mahkamah-konstitusi

Ambang Batas Pencalonan 20 Persen Hasilkan Presiden Boneka

Jakarta, FNN - Bertempat di Rumah Makan Raden Bahari, Jalan Warung Buncit Raya, Mampang, Jakarta Selatan, diadakan silaturrahmi dan ramah tamah bertema, "Rakyat Berdaulat Menolak Presidential Threshold." Turut menjadi pembicara dalam diskusi yang berlangsung Rabu, 1 Desember 2021 itu, antara lain Ketua Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), Tamsil Linrung, mantan Menteri Keuangan, Fuat Bawazier, Habib Umar Al Hamid. Sedangkan pengacara Eggi Sudjana menyampaikan paparannya lewat zoom. Pendapat Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun disampaikan lewat pemutaran video. Para pembicara menyampaikan kesepakatan agar presidential threshold (PT) atau batas ambang pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi nol persen. Sebab, PT yang berlaku saat ini sangat bertentangan dengan demokrasi dan UUD 1945. Bahkan, hal itulah yang membuat terjadinya perampokan terhadap demokrasi dan demokrasi kriminal. PT yang berlaku 20 persen telah menyebabkan presiden boneka. Menurut Tamsil Linrung, pihaknya sangat serius dalam usaha memperjuangkan agar PT itu menjadi nol persen. DPD akan menjadi pelopor. Bahkan, pihaknya mendorong masyarakat supaya berbondong-bondong melakukan yudicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar PT menjadi nol persen. “DPD akan menyiapkan bus angkutan terhadap rombongan yang akan mengantarkan mereka yang mengajukan uji materi itu ke MK. Jadi, ayo ramai-ramai mengakukan judicial review,” ujar Tamsil. Senator asal pemilihan Sulawesi Selatan itu mengatakan, jika PT masih tetap dipertahankan 20 persen, maka presiden yang terpilih sekarang dan seterusnya adalah orang yang menjalankan tugas berdasarkan janji-janji politik. “Karena menjalankan tugas berdasarkan janji politik, dikhawatirkan ke depan akan ada presiden yang hanya karena bermimpi, tiba-tiba memindahkan ibu kota negara. Tiba-tiba menambah utang negara tanpa konsultasi dengan legislatif,” ucapnya. Upaya menghapus PT menjadi nol persen harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. “Di negara mana pun di dunia, tidak ada yang namanya batas ambang pencalonan presiden. Yang ada adalah batas ambang pemilihan,” ujar Tamsil. Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, PT menjadikan demokrasi kriminal dalam konsetasi pemilihan presiden (pilpres). Oleh karena itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat agar menyelamatkan Indonesia dengan menolak presidential threshold atau menjadikannya nol. Menurut Refly, PT hanya menjadikan demokrasi menggunakan kekuatan finansial. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat supaya melakukan gerakan menolak PT. “Jadikan presidential threshold nol persen atau tidak ada presidential threshold. Karena hal itu hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli perahu, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial guna memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden," ucapnya. (Muhammad Anwar Ibrahim D./FNN).

Jika Tuntutan Tidak Dipenuhi Pemerintah, Pekerja Ancam Mogok Nasional Pada 6 Desember 2021

