborasi multipihak termasuk dengan pihak BUMN dan/atau sektor industri lainnya, maka akan tercipta ekosistem inovasi, yang tentunya dapat melibatkan UKM serta UMKM sebagai mitra strategis,” paparnya. Saat ini, produk PT RMA telah memasok kebutuhan industri otomotif, furnitur, infrastrukur, kesehatan, dan pertahanan-keamanan. “Agar dapat mendukung keberlangsungan usaha ini, kami juga mengharapkan integrasi rantai nilai dari hulu hingga hilir, untuk menjaga keberlanjutan produktivitas dan operasional industri yang kuat, mantap, dan mempunyai resiliensi tinggi,” imbuhnya. (mth)