ntt
Kontrak Pelet TOSS PLTU Ropa NTT Dukung Transisi Energi RI
Jakarta, FNN - Kementerian ESDM mengapresiasi penandatanganan kontrak jual dan beli bahan bakar pelet tempat olah sampah setempat (TOSS) untuk program co-firing di PLTU Ropa, NTT, sebagai bentuk dukungan nyata bagi transisi energi di Indonesia. Penandatanganan kontrak dilakukan PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pembangkitan (UPK) Flores, NTT, dengan konsorsium koperasi dan usaha kecil menengah binaan Pemerintah Kabupaten Ende, NTT, bernama Koperasi Energi Baru Pancasila secara hybrid di Ende, NTT, Kamis (28/10/2021). Dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Senin, disebutkan bahwa kegiatan ini menjadi tonggak penting pengembangan biomassa untuk co-firing pada PLTU Ropa dengan memanfaatkan pelet yang berasal dari material sampah biomassa di Kabupaten Ende dan diproduksi masyarakat setempat. "Kami sangat mengapresiasi upaya Tim TOSS Ende yang terdiri atas Pemda Ende, Comestoarra, PLN UPK Flores, dan organisasi nirlaba ACIL yang terus mendukung transisi energi melalui upaya penyediaan energi yang berbasis energi terbarukan. Salah satu bagian program green booster PLN adalah co-firing pada PLTU eksisting dengan menggunakan biomassa baik yang berbasis sampah, limbah maupun biomassa yang berasal dari tanaman energi," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam sambutannya secara virtual saat acara penandatanganan mewakili Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurut Tutuka, upaya co-firing ini akan berdampak positif dalam pencapaian kontribusi EBT, yang dalam kebijakan energi nasional (KEN) telah ditetapkan target pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama untuk bisa merealisasikannya. "PR kita untuk mencapai target tersebut masih cukup besar dan diperlukan berbagai terobosan dan inovasi untuk akselerasinya," katanya. Menurut dia, substitusi energi merupakan upaya yang mudah, cepat dan murah. Apalagi pada masa pandemi COVID-19, dengan demand penggunaan energi turun dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas, maka upaya substitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang cerdas untuk mendorong EBT tanpa membebani PLN dan juga pemerintah dengan subsidi. Co-firing biomassa pada PLTU bukanlah hal baru. Banyak negara-negara di luar yang sudah berhasil menghijaukan PLTU-nya dengan program co-firing biomassa, bahkan hingga 100 persen PLTU digantikan dengan biomassa. Ke depan, Indonesia juga akan berupaya untuk bisa mengurangi PLTU-PLTU yang sudah ada untuk digantikan dengan pembangkit-pembangkit yang lebih bersih. "PLN dan pemerintah daerah diharapkan juga memiliki semangat dan komitmen yang kuat untuk bisa menyediakan energi untuk negeri dengan energi yang lebih ramah lingkungan," ujar Tutuka. Selain mendukung kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, program co-firing biomassa khususnya yang berbasis sampah dan limbah juga berdampak positif kepada pengembangan ekonomi kerakyatan yang produktif (circullar economy), dapat membuka lapangan kerja, dan menurunkan emisi gas rumah kaca, yang mana sektor energi diharapkan berkontribusi besar dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Tutuka mengatakan tantangan terbesar untuk program co-firing dengan biomassa ini adalah ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan harga biomassa. Untuk itu, dalam jangka pendek ini, pemerintah mendorong implementasi dari co-firing ini menyesuaikan dengan ketersediaan feedstock di daerah setempat, sehingga dapat mengurangi biaya transportasi yang ujungnya bisa menekan harga bahan bakunya. TOSS Ende merupakan solusi pengelolaan dan pengolahan sampah di Kabupaten Ende yang dapat digunakan sebagai bahan baku co-firing PLTU Ropa, sekaligus mendukung ekosistem listrik kerakyatan dan substitusi minyak tanah dan kayu bakar yang selama ini masih banyak digunakan masyarakat Ende. Selain itu, nilai positif dari TOSS Ende ini menghidupkan kembali budaya gotong royong dalam pembersihan sampah dan lingkungan di masyarakat di Kabupaten Ende serta memberikan manfaat bagi pemulihan ekonomi masyarakat Ende akibat pandemi COVID-19. Bahan baku yang digunakan untuk co-firing cukup beragam seperti PT PJB yang go live komersial dengan sawdust, PT Indonesia Power go live dengan SRF dan sekam padi, PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau go live dengan dengan cangkang sawit, dan sekarang PLTU Ropa menggunakan pelet TOSS yang dibuat masyarakat Ende. "Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku biomassa untuk co-firing PLTU sangat fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan potensi biomassa setempat dengan tetap memperhatikan standar teknis dan kebutuhan pembangkit. Dengan demikian, pengusaha lokal dan masyarakat setempat dapat terlibat aktif dalam kegiatan ini, sehingga mendukung terciptanya ekonomi listrik kerakyatan," tutur Tutuka. Pemerintah mengharapkan program ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan persentase dari campuran biomassanya juga terus bisa ditingkatkan. Untuk itu, tambahnya, dari sisi hulu penyediaan bahan bakunya juga harus dibangun dan dikembangkan dengan baik. (mth)
IDI: Ada Percepatan Penyediaan Tenaga Dokter di NTT
Kupang, FNN - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan selama 10 tahun terakhir terjadi percepatan penyediaan tenaga dokter umum sehingga hampir semua puskesmas di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah memiliki tenaga dokter yang memudahkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. "Hampir semua Puskesmas kabupaten/kota di NTT telah memiliki tenaga dokter untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama di daerah pedalaman. Hal itu bisa terwujud dengan adanya percepatan pengadaan dokter umum dilakukan pemerintah kabupaten/kota di NTT," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, dr. Stef Soka di Kupang, Ahad. Stef Soka mengatakan hal itu terkait ketersediaan tenaga dokter di NTT dalam rangka hari Dokter Nasional tahun 2021. Ia mengatakan ketersediaan tenaga dokter di NTT semakin memadai dalam 10 tahun belakangan ini setelah pemerintah kabupaten/kota di Provinsi NTT bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang untuk mendapatkan tenaga dokter umum untuk ditugaskan di Puskesmas. Menurut dia, adanya Fakultas Kedokteran Undana sangat membantu Pemerintah di NTT untuk mendapatkan tenaga dokter untuk ditugaskan ke ouskesmas di kabupaten-kabupaten di NTT. "Melalui bantuan beasiswa bagi tenaga dokter sangat membantu pemenuhan tenaga dokter sehingga semua puskesmas di NTT telah memiliki tenaga dokter umum melalui bantuan beasiswa oleh pemerintah kabupaten/kota di NTT. Distribusi tenaga kesehatan di puskesmas sudah merata di NTT," kata Stef Soka. Dia menambahkan salah satu persoalan yang dihadapi saat ini masih kecilnya pendapatan para dokter yang belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan IDI. "Apabila pendapatan seorang dokter sudah terpenuhi pada satu unit kerja maka tentu tidak perlu lagi membuka tempat praktek pada tempat lain sehingga lebih konsentrasi memberikan pelayanan medis pada satu tempat pelayanan kesehatan," kata Stef Soka. Menurut dia, sesuai standar IDI pendapatan seorang dokter umum harus mencapai Rp25-30 juta/bulan namun saat ini di NTT masih di bawah ketentuan itu. (mth)