Jakarta, FNN – Para pekerja tidak puas dengan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam menyikapi keputusan pemerintah terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang Cipta Kerja. Oleh karena itu, para buruh mengancam tetap melakukan aksi mogok kerja pada Senin sampai Rabu, 6 sampai 8 Desember 2021. Ancaman mogok kerja nasional tersebut dikatakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Said Iqbal, dalam konferensi pers virtual, di Jakarta, Senin, 29 November 2021. Tuntutan mereka tetap sama, menolak penghitungan kenaikan Upah Minimum Pekereja (UMP) 2022 yang menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021. “Yang bisa membatalkan mogok nasional hanya jika tuntutan itu bisa dipenuhi,” kata Iqbal. "Mogok nasional tetap kita rencanakan 6-8 Desember 2021. Jika keputusan gubernur tentang upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten kota tetap menggunakan PP 36, mogok nasional," ucapnya. Buruh meminta agar pemerintah melaksanakan putusan MK terkait UU Cipta Kerja. Dia juga mengingatkan, peraturan dalam UU tersebut ditangguhkan. "Jika pemerintah memaksakan kehendak tidak menjalankan putusan MK, atau para menteri mencoba merevisi-revisi peraturan, itu tidak diperintahkan oleh MK. Sekali lagi saya ulang tidak ada perintah MK merevisi peraturan. MK jelas menangguhkan kalau sudah ada peraturan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Atau tidak mneerbitkan bila mana peraturan itu belum ada," katanya. Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah menanggapi rencana aksi mogok kerja nasional yang disiapkan para buruh tersebut. Direktur Apindo Research Institute, P. Agung Pambudhi menjelaskan, mogok kerja merupakan hak dari para pekerja dan diatur dalam sederet peraturan ketenagakerjaan. Akan tetapi, mogok kerja nasional yang akan digelar dalam waktu dekat itu dipandang tidak sesuai dengan aturan yang ada. "Dalam UU Ketenagakerjaan, mogok yang ada adalah mogok kerja, yang merupakan akibat gagalnya dari perundingan," ucapnya dalam acara konferensi pers virtual, Kamis, 25 November 2021. Menurut Agung mogok kerja yang sesuai dengan aturan adalah dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan pengusaha. Jika perundingan itu gagal, maka pekerja berhak melakukan mogok kerja. Jika dlihat aturan yang lebih teknis, bisa dibaca pada pasal 140 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Kenagakerjaan. Dalam UU tersebut, mogok kerja dapat dilaksanakan bila ada pemberitahuan SP (Serikat Pekerja) atau SB (Serikat Buruh) secara tertulis kepada pengusaha dan dinas tenaga kerja sekurang-kurangnya 7 hari sebelumnya dan memuat alasan mogok kerja. “Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka mogok kerja tersebut menjadi tidak sah," ujarnya. (M.Anwar Ibrahim D./FNN).

Buruh Tuntut Pemerintah Patuhi Keputusan Mahkamah Konstitusi

Jakarta, FNN - Pekerja yang menyebutkan dirinya Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) melakukan aksi demonstrasi di Patung Kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 29 November 2021. Mereka mendesak supaya pemerintah patuh terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU tentang Cipta Kerja yang harus diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun. Selama revisi tersebut, mereka meminta seluruh peraturan pemerintah (PP) yang sudah diterbitkan sejak Omnibuslaw di undangkan, supaya dicabut. Artinya, segala PP yang menyangkut buruh, termasuk mengenai ketentuan upah minimal dikembalikan ke aturan yang sudah ada sebelumnya. Massa Gebrak aksi unjuk rasa yang dilakukan di Patung Kuda, Jakarta Pusat merupakan gabungan dari berbagai serikat, yakni KASBI, KPBI, SGBN, LMN-DN, KPA, LBHJak, Sindikasi, Sempro, dan KPR. "Standar upah layak itu paling tidak ada enam kriteria. Bagaimana buruh bisa memenuhi persoalan pangannnya, buruh bisa memenuhi persoalan sandang, buruh bisa memenuhi persoalan papan, buruh bisa memenuhi persoalan pendidikan, kesehatan, dan sosialnya," kata salah satu juru bicara Gebrak dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, Senin, 29 November 2021 Buruh menilai pemerintah tidak memperhatikan hal tersebut. Sikap pemerintah yang hanya melihat inflasi dalam penentuan upah dinilai kurang tepat. “Selama ini, penentuan upah kalau mengikuti Undang-Undang Cipta Kerja, justru hanya berdasarkan inflasi," ucap Nining. "Bayangkan di mana letak tanggung jawab negara untuk memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat, yang ada justru sebaliknya," ujarnya. Dia mengatakan, aturan penentuan upah layak jika hanya didasarkan inflasi tidak memberikan perlindungan dan juga peningkatan kesejahteraan para buruh. "Praktiknya hari ini justru jauh dari perlindungan dan peningkatan kesejahteraan. Yang ada adalah bagaimana kemiskinan masyarakat semakin tersistematis," ujarnya. Massa Gebrak mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya mengeluarkan keputusan presiden (kepres) tentang standar upah layak. “Konstitusi kita menyampaikan bagaimana kebutuhan hidup layak, bukan kemudian hidup minimum. Kita mendesak kepada presiden agar membuat satu keputusan presiden tentang upah layak yang berlaku dari Sabang sampai Merauke," ucapnya. Massa Gebrak yang melakukan demonstrasi akhirnya bubar dengan tertib sekitar pukul 18.00. Begitu massa membubarkan diri, jalan Medan Merdeka Barat pun dibuka. Tidak lama kemudian, arus lalu lintas lancar. (M.Anwar Ibrahim/FNN).