panglima-perang

Sejarah yang Tertinggal: KH Hasyim Asy’ari Panglima Perang

Ponorogo, FNN – Beberapa waktu lalu, seperti dikutip NU Online Ponorogo Jawa Timur bahwa KH Abdul Mun’im DZ dan KH Adnan Anwar dari PBNU mengunjungi rumah Mbah Syukri (usia 102 tahun), salah seorang santri KH Hasyim Asy’ari di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung, Ponorogo. Mbah Syukri bersedia menuturkan kisah-kisah perjuangan yang dialaminya bersama Laskar Hizbullah di bawah komando Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari saat berjuang melawan tentara Sekutu, Belanda, dan Jepang jelang kemerdekaan. Mbah Syukri menuturkan, perjumpaan dengan Mbah Hasyim berawal dari rekruitmen Laskar Hizbullah di Ponorogo. Ia mendaftarkan dirinya bersama dengan beberapa rekan lainnya. Seperti Mbah Kayubi, Mbah Walidu, Mbah Sadimun serta beberapa rekan lainnya. Dari Ponorogo, pasukan diberangkatkan ke Surabaya dan sebagian disebar ke Sidoarjo. “Mbah Hasyim riyin niku keliling muteri anak buahe terus. Ati-ati, kudu waspodo lho yo. Ojo lengah. Ngoten dawuhe Mbah Hasyim teng anak buahe,” ujarnya dalam bahasa Jawa kental. Dalam bahasa Indonesia, “Mbah Hasyim dulu itu keliling. Mengecek anak buahnya terus. Hati-hati, harus waspada lho ya. Jangan sampai lengah. Begitu perintah Mbah Hasyim kepada pasukannya,” kenang Mbah Syukri. Mbah Hasyim, lanjutnya Mbah Syukri, keliling dengan mengendarai jeep terbuka. Ditemani seorang sopir dan satu orang ajudannya, Mbah Hasyim mempimpin langsung di setiap pertempuran. Pernah ada kejadian di Surabaya, Mbah Hasyim yang sedang di atas mobil jeep diberondong pasukan Belanda. Mbah Hasyim lantas membentangkan sarungnya. Tiba-tiba, sarung itu berubah jadi tameng layaknya perisai baja yang anti peluru. “Pelurune niku gepeng-gepeng kelet teng sarunge. Lho niki sanes dongeng, wong kulo ngertos piyambak (Pelurunya itu gepeng menempel di sarungnya. Ini bukan dongeng, karena saya tahu sendiri),” tutur Mbah Syukri. Kisah lainnya yang diingat Mbah Syukri adalah tertinggalnya 1600 pasukan Jepang di daerah Porong. Pasukan itu bersembunyi di suatu tempat sejenis bunker. Tak ada satupun warga yang tahu. Keberadaan mereka baru terbongkar ketika koki pasukan itu kehabisan bahan makanan dan berbelanja ke pasar. Melihat banyaknya bahan yang dibeli, ada yang curiga. Dan setelah didesak akhirnya mengaku bahwa bahan itu untuk mencukupi kebutuhan pasukan Jepang yang jumlahnya 1600 orang. Pengakuan ini membuat warga gempar sekaligus gelisah. Tapi, tidak satupun warga yang berani mendekat. Bahkan pejabat setempat pun tidak tahu harus bagaimana. Sampailah informasi ini ke Bupati Sidoarjo. Sama dengan lainnya, Bupati Sidoarjo pun merasa kebingungan. Salah seorang pejuang Laskar Hizbullah memberikan saran. “Nek kulo gampil. Niki sing saged ngatasi namung Mbah Hasyim (Kalau saya gampang. Yang bisa menyelesaikan masalah ini hanya Mbah Hasyim),” kata Mbah Syukri menirukan saran rekannya untuk Bupati Sidoarjo. Akhirnya, Bupati Sidoarjo mengirim utusan untuk sowan ke Mbah Hasyim di Tebuireng. Setelah mendapat laporan, Mbah Hasyim langsung meluncur ke Sidoarjo menemui Laskar Hizbullah. Mbah Hasyim mengajak pasukannya untuk mujahadah dengan membaca wirid sembari berdo’a dari jam 11 siang hingga jam 11 malam. Ajaibnya, pasukan Jepang yang bersembunyi di bunker itu satu persatu keluar dari persembunyian karena diserang jutaan semut angkrang. Para pejuang Laskar Hizbullah langsung memanfaatkan momentum itu untuk menangkap pasukan Jepang tanpa perlawanan. Bahkan, tanpa pertumpahan darah setetespun. Kyai Mun’im mengatakan, kesaksian dari para santri dan pejuang Laskar Hizbullah diharapkan bisa meluruskan sejarah yang ada. Pasalnya, selama ini sosok Mbah Hasyim dikisahkan sebagai seorang kyai pesantren yang hanya mengeluarkan fatwa. “Padahal menurut kesaksian para santri yang berhasil kita temui, tidak begitu. Mbah Hasyim itu betul-betul seorang jendral lapangan yang sangat ahli dalam pertempuran. Beliau turun langsung,” tegasnya. Hal senada juga ditegaskan oleh Kyai Adnan. Bahkan, Mbah Hasyim juga membaca tanda-tanda alam ketika merumuskan strategi perang. “Dipelajari betul itu sama Mbah Hasyim. Bukan hanya paham strategi, tapi juga mampu membaca tanda-tanda alam. Perang Surabaya misalnya, itu pakai strategi perang Majapahit,” ungkap Kyai Adnan. “Makanya orang yang paling tahu siapa itu pembunuh Mallaby, ya Mbah Hasyim. Ada semua itu bukti-bukti yang menunjukkan bahwa beliau betul-betul ahli strategi perang,” lanjutnya. Mbah Syukri membenarkan pandangan tersebut. Ia bahkan dengan lugas mengatakan, “Seandainya tidak ada Mbah Hasyim, mungkin kemerdekaan Indonesia itu masih lama. Bisa merdeka, tapi lama,” katanya. Mbah Syukri mengakhiri perbincangan dengan sebuah kalimat pendek yang cukup layak menjadi bahan renungan bagi generasi sekarang. “Kami-kami ini yang berjuang mati-matian. Dan sekarang kalian semua yang menikmati. Bisa makan enak, naik mobil, jalan-jalan,” sindir Mbah Syukri sembari tertawa terkekeh. Mbah Syukri adalah salah seorang pejuang Laskar Hizbullah yang menolak didaftarkan sebagai veteran perang. Ia meyakini bahwa perjuangan itu ada ‘upah’nya sendiri kelak di kehidupan berikutnya. (mth)